Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 69738 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kyla Putri Nangkana
"Background: Thalassemia is a form of hemoglobin (Hb) disorder affecting the composition of Hb in the body that has a high prevalence in Indonesia and requires large funds for its treatment, categorized as one of the high burden diseases. Thalassemia patients who have anemia as the main characteristic require blood transfusion therapy. However, excess iron is one of the main side effects of this therapy coupled with the pre-transfusion Hb value that is not in accordance with the target set by the Thalassemia International Federation (TIF). This incident can cause growth problems in thalassemia patients, especially in children with thalassemia major. Therefore, this study was carried out to find a relationship between the pre-transfusion Hb levels and thalassemia major children’s anthropometry that can be observed through their anthropometric values.
Method: This study is a cross-sectional study using patient data records and direct anthropometric measurements. Finally, IBM SPSS software was used for data analysis.
Result: The results of the study did not find a significant relationship between pre-transfusion Hb values and anthropometry of pediatric thalassemia patients (p > 0.05). Thus, there are other factors that affect the patient's anthropometry.
Conclusion: Anthropometry of thalassemia major children is not only influenced by pre-transfusion Hb values, but there are also other possible influencing factors such as serum ferritin values, genetic factors, hormonal factors, and nutritional intake.

Latar Belakang: Talasemia sebagai salah satu bentuk kelainan Hemoglobin (Hb) mempengearuhi komposisi dari Hb di dalam tubuh memiliki prevalensi yang tinggi di Indonesia dan memerlukan dana yang tidak sedikit untuk pengobatannya, membuat talasemia dikategorikan sebagai salah satu “high burden diseases”. Pasien talasemia yang memiliki anemia sebagai karakteristik utama memerlukan terapi transfusi darah. Namun, zat besi yang berlebih merupakan salah satu efek samping utama dalam terapi tersebut. Ditambah lagi dengan nilai Hb pre-transfusi yang tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan oleh Thalassemia International Federation (TIF). Kejadian ini bisa menyebabkan adanya masalah pertumbuhan pada pasien talasemia khususnya pada pasien anak. Maka dari itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mencari hubungan antara nilai Hb pra-transfusi pasien talasemia mayor anak dengan pertumbuhan mereka yang dapat dilihat melalui nilai antropometri.
Metode: Penelitian ini adalah studi cross-sectional yang menggunakan catatan data pasien dan pengukuran antropometri secara langsung. Terakhir, software IBM SPSS digunakan untuk analisis data.
Hasil: Hasil dari penelitian tidak menemukan adanya hubungan bermakna antara nilai Hb pra-transfusi dengan antropometri pasien talasemia mayor anak (p>0.05). Dengan demikian, maka ada faktor lain yang memengaruhi antropometri pasien.
Kesimpulan: Antropometri pasien talasemia mayor anak tidak hanya dipengaruhi oleh nilai Hb pra-transfusi, namun juga ada kemungkinan faktor lain yang berpengaruh seperti nilai feritin serum, faktor genetik, faktor hormonal, dan juga faktor asupan nutrisi dari pasien.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira Radhiyanisa Pratisto
"Introduction: Thalassemia is a single genetic disorder that occurs due to an imbalance in the globin chain of the hemoglobin (Hb). It is one of the health problems throughout the world, including in Indonesia. Thalassemia causes ineffective erythropoiesis and will lead to anemia and other complications. To treat anemia, patients need regular transfusion therapy, but it causes iron overload which is characterized by increased serum ferritin levels, so that there is a stigma that frequent transfusions will cause high serum ferritin levels. Therefore, this study aims to determine whether there is any association between Hb before transfusion and ferritin levels.
Method: This research is done by analytical research with a retrospective and the data analysis was done using IBM SPSS software.
Results: There were no significant association between Hb before transfusion and serum ferritin levels (p=0.694).
Conclusion: Pre-transfusion is not the only factor that plays a role in increasing serum ferritin in patients with thalassemia major. Other factors such as availability and adherence to iron chelation therapy and inflammatory conditions also play essential roles in increasing serum ferritin levels. Moreover, there is no significant difference in serum ferritin levels between the pretransfusion Hb group ≥9 g/dL and <9g/dL.

