Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 110067 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Made Ryoko Sugama
"Tulisan ini membahas mengenai kewajiban Penilaian Dampak Pelindungan Data Pribadi terkait pemrosesan Data Pribadi atas Data Pribadi karyawan yang dilakukan oleh PT Bursa Efek Indonesia. Tulisan ini disusun menggunakan metode penelitian hukum normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penilaian dampak Pelindungan Data Pribadi merupakan kewajiban baru yang diatur dalam Pasal 34 Undang-undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Penilaian dampak Pelindungan Data Pribadi tersebut wajib dilakukan oleh Pengendali Data Pribadi atas pemrosesan Data Pribadi yang memiliki potensi risiko tinggi. Meskipun PT Bursa Efek Indonesia merupakan perusahaan yang memiliki karakteristik berbeda dengan perusahaan pada umumnya, namun wajib untuk tetap tunduk pada pengaturan UU PDP. Berdasarkan pengaturan dalam UU PDP, PT Bursa Efek Indonesia memiliki peran sebagai Pengendali Data Pribadi dan juga Prosesor Data Pribadi. PT Bursa Efek Indonesia sebagai Pengendali Data Pribadi melakukan beberapa pemrosesan Data Pribadi, salah satu contohnya adalah Data Pribadi karyawannya. Sehubungan dengan pemrosesan Data Pribadi karyawannya tersebut khususnya pemrosesan Data Pribadi yang memiliki potensi risiko tinggi, maka PT Bursa Efek Indonesia memiliki kewajiban untuk melakukan penilaian dampak Pelindungan Data Pribadi berdasarkan UU PDP.

This article discusses the obligation to assess the impact of personal data protection regarding the processing of personal data on employee personal data carried out by PT Bursa Efek Indonesia. This article was prepared using normative legal research methods based on applicable laws and regulations. Assessment of the impact of Personal Data Protection is a new obligation regulated in Article 34 of Law Number 27 of 2022 concerning Personal Data Protection (PDP Law). An assessment of the impact of Personal Data Protection must be carried out by the Personal Data Controller regarding the processing of Personal Data that has a high potential risk. Even though the Indonesian Stock Exchange is a company that has different characteristics from companies in general, it is obliged to comply with the regulations of the PDP Law. Based on the provisions in the PDP Law, PT Bursa Efek Indonesia has the role of Personal Data Controller and Personal Data Processor. PT Bursa Efek Indonesia as the Personal Data Controller carries out several processes of Personal Data, one of example is the Personal Data of its employees. In connection with the processing of its employees' Personal Data, especially the processing of Personal Data which has the potential for high risk, PT Bursa Efek Indonesia has an obligation to assess the impact of Personal Data Protection based on the PDP Law."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asha Alifa Khairunnisa
"ABSTRACT
Pesatnya kemajuan teknologi membuat jenis identitas menjadi sangat bervariasi. Kemajuan teknologi juga memungkinkan penggunaan satu identitas, khususnya identitas digital digunakan untuk berbagai kegunaan. Penggunaan identitas untuk berbagai kegunaan tidak dapat terlepas dari pelaksanaan interoperabilitas data pribadi yang harus diperhatikan keamanan dan kerahasiaannya. Pelaksanaan interoperabilitas tersebut menimbulkan pertanyaan terkait ketentuan yang berlaku mengenai penyelenggara penyedia identitas di Indonesia serta bagaimanakah tanggung jawab penyelenggara penyedia identitas terhadap data pribadi di Indonesia dalam kaitannya dengan interoperabilitas data pribadi dan bagaimana penerapan interoperabilitas data pribadi tersebut di Indonesia. Penelitian merupkan penelitian hukum yuridis normatif. Mengingat identitas yang mempunyai sifat mudah dipindahkan portable adalah identitas digital yang online, ketentuan mengenai penyelengara penyedia identitas tidak hanya mengacu pada UU Administrasi Kependudukan. Namun, juga akan mengacu pada UU ITE, Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik serta Peraturan Menteri Kominfo tentang Perlindungan Data Pribadi dalam sistem Elektronik. Meskipun praktik interoperabilitas data pribadi di Indonesia telah banyak dilaksanakan, tetapi ketentuan tentang interoperabitas data pribadi, belum diatur secara komperehensif di Indonesia. Terkait masalah tanggung jawab terhadap data pribadi, penyelenggara penyedia identitas harus memperhatikan asas perlindungan data pribadi di Indonesia, terutama mengenai persetujuan, relevansi dengan tujuan dan kebutuhan serta penghormatan data pribadi sebagai privasi.

