Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Astuty
"Pelayanan kamar operasi merupakan salah satu bentuk pelayanan yang sangat mempengaruhi tampilan suatu rumah sakit. Seiring dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, kegiatan bedah menjadi bentuk pelayanan kesehatan spesialistik yang mahal, jadi harus efisien pengelolaannya.
Instalasi Kamar Operasi RSUD Pasar Rebo mempunyai 4 kamar operasi yang melayani bedah cito dan elektif. Dengan disatukannya pelayanan tindakan bedah cito dan elektif di instalasi kamar operasi ini, tindakan bedah elektif sering diundur pelaksanaannya karena harus mendahulukan pelaksanaan tindakan bedah cito yang mendapat prioritas utama dan adakalanya bedah elektif terpaksa ditunda/dibatalkan pelaksanaannya. Kapasitas waktu yang tersedia dari jam 8.00 pagi s.d 14.00 siang juga pada kenyataannya tidak dimanfaatkan seefisien karena belum adanya sistem penjadwalan operasi yang baik, pemakaian kamar operasi selalu dimulai diatas jam 8.00 pagi sehingga waktu kerja yang terbuang dimasing-masing kamar operasi rata-rata 32,87% perhari.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran/karakteristik sistem pelayanan tindakan bedah di Instalasi Kamar Operasi di RSUD Pasar Rebo dan membuat tehnik penjadwalan yang sesuai sehingga produk yang dihasilkan dapat efisien dan optimal. Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dan melakukan analisa kuantitatif terhadap data sekunder untuk membuat model kuantitatif dan analisa deskriptif.
Dari hasil penelitian diketahui utilisasi kamar operasi sebesar 46,66% pada saat bedah cito masih dilakukan bersama-sama dengan bedah elektif. Lalu dari simulasi diperoleh besar utilisasi kamar operasi untuk bedah elektif (tanpa bedah cito) rata-rata sebesar 39,25% di setiap kamar operasi dengan 9 kasus perhari. Dengan simulasi juga dapat diketahui kapasitas optimal kamar operasi untuk mengerjakan bedah elektif sebanyak 18 kasus per hari. Dengan mengetahui kapasitas optimal masing-masing kamar operasi dan lama waktu operasi untuk masing-masing tindakan bedah dapat dibuat sistem penjadwalan yang sesuai untuk Instalasi kamar Operasi RSUD Pasar Rebo.
Dengan adanya penjadwalan dapat diketahui berapa besar kapasitas yang berlebih setiap hari dan disarankan membuat perencanaan untuk pemanfaatannya sehingga Instalasi Kamar Operasi dapat sebagai salah satu revenue center rumah sakit.

Developing a Model for Scheduling of Elective Surgery Service for The Surgery Theatre Installation of The Pasar Rebo HospitalSugery theatre service is one of the hospital services that make an image to the hospital performance. In line with advanced knowledge and technology, surgical operation become more expensive specialistic health service and need to be managed efficiently.
The Surgery Theatre Installation of The Pasar Rebo Hospital have four surgical theatres which serve surgical operations both emergency and elective surgery. As The Surgery Theatre Installation served surgical operations both emergency and elective surgery, resulting in postponement or cancellation of elective surgical operations. Allocated time to serve surgical operations is from 8.00 a.m to 2.00 p.m daily. This allocated time had not been utilized effectively because of unmanaged scheduling for surgical operations resulting in lost of worktime about 32,87% for each surgical theatre daily.
The purpose of this study was to describe characteristic of surgical service acheduling system of The Pasar Rebo Hospital and subsequently to develop a model to manage better through scheduling technique. This study was a cross sectional study with quantitative model related to scheduling of surgery services.
The result of this study showed that each surgical theatre utilization rate was about 46,6% when both emergency and elective surgical operations performed in those surgical theatres.
After performing simulation, utilization rate of elective surgery without emergency surgery was about 39,25% with 9 cases for each surgical theatre daily. In addition, optimal capacity of Sugery Theatre Installation was 18 cases daily. After knowing optimal capacity for each surgical theatre and average time for each surgical operation, a model of well managed scheduling system can be developed for The Surgery Theatre Installation of The Pasar Rebo Hospital.
After implementing well managed scheduling system, The Surgery Installation of The Pasar Rebo Hospital would be able to know daily capacity for each surgery theatre and develop a plan to utilize effectively each surgery theatre daily resulting in increasing revenue for The Pasar Rebo Hospital.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T438
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esthy Reko Astuty
"Pada akhir abad 20an, distribusi informasi melalui teknologi telekomunikasi telah mengalami perubahan yang sangat cepat dan masih terus berkembang tidak saja pada media komputer, tetapi juga pada jaringan dimana komputer merupakan media untuk dapat saling berkomunikasi.