Latar Belakang: Thalassemia merupakan kelainan genetik tunggal yang terjadi akibat ketidakseimbangan rantai globin dari hemoglobin (Hb). Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Thalassemia menyebabkan eritropoiesis tidak efektif dan akan menyebabkan anemia dan komplikasi lainnya. Untuk mengatasi anemia, pasien memerlukan terapi transfusi secara teratur, namun menyebabkan iron overload yang ditandai dengan peningkatan kadar feritin serum, sehingga terdapat stigma bahwa transfusi yang sering akan menyebabkan kadar feritin serum yang tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara Hb sebelum transfusi dengan kadar feritin.
Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian analitik dengan retrospektif dan analisis data dilakukan dengan menggunakan software IBM SPSS.
Hasil: Tidak ada hubungan bermakna antara Hb sebelum transfusi dengan kadar feritin serum (p=0,694).
Kesimpulan: Pra-transfusi bukan satu-satunya faktor yang berperan dalam peningkatan feritin serum pada pasien thalassemia mayor. Faktor lain seperti ketersediaan dan kepatuhan terhadap terapi kelasi besi dan kondisi inflamasi juga memainkan peran penting dalam meningkatkan kadar feritin serum. Selain itu, tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kadar feritin serum antara kelompok Hb pretransfusi 9 g/dL dan <9g/dL.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cece Alfalah
"Latar belakang. Kadar hemoglobin pre-transfusi dan feritin serum mempengaruhi pertumbuhan anak dengan thalassemia B-mayor. Penelitian tentang thalassemia sudah dilakukan di Indonesia, namun penelitian tentang hubungan thalassemia dengan pertumbuhan fisik masih terbatas.
Tujuan. Mengetahui pengaruh kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik pasien thalassemia ?-mayor.
Metode. Dilakukan bulan Agustus-Oktober 2017 pada pasien anak dengan thalassemia B-mayor yang berobat ke Thalassemia-Centre RSUD Pekanbaru. Penelitian berupa analitik observasional potong lintang, menganalisis pengaruh kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum terhadap parameter perawakan pendek dan sangat pendek, gizi kurang dan buruk, usia tulang yang terlambat.
Hasil. Subjek 41 orang, rentang usia 18-204 bulan. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan 53,7 vs 46,3. 40 subjek mengalami retardasi pertumbuhan. Terdapat korelasi bermakna antara kadar Hb pre-transfusi dengan Z-score TB/U r=0,507, p=0,001 dan LILA/U r=0,467, p=0,02. Hb pre-transfusi berpengaruh terhadap interpretasi duduk/umur p=0,007, IK95 -1,5 - -0,3, subischial leg length/umur p=0,002, namun tidak pada interpretasi rasio segmen atas/bawah dan usia tulang. Hasil berbeda pada kadar feritin yang tidak memiliki korelasi terhadap semua variabel.
Simpulan. Terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik antara kadar Hb pre-transfusi dengan parameter penelitian serta tidak terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik antara kadar feritin serum dengan parameter tersebut.

