Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abdul Malik
"Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Berlakunya Undang-Undang ini membawa perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan yaitu yang semula lebih bersifat sentralistis menjadi lebih bersifat desentralistis dengan memberikan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah. Otonomi daerah menimbulkan konsekuensi luasnya kewenangan yang dimiliki daerah, sehingga harus dilakukan reaktualisasi kewenangan dan dilakukannya restrukturisasi kelembagaan pemerintah daerah.
Salah satu persoalan yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah pembentukan kelembagaan atau perangkat daerah. Sering kita temui pembentukan lembaga oleh pemerintah daerah yang tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat sehingga kelembagaan yang ada cendrung gemuk sehingga terjadi inefesiensi dan inefektifitas dan pada akhirnya akan menghambat tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Studi ini bertujuan untuk mengetahui dan memberi gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dalam pembentukan dinas daerah. Dengan menggunakan pendekatan kualitaf, penulis dalam penelitian ini berusaha untuk mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dalam pembentukan dinas daerah tersebut. Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2000 tentang Pedoman Perangkat Daerah, ada empat faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam pembentukan dinas daerah yaitu: 1) Kewenangan yang dimiliki oleh Daerah, 2) Karakteristik, potensi, dan kebutuhan daerah, 3) Kemampuan keuangan daerah, 4) Ketersediaan sumber daya aparatur.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari empat faktor yang perlu menjadi pertimbangan dalam pembentukkan dinas daerah hanya ada dua faktor yang paling berpengaruh bagi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir dalam pembentukan dinas daerah, yaitu faktor kewenangan yang dimiliki dan karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah (berkaitan dengan kondisi riil daerah).
Faktor kemampuan keuangan daerah sangat lemah dijadikan acuan karena tidak adanya standar pelayanan minimum (SPA). Oleh karena itu tidak mungkin dilakukannya standart spending assessment (taksiran pengeluaran atas standar yang berlaku) sehingga sulit untuk mendeteksi biaya untuk anggaran suatu dinas. Sebagai tolak ukur yang dapat dijadikan acuan dalam pembentukan lembaga/dinas daerah adalah tercapainya perbandingan yang ideal antara pengeluaran rutin dan pembangunan (minimal 40%:60%). Ketika Pengeluaran rutin cendrung membesar maka perlu diadakan perampingan atau restrukturisasi lembaga yang ada.
Sedangkan Faktor ketersediaan sumber daya aparatur pun tidak bisa dijadikan acuan untuk dijadikan pertimbangan dalam pembentukan lembaga/dinas daerah. karena ketersediaan sumber daya aparatur merupakan konsekuensi adanya restrukturisasi kelembagaan. Dengan demikian ketersediaan sumber daya aparatur merupakan respon terhadap adanya struktur baru sebagai implikasi dari pembentukan lembaga/dinas daerah, dimana setelah terbentuknya struktur baru dilakukan upaya pemenuhan orang-orang yang sesuai dengan kebutuhan sebuah organisasi.
Jadi faktor utama yang perlu menjadi pertimbangan pemerintah kabupaten Indragiri Hilir dalam pembentukan dinas daerah adalah kewenangan yang dimiliki sesuai dengan kondisi riil daerah dalam rangka memberikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan dana yang tersedia sehingga menghasilkan dinas daerah yang efesien dan efektif. Untuk meningkatkan produktifitas maka perlu diadakannya upaya meningkatkan kualitas sumber daya aparatur yang ada melalui pendidikan dan pelatihan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4386
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Malik
"Program Rumah Singgah dalam memberdayakan anak jalanan adalah merupakan salah satu program jaring pengaman sosial (JPS) yang diluncurkan Pemerintah. Program tersebut dimaksudkan untuk mengurangi dampak krisis yang melanda Indonesia sejak tahun 1997, yang sampai saat ini masih belum pulih. Disamping melalui rumah singgah, upaya menangani anak jalanan telah pula dilakukan oleh berbagai instansi pemerintah dan lembaga masyarakat sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
Banyaknya lembaga sosial kemasyarakatan (LSK) yang terlibat dalam mendirikan dan mengelola rumah singgah, disatu pihak adalah merupakan pertanda baik yaitu adanya kepedulian pada hal-hal yang bersifat kemanusiaan. Namun dipihak lain banyak pula diantara mereka yang tidak didukung oleh komitmen moral dan professional yang memadai. Akibatnya banyak rumah singgah dikelola seadanya, terkadang menyalahgunakan paket dana operasional yang disediakan pemerintah. Disamping itu ada pula oknum rumah singgah yang memperlakukan anak jalanan secara tidak wajar. Hal ini diperparah lagi dengan tidak adanya seleksi yang ketat dan tidak berfungsinya kontrol dari pemerintah. Lemahnya kontrol pemerintah karena disain program tidak didukung dengan sistem pengawasan dan pengendalian yang baik. Akibatnya suatu rumah singgah sangat tergantung dari kualitas para pengelolanya semata. Secara umum pelaksanaan operasional rumah singgah ditentukan oleh unsur-unsur, yaitu kebijaksanaan pemerintah, disain program, anak jalanan, komunitas lokal serta pengelolaan rumah singgah itu sendiri.