Penggunaan teknologi telekomunikasi ini telah mentransformasi tatanan masyarakat dalam berkomunikasi baik komunikasi satu arah, dua arah atau lebih, yang setidaknya telah mendekatkan para pelaku komunikasi dari penghalang jarak dan waktu.
Perkembangan teknologi telekomunikasi yang kondusif semacam ini terus mendorong kecenderungan bergesernya masyarakat di seluruh dunia menjadi suatu masyarakat global. Perkembangan tersebut menyadarkan, bahwa globalisasi informasi telah sangat mempengaruhi iklim peradaban kehidupan manusia di seluruh dunia. Seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi tersebut, perkembangan kepariwisatan juga mengglobal, mengakibatkan meningkatnya kompleksitas persaingan bisnis kepariwisataan di dunia internasional,
Terpuruknya citra Indonesia khususnya pariwisata Indonesia yang diawali sejak akhir tahun 1997 di mata calon wisatawan mancanegara dari berbagai negara pasar utama dan potensial, salah satu penyebab diantaranya sangat dipengaruhi oleh berkembangnya informasi tentang Indonesia yang tidak selayaknya. Disamping itu, dipengaruhi pula oleh bagaimana upaya pemerintah Indonesia dalam mengcounter berita, dan mengkomunikasikan hal-hal positif serta mempromosikan daerah, daya tarik dan atraksi wisata lainnya yang aman untuk dikunjungi. Hal ini merupakan alasan yang sangat mendesak diperlukannya program promosi pemasaran elektronik pariwisata untuk mengcounter berita-berita yang menjatuhkan nama Indonesia di mancanegara."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T10987
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Astuty
"Ruang lingkup dan cara penelitian: Sampai saat ini penyakit malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Berbagai faktor respon imun & seluler yang spesifik telah dipelajari sebagai dasar pengembangan vaksin malaria. Selain itu respon imun non spesifik akhir-akhir ini mulai banyak diteliti; salah satunya adalah nitrogen oksida (NO). Penelitian yang dilakukan di 2 daerah yang berbeda tingkat endemisitasnya memberi kadar NO labia tinggi di daerah hipo daripada hiperendemik. Penelitian lebih lanjut pada berbagai golongan umur di suatu daerah endemi diperlukan untuk mengetahui variasi kadar NO pada kelompok yang imunitasnya berbeda. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kadar NO pada berbagai golongan umur, serta hubungannya dengan parameter parasitemia dan splenomegali.
Hasil dan kesimpulan.: Sebanyak 150 serum penduduk desa Tipuka, Irian Jaya yang terdiri dari kelompok anak berumur 3 - 5 tahun (19 orang ), anak berumur 6 - 9 tahun 51 orang) dan kelompok dewasa z 15 tahun (80 orang) didalamkan pemeriksaan kadar NO, parasitemia dan splenomegali. Kadar NO diukur sesuai dengan metoda Rocket dkk. (1992) dengan uji Reactive nitrogen intermidiates (RNI). Hasil penelitian memperlihatkan kadar NO tertinggi ditemukan pada kelompok anak berusia 6 - 9 tahun dan berbeda bermakna dibandingkan kadar NO kelompok dewasa (p = 0.0001 ); tetapi tidak bermakna bila dibandingkan kadar NO kelompok anak 3 - 5 tahun (p = 0.0848 ). Pada anak umur 6 - 9 tahun kelompok tanpa parasitemia, kadar NO nya lebih tinggi daripada kelompok parasitemia (p = 0.0239 ); demikian juga dengan splenomegali, dimana kelompok tanpa splenomegali kadar NO lebih tinggi daripada kelompok dengan splenomegali. Disimpulkan bahwa terdapat perbedaan kadar NO pada berbagai kelompok umur suatu populasi yang tinggal di daerah malaria dengan endemisitas tinggi. Pada kelompok umur 6 - 9 tahun yang kadar NO nya tertinggi ada kemungkinan bersifat protektif terhadap infeksi malaria."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendri Astuty
"ABSTRAK
Nitrit Oksida (NO) adalah suatu gas radikal babas yang dapat bersifat melindungi tubuh, tetapi dapat juga membahayakan tubuh bila terdapat dalam jumlah yang berlebihan. Gas radikal itu sendiri merupakan suatu atom atau molekul yang mempunyai elektron tidak berpasangan; dapat berupa anion, kation atau netral. Selama ini banyak dilakukan pengamatannya pada mencit dan beberapa diantaranya pada manusia yang hasilnya masih kontroversi. Baru-baru ini dari hasil pengamatan, diduga NO dapat berperan di dalam sistem mekanisme pertahanan tubuh yang tidak spesifik.