Background. The level of pre transfusion hemoglobin and ferritin serum affect physical growth on patient with thalassemic mayor. Study about thalassemia is mainly reported but its relationship with physical growth is limited.
Objective. The main objective of the present study was to evaluate the relationship of pre transfusion Hb and serum ferritin level in patient with thalassemic mayor.
Material and method. In this analytical cross sectional study, the growth parameters weight, standing height, sitting height, subischial leg length, nutritional status, bone age were measured in 41 patients attending Thalassemia Centre at RSUD in Pekanbaru from August October 2017.
Results. 41 patients with mean age 18 204 months. The results are boys dominated girls in sex criteria 53,7 vs 46,3. As much as 40 subjects have growth retardation. There rsquo s correlation in pre transfusion hemoglobin with Z score height for age r 0,507, p 0,001 and subischial length r 0,467, p 0,02. This study shows relationship in pre transfusion hemoglobin with sitting height p 0,007, IK95 1,5 0,3, subischial leg length p 0,002, but not in segment length and bone age. Serum ferritin level has no correlation to one of those parameters.
Conclusion. There is a significant relationship in physical growth based on parameters mentioned above with pre transfusion Hemoglobin, but not with serum ferritin level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kanovnegara
"ABSTRACT
Latar belakang: Kardiomiopati merupakan penyebab kematian tertinggi pada pasien thalassemia mayor, dengan mayoritas kasus merupakan gagal jantung kiri. Nilai referensi ventrikel kiri yang spesifik untuk pasien thalassemia mayor anak belum tersedia. Tujuan penelitian: Menentukan normogram rentang volume dan fungsi ventrikel kiri jantung sesuai BSA pada pasien thalassemia mayor anak dengan cardiac iron load normal. Metode: Sampel studi ini mencakup 60 pasien thalassemia mayor 30 lelaki, 30 perempuan berusia < 18 tahun yang memiliki cardiac iron load normal berdasarkan waktu T2 jantung > 20 ms pada 1.5T , tidak memiliki keluhan kardiovaskular secara klinis, maupun ko-morbiditas yang signifikan. Volume dan fungsi ventrikel kiri diukur dari gambar MRI sekuens cine-SSFP potongan short axis, pada fase end-diastolic dan end-systolic. Hasil: Analisis regresi menunjukkan korelasi signifikan antara BSA dengan hasil pengukuran ventrikel kiri dengan model non-linear vol = a BSAb , kecuali untuk LVEF. Tidak terdapat perbedaan LVEF yang signifikan antara subjek thalassemia mayor anak lelaki mean 62,5 , SD 3,8 dan perempuan mean 61,7 , SD 4,3 . Cardiac output lebih tinggi pada subjek lelaki dibandingkan perempuan pada rentang BSA 0,6 hingga 1,7 m2. Kesimpulan: Penelitian ini menghasilkan nilai referensi dalam bentuk normogram untuk parameter volume dan fungsi ventrikel kiri yang dapat dipergunakan secara spesifik untuk pasien thalassemia mayor anak.

ABSTRACT
"Background Cardiomyopathy represents the leading cause of mortality in thalassemia major patients, with left sided heart failure predominating. Normalized LV parameters for adult thalassemia major population has been established, yet specific reference values for pediatric thalassemia major population are still lacking. Objective To determine gender specific reference values of LV measurements for pediatric thalasemia major patients based on BSA. Methods The study included 60 pediatric thalassemia major patients 30 males, 30 females who had normal cardiac iron load based on T2 MRI time above 20 ms at 1.5T , without cardiovascular symptoms or significant co morbidities. Left ventricular volumes and function were measured on SSFP cine CMR end diastolic and end systolic images, acquired in short axis plane. Results Regression analyses demonstrated good, significant correlations p 0.05 between BSA and cardiac measurements with non linear growth model vol a BSAb , except for LVEF which remained constant throughout the BSA range. LVEF in males mean 62.5 , SD 3.8 did not differ significantly to females mean 61.7 , SD 4.3 . Cardiac output was projected to be constantly higher in males from BSA 0.6 to 1.7 m2. Conclusion This study has established normograms of left ventricular volumes and function parameters to be used specifically for pediatric thalassemia major patients. "
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ralph Girson Manuel Dirgagunarsa
"Latar Belakang: Thalassemia adalah penyakit herediter, dan anemia berat adalah salah satu fenotip utama pada thalassemia mayor, sehingga transfusi sel darah merah adalah modalitas utama tatalaksana. Transfusi sel darah merah diberikan sebanyak 1-2 kali setiap bulan akan meningkatkan kesintasan, tetapi dapat meningkatkan risiko infeksi dan menyebabkan muatan besi berlebih, terutama pada penderita thalassemia bergantung transfusi/transfusion dependent thalassemia TDT. Infeksi adalah penyebab kematian kedua pada TDT, setelah gagal jantung. Risiko infeksi meningkat pada transfusi berulang, hal ini terjadi karena adanya infeksi akibat transfusi, dan perubahan respon imun. Perubahan respon imun terjadi karena adanya aloimunisasi dan muatan besi berlebih.Perubahan respon imun dalam TDT dapat terjadi baik dalam respon imun inat maupun imun spesifik. Dalam studi sebelumnya terdapat korelasi ferritin serum dengan jumlah CD4, tetapi hal ini belum diteliti di Indonesia.
Tujuan: Mendapatkan korelasi antara muatan besi berlebih ferritin serum dan saturasi transferin dengan imuitas selular CD4 pada penderita dewasa thalassemia beta bergantung transfusi.Metode: Penelitian ini adalah studi potong lintang. Pengambilan sampel secara konsekutif pada TDT dewasa. Jumlah subjek adalah 64 orang. Subjek melakukan ronsen toraks dan pemeriksaan laboratorium darah. Pemeriksaan HBsAg, anti HCV, anti HIV diperiksa dengan menggunakan metode Electroimmunoassay ELISA . Serum feritin, dan saturasi transferin diperiksa menggunakan metode Electrocheminulescentimmunoassay ECLIA . Limfosit subset diperiksa menggunakan flowcytometer. Uji korelasi dengan menggunakan korelasi Spearman`s.
Hasil: Pada penelitian ini mendapatkan proporsi Hepatitis B sebanyak 4,7 , Hepatitis C positif sebanyak 10,9 , tidak ditemukan anti HIV dan ditemukan 4 dari 41 subjek yang mengalami TB paru. Hasil uji Spearman menunjukkan korelasi negatif lemah dan tidak bermakna antara ferritin serum dengan CD4 p= 0,75, r= -0,04 , dan korelasi positif lemah dan tidak bermakna antara saturasi transferin dengan CD4 p= 0,133, r= 0,19 .Simpulan: Tidak terdapat korelasi yang bermakna antara muatan besi ferritin serum dan saturasi transferin dengan imunitas seluler CD4.