Berkenaan dengan hal tersebut penelitian yang penulis lakukan adalah bertujuan untuk mengungkap gambaran manajemen sosial rumah singgah. Untuk itu penulis meneliti salah satu diantara rumah singgah yang ada. yaitu rumah Singgah Bina Masa Depan (RSBMD) yang terletak di JI. Paseban Raya No. 59 Jakarta - Pusat.
Dari hasil penelitian secara umum diperoleh kesimpulan bahwa pengelolaan rumah singgah dipengaruhi beberapa unsur yang saling terkait satu sama lainnya. Unsur-Unsur tersebut meliputi ; latar belakang LSK sebagai lembaga yang mendirikan rumah singgah, model manajemen yang dikembangkan, tenaga pengelola sebagai pelaksana, komunitas dan sumber-sumber setempat, serta pedoman atau petunjuk teknis yang ditetapkan.
Diperoleh data bahwa Pengelolaan RS-BMD secara internal yang dilaksanakan selama ini berlangsung dalam suasana kekeluargaan. Artinya setiap petugas dapat mengerjakan semua tugas secara bersama-sama atau sendiri-sendiri. Sistem administrasi, ketatausahaan dan pencatatan terhadap semua aktifitas dan asset, serta pendokumentasian, belum ditata dan terlaksana sebagaimana selayaknya suatu lembaga yang professional dalam pengaturan manajemen modern.
Sistem perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, pengawasan belum berjalan, terutama yang bersifat eksternal. Dalam merekrut tenaga pengelola, khususnya pekerja sosial dan tenaga administrasi, tidak dilakukan seleksi secara ketat guna memperoleh tenaga professional. Hal ini terjadi karena imbalan yang disediakan sangat rendah dan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan minimal di Jakarta. Dalam memenuhi keperluan yang dibutuhkan RSBMD, sepenuhnya sangat tergantung pada Yayasan. Dukungan komunitas sekitar terhadap RS-BMD belum memadai. Dukungan dan kerjasama dengan pihak-pihak atau lembaga lain masih bersifat pasif. Artinya, dukungan dan kerjasama muncul bila diminta oleh pengelola RS-BMD.
Walaupun dengan pengelolaan yang demikian ternyata 98 orang anak jalanan yang menjadi dampingan RS-BMD, dapat memperoleh pemberdayaan dalam bentuk beasiswa, usaha ekonomi produktif dan latihan keterampilan. Padahal jumlah yang ditargetkan hanya 44 orang anak. Mereka dapat menjalani pendidikan formal dari tingkat SD, SLTP sampai dengan SLTA sebanyak 54 orang. Disamping itu terdapat tiga kelompok usaha dan yang lainnya dapat mengikuti latihan keterampilan dan memperoleh dampingan. Selain pemberdayaan pada anak jalanan juga dilakukan pemberdayaan pada orang tua anak jalanan.