Pada penelitian ini pengukuran kadar Nitrit Oksida (NO) digunakan untuk mengetahui peranan NO di dalam infeksi malaria, dengan cara mengukur Reactive Titrogen Intermediates (RNI) pada serum anak-anak dan orang dewasa dari penduduk desa Tipuka, kecamatan Mimika Timur, Timika - Irian Jaya. Hasil yang didapat secara kuantitatif menunjukkan bahwa kadar NO pada anak-anak golongan umur 2 - 9 tahun jauh lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa, meskipun secara kualitatif dengan tes kemaknaan tidak terdapat perbedaan yang bermakna (PA,O5). Pada hasil hubungan antara NO dengan splenomegali juga tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Dari hasil penelitian ini dapat diketahui bahwa NO dapat berperan pada infeksi malaria. "
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Ernany Dwi Astuty
"Masalah kemiskinan yang tetap muncul dipermukaan sesungguhnya merupakan refleksi dari keadaan faktual masyarakat pedesaan maupun di perkotaan. Kemiskinan tersebut tetap menarik dikaji sebab kondisi sosial ekonomi serta kondisi fisik lingkungan permukiman belum menunjukken perubahan kearah perbaikan, walaupun pemerintah telah berhasil mengurangi persentase penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dan meningkatkan kualitas penduduk yang perlu dilakukan pemerintah adalah meningkatkan pendapatan penduduk melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT) yang dilaksanakan melalui Inpres RI No.5 Tahun 1993. Program IDT merupakan kebijaksanaan dan strategi untuk mengentaskan kemiskinan secara langsung di desa tertinggal yang penekanannya pada upaya terpadu untuk peningkatan dan dinamika ekonomi masyarakat lapisan bawah. Dana IDT merupakan modal usaha bagi masyarakat miskin di desa tertinggal untuk kegiatan ekonomi yang produktif. Setiap desa tertinggal memperoleh bantuan modal kerja sebesar Rp.20 juta yang diberikan selama 3 tahun berturut-turut, dan penerimanya adalah masyarakat yang tergolong miskin. Dengan terjadinya krisis moneter yang berkepanjangan saat ini (sejak pertengahan tahun 1997) mengakibatkan penduduk miskin meningkat jumlahnya. Hal Ini disebabkan karena banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) terutama di perkotaan dan naiknya harga barang yang berdampak pada daya beli masyarakat menurun. Kondisi ini berdampak sampai ke pedesaan yang menyebabkan masyarakat miskin semakin banyak jumlahnya, karena banyak penduduk di kedua desa penelitian yang "nglaju" bekerja di daerah perkotaan.
Tujuan dari studi ini untuk mengetahui dampak pemberian bantuan modal dana IDT terhadap perbaikan kualitas hidup dan segi sosial- ekonomi-fisik lingkungan dibandingkan dengan masyarakat yang tidak menerima bantuan modal desa IDT. Hipotesis yang diajukan adalah: pemberian dana IDT berpengaruh dan berdampak positif terhadap kualitas hidup masyarakat penerima dana IDT. Kualitas hidup dalam penelitian ini mengacu pada variabel kualitas hidup dari Bianpoen dan Gondokusumo (1986) seperti kemiskinan yang dikonversikan dari besar pendapatan, penyediaan ruang dalam rumah setiap orang, pemakaian air bersih, kesehatan balita, dan tingkat pendidikan.
Metode penelitian yang digunakan dengan pendekatan: (1) studi kasus yang ditujukan untuk memberikan gambaran secara rinci latar belakang, dan sifat yang khas dari kasus pemberian dana IDT di desa tertinggal; (2) studi melalui obsevasi dengan cara mengamati langsung kondisi fisik lapangan serta wawancara langsung dengan para responden; (3) studi melalui data sekunder yang terkait dengan mesalah ini diantaranya data statistik, peta dan laporanlaporan dari Instansi pemerintah. Penelitian dilaksanakan di desa Mekarjaya yang mewakili desa penerima bantuan dana IDT dan letaknya sangat dekat dengan pusat kegiatan ekonomi tetapi justru termasuk desa tertinggal: dan desa Lebakwangi yang dipilih sebagai desa pembanding yang tidak mendapat dana IDT. Sebagai responden ditentukan sebanyak 70 KK dari desa penerima dana IDT dan 50 KK dari penduduk desa yang tidak menerima dana IDT. Pengambilan sample dilakukan dengan metode roporsional stratified random sampling.
