Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85900 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ginting, Imelda
"Artikel yang berjudul‚ Legalisasi Pernikahan Sejenis dalam Perspektif Hukum Moral John Calvin‛ ini pertama-tama akan menjelaskan sekilas mengenai fakta LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender), etika situasi sebagai dasar pembenaran, dan komunitas yang memperjuangkan legalisasi pernikahan sejenis. Pada bagian ini penulis akan memaparkan mengenai dasar yang dipergunakan sebagai pembenaran legalisasi pernikahan sejenis. Setelah itu penulis akan melakukan tinjauan terhadap hukum moral John Calvin untuk menyoroti, apakah dasar yang dijadikan pembenaran pernikahan sejenis itu tepat atau tidak. Temuan dalam tulisan ini, legalisasi pernikahan sejenis tidak memiliki landasan yang sesuai dengan hukum moral Calvin, dan karena itu tidak dapat diterima oleh gereja."
Jakarta: Pusat Pengkajian Reformed, 2016
SODE 3:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Artikel yang berjudul ''kasus pernikahan sejenis dalam perspektif hukum moral John Calvin'' ini pertama-tama akan menjelaskan sekilas mengenai fakta LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender), etika situasi sebagai dasar pembenaran dan komunitas yang memperjuangkan legalisasi pernikahan sejenis. Setlah itu penulis akan melakukan tinjuan terhadap hukum moral John Calvin untuk menyoroti, apakah dasar yang dijadikan pembenaran pernikahan sejenis itu tepat atau tidak. Temuan dalam penulisan ini, legalisasi pernikahan sejenis tidak memiliki landasan yang sesuai dengan hukum moral Calvin, dan karena itu tidak diterima oleh gereja "
SODE 3:1 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kurniawan Sugianto
"Analisis Dokumen Luar Negeri Agar Dapat Dilaksanakan Di Indonesia. Legalisasi dokumen publik melalui Apostille memudahkan masyarakat dalam melakukan legalisasi, aktivitas bisnis antar negara yang berdampak pada kualitas ekonomi di Indonesia. Permasalahan dalam penelitian ini mengenai analisis dokumen luar negeri yang tidak memiliki sertifikat apostille yang akan digunakan di Indonesia pada kasus dalam Putusan Nomor 53/Pdt.Sus.Merek/2021/PN.Niaga.Jkt.Pst. Penelitian ini berbentuk analisis yuridis normative. Ditandatanganinya Perjanjian Kerjasama, Surat Pernyataan atas perubahan atas Perjanjian Kerjasama dan Surat Kuasa yang tidak memiliki sertifikat Apostille akan berakibat tidak adanya kepastian hukum atas Dokumen dan Surat tersebut yang tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak dapat berlaku di Indonesia dan Pertimbangan Hakim yang tidak melakukan pertimbangan hukum dalam Putusan Pengadilan Nomor 53/PDT.SUS.MEREK/2021/PN.NIAGA.JKT.PST adalah tidak menjadikan Konvensi Apostille sebagai dasar agar Dokumen-Dokumen Perjanjian Kerjasama, Surat Pernyataan atas perubahan atas Perjanjian Kerjasama dan Surat Kuasa dapat berlaku di Indonesia. Para Pihak harus mengurus dari awal dokumen-dokumen yang terkait dengan kerja sama. Dikarenakan sejak awal dokumen-dokumen tidak sah, maka akibat lebih lanjut termasuk diantaranya produk antigen dengan merek Clungene Ind harus ditindaklanjuti.

