Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172908 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mega Junia Erliyandi
"Camat sebagai PPAT sementara, seharusnya menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Camat sebagai PPAT sementara harus memverifikasi keaslian dari dokumen-dokumen yang diberikan oleh klien untuk membuat Akta. Dalam tesis ini terdapat kasus, pemilik Kohir sebagai pemilik yang sah tidak mengetahui adanya Akta Jual Beli yang dibuat Camat sebagai PPAT sementara sehingga menyebabkan terbitnya SHM atas nama orang lain. Penelitian ini mengangkat permasalahan yaitu perlindungan hukum pemilik Kohir atas penerbitan sertipikat hak milik di atas tanah miliknya dan tanggung jawab Camat sebagai PPAT sementara terhadap pemenuhan unsur pelanggaran dalam membuat Akta Jual Beli di atas tanah kohir milik orang lain berdasarkan analisis Putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 43/Pdt.G/2023/PN Blb. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum doktrinal dengan menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang dianalisis secara eksplanatoris dengan pendekatan kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah perlindungan hukum pemilik kohir atas penerbitan sertipikat hak milik di atas tanah miliknya berdasarkan analisis putusan Pengadilan Negeri Bale Bandung Nomor 43/Pdt.G/2023/PN Blb, bahwa perlindungan pemilik hak atas tanah lama berupa Kohir dapat dibuktikan dengan pembuktian melalui bukti tertulis dan bukti tidak tertulis melalui keterangan saksi-saksi serta penguasaan fisik atas tanahnya dan untuk pemenuhan perlindungan hukum demi menjamin kepastian hukum tanah Kohir harus didaftarkan dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diberlakukannya PP Nomor 18 Tahun 2021. Camat sebagai PPAT sementara dapat dimintakan pertanggung jawaban berupa sanksi perdata dan pidana akibat dari Akta Jual Beli yang cacat hukum dan batal demi hukum sehingga menimbulkan sengketa tanah Kohir bagi para pihak. Saran yang dapat diberikan adalah kepada Kantor Badan Pertanahan Nasional agar meningkatkan pengawasan dan menerapkan sanksi yang lebih ketat terhadap Camat sebagai PPAT sementara serta pemerataan PPAT di berbagai wilayah Indonesia.

Camat as temporary PPAT, should apply the principle of caution in carrying out their duties and responsibilities. Camat as temporary PPAT, must ensure the authenticity of documents submitted by clients before drafting a Deed. This Thesis presents a case which the Kohir owner as the rightful owner, was unware of a Sale and Purchase Deeed made by Camat as temporary PPAT, resulting in the issuance of a Land Ownership Certificate (SHM) in another person’s name. The research focuses on legal protection for Kohir Owner in relation to the issuance of ownership certificates over the Kohir owner land and the responsibility od Camat as temporary PPAT concerning breaches in drafting a Sale and Purchase Deed over Kohir land belonging to others, analyzed through tha Bale Bandung District Court Decision Number 43/Pdt.G/2023/PN Blb. This Thesis using doctirinal legal research utilizing secondary data, which includes primary, secondary, and tertiary legal materials, analyzed explanatory through a qualitative approach. the result of this Thesis reveal that legal protection for Kohir Owners, regarding the issuance of ownership certificates over the Kohir owner as analyzed in the Bale Bandung District Court Decision Number 43/Pdt.G/2023/PN Blb, can be established through both written and non-written evidence, witness testimonies, and physical possession of the land. For the fulfillment of legal protection and to ensure legal certainty, Kohir land must be registered the land within 5 (five) years from the enactment of Goverment Regulation Number 18 of 2021. Camat as temporary PPAT, may be held accountable through civil and criminal liabillity for defective and nullified Sale and Purchase Deeds that give rise to Kohir land disputes among the parties. Recommendations that can be given is for the National Land Office to enhance supervision and impose stricter sanctions on Camat as temporary PPAT, as well as ensuring an equitable distribution of PPAT in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bellatric Andini Putri