Data yang diperoleh diedit kemudian dimasukkan ke tabel dan dilakukan analisis tabel secara tunggal maupun silang. Analisis kuantitatif dengan menggunakan program SPSS for Windows Release 6.0) yang terdiri dari : (a) dlstribusi frekuensi dan (b) tabulasi silang. Analisls kuantitatif juga dilakukan untuk menganalisis kemiskinan yang menggunakan kriteria Sajogyo dan BPS, sedangkan untuk melihat distribusi pendapatan dengan menggunakan formula Gini Ratio dari Soejono (1978 : 8).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan kriteria BPS, pemberian bantuan IDT pada masyarakat di desa IDT dalam Jangka pendek depat mengurangi jumlah penduduk miskin sebesar 9,28%, yaitu dari 43,56% menjadi 34,28%. Angka tersebut tidak berarti karena kenaikan pendapatan rata-rata perkapita dari Rp34.253,37 menjadi Rp46.743,93, ternyata secara riel setelah dikurangi inflasi maka kenaikan pendapatan yang diperoleh hanya relatif kecil. Namun bila tingkat kemiskinan di desa IDT diukur dengan kriteria Sajogyo, pemberian dana IDT tidak mengurangi jumlah penduduk miskin sebaliknya jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat jumlahnya dari 28,5% menjadi 37,14%, Sementara itu jumlah penduduk miskin di desa bukan IDT bila menggunakan kriteria BPS pada waktu yang sama meningkat sebesar 2,0%, dari 32,0% menjadi 34,0%. Demikian juga bila kriteria Sajogyo dipakai untuk mengukur kemiskinan maka jumlah penduduk miskin meningkat sebesar 30%, dari 14,0% menjadi 44,0%. Ukuran Sajogyo teenyata lebih relevan digunakan karena mencerminkan tingkat kemampuan daya beli masyarakat khususnya terhadap beras.
Adapun variabel kualitas hidup yang diteliti adalah (1) tingkat kemiskinan, (2) pemilikan luas rumah perkapita (orang), (3) anak balita sehat, (4) pemakaian air bersih dan (5) pendidikan kepala rumah tangga (KK). Hasil penelitian menunjukkan adanya dana IDT yang telah dlmanfaatkan responden di desa IDT mempengaruhi beberapa variabel kualitas hidup. Variabel kualitas hidup yang mengalami perubahan positif adalah variabel anak balita sehat sebesar 6,4% dan variabel penggunaan air bersih sebesar 2,8%. Variabel yang tidak mengalami perubahan adalah variabel pendidikan KK dan variabel luas rumah per orang. Variabel yang mengalami perubahan negatif adalah variabel responden tidak miskin (ukuran sajogyo) Sementara Itu, di desa bukan IDT pada saat yang sama (1997) variabel kualitas hidup yang mengalami perubahan positif adalah variabel anak balita sehat dan variabel luas rumah per orang, masing-masing besarnya 2% dan 8%. Sedangkan variabel kualitas hidup yang perubahannya negatif adalah variable kemiskinan ukuran sajogyo sebesar 30%. Adanya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 di kedua desa penelitian telah berdampak pada menurunnya pendapatan masyarakat yang cukup drastis yaitu sebesar 40%. Demikian juga ditinjau dari kesehatan balita yang mengalami kekurangan gizi meningkat menjadi sebanyak 75%. Kondisi fisik perumahan setelah adanya pemberian dana IDT, jumlah rumah yang berdinding tembok meningkat sebesar 11,4% yaitu dari 40,0% menjadi 51,4%. Demikian juga di desa bukan IDT jumlah rumah yang berdinding tembok pada waktu yang sama meningkat sebanyak 10%, yaitu dari 84,0% menjadi 94,0%.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dampak bantuan dana IDT tidak meningkatkan pendapatan rumah tangga miskin dan tidak meningkatkan kualitas hidup rumah tangga karena tidak semua variabel kualitas hidup meningkat. Hal ini diperparah dengan terjadinya krisis ekonomi menyebabkan pendapatan masyarakat di kedua desa penelitian mengalami penurunan yang cukup drastis yaitu sebesar 40% dan balila yang kekurangan gizi meningkat mencapai 75%.

Poverty problems remain attractive to be investigated because our social economic and physical settlement conditions do not show changes towards betterment. Even though, our government policy succeeded in reducing the percentage of Indonesian people living under the poverty line. In order to raise human quality, endeavors need to be done by way of reducing poverty through increasing the people's income. Therefore, the government felt the need to launch a special program for the poor known as : Program Inpres Desa Tertinggal (IDT). This program was implemented by Government based on the Instruction of the President of the Republic of Indonesia No.5 Year 1993. Each lagged village would receive Rp.20.000.000.- as working capital for consecutive 3 years. Unfortunately the monetary crisis that occurred since media 1997 and extended to become a lengthened economic crisis has resulted In an Increase In the number of poor people. Recipients of IDT FUND from the government are lagged villages society, and would be selected among those having a score in social economic variables of 48 maximum.
