Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 105573 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizki Agus Saputra
"Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi isu krusial yang banyak mendapat perhatian publik. ASN mempunyai hak pilih namun dalam melaksanakan tugasnya harus netral dan bebas dari pengaruh politik. ASN wajib memberikan layanan publik yang profesional sesuai dengan prinsip-prinsip netralitas ASN. Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia 2024 digelar secara serentak untuk daerah-daerah yang masa jabatan kepala daerahnya berakhir pada tahun 2022, 2023, 2024, dan 2025. Sistem pemilihan kepala daerah secara serentak pada tahun 2024 merupakan yang kelima kalinya diselenggarakan di Indonesia, serta merupakan yang pertama kalinya melibatkan seluruh provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia terkecuali Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dan dianalisis lebih lanjut dalam Pilkada. Pertama, penggunaan fasilitas dan sumber daya negara termasuk anggaran oleh ASN untuk kepentingan politik tertentu. Netralitas ASN dalam kontestasi politik merupakan kajian hukum kepegawaian. Prinsip netralitas dalam pemerintahan menegaskan bahwa seluruh organ pemerintahan tidak boleh memihak dalam melaksanakan tugasnya, dan tidak boleh terpengaruhi oleh pihak-pihak dari organ pemerintah lainnya. pengunduruan diri pejabat ASN dilakukan sejak pendaftaran hingga ditetapkan sebagai calon, bukan saat terlibat negosiasi dalam rangka mencari rekomendasi partai politik, hal inilah yang menimbulkan masalah baru, aktivitas mencari rekomendasi partai politik secara langsung dianggap bertentangan dengan kewajiban untuk bersikap netral. Lebih lagi jika aktivitas politik praktis tersebut dilakukan langsung oleh Sekretaris Daerah yang merupakan pimpinan tertinggi birokrasi daerah. Sekretaris Daerah dalam Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Madya memiliki posisi strategis di pemerintahan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), jabatan tersebut setara dengan Deputi, atau Direktur Jenderal di kementerian, JPT Madya biasanya dijabat oleh ASN dengan pangkat golongan IV/d atau IV/e. Netralitas Sekretaris Daerah dalam Pilkada merupakan komponen penting untuk memastikan bahwa proses pemilihan berjalan adil tanpa keberpihakan dari aparatur pemerintah daerah.

The neutrality of the State Civil Apparatus (ASN) in the administration of Regional Head Elections (Pilkada) has become a crucial issue that has garnered significant public attention. While ASN have the right to vote, they must remain neutral and free from political influence in carrying out their duties. ASN are required to provide public services professionally in accordance with the principles of ASN neutrality. The 2024 Regional Head Elections in Indonesia will be held simultaneously for regions where the term of office of regional heads ends in 2022, 2023, 2024, and 2025. The simultaneous election system in 2024 will be the fifth time it has been implemented in Indonesia, and it will be the first time it involves all provinces, regencies, and cities in Indonesia, except for the Special Region of Yogyakarta. There are several issues that need to be observed and analyzed further in the Pilkada. First, the use of state facilities and resources, including budgets, by ASN for specific political interests. ASN neutrality in political contests is a matter of civil service law. The principle of neutrality in government emphasizes that all government organs must not take sides in carrying out their duties and must not be influenced by parties from other government organs. The resignation of ASN officials should occur from the time of registration until they are officially declared candidates, not while negotiating to seek political party recommendations. This creates a new issue, as the activity of directly seeking political party recommendations is considered to be in conflict with the obligation to remain neutral. This issue is further exacerbated if