ABSTRACT
The rapid technological advances the type of identity varies greatly. Technological development also allows the use of an identity, particularly digital identity, used for various purposes. The use of identity for various purposes can not be separated from the implementation of the right to data portability that must be secured and confidential. The implementation of the right to data portability raises questions concerning the applicable law of the identity providers and the liability of the identity providers regarding personal data in relation to the right to data portability in Indonesia and and alaso regarding the implementation of the right to data portability in Indonesia.This research is conducted by normative juridical approach. Concerning the identity that has portable nature is an online digital identity, provisions regarding the identity providers in Indonesia not only subject to the Population Administration Act, but also subject to to the Law on Electronic Information and Transaction, the Government Regulation on Electronic System and Transaction Implementation and Ministry of Communication and Informatics Regulation on Personal Data Protection In Electronic system. Although the right to data portability has been widely practiced in Indonesia, the implementation of the right to data portability in Indonesia itself has not been regulated in a specific provision.On the subject of identity providers liability regarding personal data, identity providers should consider the principles of protection of personal data in Indonesia, particularly on approval, relevance to objectives and needs and respect the personal data as a privacy."
2017
S69514
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Najla Ramadhania
"Penelitian ini memiliki fokus utama menganalisis tanggung jawab dan kewajiban dari Pengendali Data Pribadi dalam memverifikasi informasi data pribadi dalam studi kasus aplikasi kencan Bumble. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal secara yuridis-normatif. Data Pribadi palsu merupakan larangan dari penyalahgunaan Data Pribadi yang ditujukan untuk meraih keuntungan sendiri yang menyebabkan kerugian pada orang lain. Penelitian ini akan membahas mengenai penerapan prinsip-prinsip dalam pemrosesan data yang berkaitan dengan fitur lencana terverifikasi, yang dirancang untuk memberikan rasa aman kepada Para Pengguna Bumble. Pertama-tama, penelitian ini akan menganalisis kebijakan pemrosesan Data Pribadi yang diterapkan oleh Bumble sebagai Pengendali Data yang sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) huruf a UU PDP yang dilakukan secara  terbatas dan spesifik, sah secara hukum, dan transparan. Maka dari itu penelitian ini akan menganalisis bagaimana keamanan sebagai tujuan pemrosesan data pribadi oleh Bumble telah diterapkan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan tanggung jawab dalam pelindungan data pribadi oleh Pengendali Data. Akan tetapi, kehadiran fitur lencana terverifikasi tersebut belum sepenuhnya mencapai tujuan pemrosesan yang diharapkan. Hal ini terlihat dari dampak negatif yang dialami oleh seorang publik figur yang merasa dirugikan akibat Pemalsuan Data Pribadi pada akun Bumble yang bukan miliknya. Maka dari itu, penelitian ini juga dilakukan untuk menganalisis kerangka alur data dan implementasi pelindungan data pribadi oleh Bumble.

