Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 87394 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Syaiful Aldiansyah
"Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mendorong kebijakan devaluasi mata uang franc CFA oleh Prancis pada 1994. Mata uang yang dibentuk pada 1945 tersebut masih digunakan oleh empat belas negara bekas koloni Prancis di Afrika Subsahara sampai saat ini. Pembentukan mata uang tersebut awalnya bertujuan membantu Prancis memulihkan ekonominya selama periode dan pasca-PD II. Memasuki periode dekolonisasi pada 1960-an, sistem mata uang CFA mendapatkan tantangan dari kaum nasionalis di negara-negara koloni Prancis namun mata uang tersebut tetap bertahan. Metode sejarah dalam artikel ini digunakan untuk menjelaskan periodisasi pembentukan mata uang CFA serta cara kerja sistem mata uang yang digunakan oleh Prancis guna mengikat negara-negara CFA agar kuasa Prancis tetap bertahan. Pendekatan decolonization studies digunakan untuk melihat bagaimana politik dekolonisasi yang dijalankan oleh Prancis terhadap negara bekas koloninya pada 1960-an membuat kuasa Prancis tetap kuat atas wilayah negara bekas koloninya meskipun kemerdekaan sudah diraih. Faktor internal (kekeringan, industrialisasi yang masif, ketidakstabilan politik, dan kurangnya SDM untuk mengatur negara) dan faktor eksternal (menurunnya harga biji besi, minyak bumi, komoditas ekspor) menjadi faktor pendorong negara-negara CFA untuk menyetujui kebijakan sepihak tersebut. Hasil dari kebijakan tersebut membuat kinerja ekonomi negara-negara CFA mengalami penurunan selama beberapa tahun. Meskipun pada akhirnya ekonomi di kawasan tersebut meningkat, namun kebijakan devaluasi tetap membuktikan masih kuatnya pengaruh Prancis terhadap negara-negara bekas koloninya.

This article aims to explain the factors driving France's policy of devaluing the CFA franc in 1994. The currency that was formed in 1945 is still used by fourteen former French colonies in Sub-Saharan Africa to this day. The formation of the currency was originally intended to help France recover its economy during and after World War II. Entering the decolonization period in the 1960s, the CFA currency system was challenged by the nationalists in the French colonies, but the CFA currency persisted. The historical method in this article is used to explain the periodization of the formation of the CFA currency as well as the currency system used by France to bind the CFA countries so that French power remains. The decolonization studies approach is used to see how the decolonization politics carried out by France against its former colonies in the 1960s made France maintain strong control over the territories of its former colonies even though independence had been achieved. Internal factors (drought, massive industrialization, political instability, and lack of human resources to manage the country) and external factors (decreased prices of iron ore, oil, export commodities) became the driving factors for CFA countries to agree to this unilateral policy. As a result of this policy, the economic performance of CFA countries has decreased for several years. Although in the end the economy in the region improved, the devaluation policy still proved the strong influence of France on the countries of its former colonies."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Risdayani
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak pengumuman kebijakan devaluasi mata uang Yuan (Tiongkok) yang dilakukan oleh People's Bank of China (PBoC) atau Bank Sentral Tiongkok yang diumumkan pada tanggal 11 Agustus 2015 terhadap abnormal return saham dan dampaknya pada setiap sektor industri dari 9 (sembilan) sektor yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode event study yang terdiri dari 133 estimation period dan 31 hari event period atau event window (t-15, t=0, dan t+15). Hasil penelitian menemukan bahwa pertama, tidak terdapat abnormal return yang signifikan pada hari pengumuman devaluasi mata uang Yuan (Tiongkok), kedua terdapat abnormal return yang heterogen pada setiap sektor industri dari 9 (sembilan) sektor yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian juga menunjukan bahwa signifikansi hanya terdapat pada sektor Trade & Service t = 0 atau pada saat hari terjadi pengumuman devaluasi mata uang Yuan (Tiongkok).

