Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 103327 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nicholas Dwi Chandra
"Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu komoditas sayuran semusim utama di Indonesia. Budidaya tanaman cabai rawit sering mengalami gagal panen akibat kekeringan. Jamur mikoriza arbuskular (JMA) seperti Funneliformis mosseae merupakan mikroorganisme yang mampu melakukan simbiosis dengan akar tanaman untuk menginduksi ketahanan terhadap cekaman kekeringan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh inokulasi F. mosseae terhadap pertumbuhan tanaman cabai rawit pada cekaman kekeringan berulang melalui induksi respons morfologis dan fisiologis. Tanaman cabai rawit diberikan tiga derajat kekeringan dalam dua siklus dengan satu kali pemulihan penyiraman di antara siklus kekeringan. Pengamatan dilakukan terhadap parameter agronomi, fisiologis, biokimia, dan mikroorganisme. Hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi F. mosseae memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, berat basah tajuk dan akar, serta berat kering tajuk dan akar. Perlakuan inokulasi F. mosseae berpengaruh nyata terhadap respons fisiologis tanaman saat tercekam kekeringan melalui peningkatan kandungan air nisbi daun dan penurunan kadar prolin serta peroksidasi lipid. Kolonisasi mikoriza dan jumlah spora mikoriza arbuskular mengalami penurunan akibat kekeringan. Penambahan F. mosseae meningkatkan aktivitas total mikroba dan kadar glomalin-related-soil protein, tetapi berkorelasi negatif dengan kelimpahan mikroorganisme pelarut fosfat. Pemberian F. mosseae dalam cekaman kekeringan tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar, kadar klorofil tanaman, dan kelimpahan mikroorganisme penambat nitrogen. Penelitian menunjukkan bahwa F. mosseae memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan C. frutescens L. pada cekaman kekeringan berulang melalui induksi respons morfologis dan fisiologis.

Chili pepper (Capsicum frutescens L.) is one of the main seasonal vegetable commodity in Indonesia. However, chili pepper cultivation failure often occurs due to drought exposure. Arbuscular mycorrhizal fungi (AMF) such as Funneliformis mosseae is one of the microorganisms that are capable of forming symbiotic association with plant root to induce defense against drought stress. The aim of this research was to investigate the effects of F. mosseae inoculation on growth of chili pepper growth under repeated drought stress through induced morphological and physiological responses. Chili pepper plants were exposed to three drought regimes for two cycles with one rewatering event between the cycles. Observed parameters including plant agronomic variables, physiological variables, biochemical variables, and microorganism parameters. The results showed significant effects of F. mosseae inoculation on chili pepper plant height, fresh and dry shoot weight, along with fresh and dry root weight under repeated drought stress. The F. mosseae treatment also gave significant effects on plant physiological response through increased water relative content and decreased proline and lipid peroxidation. AMF colonization and spore number decreased due to drought exposure. Funneliformis mosseae augmentation increased microbial total activity and glomalin-related soil protein, but was negatively corellated with phosphate solubilizing microorganisms abundance. Funneliformis mosseae inoculation did not show significant difference on root length, chlorophyll content, and nitrogen-fixing microorganisms abundance. The results suggested that Funneliformis mosseae give positive effects on C. frutescens L. growth under repeated drought stress through induced morphological and physiological responses."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Brellian Pratama
"Penurunan produktivitas tanah akibat penggunaan pupuk kimia berlebih menjadi permasalahan umum yang terjadi pada tanah marginal. Pertanian cabai rawit (Capsicum frutescens L.) menjadi salah satu sektor pertanian yang sangat berpengaruh terhadap roda perekonomian di Indonesia. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengoptimalkan penggunaan pupuk kimia dalam mendukung pertumbuhan cabai rawit yang diinokulasikan fungi mikoriza arbuskular Funneliformis mosseae. Parameter pengujian meliputi kimia edafik tanah, agronomi tanaman, kejadian penyakit tanaman, kolonisasi mikoriza, biokimia tanah, sporulasi fungi mikoriza, hingga kelimpahan bakteri pelarut fosfat dan penambat nitrogen di tanah. Hasil menunjukkan adanya beda nyata dalam peningkatan biomassa tanaman cabai rawit yang diinokulasi dengan F. mosseae di berbagai dosis pupuk fosfat dan urea. Hasil analisis statistik DMRT menunjukkan kolonisasi fungi mikoriza F. mosseae berpengaruh dalam mendukung pertumbuhan tanaman cabai pada tanah defisiensi unsur hara nitrogen. Fungi Funneliformis mosseae mampu mereduksi kejadian penyakit cabai rawit di berbagai dosis pupuk fosfat dan urea. Aktivitas enzim fosfatase dan mikroba total di tanah meningkat pada tanaman cabai rawit yang diinokulasi F. mosseae. Asosiasi F. mosseae dengan tanaman cabai rawit memberikan pengaruh positif terhadap populasi mikroba penambat nitrogen dan pelarut fosfat di tanah. Pemberian fungi F. mosseae dapat menekan penggunaan pupuk fosfat sebesar 75% serta memberikan hasil terbaik pada dosis normal pupuk urea. Fungi F. mosseae dapat menekan penggunaan pupuk kimia dan mendukung pertanian cabai rawit yang berkelanjutan.