such political activities are carried out by the Regional Secretary, who is the highest-ranking bureaucrat in the region. The Regional Secretary, holding the position of Middle High Leadership (JPT Madya), has a strategic position in the government, as regulated by Law No. 20 of 2023 on the State Civil Apparatus (ASN). This position is equivalent to a Deputy or Director-General in a ministry. JPT Madya is typically held by ASN with a rank of group IV/d or IV/e. The neutrality of the Regional Secretary in the Pilkada is a key component to ensure that the election process proceeds fairly, without bias from regional government apparatus."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdurrahman Masdiana
"ABSTRAK
Penelitian ini meneliti bagaimana urgensi netralitas PNS dalam pilkada untuk
mewujudkan AUPB, dan melihat bagaimana permasalahan penerapan netralitas
PNS dalam beberapa pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Berdasarkan hasil penelitian, terlihat bahwasanya Pilkada di berbagai daerah di
Indonesia beberapa waktu kebelakang masih diwarnai dengan beberapa
permasalahan dan sengketa pasca pilkada dilaksanakan, hal tersebut
dilatarbelakangi berbagai hal dan yang spesifik berkaitan dengan penelitian ini
adalah pelanggaran terhadap netralitas PNS dalam pelaksanaan Pilkada. Pada
hasil penelitian, terlihat dengan jelas bahwa netralitas PNS dalam pelaksanaan
Pilkada merupakan suatu hal yang sangat penting, hal ini termaktub dengan jelas
dalam berbagai aturan yang mengatur secara rinci tentang PNS, antara lain dalam
UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN dimana PNS harus bebas dari pengaruh
golongan maupun parpol, dan netralitas merupakan amanat yang ada didalam
Asas Manajemen ASN. Selanjutnya Netralitas PNS sangat erat kaitannya dalam
mewujudkan AUPB, dimana didalam UU ASN telah disebutkan bahwa PNS
harus netral, dan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui
AUPB, diatur bahwa PNS harus netral dan tidak boleh berpihak sehingga dengan
pelaksanaan netralitas PNS dapat mewujudkan pelaksanaan AUPB. Selanjutnya
mengenai pelanggaran netralitas PNS diatur sanksi hukuman sedang dan berat
sebagaimana diatur dalam Disiplin PNS PP No. 53 Tahun 2010, dimana ancaman
terberat PNS dapat diberhentikan dengan tidak hormat atas pelanggaran yang
telah dilakukan. Pelanggaran netralitas PNS di daerah marak diwarnai modus,
antara lain Mobilisasi PNS, Mutasi PNS, Penyalahgunaan Anggaran, serta
intimidasi PNS. Pada akhirnya pasca dikeluarkannya UU ASN pengawasan
netralitas ASN menjadi tugas Komisi Aparatur SIpil Negara (KASN), dengan
tugas yang demikian besar, KASN masih memiliki keterbatasan dibidang
kewenangan, SDM dan anggaran. Sehingga kedepannya untuk meningkatkan
pengawasan netralitas PNS diperlukan penguatan KASN dari berbagai aspek
tersebut, kemudian perlu diadakannya sosialiasi secara komprehensif kepada PNS
di seluruh daerah untuk melakukan prevensi terhadap berbagai pelanggaran
netralitas PNS, dan terakhir perlu kiranya memanfaatkan teknologi informasi
untuk membuka pengawasan masyarakat terhadap PNS melalui pengaduan
langsung dengan sistem informasi, sehingga dapat mewujudkan pengawasan
netralitas PNS secara efektif.

ABSTRACT
This research examines how urgency of civil servant neutrality in elections to
realize AUPB, and to see how the problem of civil servant neutrality
implementation in some implementation of Election of Regional Head (Pilkada).
Based on the results of the research, it appears that elections in various regions in
Indonesia some time back are still colored by several problems and post election
disputes implemented, it is motivated by various things and specific related to this
research is a violation of the neutrality of civil servants in the implementation of
elections. In the research results, it is clear that the neutrality of civil servants in
the implementation of Pilkada is a very important thing, it is clearly stated in the
various rules that regulate in detail about civil servants, among others, in Law no.