This research has the main focus of analysing the responsibilities and obligations of the Personal Data Controller in verifying personal data information in a case study of the dating application Bumble. This research uses a juridical-normative doctrinal method. False Personal Data is a prohibition of misuse of Personal Data aimed at gaining its own benefits that cause harm to others. This research will discuss the application of principles in data processing relating to the verified badge feature, which is designed to provide a sense of security to Bumble Users. To begin with, this research will analyse the Personal Data processing policy implemented by Bumble as a Data Controller in accordance with Article 16 paragraph (2) letter a of the PDP Law which is limited and specific, lawful, and transparent. This research will therefore analyse how security as the purpose of personal data processing by Bumble has been implemented. This research aims to analyse the application of responsibility in the protection of personal data by Data Controllers. However, the presence of the verified badge feature has not fully achieved the expected processing purpose. This can be seen from the negative impact experienced by a public figure who felt harmed due to the falsification of personal data on a Bumble account that did not belong to him. Therefore, this research has also been conducted to analyse the data flow framework and implementation of personal data protection by Bumble."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Diba Tanzilla
"Pelindungan data pribadi merupakan salah satu aspek yang disoroti kini terutama pasca terjadinya revolusi digital secara masif sejak era pandemi COVID-19. Kesiapan strategi sejatinya merupakan kunci dari keberhasilan upaya ketahanan dan keamanan nasional. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif analitis untuk mengintegrasikan teori-teori yang digunakan dengan data yang diperoleh dari wawancara dan studi dokumen. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa kebocoran data pribadi di Indonesia masih marak terjadi pasca disahkannya Undang - Undang Pelindungan Data Pribadi disebabkan oleh beberapa faktor yang menurut teori fishbone berkaitan dengan kebijakan pemerintah, prosedur, peralatan/infrastruktur serta faktor manusia. Demi mewujudkan ketahanan siber melalui pelindungan data pribadi yang lebih baik, pemerintah Indonesia harus segera mengadakan : 1) Regulasi turunan Undang - Undang Pelindungan Data Pribadi, 2) Menetapkan Komisi Nasional Pelindungan Data Pribadi Secara Permanen, 3) Mengimplementasikan standar keamanan siber ISO 27001, 4) Melakukan pengujian sistem secara periodik, 5) Melakukan capacity building, 6) Membentuk pedoman strategi ketahanan siber, 7) Melakukan evaluasi tata kelola secara berkala.

Protection of personal or private data is one of the aspects that is being highlighted nowadays, especially after a massive digitalization revolution since the era of the COVID-19 pandemic. Strategic readiness is the key to successful cyber resilience efforts. This research uses qualitative descriptive-analytical methods to integrate the theories used with data obtained from interviews and document studies. In this research was found that personal data leaks in Indonesia are still widespread after the passing of the personal data protection law, due to several factors which according to fishbone theory are related to government policies, procedures, equipment/infrastructure, and human factors. To pursue better protection of personal data, the Indonesian government must immediately implement: 1) Regulations derived from the personal data protection law, 2) Establish a national commission for permanent personal data protection, 3) Implement the ISO 27001 cyber-security standard, 4) Conduct a periodic system testing, 5) Conduct a capacity building program, 6) Form a cyber resilience strategy guidelines, 7) Conduct a regular governance evaluations. "
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fabelza Safa Alifa
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan dan implementasi perlindungan data pribadi dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum di Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi, Pengendali Data Pribadi memiliki kewajiban-kewajiban tertentu, termasuk kewajiban untuk menyediakan informasi, memberikan akses, melakukan perbaikan, dan melindungi data pribadi dari pemrosesan tidak sah. Namun, terdapat pengecualian terhadap kewajiban-kewajiban ini dalam konteks kepentingan umum, salah satunya adalah kepentingan penyelenggaraan negara yang mencakup Pemilihan Umum. Penelitian ini menemukan bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu, data pribadi digunakan dalam berbagai proses, mulai dari pendaftaran dan verifikasi partai politik, penyusunan daftar pemilih, hingga pemungutan suara. Namun, penggunaan data pribadi dalam Pemilihan Umum sering kali menghadapi berbagai masalah. Contohnya, insiden kebocoran data pemilih, seperti pada data pemilih pada Pemilihan Umum tahun 2014 dan tahun 2024. Data pribadi juga rentan disalahgunakan, seperti penggunaan Daftar Pemilih Tetap oleh partai politik untuk kepentingan kampanye, yang seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan pemilih dalam memperoleh hak pilih mereka. Temuan ini menunjukkan perlunya sanksi yang lebih berat terhadap pelanggaran data pribadi, serta peningkatan keamanan dan pengawasan dalam pengelolaan data pemilih oleh Komisi Pemilihan Umum dan lembaga terkait lainnya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun regulasi mengenai perlindungan data pribadi telah berlaku, implementasinya dalam konteks Pemilihan Umum masih perlu diperkuat untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan data pribadi pemilih terlindungi dengan baik.

