"Mataram sebagai sebuah Kasultanan membagi wilayahnya menjadi beberapa bagian, yaitu Keraton, Kuthanegara, Nagaragung, Mancanagara, dan Pasisiran. Pembagian wilayah ini nampaknya diteruskan oleh Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai salah satu penerus trah Mataram. Berdasarkan berbagai riwayat penelitian, agaknya telah disepakati bahwa pembatasan wilayah antara Keraton dan Kuthanegara dibatasi oleh Benteng Baluwarti, sementara Kuthanegara dengan Nagaragung ditandai dengan adanya Masjid Pathok Negoro yang berada di wilayah Kasultanan Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebijakan yang dilakukan Kasultanan Yogyakarta terhadap wilayah kekuasaannya yang ditandai dengan fitur arkeologi melalui pendekatan Political Geography. Basis data yang akan digunakan adalah data arkeologi, sehingga analisis yang diterapkan adalah analisis arkeologi keruangan yang akan dipadu dengan pendekatan Political Geography. Berdasarkan hasil analisis, pembagian wilayah Kasultanan Yogyakarta memang mempertimbangkan aspek politik; power, politics, policy, dan aspek geografi; space, place, territory.
The Mataram sultanate divided its territory to severalzones, Keraton, Kuthanegara, Nagaragung, Mancanagara, and Pasisiran. This zonale division is replicated by one of Mataram’s descendent polity, the Scholars agree that boundaries between Keraton and Kuthanegara is bordered by the Baluwarti Fort, while boundaries between Kuthanegara and Nagaragung is bordered by the Pathok Negoro Mosques. What is less clear, however, is how these physical markers articulate with the broader spatial and political landscape of Central Java. Utilizing archaeological dataset focusing on the four historic Pathok Negoro Mosques, this research utilizes space-geographical and analysis to answer the question of how these imagined territories are made real through the use of archaeological features. Specifically, this research examines how boundaries are placed through a historically sensitive, political geographic lens. Based on analysis results, the territory division of Yogyakarta Sultanate’s indeed considering political aspects; power, politics, policy, and geographical aspects; space, place, and territory."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021