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pembuatan akta hibah oleh Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) yang digugat oleh para ahli waris dari si penghibah setelah si penghibah meninggal dunia. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah keabsahan akta hibah yang melebihi batas maksimum hibah dan pertanggungjawaban Camat sebagai PPATS terkait pembatalan akta hibah yang melebihi batas maksimum hibah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan penelitian doktrinal dengan tipologi penelitian eksploratif dengan meneliti data sekunder, yang terdiri atas bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan hibah bagi umat muslim wajib mengikuti ketentuan berupa rukun dan syarat hibah yang telah ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, termasuk ketentuan mengenai batas maksimum pelaksanaan hibah sebesar 1/3 (sepertiga) bagian harta benda si penghibah. Tidak dibenarkan bagi seorang penghibah untuk menyerahkan seluruh harta kekayaannya. Hal ini dikarenakan walaupun hibah dilakukan saat hidup, penghibah harus memperhatikan kesejahteraan keluarga yang ditinggalkan saat ia meninggal. Tidak hanya berdampak bagi pemberi hibah, hibah juga akan berdampak pada eksistensi ahli waris dan perhitungan harta warisan. Haram hukumnya apabila hibah yang dilakukan merugikan hak-hak atau bagian yang seharusnya didapatkan oleh ahli waris. Dengan demikian, pemberian hibah yang melanggar ketentuan Pasal 210 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, berarti hibah tersebut telah melanggar syarat objektif perjanjian serta melanggar syarat seorang penghibah sebagaimana ditentukan dalam Hukum Islam sehingga hibah batal demi hukum. Dengan demikian, PPATS yang membuat akta hibah tersebut dapat bertanggung jawab secara administratif dan perdata. Adapun tanggung jawab PPATS secara administratif ialah berupa sanksi teguran tertulis, pemberhentian sementara, pemberhentian dengan hormat, atau pemberhentian dengan tidak hormat, sedangkan secara perdata ialah PPATS dapat dimintakan ganti kerugian. Selain itu, tanggung jawab Camat yang juga merupakan PNS dapat diberikan Hukuman Disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis atau pernyataan tidak puas secara tertulis.

The background of this research is the making of a grant deed by the sub-district head as Temporary Land Deeds Official (PPATS) which was sued by the heirs of the grantor after the grantor died. The problems studied in this research are the validity of the grant deed that exceeds the maximum grant limit and how is the responsibility of the sub-district head as PPATS regarding the cancellation of the grant deed that exceeds the maximum grant limit. The research was conducted using doctrinal research with an analytical exploratory research typology by examining secondary data, which consisted of primary, secondary, and tertiary legal materials. The results of the study show that the implementation of grants for Muslims must follow the provisions in the form of pillars and conditions for grants that have been determined in the Compilation of Islamic Law, including provisions regarding the maximum limit for the implementation of grants of 1/3 (one third) of the grantor's assets. It is not permissible for a benefactor to give up all of his wealth. This is because even though the grant was made while alive, the donor must pay attention to the welfare of the family left behind when he dies. Not only has an impact on the grantor, the grant will also have an impact on the existence of heirs and the calculation of inheritance. It is unlawful if the grant made harms the rights or portion that should be obtained by the heirs. Thus, giving a gift that violates the provisions of Article 210 paragraph (1) of the Compilation of Islamic Law means that the grant has violated the terms of the purpose of the agreement and violated the conditions of a donor as stipulated in Islamic Law so that the grant is null and void. Thus, the PPATS who made the grant deed can be responsible administratively and civilly. Administratively, PPATS' responsibilities are in the form of written warning, temporary dismissal, respectful dismissal, or dishonorable discharge, while civilly, PPATS can be asked for compensation. In addition, the responsibilities of the sub-district head, who is also a civil servant, can be given disciplinary punishment in the form of an oral warning, a written warning, or a written statement of dissatisfaction."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Ayu Lestari