This study aims to analyze the regulation and implementation of personal data protection on General Elections in Indonesia. Based on Law Number 27 of 2022 on Personal Data Protection, data controller has various responsibilities, that include providing information, giving access, rectifying, and protecting personal data from unauthorized processing. However, there are exceptions to these responsibilities in the context of state administration activities, such as general elections. This study finds that personal data is used in various processes of elections, ranging from the registration and verification of political parties, the preparation of voter lists, to the voting process. However, the use of personal data in elections often faces various problems. For example, there have been incidents of voter data breaches, such as those that occurred in the 2014 and 2024 elections. Personal data is also vulnerable to misuse, such as the use of the Voter List by political parties for campaign purposes, which should only be used for voters in exercising their voting rights. These findings indicate the need for stricter sanctions against personal data violations, as well as enhanced security and oversight in the management of voter data by the General Elections Commission and other related parties. This study concludes that although regulations on personal data protection are in place, their implementation in the context of general elections still needs to be strengthened to prevent further misuse and ensure that voters' personal data is well protected."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizka Nurdinisari
"Dalam penyelenggaraan jasa telekomunikasi, perlindungan privasi dan data pribadi pelanggan merupakan hal penting dalam upaya membangun hubungan hukum yang jelas antara pelaku usaha dan pelanggan telekomunikasi. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan, yakni Bagaimana Ketentuan Hukum tentang Privasi dan Data Pribadi di Indonesia dan Bagaimana Implementasi Perlindungan Hukum Terhadap Privasi dan Data Pribadi Pengguna Telekomunikasi dalam Menerima Informasi Promosi yang Merugikan (Spamming).
Saat ini terdapat beberapa ketentuan hukum yang terkait dengan perlindungan privasi dan data pribadi yaitu UU tentang Telekomunikasi, UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, serta UU Perlindungan Konsumen yang belum secara komprehensif sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan privasi dan data pibadi yang berlaku secara intemasional. Dalam implementasinya, pelanggan yang privasi dan data pribadi dilanggar dapat menempuh upaya hukum baik perdata maupun pidana kepada pelaku usaha baik secara perorangan maupun class action.
Secara umum perlindungan privasi dan data pribadi pelanggan telekomunikasi dalam menerima informasi promosi yang merugikan diterapkan melalui beberapa peraturan perundang-undangan, khususnya ketentuan terkait kewajiban bagi pelaku usaha untuk menjaga kerahasiaan data pelanggan jasa telekomunikasi. Namun demikian, belum terdapat mekanisme dan ketentuan yang dapat mencegah pelanggaran atas kewajiban dimaksud sehingga potensi data pelanggan dipergunakan untuk kepentingan lain dapat terjadi. Dalam konteks perlindungan data pribadi dan privasi, belum terdapat pengaturan tentang perlindungan konsumen dalam Undang-undang tentang Telekomunikasi.

In telecommunication services, protection of customer privacy and personal data is an important thing in order to establish a clear legal relationship between business and customer telecommunication. Using normative research methods, this study aims to answer the question. How the Legal Provision on Privacy and Personal Data in Indonesia, and how the implementation of Legal Protection to Personal Data and Privacy of Telecommunication Users in Telecommunication especially in Receiving Harm Commercial Information (Spamming).
Currently there are several legal provisions relating to the protection of privacy and personal data, namely the Law on Telecommunications, Law on Information and Electronic Transactions and Consumer Protection Act that has not been comprehensively in accordance with the international principles of privacy and personal data protection. In the implementation, customer who its privacy and personal data breached may take legal action both civil and criminal to businesses either individually or in class action.