Excessive use of chemical fertilizers results in a decrease in soil fertility, a common problem in marginal soils. Chili (Capsicum frutescens L.) farming is one of Indonesia’s most important agricultural industries. The research aimed to optimize the use of chemical fertilizers to support the growth of chili inoculated with arbuscular mycorrhizal fungi Funneliformis mosseae. Soil edaphic chemistry, plant agronomy, plant disease incidence, mycorrhizal colonization, soil biochemistry, mycorrhizal fungi sporulation, and the colony of phosphate solubilizing and nitrogen-fixing bacteria in the soil also were included in the test parameters. The results revealed that the increase in plant biomass of chili inoculated with F. mosseae was significantly different regardless of the amount of phosphate and urea fertilizer applied. The mycorrhizal fungi colonization of F. mosseae was successful in supporting the growth of chili plants in nitrogen-deficient soils, according to the results of DMRT statistical analysis. At various phosphate and urea fertilizer dosages, the F. mosseae fungi reduced the incidence of chili disease. When chili plants were inoculated with F. mosseae, phosphatase enzyme activity and total microorganisms in the soil increased. The presence of F. mosseae in the soil increases the population of nitrogen-fixing and phosphate-solubilizing bacteria. Funneliformis mosseae fungi can reduce the use of phosphate fertilizers by up to 75% while producing the highest performance with standard urea fertilizer dosages. The F. mosseae fungi can help the farmers cultivate chilis more sustainably by reducing the consumption of chemical fertilizers.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Gumilang
"Cabai rawit merah (Capsicum frutescens L.) merupakan tanaman hortikultura dengan produktivitas dan nilai ekonomi yang tinggi di Indonesia. Namun, tanaman ini memiliki umur simpan singkat serta penurunan kualitas yang cepat karena aktivitas fisiologi maupun mikroorganisme. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh ozonasi dengan variasi durasi kontak dan frekuensi pengembusan serta suhu penyimpanan setelah ozonasi terhadap umur simpan dan kualitas cabai rawit merah. Durasi kontak ozon yang digunakan adalah 4, 6, dan 12 menit sedangkan frekuensi pengembusan yang digunakan adalah 2 dan 3 kali dalam 12 menit. Variasi suhu penyimpanan setelah ozonasi yang digunakan adalah suhu kulkas (8 oC) dan suhu ruang (25 oC). Empat parameter kualitas dievaluasi selama masa penyimpanan hari ke-0, 3, 7, dan 14. Pada hari ke-14, pengembusan gas ozon satu kali dengan waktu kontak 12 menit dilanjutkan penyimpanan pada suhu kulkas menghasilkan nilai Total Bakteri Mesofilik Aerobik (TBMA) yang paling rendah yaitu 76 x 107, menekan persentase penurunan massa hingga hanya 1,2%, serta memberikan nilai organoleptik yang lebih baik. Adapun kandungan capsaicin pada titik-titik pengujian cenderung acak walaupun pada hari ke-14, perlakuan ozonasi cenderung menurunkan kadar capsaicin. Dari segi suhu penyimpanan, pada hari ke-7 dan ke-14, suhu kulkas mampu mempertahankan kandungan capsaicin lebih baik dibanding suhu ruang.