The analysis of Foreign Documents so that they can be implemented in Indonesia. The legalization of public documents through Apostille makes it easier for people to legalize, business activities between countries that have an impact on the quality of the economy in Indonesia. The problem in this study is about the analysis of foreign documents that do not have an apostille certificate that will be used in Indonesia in the case in Decree No. 53/Pdt.Sus.Merek/2021/PN. Niaga.Jkt.Pst. This research is in the form of normative. Juridical analysis of the Signing of a Cooperation Agreement, a Statement of Statement of amendment to the Cooperation Agreement and a Power of Attorney that does not have an Apostille certificate will result in the absence of legal certainty over the Document and the Letter that has no legal force and cannot apply in Indonesia and Consideration of Judges who do not make legal considerations in Court Decision No. 53/PDT. SUS. BRAND/2021/PN. TRADE. JKT. PST is not to make the Apostille Convention as the basis for the Cooperation Agreement Documents, Statements on changes to the Cooperation Agreement and Power of Attorney can apply in Indonesia. The Parties shall take care of from the beginning the documents related to cooperation. Because from the beginning the documents are not valid, further consequences including antigen products under the brand name Clungene Ind must be followed up."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Asas legalitas adalah suatu asas dalam hukum pidana yang pada pokoknya menyatakan tentang tidak berlaku surutnya suatu perundang-undangan (geen terug werkendekracht). Sedangkan asas retroaktif adalah asas dapat berlaku surutnya suatu peraturan atau perundang-undangan tersebut. Dalam konteks hukum pidana positif di Indonesia telah terjadi perkembangan dengan mulai dianutnya penerapan asas retroaktif dalam pencantumannya dalam peraturan perundang-undangan di samping asas legalitas yang selama ini dijadikan pegangan atau landasan penerapan hukum. Padahal, di dalam UUD 1945, Ketetapan MPR-RI dan beberapa undang-undang lainnya secara tegas telah dicantumkan larangan untuk menerapkan asas retroaktif tersebut. Fenomena perkembangan hukum yang berlaku secara universal telah menghadirkan norma "the principle of justice" yang berhadapan dengan norma "the principle of legality". Standar "pengecualian" hukum yang berlaku secara universal tersebut mengindikasikan: untuk kejahatan-kejahatan tertentu yang mengglobal dan bersifat internasional dapat diterapkan suatu penyimpangan asas retroaktif, yang setara atau sama halnya dengan penyimpangan asas locus delectie dan asas tempus delectie yang diterapkan selama ini dalam hukum pidana. Pembatasan yang dilakukan dengan atau melalui undang-undang tentang hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang "berlaku surut" dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang tentang Peradilan HAM, sudah dipenuhi sebagaimana mestinya. Artinya, pelaksanaan asas retroaktif secara eksplisit sudah "dilakukan dengan atau melalui undang-undang", sebagaimana dimaksud dalam Penjelasan pasal 4 UU No. 39 tahun 1999 dan pasal 43 ayat (1) UU No. 26 tahun 2000."
300 JIS 2:1 (2007)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Aisya Nadiandra
"Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian oleh apoteker. Dalam memberikan pelayanan kefarmasian di Apotek, dapat dilakukan oleh apoteker, tenaga ahli kefarmasian dan asisten tenaga kefarmasian. Seorang pasien dapat menebus resep obat yang diberikan oleh dokter ke apotek. Namun, terdapat permasalahan apabila yang memberikan pelayanan kefarmasian tersebut bukanlah tenaga kefarmasian. Terlebih lagi, apabila obat yang diberikan tersebut menyebabkan pasien menjadi tidak sadarkan diri akibat ketidaksesuaian obat yang diberikan oleh pihak apotek dengan obat yang tertulis di dalam resep dokter. Kasus serupa telah terjadi di salah satu apotek di Medan dimana pasien mengalami penurunan kesadaran, hipoglicemia, stroke, serta adanya suspek. Oleh karena itu, penulis ingin membahas dan meneliti bagaimana perlindungan hukum bagi pasien terhadap pengolahan obat berdasarkan resep dokter oleh apotek dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 2258/Pid.Sus/2020/Pn Mdn. Telah terjadi kesalahan serta kelalaian dalam kasus tersebut, antara lain mengenai tanggung jawab apoteker, pelayanan resep, serta kesalahan pemberian sediaan farmasi atau obat oleh tenaga non kefarmasian yang menyebabkan korban tidak sadarkan diri. Penulis menyarankan bagi Dinas Kesehatan untuk meningkatkan pengawasan serta apotek untuk memiliki standar operasional prosedur yang komprehensif.