The main objective of this research Is to know the Impact of IDT on households' income towards the quality of life improvement of households' income in the IDT fund recipient compared the other households' who doesn't receive it. The hypothesis : The IDT fund has Impact and had some positive effect on the households' income of the households who received IDT fund. The quality of life in this research is based on the quality of life variables of Bianpoen and Gondokusumo (1986) such as : Poverty converted that is from total income and expense, available rooms in the house for each person, the use of clean water, the health of baby under 5, and education level. This research was conducted on several approaches and steps : First : case study approach was directed presented toward providing a detailed background/description and special characteristics of receiving cases IDT fund in lagged fund villages. Second : study via observation by direct physical investigation in the field and direct interview to respondents. Third : study via Inter related secondary data related to this problem such as : statistical data, map, and reports from the government bureau. We selected Mekarjaya village as the locality of research to represent villages which received IDT Fund, its location Is close to economic activity center but categorized as lagged villages; and Lebakwangl village was chosen as a control village receiving no I DT Fund, but both villages had some similarities. The total selected samples were 70 families (21%) from IDT FUND recipients and 50 families (13 %) from villagers who did not receive the IDT fund. In selecting the sample, a proportional stratified random method was carried out because In each strata, the total selected sample was based on equilibrium or proportion.
The data obtained henceforth was edited and tabulated, and table analysis was conducted in single and cross table analysis. Quantitative analysis will be undertaken by using statistical technique with the help of a computer (SPSS program for Window Release 6.0) consisting of : (a) Frequency Distribution, and (b) Cross Tabulations. Quantitative analysis as undertaken to analyze poverty a : using In Sajogyo and BPS criteria, while in examining income distribution we used Gini Ratio Formula of Soejono (1978: 8).
The research showed that - based on BPS criteria - provision of IDT reduce fund to in IDT village society for a short term period, could reduce the number of poor people by 9.28%, viz from 43.56% to 34.28%. Thus, can be said that in the short term IDT fund has been functioned to increase households' Income, but in the long term there will not functioned on the households' Income in laggerd village. a society. But if poverty level In IDT village is measured using the Sajogyo criteria, then, IDT fund do not reduce the number of poor people. On the contrary, the population below the poverty line Increased from 28,5 96 to 37,14 %. The reason was respondent's purchasing power to buy rice In IDT village inclined to decline. The average income in 1993 could buy 57.09 kg/month, while In 1997, they could only buy 46.74 kg/month. Meanwhile, the number of poor people in non IDT village - if we apply BPS criteria, at the same period, the number would increase from 32.0 % to 34.0 %. Likewise If Sajogyo criteria were applied, then the total poor people Increased from 14.0 % to 44.0 %. The reason was respondent's purchasing power to buy rice declined, the average Income per capita per month In 1993 would buy 60.59 kg but in 1997 the average income per capita, per month could only buy 47.42 kg.
The quality of life variable component we surveyed were: (a) poverty level, (b) housing area ownership per capita, (c) the health of under 5 years old, (d) the use of clean water, and (e) education level of the head of family. The research showed that the availability of IDT fund used by the respondents of IDT, village influenced the quality of life variable. The positive changes the quality of life variable were poverty based on BPS criteria, as big as 9.3% , health of those under 5 years variable 6.4%, and the use of clean water 2.8%. But the poverty variable suffered negative change, based on the criteria of Sajogyo It was -8.5%, and head of family education variable did not change at all. While in non IDT village during the same period (1997) the positive change In the quality of life variable were health of those under 5 years old, housing area per capita variables as big as 2% and 6% respectively. The negative change in the quality of life was poverty based on the criteria of BPS and Sajogyo were -2% and -3% respectively. But the use of clean water and education for in normal conditions. The quality of life variable of IDT village showed some positive change compared with non IDT village. This fact showed the benefit of IDT program although it was conducted only in a short period.
When economic crisis hit both IDT and non IDT villages, their income declined by 40%. This fall also showed in the health of those under 5 years old, who suffered lack of nutrient as big as 75%. We noted that physical house conditions in IDT villages after IDT fund was released, the number of concrete brick wall houses increased by 11.4% viz from 40.0% to 51.4%. The same phenomenon happened In non IDT village; where the total concrete brick wall house during the same period, increased by 10% viz. from 84.0% to 94.0%. Sanitary facility as indicated by owning a toilet of their own in IDT fund village was less than 15%. There is a tendency that respondents defecated freely such as In gardens, ponds or rivers. But on the contrary, respondent's awareness to have their own toilets in non IDT village were bigger, namely 54.0%.
The result of the research can be summarized that Impact ofIDT aid had not been Increased of the poor households' income and the quality of life, because all of the of life had not been increased. It is supported by the economic crisis that causing income society in both villages as samples have decreased drastically to 40%, and balita's (less than five years child) deficiency leave increased to 75%.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutapea, Emelia Astuty
"Permasalahan, tantangan dan kesulitan merupakan fenomena hidup yang tidak bisa dihindari. Reaksi setiap orang terhadap berbagai tantangan atau permasalahan dalam hidup mereka temyata berbeda-beda. Perbedaan reaksi ini temyata disebabkan oleh cara pandang yang berbeda terhadap permasalahan yang ada. Salah satu faktor yang mempenganuhi perbedaan itu adalah resiliensi. Resiliensi didefinisikan sebagai karakteristik seseorang untuk mengembangkan kemampuan beradaptasi terhadap situasi-situasi berat dalam hidupnya (Wagnild dan Young dalam Montheit & Gilboa, 2002).