"Undang-Undang Pokok Agraria menganut asas yang diterapkan dalam hukum adat. Berkaitan dengan jual beli hak atas tanah, asas yang dianut adalah asas terang dan tunai yang menjadi syarat sahnya jual beli hak atas tanah. Untuk menuhi asas terang, maka jual beli harus dilaksanakan dihadapan PPAT, sedangkan untuk memenuhi asas tunai maka menjadi tanggung jawab PPAT untuk memastikan terlaksananya asas tunai sebelum terjadinya jual beli hak atas tanah. Dari hal tersebut, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai peran dan tanggung jawaban PPAT untuk memastikan asas tunai terlaksana dalam pelaksanaan jual beli hak atas tanah khususnya dalam pembuatan Akta Jual Beli. Penulisan tesis ini menggunakan bentuk penelitian hukum yuridis normatif dengan metode kualitatif untuk menganalisis data dan tipe penelitian deskriptif analitis. Dari peraturan yang ada, diketahui bahwa peran PPAT adalah dalam memastikan dan menyesuaikan antara keterangan para pihak dengan bukti dokumen yang diperlihatkan dan/atau dilampirkan dalam minuta akta. Setelah PPAT memperoleh keyakinan berdasarkan keterangan para pihak dan menyesuaikan dengan dokumen yang ada, maka PPAT dapat mengkonstantir hal tersebut dalam akta jual beli dan kemudian akta tersebut dibacakan dan diberikan penyuluhan hukum atas pembuatan akta. Sehingga apabila terjadi sengketa di kemudain hari PPAT dapat membuktikan bahwa apa yang dinyatakan dalam akta jual beli berdasarkan keterangan para pihak dan para pihak telah memahami betul isi akta serta akibat hukum dari pembuatan akta tersebut.

The Agrarian Principles Act seeks the basis applied in customary law. In relation to the sale of land rights, the basis is the light and cash principle that constitutes the legal basis of the sale of land rights. To adhere to the principle of transparency, then the sale and purchase must be executed before the PPAT, whereas to fulfill the cash basis it is the responsibility of the PPAT to ensure the execution of the cash basis before the sale of land rights. From that, the problem in this research is the role and responsibility of the PPAT to ensure that cash basis is realized in the execution of the sale of land rights especially in the making of the Sale and Purchase Deed. This thesis is using normative juridical form of research with qualitative method to analyze data and analytic descriptive research type. From the existing rules, it is known that the role of the PPAT is to ensure and adapt between the statements of the parties with the proof of the documents shown and / or attached to the minutes of the deed. Once the PPAT obtains confidence based on the parties' information and adapts to the existing documents, PPAT may then modify it in the deed of sale and then the deed is read out and given legal counseling on the deed. So in the event of a dispute in the event the PPAT day can prove that what is stated in the deed of sale and purchase by the parties' information and the parties have understood the contents of the deed and the legal consequences of making the deed."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T52467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Aprilian
"Akta Jual Beli (AJB) dengan objek tanah semestinya dibuat dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang terdiri atas syarat subjektif dan objektif. Selain itu, seharusnya dalam pembuatan akta tersebut dipertimbangkan pula ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata tentang batalnya perjanjian yaitu dengan adanya cacat kehendak yang meliputi ancaman, kekhilafan, dan penipuan. Demikian pula halnya dalam jual beli dengan objek tanah yang menggunakan ketentuan yang diatur Undang-undang Nomor 5 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam kenyataannya dijumpai AJB dengan objek tanah yang perjanjiannya mengandung cacat kehendak karena adanya penipuan. Kasus tersebut ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor: 2/PDT.G/2021/PN Kla. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis keabsahan dari AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak, selain itu menganalisis juga tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap adanya cacat kehendak dalam pembuatan AJB dengan objek tanah. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal yang dipaparkan secara eksplanatoris analitis untuk mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan. Selanjutnya bahanbahan hukum tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa cacat kehendak (dalam hal ini adalah penipuan) membuat tidak terpenuhinya syarat subjektif yang berkenaan dengan kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri melalui perbuatan hukum jual beli yang dituangkan dalam AJB di hadapan PPAT sehingga akta tersebut menjadi dibatalkan oleh Hakim. Adapun terkait tanggung jawab dari PPAT dalam pembuatan AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak adalah sebatas formalitas dari akta autentik yang dibuatnya, sedangkan berkenaan dengan kebenaran dari substansi (isi) perjanjian yang merupakan kehendak para pihak, bukan merupakan tanggung jawab PPAT.