Pharmacy is a pharmaceutical service facility where pharmacists practice pharmacy. In providing pharmaceutical services, it can be done by pharmacists, pharmaceutical experts and assistant pharmacy staff. A patient can redeem their drug prescription given by a doctor to a pharmacy. However, this could cause a problem if the one who gives the drug is not a pharmacist nor pharmacist assistant nor assistant pharmacy staff. Moreover, if the drug given causes the patient to become unconscious due to the incompatibility of the drug given by the pharmacy with the drug written in the doctor's prescription. A similar case had occurred in a pharmacy in Medan where the patient had hypoglycemia, stroke, suspected hypertensive heart disease and lost consciousness. Therefore, author wants to analyze and examine the legal protection for patient in drug processing based on doctor's prescriptions by pharmacies by analyzing the Medan District Court Decision Number 2258/Pid.Sus/2020/Pn Mdn. There have been fallacies and omissions in cases involving the pharmacist's responsibility, prescription services, and errors in drug processing by non-pharmaceutical staff which caused the victim to become unconscious. The author suggests for the Health Agency to improve their supervision and for pharmacies to have more comprehensive standard operating procedures."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Dwi Prasetyo
"Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya. Akta dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu akta otentik dan akta dibawah tangan, akta otentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang dengan bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang dan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, sedangkan akta dibawah tangan adalah akta yang dibuat tidak dihadapan pejabat yang berwenang dan bentuk serta isinya sesuai dengan kehendak para pihak yang membuatnya. Pada prakteknya akta dibawah tangan yang telah ditandatangai oleh para pihak dapat didaftarkan waarmerking di kantor notaris namun ada juga akta dibawah tangan yang ditandatagani oleh oleh para pihak dihadapan notaris yang tanggal pembuatannya sama dengan tanggal pada saat menghadap dihadapan notaris hal ini yang disebut legalisasi. Masyarakat masih kurang menyadari pentingnya dokumen sebagai alat bukti sehingga perjanjian diantara para pihak cukup dengan rasa saling percaya. Hal ini akan menimbulkan permasalah dikemudian hari apabila para pihak tidak mengakui isi dari perjanjian yang telah dibuat. Dalam hal ini diperlukan perlindungan hukum terhadap notaris dalam hal legalisasi dan waarmerking dan bagaimana pula legalisasi dan waarmerking menjadi alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. Maka simpulan dari hal ini notaris apabila menerima dokumen untuk dilegalisasi dan waarmerking harus lebih cermat dan berhati ndash;hati dengan cara mencocokkan identitas para pihak serta membacakan isi dari perjanjian tersebut kepada para pihak, selain itu notaris haru juga memberikan penyuluhan hukum kepada para pihak agar lebih paham mengenai legalisasi dan waarmerking beserta akibat hukumnya. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan sumber data sekunder berupa undang-undang, Buku dan tesis.

Notary is a public official authorized to make an authentic deed, as far as the manufacture of certain authentic deed is not reserved for other public officials. Deed can be divided into two types, namely the authentic act and deed under hand, authentic deed is a deed made by the competent authority with the form required by law and has the strength of evidence was perfect, while the deed under the hand is a deed made not before competent authorities and the form and content in accordance with the will of the parties who made it. In practice the deed under the hand that has been signed by the parties can be registered waarmerking at the notary 39 s office, but there is also a deed under hand ditandatagani by the parties before a notary that the date of manufacture of the date when facing the front of the notary this thing called legalization. People are still unaware of the importance of the document as evidence that the agreement between the parties simply by mutual trust. This will cause problems in the future if the parties did not recognize the contents of the agreement have been made. In this case the necessary legal protection of the notary in the case of legalization and waarmerking and how the legalization and waarmerking be evidence for the parties who made it. So the conclusion of this notary when receiving documents to be legalized and waarmerking should be more careful and cautious by matching the identity of the parties and read out the contents of the agreement to the parties, in addition to the notary emotion also provide legal counseling to the parties for more details about the legalization and waarmerking and their legal consequences. The method used is a normative legal research with secondary data sources in the form of legislation, books and theses."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T47320
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Saumadina
"Notaris berwenang untuk membuat akta otentik, membukukan akta di bawah tangan yang didaftarkan (waarmerking), dan akta di bawah tangan yang disahkan (legalisasi). Kenyataannya seringkali Notaris disalahkan apabila terjadi masalah mengenai akta di bawah tangan yang didaftarkan (waarmerking) dan disahkan (legalisasi). Hal ini kemudian yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis saya yakni bagaimanakah peran notaris terhadap kebenaran isi data akta di bawah tangan yang telah memperoleh legalisasi yang dijadikan sebagai alat bukti dalam persidangan serta bagaimana tanggung jawab notaris secara perdata apabila terdapat kesalahan di dalam akta tersebut. Penulis kemudian meneliti permasalahan ini dengan metode penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder.