In general, the protection of privacy and personal data of telecommunications customers in receiving commercial information that harm are implemented through a number of laws and regulations, in particular relevant provisions of the obligation for businesses to maintain the confidentiality of customer data telecommunications services. However, there are no mechanisms and provision that may prevent the violation of the obligation as a result the potential of customer data used for other purposes may occur. In the context of the protection of personal data and privacy, has not been a regulation on consumer protection in the Law on Telecommunication.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32602
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Anifah
"Lahirnya era digital pada teknologi finansial ditandai dengan munculnya layanan keuangan berbasis teknologi yang dikenal dengan istilah Financial Technology atau fintech. Bentuk dasar fintech antara lain pembayaran (digital wallets, P2P payments), investasi (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending), pembiayaan (crowdfunding, micro-loans, credit facilities), asuransi (risk management), lintas-proses (big data analysis, predicitive modeling), infrastruktur (security). P2P lending merupakan suatu layanan yang disediakan oleh suatu perusahaan kepada masyarakat dengan tujuan pinjam meminjam uang secara online melalui website atau aplikasi yang dikelola oleh perusahaan tersebut. Dalam pelaksaaan timbul permasalahan terkait dengan perlindungan privasi dan data pribadi pengguna aplikasi dalam transaksi elektronik peer to peer lending. Hal ini dikarenakan belum adanya undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perlindungan data pribadi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan pendekataan undang-undang, historis, dan konseptual. Guna mengantisipai hal tersebut, Otoritas Jasa Keuangan sebagai wasit industri keuangan telah mengeluarkan aturan pembatasan data yang dapat diakses, yakni Camera, Michrophone dan Location (CAMILAN), akan tetapi pelaksaannya masih timbul kendala terkait dengan pemberian sanksi terhadap pelanggar. Pengguna aplikasi yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum, dan apabila ditemukan adanya unsur pidana, maka dapat membuat laporan polisi.

The birth of the digital era in financial technology was marked by the emergence of technology-based financial services known as Financial Technology or fintech. Basic forms of fintech include payments (digital wallets, P2P payments), investments (equity crowdfunding, Peer to Peer Lending), financing (crowdfunding, micro-loans, credit facilities), insurance (risk management), cross-process (big data analysis, predictive modeling), and infrastructure (security). Peer to peer lending is a service provided by a company to the community with the aim of borrowing money online through a website or application managed by the company. In its implementation, problems arise regarding the protection of the privacy and personal data of the application users in peer to peer lending electronic transactions. This is due to the absence of laws specifically regulating the protection of personal data. This study uses the normative juridical method with a range of laws, historical, and conceptual. In order to anticipate this, the Otoritas Jasa Keuangan, as a referee in the financial industry has issued a regulation limiting data that can be accessed, namely camera, microphone and location (CAMILAN), but the implementation is still a problem related to sanctions against violators. Application users who feel disadvantaged can file a lawsuit, and if any criminal element is found, they can make a police report."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasibuan, Aditya Halomoan
"ABSTRAK
Pada penyelenggaraan jasa fintech kerap ditemukan pelanggaran terkait perlindungan data pribadi, sehingga perlu adanya penerapan dari sertifikat keandalan dalam perlindungan data pribadi untuk melindungi hak dari pengguna jasa dan masyarakat secara umum. Penelitian ini membahas tentang pengaturan perlindungan data pribadi dalam UU ITE dan PP 82/2012, penerapan penggunaan sertifikasi keandalan untuk perlindungan data pribadi, serta penerapan penggunaan sertifikasi keandalan di Indonesia dalam penyelenggaraan jasa fintech.Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif yang menggunakan sumber data sekunder. Indonesia sampai saat ini belum memiliki lembaga atau otoritas yang berwenang untuk memastikan controller dan processor untuk patuh terhadap regulasi yang ada seperti Supervisory Authority di Eropa ataupun FTC di Amerika Serikat. Penggunaan sertifikat keandalan oleh pelaku usaha dapat memastikan praktik usaha yang dilakukannya terkait data pribadi tidak melanggar regulasi yang ada dengan bantuan pihak ketiga yang menerbitkan sertifikat tersebut. PP 82/2012 belum membahas terkait akreditasi Lembaga Sertifikasi Keandalan yang berfungsi melakukan sertifikasi terhadap penyelenggara jasa fintech termasuk terkait perlindungan data pribadi penggunanya. Dalam penyelenggaraan jasa fintech, perlindungan data pribadi juga diatur dalam peraturan khusus baik dari Otoritas Jasa Keuangan ataupun Bank Indonesia. Mekanisme sertifikasi keandalan ini akan berjalan secara efektif apabila regulasi yang ada dapat mengatur pelaksanaannya secara jelas dan komprehensif, sedangkan regulasi mengenai sertifikasi keandalan yang berlaku di Indonesia saat ini belum mengatur secara jelas sehingga sertifikasi keandalan di Indonesia belum diterapkan secara efektif. Oleh karena itu, Pemerintah perlu mengatur mengenai sertifikasi keandalan dengan lebih jelas, terutama mengenai prosedur pendirian dan akreditasi dari lembaga Sertifikasi Keandalan untuk melindungi hak privasi masyarakat.