5 Year 2014 on ASN where civil servants should be free from the influence of
groups and political parties, and neutrality is a mandate that exists within the ASN
Management Principles. Furthermore, the neutrality of civil servants is closely
related to the realization of AUPB, where in the ASN Act has been mentioned that
the civil servants should be neutral, and to realize good governance through
AUPB, regulated that the civil servants should be neutral and should not take
sides so with the implementation of the neutrality of civil servants can realize the
implementation of AUPB . Furthermore, regarding the violation of the neutrality
of civil servants are sanctioned by medium and heavy punishment as stipulated in
the Civil Government Regulation PP. 53 of 2010, where the heaviest threat of
civil servants may be dismissed with disrespect for the offenses committed.
Violations of the neutrality of civil servants in rampant areas are colored by
modes, including Mobilization of Civil Servants, Mutation of Civil Servants,
Budget Abuse, and civil servants intimidation. In the end, after the issuance of
ASN Law, the control of ASN neutrality becomes the task of the State Apparatus
Force (KASN), with such a large task, KASN still has limited authority, human
resources and budget. So in the future to improve the supervision of the neutrality
of civil servants is needed strengthening KASN from various aspects, then need
comprehensive socialization to civil servants across the region to prevent the
prevention of various violations of the neutrality of civil servants, and lastly need
to use information technology to open the public surveillance of civil servants
through a complaint directly with the information system, so as to realize the
supervision of the neutrality of civil servants effectively."
2017
T49042
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Riris Devita Apriyanti
"ABSTRAK
Kebijakan desentralisasi yang melimpahkan kewenangan pada kepala daerah untuk melakukan mutasi jabatan Aparatur Sipil Negara ASN berpeluang pada penyalahgunaan wewenang. Hal yang menjadi tantangan adalah peran strategis dan kekuasaan kepala daerah seringkali berorientasi pada tindakan-tindakan untuk menerapkan kewenangan diskresi sebesar-besarnya. Dalam penelitian terhadap kasus yang sama, hal tersebut mencerminkan apa yang disebut sebagai discretionary corruption. Hal ini ditegaskan oleh Lord Acton yang menyebutkan bahwa ldquo;all power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely rdquo;. Penulisan ini mencoba untuk menjelaskan tentang kerentanan penyalahgunaan kewenangan diskresi oleh kepala daerah dalam kasus mutasi jabatan ASN yang berpotensi pada kejahatan. Penulis menggunakan bad apple and bad barrel theory untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan kerentanan penyalahgunaan wewenang oleh kepala daerah dalam kasus mutasi jabatan ASN.

ABSTRACT
The decentralization policy through which the authority is being delegated to the head of district to conduct the Civil Servant mutation could potentially trigger the abuse of authority. The challenging thing is that the strategic role and power of the head of district become increasingly focus on the implementation in which the power is manifested excessively. In a study of the same case, it reflects what is called discretionary corruption. This is confirmed by Lord Acton who mentions that all power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely . This paper attempts to explain the vulnerability of abuse of discretion authority by the district head in the case of civil servant mutation which could potentially become crime. The author uses bad apple and bad barrel theory to analyze the factors causing vulnerability of abuse of authority by the head of district in civil servant mutation case. "
2017
TA-Pdf;
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Subiyanto
"Tesis ini membahas tentang Pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi Dalam Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Analisis Seleksi Terbuka dan Kompetitif serta Talent Pool). Permasalahan yang dikaji adalah bagaimana pengisian jabatan pimpinan tinggi dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan bagaimana keunggulan serta kelemahan pengisian jabatan pimpinan tinggi melalui seleksi terbuka dan kompetitif serta talent pool. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian penelitian yang diperoleh adalah pertama, pengisian jabatan pimpinan tinggi dilakukan melalui dua cara yaitu melalui seleksi terbuka dan kompetitif serta talent pool. Pengisian jabatan melalui seleksi terbuka dan kompetitif dari aspek pengaturan sudah memadai karena telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan peraturan pelaksanaannya sedangkan pengisian jabatan dari talent pool tidak disebutkan secara spesifik dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara tetapi hanya menyebutkan bahwa pengisian jabatan secara terbuka dan kompetitif dapat dikecualikan terhadap instansi pemerintah yang telah menerapkan sistem merit dengan persetujuan Komisi Aparatur Sipil Negara. Salah satu persyaratan sistem