The Deed of Sale and Purchase (AJB) involving land objects should be made in accordance with the validity requirements of an agreement as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata), which includes both subjective and objective conditions. Furthermore, the making of such a deed should also consider the provisions of Article 1321 of the Civil Code regarding the annulment of agreements due to defects in consent, which include coercion, mistake, and fraud. Similarly, in land sale and purchase transactions governed by the provisions of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles (UUPA), there are cases where the AJB involving land objects contains defects in consent due to fraud. Such a case was found in the decision of the Kalianda District Court Number: 2/PDT.G/2021/PN Kla. This research aims to analyze the validity of the AJB involving land objects that contain defects in consent and to analyze the responsibility of the Land Deed Official (PPAT) regarding the defects in consent in the making of the AJB involving land objects. This legal research is doctrinal, presented in an explanatory-analytical manner to collect secondary data in the form of legal materials through literature study. The legal materials are then analyzed qualitatively. The research findings indicate that defects in consent (in this case, fraud) result in the non-fulfillment of the subjective requirement regarding the agreement of the parties to bind themselves through the legal act of sale and purchase as stated in the AJB before the PPAT, thus rendering the deed annulled by the Judge. As for the responsibility of the PPAT in making the AJB involving land objects that contain defects in consent, it is limited to the formality of the authentic deed they made. However, regarding the truth of the substance (content) of the agreement, which is the will of the parties, it is not the responsibility of the PPAT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitha Elra Yustisia
"Profesi Notaris erat kaitannya dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Fungsi dan peran notaris serta PPAT ialah memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyuluhan hukum serta menjaga kepentingan pihak yang terkait. Dalam menjalankan tugasnya Notaris dan PPAT tidaklah lepas dari aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Notaris dan PPAT ditunjuk dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik seperti yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam menjalankan tugasnya telah memiliki peraturan masing-masing mengenai tata cara yang tertuang dalam peraturan jabatannya. Dalam prakteknya, masih banyak pelanggaran dalam melaksanakan jabatan yang mempunyai akibat hukum bagi akta yang dibuatnya. Undang-Undang Jabatan Notaris menunjuk Menteri untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris dan dalam melaksanakan pengawasannya, Menteri membentuk. Majelis Pengawas Notaris. Pada dasarnya kedua jabatan tersebut hanya membedakan tugas pokok dalam pembuatan akta otentik, namun subjek kedua jabatan tersebut adalah satu, yaitu seorang Notaris yang juga menjabat sebagai PPAT. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Notaris/ PPAT harus memperhatikan prosedur dan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan akta dimana objek jual beli masih dalam boedel waris serta pengawasan PPAT dapat dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dalam hal terjadinya pelanggaran dalam menjalankan jabatannya.

Notary profession is closely related to land deed officer or PPAT. Both a notary and a PPAT have functions and roles in public service as well as conducting legal counseling and maintaining interest of related parties. As public officials who seal authentic deeds, a notary and a PPAT are bonded to PPAT, Notary, and Civil Code appointed in Article 1868 of Civil Code which regulates procedures of notary and PPAT duties. However, violations, which bring legal consequences to deeds a notary or a PPAT ratifies, are often encountered during task enforcement. According to law on notary, Law and Human Rights Minister is appointed to supervise notaries through Notary Supervisor Assembly. A notary and a PPAT basically are the same subjects, though main duty in drawing up authentic deeds differs. This thesis employs normative-juridical method with qualitative data analysis. Based on analysis, a notary or a PPAT should notice procedures and provisions in designing deeds in which sale and purchase object is still in boedel inheritance, and duty procedure violation is supervised by Notary Supervisor Assembly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Abimukti Primanto
"

Jual beli hak atas tanah berdasarkan permohonan pengampuan yang dikehendaki oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam Akta Jual Beli (AJB) yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seharusnya dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 438 KUHPerdata yakni mengenai kesaksian dari para keluarga sedarah atau semenda,  yang permohonannya diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) setempat. Namun ditemukan permohonan pengampuan yang kesaksiannya tidak lengkap karena tidak semua keluarga sedarah atau semenda yang berkaitan langsung dengan pengampuan memberikan kesaksian seperti dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 915K/pdt/2021 di mana salah seorang anak kandung tidak dimintakan kesaksiannya. Oleh karena itu penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis tanggung jawab PPAT terhadap AJB yang dibuatnya berdasarkan pengampuan yang cacat hukum karena tidak lengkapnya kesaksian dari keluarga sedarah atau semenda. Selain itu juga menganalisis pertimbangan hakim dalam memutuskan keabsahan AJB yang dibuat oleh PPAT berdasarkan pengampuan yang cacat hukum. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal dengan mengumpulkan data sekunder. Selanjutnya data tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat dijelaskan bahwa PPAT sesungguhnya dapat dimintakan pertanggungjawaban secara administratif dan perdata karena AJB yang dibuatnya melanggar hak subjektif orang lain dan formil jual beli, dalam hal ini adalah hak dari anak kandung yang tidak dimintakan kesaksiannya terkait pengampuan dari ibunya yang menjual tanah warisan dari keluarganya dengan dibantu oleh ayahnya. Adapun pertimbangan hakim yang memutuskan bahwa AJB dinyatakan sebagai dibatalkan karena akta tersebut tidak memenuhi salah satu syarat subjektif perjanjian yakni tentang kecakapan para pihak karena dalam kenyataannya penjual tidak cakap (berada di bawah pengampuan) sehingga dalam melakukan perbuatan hukum jual beli yang melibatkannya harus didukung dengan adanya persetujuan dari pengadilan negeri atas permohonan pengampuan yang dimintakan para keluarga sedarah atau semenda secara lengkap. Dengan tidak lengkapnya kesaksian tentang pengampuan dari pihak penjual maka seharusnya jual beli hak atas tanah tidak bisa dilakukan sehingga AJB yang sudah dibuat menjadi dapat dibatalkan.


The buying and selling of land rights based on a desired power of attorney application by the parties to be documented in the Deed of Sale and Purchase (AJB) made by a Land Deed Official (PPAT) should be done according to Article 438 of the Civil Code, concerning testimonies from blood relatives or similar relatives, whose application is submitted to the local District Court. However, a power of attorney application was found to have incomplete testimonies because not all blood relatives or similar relatives directly involved in the power of attorney provided testimonies, as in Supreme Court Decision Number 915K/pdt/2021 where one of the biological children did not give testimony. Therefore, this study aims to analyze the responsibility of the PPAT towards the legally defective AJB made due to the incompleteness of testimonies from blood relatives or similar relatives. It also analyzes the judge's considerations in deciding the validity of the AJB made by the PPAT based on the legally defective power of attorney. This legal research takes a doctrinal form by collecting secondary data. Subsequently, the data is qualitatively analyzed. From the analysis results, it can be explained that the PPAT can actually be held civilly responsible because the AJB made by them violates the subjective rights of others, in this case, the rights of the biological child whose testimony was not requested regarding the power of attorney from their mother selling inherited land from their family with the assistance of their father. As for the judge's considerations in ruling that the AJB is declared null and void because the deed does not meet one of the subjective requirements of the agreement, namely the capacity of the parties, as in reality, the seller is not competent (under guardianship), so in carrying out the legal act of buying and selling involving them, it must be supported by approval from the district court based on the power of attorney application requested by blood relatives or similar relatives completely. With the incompleteness of testimonies about the seller's power of attorney, the sale and purchase of land rights should not be carried out, thus the AJB that has been made can be declared void

"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusiana Iskandar Wijaya
"Penelitian ini membahas praktik terjadinya kelalaian PPAT dalam melaksanakan jabatannya. Salah satu kasus yang menjadi pokok pembahasan pada penelitian ini adalah kasus jual beli tanah melanggar hukum yang termuat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 6 K/Pdt/2017. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli dan akibat hukum terhadap Akta Jual Beli yang memfasilitasi jual beli tanah yang melanggar hukum. Kedua permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan dianalisa dengan menggunakan analisis data kualitatif sehingga menghasilkan penelitian bersifat eksplanatoris-analitis. Analisis dilakukan berdasarkan teori-teori dan ketentuan hukum yang berlaku baik dalam hukum Adat maupun ketentuan perundang-undangan lainnya. Setelah dianalisa kemudian diketahui bahwa dalam pembuatan Akta Jual Beli yang memfasilitasi jual beli tanah melanggar hukum terdapat indikasi kerja sama diantara para pihak sehingga PPAT memiliki tanggung jawab secara perdata, administrasi, bahkan pidana, pihak penjual dan pembeli dapat dikenakan sanksi secara perdata dan pidana, sedangkan Kepala Kantor Pertanahan dapat dimintakan pertanggungjawaban secara perdata, administratif, dan pidana. Akta Jual Beli yang memuat jual beli tanah yang melanggar hukum pun menjadi batal demi hukum. Badan Pertanahan Nasional pada keadaan tersebut wajib melaksanakan pembatalan pendaftaran peralihan hak tanah berdasarkan Akta Jual Beli yang telah dinyatakan batal demi hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu, PPAT seharusnya memastikan pemenuhan syarat pembuatan akta disertai dokumen pendukung tertulis dan memberikan penyuluhan hukum mengenai pentingnya pemenuhan syarat-syarat tersebut kepada para pihak pada saat pembuatan akta.

