Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anwar Basil Arifin
"Kekerasaan sudah lama menjadi sebuah topik yang memicu berbagai diskusi dan kontroversi. Kekerasaan seringkali dianggap sebagai suatu tindakan yang semata-mata tidak logis dan di luar akal manusia. Namun, generalisasi yang berlebihan terhadap konsep kekerasan mengabaikan kompleksitas dari kekerasaan itu sendiri. Terdapat berbagai macam aspek dalam kehidupan manusia yang bisa dikaitkan dengan penggunaan kekerasan, salah satunya penyakit mental. Kajian mengenai penyakit mental dan kekerasan sudah dilakukan sebelumnya, terutama di kajian sastra. Namun, kontribusi untuk diskursus komparatif antar dua karya sastra mengenai kekerasan dan penyakit mental masih sedikit. Dua novel yang memiliki aspek-aspek ini sebagai isu utama dari ceritanya adalah Fight Club karya Chuck Palahniuk dan Seperti Dendam Rindu Harus dibayar Tuntas karya Eka Kurniawan. Penelitian ini menganalisis hubungan antara kekerasan dan penyakit mental dalam masing-masing novel. Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ego-instinct yang merupakan konsep psikoanalisis milik Sigmund Freud, dan konsep `Being` dan `Having` oleh Erich Fromm.

Violence has always been a topic brimming with endless discussions and controversies. The notion of violence itself has always been considered as something irrational to the human mind and animalistic to the human behavior. However, this overgeneralization towards violence ignores the complexity of violence. There are many facets of human life that could be attributed to the use of violence, one of which is mental illness. Studies of mental illness and violence have already been done before, especially in works of literature. However, there has been little contribution to the comparative discourse of violence and mental illness between two different literary works. Two novels that have both aspects as a central issue of their stories are Fight Club by Chuck Palahniuk and Seperti Dendam, Rindu harus dibayar Tuntas by Eka Kurniawan. This article analyzes the link between violence and mental illness of the respective English and Indonesian novels. The frameworks that will be used are Freud`s psychoanalytical concept of Ego-instinct and Erich Fromm`s concept of `Being` and `Having`.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Anwar Basil Arifin
"Pandemi COVID-19 dan krisis kesehatan publik yang dihasilkannya telah menarik perhatian antropologi mengenai isu kepedulian. Tren ini telah memperlihatkan keragaman praktik kepedulian yang dilakukan berbagai komunitas lokal di berbagai belahan dunia. Walaupun begitu, peran nilai yang mendasari praktik kepedulian ini masih kurang diperhatikan. Berdasarkan pengalaman etnografi saya, tesis ini ingin menganalisis politik nilai yang mendasari praktik kepedulian di daerah Malinau, Kalimantan Utara selama pandemi COVID-19. Konsepsi Malinau sebagai daerah “perbatasan” dipenuhi dengan ketidakpastian material dan sosial, dan kepastian ini telah melahirkan praktik kepedulian yang penuh kontradiksi. Tenaga kesehatan dan komunitas lokal terpaksa menghadapi pandemi dengan keterbatasan infrastruktur dan logistik, beban birokrasi, dan juga pengabaian negara. Oleh karena itu, praktek kepedulian yang mereka lakukan dikontekstualisasikan oleh kondisi ini, dan banyak dilemma moral yang muncul dari praktik kepedulian tersebut. Tesis ini menganalisis politik nilai yang mendasari praktik kepedulian kontradiktif tersebut. Di satu sisi, praktik kepedulian warga Malinau mengutamakan pentingnya etika menyelamatkan semua nyawa melalui kasih sayang dan solidaritas. Di sisi lain, etika tersebut berlawanan dengan praktik kepedulian rasional yang mengkondisikan tenaga kesehatan untuk melakukan evaluasi terhadap nyawa manusia. Maka dari itu, tesis ini melihat bahwa praktik kepedulian yang mengikuti protokol negara menilai kesehatan sebagai alat untuk reproduksi buruh, sementara praktik lokal menilai kesehatan sebagai aspek penting dalam kehidupan sosial mereka.

The viral outbreak and subsequent healthcare crisis caused by the COVID-19 pandemic has once again turned the eyes of anthropologists alike on caring. This recent trend has revealed the enormous diversity of caring practices among local communities all over the world. Despite this resurgence, there has been little attention given to the role of values that underlie these caring practices. Based on my ethnographic experience, this thesis aims to fill the void by analysing the politics of value behind caring practices in the region of Malinau, North Kalimantan during the COVID-19 pandemic. Fraught with material and social uncertainty, the conception of the spatial “frontiers” in Malinau have given rise to caring practices full of contradictions. Healthcare workers and local communities alike navigate through the pandemic by facing logistical and infrastructural inadequacy, bureaucratic burdens, and general disregard from the state. As such, they created caring practices based on these conditions, and moral dilemmas emerge from these practices. This thesis analyses the politics of value underlying these contradictory caring practices, where the ethical importance of saving all lives through compassion and solidarity is contested with the evaluation of certain human lives dominated by rationality. As a result, this thesis argues that caring practices based on state protocols value health as ultimately a tool only for the reproduction of labour, while local practices value health as part of their incorporation into social life."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library