merit adalah setiap instansi harus memiliki kelompok rencana suksesi yang dihasilkan oleh manajemen talenta. Kelompok rencana suksesi inilah yang disebut dengan talent pool. Kedua, Keunggulan seleksi terbuka dan kompetitif dilaksanakan melalui serangkaian tahapan seleksi sehingga hanya orang-orang terpilih yang sesuai dengan persyaratan jabatan saja yang dapat mengisi jabatan yang lowong. Kelemahannya adalah seleksi terbuka dan kompetitif memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama, kredibilitas panitia seleksi masih diragukan dan seleksi terbuka hanya dianggap sebagai formalitas karena masih adanya intervensi dari pejabat pembinaan kepegawaian yang masih ingin mempertahankan spoil system. Keunggulan seleksi melalui talent pool adalah talent pool dilakukan melalui sistem manajemen talenta dengan mencari pegawai-pegawai yang memiliki kompetensi dan potensi yang terbaik sehingga hanya pegawai-pegawai yang memiliki kompetensi dan potensi tertinggi yang dapat menduduki jabatan pimpinan tinggi termasuk juga jabatan administrasi dan jabatan fungsional. Kelemahannya yaitu talent pool dilaksanakan di lingkungan internal organisasi sehingga masih rentan terhadap intervensi kepentingan terutama oleh pejabat pembina kepegawaian yang berasal dari proses politik.

This thesis addresses the Filling of Senior Executive Services Position in Law Number 5 of 2014 regarding State Civil Apparatus (Analysis of Open and Competitive Selection and Talent Pool). The subject assessed is the method in filling Senior Executive Services position in Law Number 5 of 2014 regarding State Civil Apparatus and the advantages and disadvantages of filling Senior Executive Services positions through open and competitive selection and talent pool. This study uses normative juridical study method with statutory approach. The results of the study obtained are as follows: first, the filling of Senior Executive Services position is carried out by two methods, i.e. through open and competitive selection as well as through talent pool. The filling of positions through open and competitive selection is satisfactory from a regulatory aspect as it is governed in Law Number 5 of 2014 regarding State Civil Apparatus along with its implementing regulations, whereas the filling of positions by talent pool is not specifically provided in Law Number 5 of 2014 regarding Civil State Apparatus, it merely states that the filling of positions in an open and competitive manner may be excluded from government agencies that have implemented a merit system with the approval of the State Civil Apparatus Commission. One of the criteria of the merit system is that each agency shall have a succession plan group produced by talent management. This succession plan group is what meant as talent pool. Secondly, the advantage of open and competitive selection is that it is carried out through a series of selection stages hence only selected people qualifying for the requirements of the position may fill vacant positions. The disadvantage is that open and competitive selection is great in cost and also time consuming, the credibility of the selection committee is still doubtful and open selection is considered merely formality as intervention still takes place by staff development officials favoring spoil system. The advantage of selection through talent pool is that it is carried out through talent management system by seeking employees with best competence and potential hence only employees having the highest competence and potential may fill Senior Executive Services positions including administrative and functional positions. The disadvantage is that talent pool is carried out internally within the organization therefore it is exposed to intervention of interests, particularly by staff development officials originating from political process."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T53601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ivanny Alifa Faiza Aninda
"Dalam melaksanakan tugasnya dalam pengelolaan keuangan daerah, Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kualitas dan kompetensi terbaik. Hal ini disebabkan oleh peran Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sangat krusial karena perannya sebagai penyelenggara pemerintahan dan pelaksana pembangunan yang melekat pada tugas dan tanggung jawabnya. Penerapan teori Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada  ASN bisa memberikan kontribusi positif baik terhadap kinerja ASN maupun instansi. Penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis sejauh mana implementasi OCB pada ASN Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri RI. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik stratified random sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas ASN, terutama dari generasi Z, menunjukkan tingkat penerapan OCB yang tinggi di lingkungan Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah. Penerapan OCB menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian target kinerja Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah, sebagaimana dibuktikan melalui laporan kinerja.