Background Thalassemia is a hereditary disease and severe anemia is main phenotype in major thalassemia, therefore red cell transfusion is main modality in major thalassemia management. Transfusion which are given 1 2 times every month will improve prognosis and survival, but both higher risk infections and iron overload are found in thalassemia, especially in transfusion dependent thalassemia TDT. Infections are second cause of death in adult TDT, after heart failure. Higher risk infections are caused by multiple transfusions, which can cause alter in immune response due to alloimunization, transfusion related infections and iron overload. Iron overload in TDT can altered immune response, both innate immune and specific immune. Some studies showed correlation between ferritin and CD4, but these were not yet studied in Indonesia
Objective. Objectives in this study were to determine correlations between iron overload serum ferritin and transferrin saturation and immune cellular specific CD4 Methods This were cross sectional study. Subjects were examined consecutively with chest x ray and serum blood collections. Total subjects were 64 subjects. HBsAg, anti HCV, anti HIV, were tested using ELISA. Serum Ferritin, and transferin saturation were tested using ECLISA. lymphocyte subsets were analyzed using flowcytometer. Correlations tests used Spearman rsquo s test.
Results We found proportion HBsAg 4,9 positive, Anti HCV positive 10,7 , no subjects with positive for anti HIV, and there was 4 41 subjects with lung tuberculosa from chest X ray. There were weak negative correlation and not significant between serum ferritin with CD4 p 0,75, r 0,04 , and weak positive correlation and not significant between transferrin saturation with CD4 p 0,133, r 0,19 .Conclusions There were no correlations between iron overload ferritin and cellular immunity CD4 in adult transfusion dependent thalassemia."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Hartini
"Talasemia merupakan penyakit genetik dimana terjadi kelainan pada sel darah merah akibat kesalahan produksi hemoglobin. Perkawinan antara sesama pembawa gen talasemia dapat menyebabkan munculnya keturunan yang menderita talasemia mayor. Talasemia mayor merupakan jenis talasemia yang dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, pendeteksian dini terhadap penyakit talasemia merupakan hal yang penting. Salah satu cara untuk melakukan pendeteksian talasemia adalah dengan menggunakan machine learning. Pada skripsi ini, algoritma KC-Means (KCM) clustering digunakan untuk memprediksi talasemia. Kemudian performa algoritma tersebut dibandingkan dengan algoritma Kernel KC-Means (KKCM) clustering, dimana fungsi kernel yang digunakan adalah kernel Gaussian Radial Basis Function (RBF) dan polinomial. Pengujian kedua algoritma tersebut dilakukan dengan menggunakan hold-out evaluation dan 5-fold cross validation. Data yang digunakan adalah data talasemia yang berasal dari Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta, Indonesia. Data talasemia tersebut terdiri dari 150 sampel dengan komposisi 82 sampel talasemia dan 68 sampel non-talasemia, yang tiap sampelnya memiliki 11 fitur. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, algoritma KCM dan KKCM menghasilkan prediksi dengan akurasi, sensitivitas, presisi, spesifisitas, dan F1-Score yang sama, yaitu di atas 96 persen. Namun, waktu komputasi yang dibutuhkan oleh KKCM dapat mencapai hingga 10.25 kali lebih cepat dari waktu komputasi KCM
.
Thalassemia is a genetic disease in which there are abnormalities in red blood cells due to an error in the production of hemoglobin. Marriage between thalassemia carriers can cause the birth of a child suffering from thalassemia major. Thalassemia major is a type of thalassemia that can cause death. Therefore, early detection of thalassemia is essential. One of the techniques to detect thalassemia is to use machine learning. In this thesis, the KC-Means (KCM) clustering algorithm is used to predict thalassemia. Then the performance of the algorithm is compared with the KC-Means Kernel (KKCM) clustering algorithm, where the kernel functions used are the Gaussian Radial Base Function (RBF) and polynomial kernel. Evaluation of those algorithms is carried out using hold-out evaluation and 5-fold cross-validation. The data used is thalassemia data from Harapan Kita Hospital, Jakarta, Indonesia. The data consists of 150 samples with a composition of 82 thalassemia samples and 68 non-thalassemia samples; each has 11 features. Based on the experiments, the KCM and KKCM algorithms make predictions with the same accuracy, sensitivity, precision, specificity, and F1-Score, which is above 96 percent. However, the computing time needed by KKCM can reach up to 10.25 times faster than the KCM computing time.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Savero Vasya Jendriza
"Latar Belakang: Talasemia merupakan penyakit kelainan hemoglobin (Hb) dengan prevalensi tinggi di Indonesia maupun dunia. Komplikasi pada talasemia dapat terjadi akibat kadar Hb pre-transfusi yang rendah dan penumpukan feritin serum. Pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baik terhadap suatu penyakit dibutuhkan untuk mencapai kesehatan yang diinginkan dan mencegah komplikasi. Studi ini bertujuan untuk mencari hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap talasemia, Hb pre-transfusi dan kadar feritin serum pada pasien remaja talasemia karena mereka memiliki prevalensi tertinggi. Metode: Kuesioner pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) melalui google form disebarkan untuk mendapatkan data dari pasien talasemia remaja yang memenuhi kriteria studi. Pengetahuan akan dibagi menjadi adekuat atau tidak adekuat, sikap dibagi menjadi positif atau negatif, perilaku dibagi menjadi baik atau buruk berdasarkan hasil skor kuesioner. Kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum diambil dari rekam medik pasien, dan dikelompokkan menjadi Hb dan serum ferritin yang tinggi atau rendah. Hasil Penelitian: Dari 85 subjek, terdapat 49.4% pasien dengan pengetahuan adekuat, 91.8% pasien dengan sikap positif, dan 72.9% pasien dengan perilaku baik. Pasien masih kurang memahami fasilitas skrining dan pentingnya suplementasi vitamin. Pasien perlu meningkatkan sikap positif terhadap skrining thalassemia dan perilaku baik terhadap kepatuhan obat. Terdapat hubungan yang tidak bermakna secara statisik antara pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap kadar Hb pre-transfusi dan kadar ferritin (p >0.05) pada remaja dengan talasemia. Kesimpulan: Remaja talasemia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo memiliki pengetahuan yang tidak adekuat, namun dengan sikap dan perilaku yang baik. Perlu adanya edukasi berkala untuk meningkatkan pengetahuan.