Berdasarkan hasil dan temuan penelitian tersebut penulis mengajukan suatu model pengembangan rumah singgah yang berbasiskan komunitas lokal. Komunitas lokal dapat terlibat mulai dari gagasan pendirian rumah singgah, persiapan-persiapan, peiaksanaan, sampai pada tahap pengawasan dan pengendalian, serta ikut bertanggung jawab akan kelangsungan dimasa yang akan datang. Diharapkan dengan model ini rumah singgah mempunyai basis yang kuat untuk melaksanakan misinya dan tidak terbatas pada target proyek yang bersifat jangka pendek."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T4825
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Abdul Malik
"Program jaring pengaman sosial (JPS) bidang operasi pasar khusus (OPK) Beras merupakan program ketahanan pangan yang bertujuan untuk menangani masyarakat dalam menghadapi krisis pangan. Program ini digulirkan ke darah-daerah yang rawan terhadap masalah pangan akibat krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997.
Kenyataannya ketika program digulirkan banyak mengalami masalah di masyarakat terutama bagi masyarakat yang berhak menerimanya. Program JPS bidang OPK Beras yang dananya berasal dari pinjaman Asia Development Bank (ADB) merupakan program bantuan bagi masyarakat dengan persyaratan melibatkan masyarakat sipil dalam memonitoring jalannya program tersebut.
Peran civil society dalam monitoring kegiatan opk beras menjadi sangat panting karena keterlibatan civil society seperti Lembaga Swadaya Masyarakat Jaringan Masyarakat Sipil untuk Transparansi Akuntabilitas Pembangunan (JAR) akan dapat menjadi katalisator dialog (catalys of dialogue), melakukan penyeimbang kepentingan (balancing inters), pemberian sinyal (picking up signals), dan mobilisasi untuk aksi bersama (collective action).
Peran masyarakat sipil yang pertama adalah menjadi katalis dari dialog antara berbagai institusi Negara, pasar, dan masyarakat untuk mencapai konsensus alas prioritas bersama. Proses mencapai consensus ini melibatkan aktivitas-aktivitas seperti identifikasi masalah dan stakeholder, artikulasi dan klarifikasi berbagai kepentingan dan kebutuhan, dan penetapan tujuan bersama. Kedua, masyarakat sipil menjadi penyeimbang kepentingan. Masyarakat sipil yang efektif ditandai dengan proses penyeimbangan kepentingan yang dilaksanakan secara terbuka, santun, dan jujur dimana institusi-institusi yang terlibat memiliki posisi tawar yang sama.
Ketiga, masyarakat sipil melakukan pemberian sinyal. Masyarakat sipil yang berfungsi secara aktif menjamin bahwa sinyal yang dikirimkan sebagai akibat adanya penyimpangan mendapat perhatian dan penanganan sedini dan setuntas mungkin. Sebaliknya, suatu masyarakat yang dicirikan dengan keterlibatan dalam menangani masalah pembangunan atau dengan kata lain masalah baru diatasi ketika sudah menjadi terialu besar merupakan indikasi melemahnya masyarakat sipil (civil society). Keempat, peran mobilisasi untuk aksi bersama. Aksi bersama menandakan masyarakat sipil telah mencapai kohesi kepentingan dan sinergi.
Pada kenyataanya LSM tidak berperan dalam memonitoring program opk (Beras). Ketidak berperanan LSM ini karena LSM tidak mau terlibat dalam struktur pengawasan yang telah dibuat pemerintah dalam memonitoring Program Jaring Pengaman Sosial (JPS) termasuk di dalamnya operasi pasar khusus (opk) beras. LSM melihat keterlibatan mereka dalam struktur pengawasan JPS akan dapat menjadi LSM tidak independent dalam membuat laporan terhadap hasil temuan mereka.
LSM menganggap program monitoring JPS hanya merupakan salah satu bagian dari proyek pengawasan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Karena itu LSM tidak melakukan monitoring secara struktur tetapi melakukan kampanye melalui alat seperti brosur dan himbauan bahwa ada program JPS yang dananya merupakan pinjaman dari Lembaga bank dunia.