This study discusses the practice of negligence of land deed official in carrying out their positions. One of the cases that is the subject of discussion in this study is the case of unlawful land sale and purchase contained in the Supreme Court Decision Number 6 K/Pdt/2017. The problems in this research are regarding to the responsibility of land deed official in making the Sale and Purchase Deed and the legal consequences of the Sale and Purchase Deed which facilitates unlawful land sale and purchase. Both problems were analyzed using normative legal research methods and analyzed using qualitative data analysis to produce explanatory-analytical research. The analysis is carried out based on the prevailing legal theories and provisions in both Customary law and other statutory provisions. After the analysis, it is known that in the making of the Sale and Purchase Deed which facilitates unlawful land sale and purchase there is an indication of cooperation between the parties so the land deed official has civil, administrative, and even criminal responsibilities, the seller and the buyer can be subject to civil and criminal responsibilities, while the Head of the Land Office can be held accountable for civil, administrative and criminal responsibilites. The Sale and Purchase Deed containing unlawful land sale and purchase will becomes null and void. In such circumstances, Indonesian National Land Office is obliged to cancel the registration of the transfer of land rights based on the Sale and Purchase Deed which has been declared null and void based on permanent legal force court decision. Therefore, land deed official should ensure the fulfillment of deed drafting requirements along with written supporting documents and provide legal counseling on the importance of fulfilling these requirements to the parties at the time of drawing up the deed"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Yeane Marlina
"Artikel ini membahas mengenai permasalahan implikasi hukum terhadap perjanjian, akta kuasa menjual dan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 57/Pdt.G/2018/PN.Dps. Tahun 2018). Pokok permasalahan tesis ini adalah akibat hukum dan tanggung jawab Notaris selaku PPAT dalam pembuatan perjanjian, dimana salah satu pihak memberikan cap jempol di surat-surat yang tidak dibacakan dan dijelaskan isinya oleh Notaris dan/atau PPAT, kemudian terbit perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli. Jenis penelitian yang Penulis lakukan adalah yuridis normatif, sifat penelitiannya deskriptif analitis, teknik pengumpulan datanya melalui studi kepustakaan dan dokumen, teknik analisis datanya secara kualitatif, serta cara pengambilan kesimpulannya dengan silogisme melalui logika deduktif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa akibat hukum atas perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris dan/atau PPAT yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Mengenai tanggung jawab Notaris selaku PPAT dalam pembuatan perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli, dari segi hukum perdata, Notaris dan/atau PPAT dihukum untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul secara tanggung renteng, dan dalam kedudukannya sebagai Notaris dan/atau PPAT tersebut dapat dikenakan sanksi administratif.