Introduction: Thalassemia is a hemoglobin (Hb) disorder that has a high prevalence in Indonesia and the world. Complications in thalassemia can occur due to low pre-transfusion Hb and accumulation of serum ferritin. A good knowledge, attitude, and practice towards a disease are needed to achieve desired health outcomes and prevent complications. This study aims to find the relationship between knowledge, attitude, and practice towards thalassemia, pre-transfusion Hb, and serum ferritin levels in thalassemic adolescents as they have the highest prevalence. Methods: Knowledge, attitude, and practice (KAP) questionnaire through google form were distributed to adolescent thalassemic patients who met the criteria. Knowledge will be divided into adequate or inadequate; attitudes are divided into positive or negative; practice is divided into good or bad based on the questionnaire results. Level of Pre-transfusion Hb and serum ferritin were taken from the patient's medical record and grouped into high or low Hb and ferritin. Result: Out of 85 subjects, there were 49.4% patients with adequate knowledge, 91.8% patients with positive attitude, and 72.9% patients with good practice. Patients still lack understanding of screening facilities and the importance of vitamin supplementation. Patients need to increase positive attitude towards thalassemia screening and good behavior towards treatment adherence. There was a statistically insignificant relationship between knowledge, attitude, and practice on thalassemia with pre-transfusion Hb and serum ferritin (p > 0.05) in thalassemic adolescents. Conclusion: Thalassemic adolescents at Cipto Mangunkusumo Hospital have inadequate knowledge, but with good attitudes and behavior. Periodic education is needed to increase knowledge."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Rafid Naufaldi
"