Setiap tahap usia menghadapi tantangan hidup yang berbeda-beda. Penelitian ini difokuskan pada mahasiswa perantau yang berada di tahun pertama Perguruan Tinggi. Pemilihan ini didasari oleh pemikiran bahwa memasuki dunia kuliah dan sedang menghadapi transisi tahap perkembangan remaja menuju dewasa muda rnenyebabkan mereka harus menghadapi berbagai perubahan. Dan untuk menghadapi dan mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut dibutuhkan resiliensi.
Penelitian ini menggunakan alat ukur Resilience Scale (Skala Resiliensi) yang dikembangkan oleh Gail Wagnild dan Heather Young pada tahun 1993. Pengembangan Skala Resiliensi dalam bentuk paper-and-pencil questionnaire bertujuan untuk mengukur kapasitas kemampuan individu untuk menerima, menghadapi dan mentransfonnasikan masalah-masalah yang telah, sedang dan akan dihadapi dalam sepanjang kehidupan individu tersebut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif untuk menguji validitas dan reliabilitas Skala Resiliensi yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia dan untuk memperoleh gambaran resiliensi mahasiswa perantau di tahun pertama Perguruan Tinggi yang bertempat tinggal di Asrama UI.
Subyek dalam penelitian ini adalah mahasiswa perantau yang sedang menjalani tahun pertama pendidikannya di Perguruan Tinggi dan bertempat tinggal di Asrama UI. Pemilihan subyek tersebut didasari oleh pemikiran bahwa sebagai mahasiswa perantau, subyek harus menghadapi berbagai permasalahan yang terkait dengan perubahan sistem pendidikan dari SMU ke Perguruan Tinggi, tuntutan tugas perkembangan dimana mereka harus belajar mandiri, tidak bergantung sepenuhnya pada orang tua dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri, serta tuntutan untuk menyesuaikan diri dengan budaya tempat mereka menuntut ilmu yang berbeda berbeda dengan latar belakang budaya mereka. Hal ini menunjukkan bahwa banyak permasalahan yang harus mereka atasi agar mereka bisa berhasil menyelesaikan pendidikan mereka dengan balk. Dan untuk menghadapi dan mengatasi berbagai permasalahan ini dibutuhkan kemampuan yang disebut dengan resiliensi.
Hasil penelitian diperoleh dari 72 subyek yang menjadi responden dalam penelitian ini. Dan perhitungan uji reliabiltas dengan metode alpha cronbach terhadap sub skala Personal Competence diperoleh hasil koefisien reliabilitas sebesar 0.7848, sub skala Acceptance of Self and Life sebesar 0.1857, dan terhadap keseluruhan skala Resiliensi sebesar 0.7341. Hasil ini menunjukkan bahwa sub skala Personal Competence terbukti mengukur domain yang sama, yaitu keyakinan individu terhadap kemampuan sendiri, sikap mandiri, berpendirian dan kegigihan dalam menghadapi rintangan; sub skala Acceptance of Self and Life tidak mengukur domain yang sama, yaitu pandangan yang seimbang mengenai hidup, kemampuan beradaptasi dan bersikap fleksibel; sedangkan skala keseluruhan terbukti mengukur domain yang sama, yaitu kemampuan individu untuk menerima, menghadapi dan mentransformasi masalah yang telah, sedang dan akan dihadapi sepanjang hidup individu.
Uji validitas dilakukan melalui corrected item-total correlation dimana nilai signifikansi untuk jumlah responden sebanyak 72 orang pada 1.o.s. 0.005 adalah 0.232, diperoleh bahwa dari 17 item pada sub skala Personal Competence terdapat 3 item yang tidak valid, sedang 14 item lainnya valid mengukur domain personal competence; dari 8 item pada sub skala Acceptance of Self and Life terdapat 6 item yang tidak valid, dan hanya 2 item yang valid mengukur domain acceptance of self and life; sedangkan secara keseluruhan terdapat 9 item yang tidak valid dari 25 item yang ada, dengan demikian terdapat 16 item yang terbukti valid mengukur resiliensi seseorang. Dari perhitungan skor total dan item no 26, diperoleh korelasi sebesar 0.577 (signifikan), yang berarti mereka yang memberikan skor tinggi pada item no 26 ini jugs memberi skor tinggi pada keseluruhan skala resiliensi (25 item).