Dalam kesimpulannya peran dan tanggung jawab notaris terhadap isi akta yang dilegalisasinya dibatasi, yaitu hanya sebatas pada tanggung jawab formil saja, tidak pada tanggung jawab materiil, namun notaris wajib memastikan bahwa akta tersebut tetap pada koridor hukum, dan apabila terdapat kesalahan karena kelalaian ataupun kesengajaan dari Notaris yang bersangkutan, maka tanggung jawab notaris secara perdata dapat berupa penggantian biaya, ganti rugi dan bunga.

Notary public authorities to create an authentic act, posted the deed under the hand of registered (waarmerking), and deed under the hand that passed (legalization). In fact often Notary blame when problems occur regarding the deed under the hand of registered (waarmerking) and confirmed (legalization). This later became the main problem in my thesis namely how the role of the notary toward the truth of the contents of the deed data under the hand that has obtained the legalization made as evidence in the trial and how the responsibility of the notary by civil liability when there is an error in the deed. The Writer then examine these issues with nomative juridical research method, using secondary data.
In conclusion the role and the responsibility of the notary toward the contents of the deed that legalization restricted, namely only limited on the responsibility of formal requirement only, not on the responsibility of the judicial review but notary are required to ensure that the act remains on the corridors of the law, and when there is an error for negligence or deliberate from Notary concerned, then the responsibility of the notary by civil liability can be a replacement cost, compensation and interest.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T46071
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fasya Abimantrana
"ABSTRAK
Tugas Karya Akhir ini membahas proses-proses keberhasilan suatu Agenda Setting di Washington D.C. mengenai Legalisasi Mariyuana untuk keperluan rekreasional pada tahun 2015. Terdapat beberapa faktor yang meloloskan Agenda Setting Initiative 71 di Washington D.C. Faktor-faktor tersebut adalah peran dari kelompok kepentingan DCMJ , pemerintah, dan masyarakat. Tugas akhir ini berupaya menjelaskan bagaimana proses legalisasi Mariyuana di suatu negara bagian walaupun bertolak belakang dengan hukum yang ada di Amerika Serikat. Hasil dari penelitian ini menjelaskan adanya faktor-faktor dan aktor yang meloloskan Agenda Setting di Washington D.C. dengan studi kasus legalisasi Mariyuana untuk keperluan rekreasional, bisa diloloskan untuk masuk ke pemungutan suara secara langsung pada tahun 2015.

ABSTRACT
This thesis aims to discuss the process of successing the Agenda Setting in Washington D.C. regarding the legalization of Mariyuana spesifically for recreational purposes in the year of 2015. There were several factors that help to passed the Agenda Setting Initiative 71 in Washington D.C. Those factors were the role from pressure group DCMJ, government and civils. This thesis seeks to explain the process on legalizing Mariyuana in a state eventhough it rsquo s contrary to the law that applies in the United States of America. The result of this study explains how the factors have helped to pass the Agenda Setting regarding the legalization of Mariyuana in Washington D.C. and made it able to continue the next process directly which is the ballot initiative that also being held in 2015."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bebby Namira Nur Muslim
"Tulisan ini membahas mengenai proses politik dari strategi gerakan sosial ibu pejuang anak Cerebral Palsy (CP) dalam mengadvokasikan legalisasi ganja medis. Desakan legalisasi ganja medis kembali muncul di Indonesia ketika tiga ibu dari anak-anak CP mengajukan gugatan materi Undang-Undang (UU) Narkotika ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan menggunakan metode wawancara mendalam dan studi literatur, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis strategi, peluang, dan hambatan gerakan dalam mendorong legalisasi ganja medis. Peneliti menggunakan kerangka teori persepsi peluang (perceived opportunity) dan penundaan struktural (abeyance structure) dalam mengkaji kasus gerakan ibu-ibu tersebut. Peneliti memerhatikan konsekuensi penundaan aktivisme dalam memengaruhi wacana ganja medis pada RUU Narkotika. Temuan menunjukkan bahwa dalam menanggapi resistensi pemerintah, gerakan ibu kemudian mengadopsi pendekatan yang tidak terlalu tampil ke ranah publik. Meski ibu-ibu tetap mempertahankan identitas dan nilai gerakan dengan melakukan aktivisme di ranah akar rumput sembari merawat sang anak, keputusan ini telah mengurangi pengaruh tuntutan terhadap kebijakan. Peneliti menganalisis dari keterkaitan persepsi peluang dengan penundaan aktivisme.