Penelitian yang dilakukan di daerah Galur Kecamatan Johar Baru Jakarta Pusat, karena daerah ini merupakan daerah yang dikategorikan sebagai daerah di perkotaan yang akan mengalami krisis pangan akibat krisis ekonomi yang dialami Indonesia pada tahun 1997 yang lalu. Tapi pada kenyataannya masyarakat tidak melihat bahwa ada program operasi pasar khusus (opk) beras di daerahnya yang bertujuan unutk membantu masyarakat yang tergolong tidak mampu dengan membeli beras seharga 1000 rupiah dan setiap kepala keluarga mendapat 20 kilogram per bulan.
Penduduk Galur tidak mengetahui bahwa program JPS tersebut merupakan program yang dalam kegiatannya dipantau oleh suatu lembaga yang bertugas unutk menangani keluhan bagi masyarkat yang merasa beras yang mereka terima tidak layak dimakan atau dikonsusmsi. Penduduk tidak tahu harus mengadu atau melapor kemana ketidak sesuaian barang yang mereka terima. Ada lembaga yang seharusnya berperan dalam memantau program opk beras tetapi tidak berjalan karena hanya berada di tingkat Kabupaten.
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang memaparkan kejadian atau gejala yang ada di lapangan dengan menggambarkan temuan-temuan dan mengambil suatu kesimpulan yang merekomendasikan terhadap temuan tersebut kepada lembaga yang berhak melaksanakannya. Rekomendasi didasarkan pada permasalahan yang ada kepada pihak yang terkait dengan pelaksana program."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T11558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucky Abdul Malik
"Penilaian risiko pipa penyalur dilakukan sebagai bagian dari pipeline integrity management. Dengan bertambahnya umur pipa penyalur, maka kemungkinan kerusakan akan semakin meningkat kecuali dilakukan tatakelola yang tepat dalam upaya untuk menekan risiko. Penelitian ini menjelaskan tentang analisis risiko berdasarkan kemungkinan dan konsekuensi kegagalan sejalan dengan korosi yang terjadi pada pipa penyalur. Penentuan laju korosi yang cermat sangat penting untuk mengambil keputusan terkait integrity dan efektivitas dalam memastikan keandalan pipa penyalur. Penentuan laju korosi yang akurat sangat sulit ditentukan karena sejumlah faktor yang mempengaruhi reaksi korosi. Estimasi laju korosi yang umum digunakan pada pipa penyalur adalah dengan alat In-line inspection(ILI). Laju korosi digunakan sebagai dasar untuk estimasi integrity pipa penyalur dalam suatu periode waktu. Sedangkan kemungkinan kegagalan dihitung menggunakan metode distribusi Weibull dua parameter dan estimasi konsekuensi kegagalan disiapkan berdasarkan sejumlah rujukan standar API 581. Dengan memahami tingkat ketidakpastian ILI, maka diharapkan penentuan laju korosi akan dapat lebih akurat sehingga kondisi integrity pipa penyalur di masa depan akan lebih baik termasuk juga mitigasi yang perlu dilakukan. Tesis ini juga dilengkapi dengan studi kasus yang terjadi pada PT. X untuk memahami risiko pipa penyalur terkait dengan degradasi alami material. Berdasarkan perhitungan, pipa penyalur dikategorikan ke dalam peringkat risiko 5C yang berarti dalam kondisi risiko medium-high. Variasi tingkat kegagalan terhadap segmen atau sub segmen pipa penyalur juga diperoleh dengan kemungkinan kegagalan tercepat pada selang waktu kurang dari tiga tahun dan kegagalan
Risk assessment of gas pipeline is carried out as part of pipeline integrity management. As the life of the pipeline increases, the likelihood of failure will increase unless proper governance is carried out in an effort to reduce risk. This study describes the risk analysis based on the likelihood and consequences of failure in line with corrosion that occurs in the gas pipeline. A careful determination of the rate of corrosion is very important to make decisions regarding integrity and effectiveness in ensuring the reliability of the pipeline. Accurate determination of the rate of corrosion is very difficult to determine because of a number of factors that influence a corrosion reaction. Corrosion rate estimation that is commonly used in conduit is by In-line inspection (ILI). Corrosion rate is used as a basis for estimating the integrity of the conduit in a period of time. While the probability of failure is calculated using the two parameter Weibull distribution method and the estimated consequences of failure are prepared based on a number of API 581. Standard references. mitigation needs to be done. This thesis is also complemented by a case study that occurred at PT. X to understand the risks of channel pipes associated with natural degradation of the material. Based on calculations, the pipeline is categorized into a risk matrix 5C which means it is in a medium-high risk condition. Variations in the failure rate of the pipeline segments or sub-segments are also obtained with the possibility of the fastest failure in an interval of less than three years and the longest failure in an interval of 11 years."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dudung Abdul Malik