Dari seluruh subyek yang menjadi sampel dalam penelitian ini, sebanyak 2 orang (2.78%) berada pada kategori resiliensi tinggi, 12 orang (16.56%) berada pada kategori resiliensi auk-up tinggi, 45 orang (62.5%) pada kategori resiliensi sedang, 10 orang (13.89%) pada kategori resiliensi agak rendah dan 3 orang (4.16%) berada pada kategori resiliensi rendah.
Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggabungkan metode kuantitatif dan kualitatif agar diperoleh gambaran resiliensi yang lebih lengkap. Dengan begitu hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai data untuk mengembangkan kapasitas individu dan digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan membantu mahasiswa untuk mengantisipasi dan mengatasi berbagai permasalahan yang mereka hadapi."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2006
T17889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Fitri Astuty
"Di era globalisasi ini, tuntutan bagi sebuah perusahaan adalah dapat beradaptasi terhadap lingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman agar perusahaan dapat tetap exist di dalam bisnisnya. Peran SDM sangat besar dalam melakukan perubahan ini karena SDM adalah subyek utama yang melakukan perubahan tersebut. Sikap seseorang terhadap perubahan yang terdiri dari sikap afektif, kognitif, dan konatif dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa penelitian mengungkapkan. bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasi memiliki peran panting terhadap bagaimana karyawan bersikap terhadap perubahan (Iverson, 1996; Laudan Woodman, 1995; Cordery et a1.,1993; dalam Yousef, 20001). Oleh karena itu penulis ingin mengetahui sejauh mana kepuasan kerja dan komitmen organisasi mempengaruhi sikap karyawan terhadap perubahan organisasi.
Penelitian ini rnenggunakan instrumen kuesioner untuk memperoleh data. Sample adalah karyawan PT Bank X yang berada di 2 Kantor Wilayah, satu Kantor Cabang, dan Kantor Layanan di bawahnya yang ada di Jakarta. Kuesioner disebarkan dengan menggunakan nonprobability sampling berupa convenience sampling. Dari 300 kuesioner yang disebarkan hanya diperoleh pengembalian sebanyak 100 kuesioner.
Data diolah dengan menggunakan teknik Structural Equation Modeling (SEM) dengan program LISREL 8.54 (Joreskog dan Sorbom, 1993). Hasil uji model fit menunjukkan bahwa model yang digunakan belum memenuhi kriteria fit sehingga penulis melakukan modifikasi model yang disarankan oleh output SEM dalam modification indices, yang sesuai dengan teori yang ada. Hasil modifikasi menunjukkan nilai Goodness of Fit Indices (GFI) sebesar 0,93 sedangkan indikator-indikator yang lain sebagaian besar menunjukkan bahwa model telah ft.
Dari hasil Path Analysis diketahui bahwa gaji memiliki hubungan yang signifikan dengan komitmen normatif. Apabila seseorang puas dengan gaji yang diperoleh maka ia akan merasakan sebuah kewajiban untuk tetap tinggal di dalam organisasi karena ia merasa berhutang budi kepada perusahaan. Tetapi komitmen tersebut tidak mempengaruhi sikapnya terhadap perubahan organisasi. Kepuasan terhadap rekan kerja juga secara signifikan berpengaruh terhadap komitmen afektif dan kontinuan. Karyawan yang puas dengan rekan kerjanya akan merasakan keterikatan emosional dengan perusahaan karena ia merasa senang dengan rekan kerjanya. Kepuasan terhadap rekan kerja dan atasan (supervise) juga dapat mengikat karyawan untuk tetap berada di perusahaan karena ia takut jika meninggalkan perusahaan tidak akan mendapatkan rekan kerja dan atasan seperti saat ini.
Karyawan yang merasakan ikatan emosional terhadap perusahaan, merasa senang dengan keberadaanya di dalam perusahaan akan lebih mudah untuk menerima perubahan organisasi, di mana dukungannya tersebut diwujudkan dalam sikapnya yang menerima perubahan dengan rasa senang dan kemudian mendorongnya untuk berperilaku positif mendukung perubahan organisasi. Sedangkan karyawan yang tetap tinggal di perusahaan hanya semata-mata perhitungan untung rugi akan cenderung sulit untuk menerima perubahan karena ia takut kehilangan manfaat yang selama ini ia terima.
Gaji juga berpengaruh negatif terhadap bagaimana karyawan memandang atau berpersepsi terhadap perubahan organisasi hal ini dapat disebabkan ia sudah merasa mapan dengan kondisi yang sekarang dan takut jika perubahan organisasi akan mempengaruhi manfaat-manfaat yang ia terima selama ini. Tetapi, perilaku mereka tetap positif terhadap perubahan. Hal ini dapat disebabkan adanya cognitive dissonance di mana perilaku seseorang berbeda dengan kehendak pribadi seseorang. Seseorang yang puas dengan rekan kerjanya juga akan berpengaruh positif terhadap bagaimana ia memandang perubahan organisasi. Beberapa variabel kepuasan kerja mempengaruhi sikap terhadap perubahan melalui komitmen, misalnya hubungan yang signifikan antara rekan kerja dengan sikap afektif dan sikap konatif melalui komitmen afektif serta hubungan antara rekan kerja dengan sikap konatif melalui komitmen kontinuan.