Cayenne pepper (Capsicum frutescens L.) is a horticultural crop with high productivity and economic value in Indonesia. However, it has short shelf-life and rapid decline in quality due to physiological and microorganism activities. This research evaluates the effect of ozonation with variations in contact duration and spraying frequency as well as storage temperature after ozonation on the shelf-life and quality of cayenne pepper. The ozone contact durations were 4, 6, and 12 minutes, while the spraying frequencies were 2 and 3 times in 12 minutes. Variations in storage temperature after ozonation were the room temperature (25 oC) and refrigerator temperature (8 oC). Four parameters evaluated during the storage period on day 0, 3, 7, and 14. On day 14, ozone gas sprayed once with a contact time of 12 minutes followed by refrigerator temperature storage resulted in the lowest Total Mesophilic Aerobic Bacteria (TMAB) of 76 x 107, lowest percentage of mass loss to only 1.2%, and better organoleptic. The capsaicin at all storage periods generally leaned to be random even though on day 14, the ozonation tended to reduce capsaicin. In terms of storage temperature, on day 7 and 14, the refrigerator temperature was better to maintain the capsaicin."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Syirat Fathannullah Pitres
"Nanopartikel perak (NP Ag) berpotensi untuk dapat meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi perawatan tanaman. Akan tetapi, efek NP Ag terhadap tanaman belum sepenuhnya diketahui karena dipengaruhi beberapa faktor, seperti ukuran, konsentrasi, dan jenis tanaman. Oleh karena itu, penelitian mengenai pengaruh variasi konsentrasi NP Ag dan respons tanaman yang memiliki karakteristik biji berbeda, seperti Phaseolus vulgaris dan Capsicum frutescens perlu dilakukan. Terdapat 4 kelompok perlakuan yaitu NP Ag konsentrasi 0 (kontrol), 5, 10, dan 15 mg/L. Pada parameter perkecambahan, NP Ag cenderung meningkatkan perkecambahan kedua tanaman konsentrasi tinggi. Pada parameter pertumbuhan, NP Ag meningkatkan pertumbuhan P. vulgaris pada konsentrasi 5 mg/L, sedangkan C. vulgaris cenderung meningkat pada konsentrasi 15 mg/L. Pada parameter fisiologi, NP Ag cenderung bersifat toksik pada fisiologi P. vulgaris, sedangkan pada C. frutescens cenderung bersifat sebagai stimulan. Sementara itu, NP Ag cenderung menimbulkan sitotoksisitas pada kedua tanaman. Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara konsentrasi NP Ag dan ukuran biji tanaman terhadap respons kecambah, pertumbuhan, fisiologi tanaman, dan sitotoksisitas P. vulgaris dan C. frutescens. Selain itu, NP Ag cenderung menghasilkan efek toksik pada biji yang berukuran besar dan testa yang tipis.