"Program BOK di Kabupaten Kuningan meningkatan dana operasional Puskesmas tahun 2011 dan 2012 menjadi 2 kali lipat, tetapi hal tersebut tidak berbanding positif dengan pencapaian cakupan indikator SPM bidang kesehatan. Ini mengindikasikan bahwa implementasi program BOK di Puskesmas Kabupaten Kuningan belum berjalan sesuai harapan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan BOK di Puskesmas Kabupaten Kuningan berdasarkan variabel kondisi lingkungan, hubungan antar organisasi, sumber daya organisasi, serta karakteristik dan kapabilitas instansi pelaksana. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan dilakukan antara Bulan Maret-April 2013 berlokasi di 4 Puskesmas dan Dinas Kesehatan dengan jumlah informan 23 orang. Pelaksanaan BOK di Kabupaten Kuningan tahun 2011?2012 memberikan banyak manfaat kepada Puskesmas khususnya operasional kegiatan preventif dan promotif. Tetapi ini tidak berpengaruh positif terhadap pencapaian SPM bidang kesehatan. SPM cenderung menurun dan item tidak mencapai target cenderung meningkat.

BOK programs in Kuningan District to improve operational funds of public health centers in 2011 and 2012 to 2-fold, but it is not comparable positive with the achievement coverage of health SPM indicators. This indicates that the implementation of BOK programs in public health centers of Kuningan District has not run as expected. The purpose of this study to analyze the factors that influence implementation of the BOK policy in public health centers of Kuningan District, based on variable environmental conditions, inter-organizational relationships, organizational resources, as well as the characteristics and capabilities of executing agencies. This study uses a qualitative method and conducted between March-April 2013 and is located at 4 public health centers with the Health Department informant number 23. Implementation of BOK programs in Kuningan district in 2011-2012 provides many benefits to the public health center especially operational to preventive and to promotive activities. But this is not a positive influence on the achievement in health SPM. SPM tends to decrease and the item does not reach the target is likely to increase.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
T35708
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Malik
"Indonesia dibangun di atas cita-cita demokrasi ekonomi produk dialektika para pendiri negara berisi gagasan-gagasan jelas demi mewujudkan perekonomian yang berkeadilan. Namun demikian, implementasi ide dan cita-cita luhur tersebut belum pernah sungguh-sungguh berhasil dilaksanakan dalam sejarah 72 tahun merdeka. Bahkan, kebijakan dan program pembangunan ekonomi yang menekankan kemakmuran bersama kemudian sering dikesampingkan ketika perekonomian nasional sedang menghadapi krisis, untuk digantikan oleh kebijakan yang pragmatis semata-mata mengamankan pertumbuhan dan penyelamatan ekonomi. Tulisan ini berargumentasi bahwa terdapat indikasi kuat salah satu penyebab utama kegagalan tersebut adalah lemahnya strategi, secara lebih spesifik manajemen mikroekonomi yg mengabaikan sumberdaya manusia dan tatakelola. Atas dasar itu, artikel ini mengusulkan perbaikan manajemen mikroekonomi berfokus pada peningkatan sumberdaya manusia dan tatakelola, tanpa menunggu terselesaikannya penyelarasan kelembagaan dan kerangka perundang-undangan dengan UUD NRI Tahun 1945 sudah akan menyumbangkan perbaikan pada pemerataan pendapatan dan dengan demikian mendekatkan pada cita-cita terwujudnya kesejahteraan umum."
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2017
342 JKTN 006 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Raharusun, Abdul Malik
[Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2013
808.83 ABD n
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library