This study aims at analyzing the impact of policy announcements devaluation of the Yuan (China) currency conducted by the People's Bank of China (PBoC), or the Central Bank of China, which was announced on August 11, 2015 on the abnormal stock return and its impact on each of the 9 (nine) sectors of the industry listed in the Indonesia Stock Exchange. This study uses event study consisted of 133 estimation period and 31-day event or event window period (t-15, t = 0 and t + 15). The research found that first, there is no significant abnormal returns on the announcement day of the devaluation of the Yuan (China), Secondly there is a heterogeneous abnormal return in each of 9 the (nine) sectors listed in the Indonesia Stock Exchange. The results also showed that they are only significant in the Trade & Service sector t = 0 or on the announcement day of the devaluation of Yuan (China) currency."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mahzanul
1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shirly Palupi Setiawan
"Skripsi ini bertujuan untuk menganalisa efek perang nilai tukar secara keseluruhan di negara - negara berkembang melalui survei studi. Studi ini juga menginvestigasi efek devaluasi dalam jangka pendek terhadap neraca perdagangan secara empiris. Model regresi digunakan dalam menganalisa hubungan antara nilai tukar dan neraca perdagangan untuk membuktikan hipotesa Kurva J dengan menggunakan  panel data dari 8 negara - negara berkembang dalam periode 2000 - 2016. Negara - negara tersebut yang terdiri dari Venezuela, Brazil, China, Iran, Congo, Malaysia, Philippines, and Uruguay diklasifikasikan berdasarkan rezim nilai tukar. Hasil studi menunjukkan bahwa efek jangka pendek devaluasi berdampak buruk terhadap neraca perdagangan disebabkan oleh tingginya ketergantungan imported inputs dalam produksi barang ekspor pada negara - negara berkembang.

This paper presents a survey study reviewing the overall effects of currency wars in developing countries. The study also investigates the short run effects of devaluation on trade balance particularly in an empirical study. A regression model is established to analyse the relationship between exchange rates and the trade balance in verifying the J-curve hypothesis by using a panel data of eight developing countries for the period 2000 - 2016. These countries, which consist of Venezuela, Brazil, China, Iran, Congo, Malaysia, Philippines, and Uruguay, are classified based on their exchange rate regimes. The findings indicate that the short run effects of devaluation lead to a worsening in trade balance due to most of developing countries are highly dependence on imported inputs in their production of exports.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Browne, Harry
New York: Arlington House , 1971
332.413 BRO h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jazeed Parama Abidin
"ABSTRAK
Krisis Keuangan Asia (AFC) 1997-98 dan Krisis Keuangan Global (GFC) 2008 telah mendorong turbulensi ekonomi dan mata uang negara-negara ASEAN-5. Fenomena ini meningkatkan kerentanan fundamental ekonomi makro dan memicu peneliti untuk membangun Indikator Peringatan Dini (EWI) sebagai alat untuk mencegah terjadinya krisis mata uang. Skripsi ini akan membandingkan 9 perilaku indikator ekonomi makro dari sektor domestik, eksternal, dan kerentanan moneter dan keuangan di negara-negara ASEAN-5 yang meningkatkan kemungkinan krisis mata uang terjadi, menggunakan matriks ERPD dan regresi logit biner pada periode AFC dan GFC. Hasil penelitian menunjukkan variabel sektor eksternal signifikan dalam meningkatkan kemungkinan krisis mata uang terjadi di negara-negara ASEAN-5 selama periode AFC dan GFC. Rasio impor terhadap cadangan devisa adalah indikator yang paling signifikan dan memiliki dampak positif pada kemungkinan terjadinya krisis. Semakin besar impor ke cadangan meningkatkan tekanan nilai tukar dan meningkatkan kemungkinan krisis mata uang terjadi.

ABSTRACT
Asian Financial Crisis (AFC) 1997-98 and Global Financial Crisis (GFC) 2008 had driven economic and currency turbulence of ASEAN-5 countries. This phenomenon increases vulnerabilities of macroeconomic fundamentals and triggers the researcher to build an Early Warning Indicator (EWI) as a tool to mitigate the occurrence of a crisis. This research will compare 9 macroeconomic indicators behavior from real domestic, external, and monetary and financial vulnerabilities sector in ASEAN-5 countries that increase the possibility of currency crisis using the ERPD matrix and binary logit regression during the AFC and GFC period. The results show the external sector variables are significant in increasing the probability of currency crisis in ASEAN-5 countries during the AFC and GFC period. Import to reserves ratio is the most significant indicator and has a positive impact on the probability of crisis occurrence. The greater import to reserves increasing the exchange rate pressure and increase the probability of currency crisis to occur"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edwards, Sebastian
Cambridge, UK: MIT Press , 1989
332.456 09 EDW r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harrod, Roy
New York: Macmillan, 1958
339.530 HAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Widjihardjo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1986
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>