Silver nanoparticles (Ag NPs) have the potential to increase plant growth and plant care efficiency. However, the effect of Ag NPs on plants is not yet fully understood because it is influenced by several factors, such as size, concentration and type of plant. Therefore, research on the effect of variations in NP Ag concentration and the response of plants with different seed characteristics, such as Phaseolus vulgaris and Capsicum frutescens, needs to be carried out. There were 4 treatment groups, namely NP Ag concentrations of 0 (control), 5, 10, and 15 mg/L. In terms of germination, Ag NPs tended to increase the germination of both plants at high concentrations. In terms of growth, Ag NPs increased the growth of P. vulgaris at a concentration of 5 mg/L, while C. vulgaris tended to increase at a concentration of 15 mg/L. In terms of physiology, Ag NPs tend to be toxic to P. vulgaris, while in C. frutescens they tend to act as a stimulant. Meanwhile, Ag NPs tend to cause cytotoxicity in both plants. The conclusion of this research is that there is an influence between NP Ag concentration and plant seed size on germination, growth, physiology, and cytotoxicity of P. vulgaris and C. frutescens plants. In addition, Ag NPs tend to produce toxic effects on large seeds and thin testa."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prinsha Alifina
"Nanopartikel perak (NP Ag) merupakan salah satu nanopartikel logam mulia yang banyak  digunakan di berbagai bidang, salah satunya bidang agrikultur. Berdasarkan sifatnya yang cenderung berbahaya bagi lingkungan, biosintesis NP Ag menjadi salah satu cara sintesis yang ramah lingkungan. Nano-priming merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menginduksi perkecambahan biji dan dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons biji tanaman Capsicum frutescens L. dan Phaseolus vulgaris L. yang diberikan NP Ag ukuran 10 nm dengan variasi konsentrasi 5, 10, dan 15 ppm. Respons tersebut dinilai berdasarkan beberapa parameter yakni parameter biometrik, sitotoksisitas, dan fisiologis. Parameter biometrik meliputi panjang akar, batang, dan total; indeks kecepatan pertumbuhan; laju germinasi; persentase germinasi; berat basah; berat kering; kandungan air; dan indeks vigor biji. Parameter sitotoksisitas dinilai berdasarkan indeks mitosis; indeks variasi aberasi; dan deskripsi hasil observasi kromosom. Terakhir parameter fisiologis didapatkan dari kandungan fenolik total. Pemberian NP Ag terhadap Phaseolus vulgaris mampu meningkatkan seluruh parameter biometrik, fisiologis, dan sitotoksisitas. Sementara itu, pada Capsicum frutescens pemberian NP Ag meningkatkan pertumbuhan, indeks mitosis, dan fisiologis. Pemberian konsentrasi 5–10 ppm bersifat stimulan dan memberikan hasil paling optimal, sementara itu konsentrasi 15 ppm memiliki kecenderungan toksik. Efek pemberian NP Ag ukuran 10 nm dengan variasi konsentrasi 5, 10, dan 15 ppm dipengaruhi oleh karakteristik biji, seperti ukuran dan jenis testa.

Silver nanoparticles (Ag NPs) are noble metal nanoparticles widely used in agriculture. Based on its nature which tends to be dangerous for the environment, biosynthesis of Ag NPs is an environmentally friendly synthesis method. Nano-priming is one method used to induce imbibition in seeds and is used to increase growth. This research aims to determine the response of Capsicum frutescens L. and Phaseolus vulgaris L. seeds given 10 nm Ag NPs with varying concentrations of 5, 10 and 15 ppm. This response is measured based on several parameters, namely biometric, chromosomal and physiological parameters. Biometric parameters include root, stem, and total length; growth speed index; germination rate; germination percentage; fresh weight; dry weight; water content; and seed vigor index. Chromosome parameters were measured based on the mitotic index; aberration variation index; and a descriptive explanation from the results of chromosome observations. The final physiological parameter was obtained from the total phenolic content. The results show significant increases in biometric, physiological, and cytotoxicity parameters of Phaseolus vulgaris. In Capsicum frutescens, Ag NPs increased growth, mitotic index and physiology parameter. Concentration of 5–10 ppm provides the most optimal results and works as stimulant, meanwhile 15 ppm has a toxic tendency.The difference in response is caused by differences in seed characteristics, such as size dan testa type. Therefore, Phaseolus vulgaris and Capsicum frutescens responded differently to the application of Ag NPs."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Cabai merupakan sayuran dari famili solanaceae yang memiliki bnyak kegunaan, antara lain sebagai bumbu masak dan bahan ramuan obat-obatan . Dalam bidang farmasi , bahan obat yang berasal dari cabai besar (Capsicum annum L), disebut Capsicum fructus, sedangkan bahan obat yang berasal dari cabai rawit (Capsicum fructescens) disebut Capsici frutescentis fructus (Pitojo 2003)...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Farra Safira