This article aims to explain the political process of the social movement’s strategy of mothers of children with Cerebral Palsy (CP) in advocating medical marijuana legalization. Demands for medical marijuana in Indonesia reemerged when three mothers of children with CP proposed a judicial review of the narcotics law to the constitutional court (MK). Through in-depth interviews and a literature review, this article analyses the strategy, political opportunity, and constraints of the mothers’ movement in fighting for medical marijuana. Using the theoretical framework of the perceived opportunity and abeyance structure in examining the mothers’ movement study case. I also pay attention to the cost of movement abeyance on the drug reform bill. The findings highlight that the mothers’ movement adopted less visible public approaches partly in response to the government’s resistance. Thus, this may have allowed each mother to maintain their identity and values through grassroots-area activism while taking care of their children; this decision has minimized the influence of demand on the policy. I argue that this finding is an analysis result of the interaction of perceived opportunities and mothers’ movement abeyance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hestu Waskito
"Notaris adalah pejabat publik yang salah satu wewenangnya adalah melakukan legalisasi. Legalisasi dilakukan terhadap dokumen publik yang berasal dari Indonesia yang akan digunakan di luar Negeri atau sebaliknya yang dilaksanakan oleh Notaris atau Kementerian Hukum dan HAM RI melalui Aplikasi Legalisasi Elektronik (ALEGTRON). Dalam pelaksanaannya ALEGTRON belum menerapkan prinsip-prinsip keandalan sebuah Penyelenggara Sistem Elektronik yang baik, ditambah lagi tidak adanya tanggung jawab ALEGTRON selaku penyedia jasa terhadap kebenaran isi dokumen yang dilegalisasi melalui aplikasi ini, sehingga membuka celah terjadinya penyalahgunaan hasil legalisasi dari dokumen publik tersebut. Masalah yang diangkat dalam tesis ini adalah mengenai pengaturan sistem keautentikan secara elektronik, akuntabilitas sistem elektronik dan tanggung jawab hukum penyelenggara sistem autentikasi dokumen yang dilegalisasi secara elektronik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipe penelitian yang bersifat deskriptif analitis dengan metode analisa data kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaturan tentang hukum keamanan informasi diatur dalam UU no. 11 tahun 2018 dan UU No.19 tahun 2016 tentang perubahannya dan diatur lebih lanjut dalam PP No.71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, sedangkan pengaturan tentang pertanggungjawaban akuntabilitas Sistem Elektronik diatur dalam pasal 15 UU Informasi dan Transaksi Elektronik, bahwa Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan sistem elektronik secara aman, andal dan bertanggung jawab. Sedangkan untuk pertanggungjawaban hukum adalah Presumed Liability. ALEGTRON belum menyelenggarakan Sistem Elektronik yang sepenuhnya andal, aman dan bertanggung jawab, tidak patuh dan tidak memenuhi kewajibannya sebagai sebuah Penyelenggara Sistem Elektronik, Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) dapat dimintai pertanggungjawaban dan dapat dijatuhi sanksi administratif.

Notaries are officials whose one of its authority is to legalize. Legalization is carried out on documents originating from Indonesia that will be used abroad or vice versa carried out by a Notary or the Ministry of Law and Human Rights of the Re of Indonesia through the Electronic Legalization Application (ALEGTRON). In its implementation, ALEGTRON has not applied the principles of reliability of a good Electronic System Operator, plus the lack of responsibility of ALEGTRON as a service provider for the correctness of the contents of documents legalized through this application, thus opening the gap for misuse of the results of the legalization of the documents. The issues raised in this thesis are regarding the regulation of the electronic authenticity system, the accountability of the electronic system and the legal responsibilities of the document authentication system that is legalized electronically. This research is a normative juridical research with descriptive type of research with qualitative data analysis methods. The results of this study indicate that the regulation of information security law is regulated in Law no. 11 of 2018 and Law No. 19 of 2016 concerning amendments and are further regulated in PP No. 71 of 2019 concerning the Implementation of Electronic Systems and Transactions, while the regulation on accountability of Electronic System accountability is regulated in article 15 of the Electronic Information and Transaction Law, that the System Provider Electronics must carry out electronic systems in a safe, reliable and responsible manner. Whereas for legal liability is Presumed Liability. ALEGTRON has not implemented an Electronic System that is fully reliable, safe and responsible, non-compliant and does not fulfill its obligations as an Electronic System Operator, the Director General of General Law Administration (AHU) can be held accountable and subject to administrative sanctions.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54957
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>