ABSTRACT
In practice, fintech businesses often do activities that are against the protection of personal data. Therefore, implementation of sertifikat keandalan (certification) becomes necessary in protecting personal data, in order to protect the rights of users of fintech services as well as society in general. This research discusses about the regulation concerning the protection of personal data under the Electronic Information and Transaction Law (UU ITE) and Government Regulation (PP) 82/2012, the implementation of sertifikat keandalan (certification) to protect personal data, as well as the implementation of sertifikat keandalan (certification) in Indonesia in conducting fintech businesses. This research is normative juridical research utilizing secondary source of data. Indonesia to this day is yet to have an institution authorized to ensure both controller and processor are compliant to the prevailing regulation, such as Supervisory Authority in Europe or FTC in the US. Aside from that, UU ITE and PP 82/2012 stipulates that violation against laws concerning protection of personal data is punishable with administrative, civil, as well as penal sanctions. The use of sertifikat keandalan (certification) by business entities could make sure that they do not violate regulations regarding protection of personal data, with the help of a third party issuing such certificate. PP 82/2012 is yet to address the issue of accreditation of Lembaga Sertifikasi Keandalan (Certification Body) which functions to do certification towards fintech businesses, in matters including protection of its users' personal data. In conducting fintech services, protection of personal data is also regulated under special regulations such as regulations of Financial Service Authority (POJK) and regulation of Bank of Indonesia (BI). Mechanism of sertifikasi keandalan (certification) will run effectively with the existence of clear and comprehensive regulations. However, the existing regulations concerning sertifikat keandalan (certification) in Indonesia is yet to regulate as clearly, thus sertifikasi keandalan (certification) in Indonesia is yet to be implemented effectively. Therefore, the Government of Indonesia needs to regulate sertifikasi keandalan (certification) more clearly, especially regarding the procedures of establishment and accreditation of Lembaga Sertifikasi Keandalan (Certification Body) to protect privacy rights of the people."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karenia Aria Putri
"ABSTRACT
The endless development of technology and the proliferating usage of the Internet along with a pronounced financial transaction around the world generated Financial Technology. In Indonesia, the notoriety of Financial Technology is exhibited through the rapid development of startups within the society. Despite such progress, the legal aspect of financial technology regulations under the Indonesian law is deemed contentious. One of the implications of Financial Technology is the utilization of big data and monetization that is in correspondence with data privacy. Thus, this research will further expound the legal framework of Financial Technology in Indonesia and its repercussion on the availability of customer protection regarding data privacy in correlation to the practice of monetization. By way of juridical normative research, several laws and regulations regarding financial technology are assessed in correlation to the its implication on data privacy. Thrugh the analysis, it is found that although the legal framework has developed as regards its mechanism and correlation to the protection of data privacy through the enactment of laws and regulations, certain aspects still lack of legal protection and remain ambiguous. Furthermore the absence of codified law UU concerning data privacy and codified law undang undang, UU concerning the consumer protection of financial technology services, makes consumer protection in this respect rather lenient. However, aside from the laws and regulations, official institutions namely BI, OJK, KOMINFO, PPATK, and AFTECH provides consumer protection through the establisment of BI Fintech Office, Desk PPATK, Digital Economic and Finance Innovation Development Team and Fintech, as well as OJK and BI Regulatory Sandbox that directly assists the growth of financial technology fintech in the society.