"Kekeringan pertanian merupakan dampak yang diterima tanaman akibat menurunnya ketersediaan air dan kelembaban lahan yang digunakan untuk keperluan pertanian. Berkurangnya intensitas hujan merupakan indikasi pertama terjadinya kekeringan pertanian sekaligus faktor penyebab utama penurunan hasil produksi lahan. Kabupaten Pandeglang adalah sumber lumbung padi Provinsi Banten yang mengalami kekeringan dalam kurun waktu lebih dari 10 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola kekeringan tahun 2009 hingga 2019 dan menganalisis hubungan antara produktivitas padi dan curah hujan di wilayah yang sangat kering di Kabupaten Pandeglang. Metode yang digunakan dalam penentuan wilayah kekeringan adalah Normalized Difference Drought Index (NDDI) dengan menggunakan citra multitemporal LandSat. Metode uji regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui hubungan antara produktivitas padi dan curah hujan di wilayah kekeringan. Hasil dari penelitian ini adalah pola kekeringan pertanian di Kabupaten Pandeglang dari tahun 2009-2019 tersebar pada lahan sawah di dataran rendah bagian tengah hingga selatan. Pola kekeringan pertanian dominan berada pada rata-rata curah hujan 113,5-118,1 mm/bulan, jenis tanah alluvial, dan ketinggian 0-50 m dpl. Terdapat hubungan positif antara curah hujan dan produktivitas padi di wilayah kekeringan pertanian Kabupaten Pandeglang. Hal ini menandakan semakin tinggi curah hujan, maka produktivitas padi akan semakin meningkat. Namun demikian produktivitas padi di Kabupaten Pandeglang juga dipengaruhi oleh modal dan keterjangkauan wilayah.

Agricultural drought is the impact received by plants due to decreased availability of water and soil moisture used for agricultural purposes. The reduced rainfall intensity is the first indication of agricultural drought as well as a major contributing factor to the decline in land production. Pandeglang Regency is a source of rice granaries in Banten Province which has been experiencing drought for more than 10 years. This study aims to identify patterns of drought from 2009 to 2019 and analyze the relationship between rice productivity and rainfall in very dry regions in Pandeglang Regency. The method used in determining the drought area is the Normalized Difference Drought Index (NDDI) using the multitemporal LandSat image. Simple linear regression test method is used to determine the relationship between rice productivity and rainfall in drought areas. The results of this study are the patterns of agricultural drought in Pandeglang Regency from 2009-2019 are spread on lowland rice fields in the middle to the south. The dominant pattern of agricultural drought is in the average rainfall of 113.5-118.1 mm/month, alluvial soil types, and altitudes of 0-50 m above sea level. There is a positive relationship between rainfall and rice productivity in the agricultural drought area of Pandeglang Regency. This indicates the higher the rainfall, the productivity of rice will increase. However, rice productivity in Pandeglang Regency is also influenced by capital and regional affordability."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Alfa Christian
"Kekeringan metorologis merupakan salah satu jenis kekeringan yang sulit diprediksi. Hal ini dikarenakan salah satu factor yang mempengaruhinya adalah perubahan intensitas curah hujan yang berhubungan langsung dengan perubahan iklim. Kekeringan di DAS Citarum Hulu merupakan suatu fenomena yang sering terjadi. Terdapat banyak factor yang mempengaruhi potensi bencana kekeringan meteorologis di DAS Citarum Hulu. Dalam Penelitian ini factor yang digunakan dalam menentukan potensi bencana kekeringan meteorologis di DAS Citarum Hulu antara lain, intensitas kekeringan, durasi kekeringan dan frekuensi kekeringan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah curah hujan bulanan periode 1990-2020, penggunaan lahan tahun 2019, ketinggian, dan kelerengan. Metode yang digunakan dalam menentukan nilai kekeringan dalam penelitian ini adalah Standardized Precipitation Index (SPI) dan overlay. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis spasial dan temporal. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa persebaran potensi bencana yang dihasilkan dari tiga factor yang digunakan dalam penelitian ini tidak menunjukkan pola yang teratur. Di sisi lain wilayah potensi bencana dengan kelas sedang sampai dengan tinggi mendominasi dengan luas wilayah yang cukup besar nilainya. Keterkaitan antara potensi bencana kekeringan meteorologis dengan ketinggian, kelerengan, dan penggunaan lahan juga dapat dilihat. Dimana hasil yang dihasilkan adalah semakin tinggi suatu wilayah maka akan semakin tinggi juga nilai SPI nya dikarenakan nilai CH yang semakin meningkat, disisi lain kelerengan menunnjukkan keterkaitan dengan pola yang acak, dan penggunaan lahan yang paling berpotensi mengalami bencana kekeringan meteorologis di DAS Citarum Hulu adalah Pertanian.