Berdasarkan hasil uji hipotesis di atas hanya komitmen afektif dan kontinuan yang berpengaruh signifikan dengan sikap terhadap perubahan. Karena komitmen kontinuan memiliki hubungan yang negatif dengan sikap karyawan terhadap perubahan organisasi maka diharapkan karyawan memiliki komitmen afektif. Untuk meningkatkan komitmen afektif maka perusahaan perlu meningkatkan dimensi kepuasan kerja karyawan yang berhubungan dengan komitmen afektif terutama kepuasan terhadap rekan kerja, juga dimensi kepuasan terhadap gaji yang berpengaruh secara langsung dan positif dengan sikap terhadap perubahan.
Berdasarkan hasil uji hipotesis hanya komitmen afektif dan kontinuan yang berpengaruh signifikan dengan sikap terhadap perubahan. Karena komitmen kontinuan memiliki hubungan yang negatif dengan sikap karyawan terhadap perubahan organisasi, maka diharapkan karyawan memiliki komitmen afektif. Untuk meningkatkan komitmen afektif, perusahaan perlu meningkatkan dimensi kepuasan kerja karyawan yang berhubungan dengan komitmen afektif terutama kepuasan terhadap rekan kerja, juga dimensi kepuasan terhadap gaji yang juga berpengaruh secara langsung dan positif atas sikap terhadap perubahan. Misalnya dengan membuat sistem kompensasi yang adil dan sesuai dengan beban kerja.
Adanya temuan bahwa kepuasan terhadap rekan kerja yang paling banyak memiliki pengaruh yang signifikan dengan berbagai dimensi sikap terhadap perubahan baik secara langsung maupun tidak langsung menunjukkan bahwa perusahaan harus dapat terus menciptakan lingkungan kerja yang mendukung tumbuhnya hubungan kerja sama dan ikatan yang baik di antara para karyawannya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18352
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Esthy Reko Astuty
"Salah satu kenyataan yang dapat kita lihat bersama di Indonesia saat ini adalah usaha yang sungguh-sungguh dari pemerintah Indonesia dalam menangani masalah pemnbauran atau secara lebih luas lagi dapat disebutkan sebagai usaha untuk'mewujudkan kesatuan bangsa. Dalam rangka pembinaan kesatuan bangsa ini, pemerintah Indonesia mempunyai program pembauran yang bertujuan agar Warga Negara Indonesia Keturunan Asing sudi meleburkan diri menjadi bangsa Indonesia yang seutuhnya. Usaha meleburkan diri ini dapat dilakukan dengan jalan penghayatan dan pengamalan tata nilai hidup bangsa Indonesia yang tercermin dalam Pancasila. Agar semua usaha membina Warga Negara Indonesia. keturunan asing kearah dan penghayatan dan pengama1an tata nilai hidup bangsa Indonesia dapat berdaya guna, maka diperlukan juga pengenalan terhadap pandangan, sikap serta latar belakang sejarah mereka."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S12948
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Astuty
"Barcode (sandi lurik) merupakan salah satu jenis input komputer yang menekankan pada kecepatan dan ketepatan pemrosesan data, sehingga diharapkan tidak terbentuk antrian pada suatu layanan sirkulasi yang menggunakan input jenis ini. Nilai optimal kinerja layanan kontrol sirkulasi yang menggunakan input ini, dapat dianilisa dengan pendekatan teori antrian (queuing theory) yang termasuk ke dalam kajian Operational research; yang dapat diterapkan dalam dunia perpustakaan Selama 18 hari observasi pendahuluan, ternyata di perpustakaan The British Council Jakarta (yang telah menggunakan sandi lurik) masih terdapat tingkat antrian pemakai yang berkisar antara 3 - 27 orang. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan mengungkapkan faktor faktor ketidak-optimal-an kinerja sistem dan petugas sirkulasi (human error) tersebut. Berdasarkan data selama I (satu minggu observasi di meja sirkulasi, terdapat 34 kejadian dari total 150 kali waktu pengamatan ; dimana jumlah pemakai 1 item yang datang ke meja sirkulasi (Xi) tidak sama dengan jumlah pemakai 1 item yang terlayani (Yi). Hal ini menyebabkan nilai total rata-rata kedatangan pemakai (z.; baca: lambda) di meja sirkulasi menjadi sama dengan atau lebih besar dari nilai total rata-rata pelayanannya (_ ; baca : myu). Keadaan ini merupakan indikasi adanya ketidak-optimal-an kinerja."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1996
S15216
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3   >>