Latar Belakang: Talasemia I² mayor merupakan penyakit dengan gen carrier yang cukup banyak ditemukan di Indonesia sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut tentang pola talasemia β mayor terlebih lagi penderitanya mengalami inefektif hematopoesis sehingga pasien talasemia I² mayor sangat bergantung dengan terapi transfusi dan kelasi untuk bertahan hidup sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek yang ditimbulkan dari kepatuhan terapi kelasi pada populasi Indonesia terhadap kadar alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase, dan AST to patelet ratio index (APRI) score.

Metode: Penelitian ini menggunakan metode observatif cross sectional dan seluruh partisipan penelitian adalah pasien RSCM Kiara. Data kepatuhan pasien didapat dari kuisioner morisky medication adherence scale -8 serta pertanyaan singkat alasan ketidakpatuhan dalam terapi yang akan dicocokan dengan data laboratorium pasien pada rekam medik elektronik dan selanjutnya data dianalisis menggunakan uji bivariat nonparametrik Kruskal-Wallis dan uji Post-Hoc Mann-Whitney.

Hasil: Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara kepatuhan terapi kelasi terhadap kadar alanin amintotransferase, aspartat aminotransferase, dan APRI score namun, ditemukan hubungan yang bermakna pada umur, lama transfusi, dan jenis kelator terhadap nilai APRI score.

Kesimpulan: Tidak ditemukan adanya hubungan bermakna pada kepatuhan terapi kelasi terhadap kadar alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase, dan APRI score namun dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi hasil tersebut dikarenakan terdapat keterbatasan dalam penelitian.

 


Background: Thalassemia I² major is a disease with carrier gene common enough to be found in Indonesia therefore further research was needed to know the exact pattern and characteristics of thalassemia I² major because the patients has ineffective hematopoiesis depend their life with transfusion and chelation therapy to survive therefore it need further research to know the effect of chelation therapy for population in Indonesia with alanin aminotransferase, aspartat aminotransferase, and AST to platelet ratio index (APRI) score level.

Methods: This study used observative cross sectional method and all of the participants are patients at RSCM Kiara. Participants compliance were measured by morisky medication adherence scale-8 with some adjustment to know the reason why participants isnt complying with therapy and will be compared with laboratory result through electronic medical record then both results were then analyzed non-parametrically using Kruskal-Wallis followed by Mann-Whitney for Post-Hoc.

Results: There arent any correlation between chelation therapy compliance with aspartat aminotransferase, alanine aminotransferase, and AST to platelet ratio index score level but it has been found that age, transfusion duration, and type of chelator have some degree of correlation.

Conclusion: There arent any correlation between chelation therapy compliance with aspartat aminotransferase, alanine aminotransferase, and AST to platelet ratio index score level but the result need further research to confirm the result because this research has its own degree of limitation

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamed Amshar
"ABSTRAK
Pubertas terlambat merupakan salah satu komplikasi utama pada pasien thalassemia mayor. Penyebab utama pubertas terlambat pada pasien thalassemia mayor adalah penumpukan besi pada kelenjar hipofisis. Selain itu, anemia kronis pada pasien thalassemia mayor juga dapat menyebabkan pubertas terlambat. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara profil besi dan kadar hemoglobin pra-transfusi dengan status pubertas pasien thalassemia mayor remaja di Pusat Thalassemia RSCM. Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional yang melibatkan 47 pasien thalassemia mayor dengan rentang usia 13-18 tahun untuk pasien perempuan dan 14-18 tahun untuk pasien lelaki di Pusat Thalassemia RSCM. Profil besi subjek ditentukan dari kadar feritin serum dan saturasi transferin subjek. Status pubertas subjek ditentukan berdasarkan Tanner Staging. Hasil & Diksusi: Berdasarkan kadar feritin serum, terdapat 47 (100%) subjek yang mengalami kelebihan besi, dengan 35 (75%) diantaranya mengalami kelebihan besi berat. Nilai median feritin serum subjek adalah 3645 (1415-12636) ng/mL. Berdasarkan saturasi transferin, sebesar 36 (77%) subjek mengalami kelebihan besi, dengan nilai median saturasi transferin sebesar 85 (28-100)%. Terdapat 42 (89%) subjek yang mengalami anemia, dengan nilai median kadar hemoglobin pra-transfusi sebesar 8,0 (4,8-9,5) g/dL. Pubertas terlambat ditemukan pada delapan (17%) subjek. Secara statistik, tidak terdapat hubungan yang bermakna antara feritin serum dengan status pubertas (p = 0,183), saturasi transferin dengan status pubertas (p = 0,650), dan kadar hemoglobin pra-transfusi dengan status pubertas (p = 0,932). Berdasarkan hasil tersebut, profil besi dan kadar hemoglobin pra-transfusi tidak berhubungan dengan status pubertas pasien thalassemia mayor remaja di Pusat Thalassemia RSCM.