Meteorological drought is one type of drought that is difficult to predict. This drought because one of the influencing factors is the change in rainfall intensity directly related to climate change. Drought in the Upper Citarum watershed is a phenomenon that often occurs. Many factors influence the potential for meteorological drought in the Upper Citarum watershed. In this study, the factors used in determining the potential for meteorological drought in the Upper Citarum watershed include drought intensity, drought duration and drought frequency. The data used in this study are monthly rainfall for the period 1990 – 2020, land use in 2019, elevation, and slope. The method used to determine the dryness value in this study is the Standardized Precipitation Index (SPI) and overlay. The analysis carried out in this study uses spatial and temporal analysis. Based on the analysis results, it was found that the distribution of potential disasters resulting from the three factors used in this study did not show a regular pattern.

On the other hand, the potential disaster areas with moderate to high class dominate with considerable value. The relationship between the potential for meteorological drought with altitude, slope, and land use. The result is that the higher an area is, the higher the SPI value will be due to the increasing CH value. On the other hand, slope shows a relationship with a random pattern, and the land use with the most potential to experience meteorological drought in the Upper Citarum Watershed is Agriculture. "

Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"One of the greatest affected factors towards the growth of V. radiata is consideret as the availability of water. Obviously, less production of V. radiata is due to short water supply...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Windra Suffan
"ABSTRACT
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakter anatomi Begonia spp. yang digunakan dalam beradaptasi terhadap cekaman kekeringan telah dilakukan. Beberapa parameter anatomi dan karakter fisiologi enam spesies Begonia spp. dideskripsikan, dibandingkan, serta dianalisis menggunakan one-way ANAVA. Karakter anatomi didapatkan dengan pengamatan hasil sayatan di bawah mikroskop. Hasil sayatan diperoleh dengan menggunakan hand sliding microtome untuk sayatan melintang; dan pengerikan secara langsung untuk sayatan paradermal. Karakter fisiologi didapatkan dengan memberikan perlakuan kekeringan, yaitu tidak memberikan penyiraman selama satu minggu. Hasil analisis parameter fisiologi prolin dan relative water content dan anatomi memperlihatkan dua pola kombinasi parameter yang digunakan Begonia untuk beradaptasi terhadap cekaman kekeringan. Kombinasi pertama yaitu kutikula dan epidermis yang relatif lebih tebal; tidak terdapat hipodermis; stomata yang relatif lebih luas; dan tidak terdapat trikom non-glandular. Kombinasi karakter anatomi kedua yaitu kutikula dan epidermis yang relatif lebih tipis; keberadaan hipodermis; stomata yang relatif lebih sempit; dan keberadaan trikom non-glandular yang relatif lebih rapat.

ABSTRACT
The research that purpose to reveal leaf anatomical characters of Begonia spp. that used for adapting to drought stress was conducted. Anatomical and physiological parameters in Begonia spp. were described, compared, and analyzed using one way ANOVA. Anatomical characters were taken by observing leaf sections under a microscope. Leaf sections were obtained by scrapping paradermal section and using hand sliding microtome cross section . Begonias were grown under drought stress, didn rsquo t receive water for a week, to get the physiological parameters data. The analysis of physiological proline and relative water content and anatomical parameters showed two combinations of leaf parameters in Begonia spp. that suggest for adapting to drought stress. The first combination cuticle and epidermis are relatively thick hypodermis is absent the stomatal area is relatively large and hair s is absent in the lamina. The second combination cuticle and epidermis are relatively thin hypodermis is present the stomatal area is relatively small and hair density is relatively high in lamina."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>