In carrying out its duties in managing local finances, the Directorate General of Regional Finance of the Ministry of Home Affairs of the Republic of Indonesia requires Human Resources (HR) with the highest quality and competence. This is attributed to the crucial role of Civil Servants (ASN) due to their responsibilities as administrators of governance and implementers of development inherent in their duties and responsibilities. The application of the Organizational Citizenship Behavior (OCB) theory to ASN can contribute positively to both the performance of ASN and the institution. Therefore, this research aims to analyze the extent to which the implementation of OCB in ASN at the Directorate General of Regional Finance of the Ministry of Home Affairs of the Republic of Indonesia. This study uses a quantitative approach with stratified random sampling technique. The results of this research indicate that the majority of Civil Servants (ASN), especially from the Z generation, demonstrate a high level of implementation of Organizational Citizenship Behavior (OCB) in the Directorate General of Regional Financial Management. The implementation of OCB becomes one of the factors influencing the achievement of performance targets for the Directorate General of Regional Financial Management, as evidenced by the Performance Report."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cole, Taylor
Durham, NC: Duke University Press, 1949
351.1 COL c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saefur Rochim
"Pegawai Negeri Sipil mempunyai peranan sangat panting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sistem pembinaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, dimaksudkan agar Pegawai Negeri Sipil dapat melaksanakan peranannya dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Namun sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, dilanjutkan dengan perubahannya dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 sampai dengan saat ini, usaha peningkatan profesionalisme Pegawai Negeri Sipil, dirasakan belum dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat kepuasan masyarakat. Dengan metode penelitian yuridis-normatif dan ditunjang dengan data sekunder dan data primer, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan ketentuan, peraturan perundang-undangan dalam proses pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural. Dengan mengacu beberapa peraturan yang diatur oleh beberapa instansi, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui peraturan mana yang merupakan ketentuan pelaksanaan sebagai jaminan kepastian hukum dalam pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural, dan bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian. Berdasarkan hash penelitian, diketahui bahwa terdapat ketidaksesuaian antara ketentuan peraturan perundang-undangan dengan pelaksanaan pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan struktural. Pejabat pembina kepegawaian yang dilaksanakan oleh Menteri, mengakibatkan tidak berfungsinya pelaksanaan pengawasan peraturan perundang-undangan. Sehingga tujuan dari pembinaan Pegawai Negeri Sipil sulit untuk diwujudkan. Karena tidak efektifnya sistem pembinaan Pegawai Negeri Sipil, penelitian ini juga memberikan arah kebijakan pembinaan, yang dinilai dapat mewujudkan Pegawai Negeri Sipil yang profesional yaitu dengan merubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Kepegawaian, khususnya pengaturan Pejabat Pembina Kepegawaian tidak lagi dilaksanakan oleh Menteri tetapi oleh pejabat karier setingkat eselon I yang bertanggung jawab di bidang administrasi kepegawaian, disertai dengan ketegasan aturan kewenangan lembaga pengawas dan tindakan terhadap pelanggaran peraturan kepegawaian diharapkan akan terwujud tertib penyelenggaran pemerintahan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menghindari tumpang tindihnya beberapa peraturan, segala kebijakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil harus bertitik sentral dari Undang-Undang Pokok-Pokok Kepegawaian dan lembaga-lembaga pelaksana kebijakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil harus disatukan menjadi sebuah lembaga yang bertanggung jawab secara keseluruhan dalam pembinaan Pegawai Negeri Sipil."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16627
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benson, George C.S.
Cambridge, UK: Harvard University Press, 1935
351.609 7 BEN a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>