This article discusses the legal implications of the agreement, the power of attorney to sell and the deed of sale made by a Notary / PPAT (Case Study: Decision of the Denpasar District Court Number 57 / Pdt.G / 2018 / PN.Dps. 2018). The main problem of this thesis is the legal consequences and the responsibility of the Notary Public as the PPAT in making the agreement, where one party gives a thumbprint on the letters which are not read and the contents are explained by the Notary and / or PPAT, then a sale and purchase agreement is issued, the power of attorney to sell and deed of sale and purchase. The type of research that the author does is normative juridical, descriptive analytical nature of the research, data collection techniques through literature and document studies, qualitative data analysis techniques, and how to draw conclusions with syllogism through deductive logic. The results showed that the legal consequences of the sale and purchase agreement, the deed of sale authorization and the deed of sale and purchase made by a Notary and / or PPAT who were proven to have committed an illegal act, were declared invalid and null and void by law. Regarding the responsibilities of the Notary Public as a PPAT in making a sale and purchase agreement, the deed of power of attorney to sell and the sale and purchase certificate, in terms of civil law, the Notary and / or PPAT are punished to pay all case costs incurred jointly and in their position as a Notary and / or The PPAT may be subject to administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mugaera Djohar
"Menurut Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 yang kemudian diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 setiap perbuatan hukum atas tanah, baik berupa peralihan hak maupun penjaminannya harus dilakukan dengan akta Pejabat. Pejabat yang dimaksud adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 Tahun 1961. Camat adalah PPAT sementara, walaupun kehadirannya masih dibutuhkan oleh masyarakat terutama di Kota Salatiga. Sebelum berlakunya Undang-Undang Rumah susun Serta Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan mengenai PPAT tersebut hanya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Dengan metode penelitian Kepustakaan yang bersifat Yuridis Normatif, penelitian ini memberikan analisa terhadap masalah kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara dan Dapatkah kedudukan Camat sebagai PPAT Sementara dipertahankan. Sebaiknya kedudukan camat sebagai PPAT sementara dihapus terutama untuk daerah-daerah yang sudah ada Pejabat Pembuat Akta Tanahnya. Dan menggingat masih banyak di kota salatiga tanah-tanah yang belum bersertipika, peran Camat sabagai Pamong Praja dan PPAT masih banyak berperan dan dibutuhkan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Athirah Zahra
"Penelitian ini membahas mengenai pembatalan akta autentik oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan berupa akta hibah yang dibuat oleh PPAT. Syarat objektif tidak terpenuhi pada akta hibah yang dibuat oleh PPAT. Hal ini dibuktikan dengan Akta Kesepakatan Bersama dan Penetapan Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang menerangkan, bahwa objek hibah bukan milik pemberi hibah. Adapun permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah mengenai tanggung jawab PPAT terhadap akta hibah yang dibatalkan dan akibat hukum atas akta hibah yang dibatalkan oleh Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan data sekunder atau bahan kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Analisis data disajikan secara preskriptif. Hasil analisis adalah pembatalan akta PPAT oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan bukan karena kelalaian dan kesalahan dari PPAT, melainkan karena kelalaian dan kesalahan dari para pihak dalam perjanjian sehingga pada kasus ini PPAT tidak memiliki tanggung jawab baik dalam perdata, maupun administrasi terhadap pembatalan akta hibah tersebut. Akibat hukum dari tidak terpenuhinya syarat objektif, maka akta hibah yang dibuat oleh PPAT batal demi hukum, perjanjian tersebut tidak berkekuatan hukum tetap dan dianggap tidak pernah ada suatu perikatan.

This thesis discusses the cancellation of an authentic deed by the South Jakarta Religious Court in the form of a grant deed made by PPAT. Objective requirements are not met in the deed of grant made by PPAT. This is evidenced by the Deed of Collective Agreement and Determination of the South Jakarta Religious Court which explains that the object of the grant does not belong to the grantor. The problems examined in this study are the PPAT's responsibility for the canceled grant deed and the legal consequences of the canceled grant deed by the South Jakarta Religious Court Decision. To answer these problems, normative legal research methods are used by using secondary data or library materials consisting of primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. Data analysis is presented prescriptively. The result of the analysis is that the cancellation of the PPAT deed by the South Jakarta Religious Court was not due to the negligence and fault of the PPAT, but because of the negligence and error of the parties in the agreement so that in this case PPAT has no responsibility both in civil and administrative matters for the cancellation of the grant deed. The legal consequences of not fulfilling the objective requirements, the grant deed made by the PPAT is null and void, the agreement has no permanent legal force and is considered to have never been an engagement."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>