ABSTRAK
Introduction Delayed puberty is a major complication in thalassemia major patients. Delayed puberty occurs due to accumulation of iron in the pituitary gland. In addition, chronic anemia in thalassemia major patients can cause delayed puberty.Objectives This study aims to find the association between iron profile and pre transfusion hemoglobin level with pubertal status in adolescent thalassemia major patients in Thalassemia Centre RSCM.Methods This was a cross sectional study that involved 47 thalassemia major patients aged 13 to 18 years for female patients and 14 to 18 years for male patients in Thalassemia Centre RSCM. Iron profile was determined from serum ferritin level and transferrin saturation. Pubertal status was determined by Tanner Staging.Results Discussion Based on serum ferritin level, 47 100 subjects had iron overload, in which 35 75 subjects had severe iron overload. The median of serum ferritin level was 3645 1415 12636 ng mL. Based on transferrin saturation, 36 77 subjects had iron overload. The median of transferrin saturation was 85 28 100 . Forty two 89 subjects were found anemic. The median of pre transfusion hemoglobin level was 8,0 4,8 9,5 g dL. Delayed puberty occurred in eight 17 subjects. Statistically, no significant associations were found between serum ferritin level and pubertal status p 0.183 , transferrin saturation and pubertal status p 0.650 and pre transfusion hemoglobin level and pubertal status p 0,932 . Based on the results, iron profile and pre transfusion hemoglobin level are not associated with pubertal status in adolescent thalassemia major patients in Thalassemia Centre RSCM."
2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Centauri
"ABSTRAK
Latar belakang: Thalassemia merupakan kelainan genetik terbanyak di dunia, termasuk Indonesia. Pasien thalassemia mayor berisiko mengalami gangguan fungsi neurokognitif akibat anemia kronik dan penumpukan besi. Tujuan: mengetahui prevalens abnormalitas hasil EEG dan tes IQ, menganalisis faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan gangguan fungsi neurokognitif pada anak dengan thalassemia mayor usia saat diagnosis, lama transfusi, pendidikan pasien, rerata Hb pra-transfusi, kadar feritin serum, saturasi transferin, dan komplians terhadap obat kelasi besi , serta untuk mengetahui apakah gangguan neurokognitif dapat memengaruhi fungsi sekolah. Metode: Penelitian potong lintang deskriptif analitik antara April 2016-April 2017. Pengukuran tes IQ menggunakan WISC-III. Hasil: Total subyek adalah 70 anak thalassemia mayor berusia antara 9 hingga 15,5 tahun. Prevalens hasil EEG abnormal adalah 60 dan prevalens skor IQ abnormal

ABSTRACT
Background Thalassemia is the most common hereditary disorders worldwide, including Indonesia. Chronic anemia and iron overload in thalassemia major lead to several risk factors including neurocognitive problems. Aim To investigate the prevalence of abnormal EEG and IQ test, to identify the factors related to neurocognitive function in children with thalassemia major age at diagnosis, years of transfusion, patients education, pre transfusion haemoglobin level, ferritin, transferrin saturation, and compliance to chelation , and to identify whether neurocognitive dysfunction affects child rsquo s school performance. Methods A cross sectional descriptive analitic study. Subjects were recruited from April 2016 April 2017. Cognitive function assessed by the WISC III. Results A total 70 children aged from 9 to 15.5 years old were recruited. The prevalence of abnormal EEG and abnormal IQ score "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>