ABSTRAK
Perkembangan teknologi yang tiada henti dan penggunaan Internet yang semakin banyak seiring dengan transaksi keuangan yang nyata di seluruh dunia menghasilkan Teknologi Keuangan. Di Indonesia, ketenaran Teknologi Keuangan terefleksi melalui pesatnya perkembangan startup dalam masyarakat. Terlepas dari kemajuan tersebut, aspek hukum peraturan teknologi keuangan menurut hukum Indonesia dianggap kontroversial. Salah satu implikasi Teknologi Finansial adalah pemanfaatan big data dan data monetisasi yang berkorespondensi dengan privasi data. Dengan demikian, penelitian ini akan menjelaskan lebij lanjut mengenai kerangka hukum Teknologi Keuangan di Indonesia dan dampaknya terhadap tersedianya perlindungan konsumen dalam aspek privasi data yang berkorelasi dengan praktik monetisasi. Melalui penelitian normatif yuridis, beberapa undang-undang dan peraturan mengenai teknologi keuangan akan dinlai korelasinya terhadap privasi data. Melalui analisa, ditemukan bahwa walaupun kerangka hukum telah berkembang baik terkait mekanisme dan korelasi terhadap perlindungan privasi data melalui pemberlakuan undang-undang dan peraturan, beberapa aspek masih dalam kekurangan perlindungan hukum dan tetap dalam keadaan ambigu. Selanjutnya tidak adanya undang-undang yang dikodifikasi mengenai privasi data dan undang-undang yang dikodifikasi mengenai perlindungan konsumen terhadap layanan teknologi keuangan, menjadikan perlindungan konsumen dalam hal ini agak kurang tegas. Namun, selain undang-undang dan peraturan, institusi resmi seperti BI, OJK, KOMINFO, PPATK, dan AFTECH ikut memberikan perlindungan konsumen melalui pendirian Kantor Fintech BI, Desk PPATK, Tim Pengembangan Inovasi Ekonomi dan Keuangan Digital dan Fintech, dan Sandbox Resmi OJK dan BI yang secara langsung membantu pertumbuhan teknologi keuangan fintech di masyarakat"
2017
S68613
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gizscha Vivi Zhalsya Billa
"Perkembangan pesat teknologi dan informasi dalam era digital telah menghubungkan dunia melalui jaringan komputer yang dikenal sebagai Internet. Pertukaran data, termasuk data pribadi, menjadi hal yang umum terjadi. Namun, perlindungan terhadap data pribadi menjadi urgensi yang harus diatur melalui hukum. Data pribadi termasuk dalam hak privasi yang diakui secara internasional. Konsep privasi melibatkan hak individu untuk menikmati kehidupan dan mendapatkan perlindungan hukum terhadap informasi pribadi mereka. Di Indonesia, peraturan yang mengatur perlindungan data pribadi masih belum lengkap. Namun, pada September 2022, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi disahkan oleh DPR sebagai landasan perlindungan data pribadi di Indonesia. Penulisan ini bertujuan untuk memahami konsep Konsen/persetujuan (Consent) yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang relevan dan memberikan perlindungan yang memadai kepada subjek data pribadi.

The rapid development of technology and information in the digital era has connected the world through a computer network known as the Internet. Exchange of data, including personal data, is common. However, protection of personal data is an urgency that must be regulated through law. Personal data falls under internationally recognized privacy rights. Privacy privacy involves the right of individuals to enjoy life and obtain legal protection of their personal information. In Indonesia, regulations governing the protection of personal data are still incomplete. However, in September 2022, the Law on Personal Data Protection was passed by the DPR as the foundation for personal data in Indonesia. This writing aims to understand the concept of Consent regulated in the relevant laws and regulations and provide adequate protection to personal data subjects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>