Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 122148 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Oshintalita
"Rasisme merupakan pandangan diskriminatif yang didasarkan pada identitas rasial dan beranggapan bahwa suatu kelompok identitas rasial lebih superior/inferior dibandingkan yang lain. Rasisme bekerja pada tiga tingkatan yakni tingkatan kultural, institusional, dan individual. Dengan memakai gagasan Merleau-Ponty terkait ontologi tubuh dan relasi kiasma, penulis mengeksaminasi bagaimana rasisme pada tingkatan individu, khususnya individual Indonesia dapat terbentuk. Rasisme pada tingkatan individu dapat teraktualisasi akibat adanya pemersepsian reflektif yang dibiasakan dalam skema tubuh akibat dari sedimentasi pengalaman subjek sehingga kemudian kebiasaan ini terbentuk sebagai orientasi tubuh. Sedimentasi pengalaman subjek mengacu pada konteks historis yang juga terasosiasi pula pada dunia sosial tempat subjek tersituasikan. Pada konteks Indonesia, persepsi imperial gaze yang muncul akibat internalisasi kolonialisme menjadi faktor utama sedimentasi pengalaman subjek hingga akhirnya mengintegralkan tindakan rasis menjadi suatu kebiasaan tubuh dan kemudian berdampak signifikan terhadap target rasis.

Racism is a discriminatory view that is based on racial identity and assumes that a racial identity group is superior/inferior to another. Racism works at three levels, namely the cultural, 2 institutional and individual levels. Using Merleau-Ponty's ideas related to the ontology of the body and chiasm relations, the author examines how racism at the individual level, especially Indonesian individuals, can be formed. Racism at the individual level can be actualized due to the reflective perception that is accustomed to the body schema due to the sedimentation of the subject's experience so that later this habit is formed as body orientation. The sedimentation of the subject's experience refers to the historical context, which is also associated with the social world in which the subject is situated. In the Indonesian context, the perception of the imperial gaze that emerged as a result of the internalization of colonialism became the main factor in the sedimentation of the subject's experience until finally integrating racist actions into a body habit and then having a significant impact on racist targets."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nina Widyawati
"Media merupakan institusi yang ikut bertanggung jawab terhadap kerusuhan Mei 1998. Karena media merupakan institusi yang bertanggung jawab mentransformasikan simbol-simbol rasis kecinaan. Simbol rasis tersebut antara lain dalam bentuk wacana peminggiran etnis Cina yang dibentuk melalui bahasa bersifat meminggirkan. Selain itu penggambaran tentang etnis Cina sering kali dihubungkan dengan persoalan ideologi pemerataan dimana Cina yang sebenarnya merupakan kelompok subordinat justru memiliki kekuasaan ekonomi yang tinggi. Representasi yang menggambarkan etnis Cina sebagai kelompok yang senang kolusi dan tidak jujur dalam berusaha telah membawa kebencian pribumi terhadap etnis Cina. Oleh karena itu penelitian ini ingin melihat bagaimana Kompas, Media Indonesia dan Republika mengartikulasikan jalannya kerusuhan Mei 1998 serta memetakan penyebab kerusuhan. Selain itu penelitian ini juga ingin melihat bagaimana media memproduksi dan mereproduksi simbol-simbol rasisme baru dan bagaimanakah hubungan dominasi--subordinasi antara pribumi dan etnis Cina. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 3 surat kabar yang dijadikan sampel memaknai kerusuhan dengan cara yang berbeda. Kompas memaknai kerusuhan ini sebagai kerusuhan antara rakyat dan penguasa ekonomi, oleh karena itu yang dijadikan sasaran adalah simbol kekuasaan ekonomi. Media Indonesia melihat kerusuhan Mei sebagai kerusuhan antara rakyat dengan penguasa, oleh karena itu sasaran kerusuhan adalah kekuasaan negara dan kekuasaan ekonomi. Republika membaca kerusuhan Mei sebagai perseteruan antara rakyat dan penguasa sebagai kelanjutan dari tragedi Trisakti. Penyebab kerusuhan juga dibaca secara berbeda oleh 3 surat kabar yang dijadikan sampel. Kompas menilai penyebab kerusuhan adalah masalah ekonomi, etnis dan agama. Media Indonesia lebih menitik beratkan pada keadilan ekonomi dan masalah etnis. Sedangkan Republika hampir sama dengan Kompas yaitu masalah keadilan ekonomi, etnis dan agama. Mekanisme produksi dan reproduksi simbol rasis pada Kompas, Media Indonesia dan Republika memiliki pola yang hampir sama. Media melakukan konstruksi sosial yang menampilkan imaji bahwa etnis Cina merupakan kelompok masyarakat yang memiliki perbedaan kultural dengan pribumi. Dalam konstruksi tersebut nilai-nilai yang dianut pribumi selain dianggap baik sebaliknya nilai yana dianut etnis Cina dianggap kurang baik. Konstruksi yang dilakukan media disini adalah bahwa Cina adalah etnis yang memiliki nilai menyimpang atau dengan kata lain tidak waras. Selain itu etnis Cina bersifat tamak. Citra lain yang dibangun media kelompok masyarakat yang bersikap eksklusif, tidak mau berbaur dengan kelompok lain. Etnis Cina juga digambarkan memiliki nilai yang senang berkolusi, tidak jujur. Etnis Cina jarang ditampilkan sebagai narasumber. Dalam kasus perkosaan narasumber saksi dari etnis Cina dari masalah perkosaan hanya ada di Media Indonesia, teknik rasis dalam pemberitaan media juga dilakukan melalui lambatnya pemberitaan. Dalam kasus perkosaan pemberitaan media sangat terlambat. Sebutan yang diberikan oleh media merupakan sebutan-sebutan yang bermakna meminggirkan.. Sebutan non-piribumi atau warga keturunan memiliki makna bahwa etnis Cina merupakan "the others''. Hubungan dominasi-sub ordinasi yang digambarkan Kompas, Media Indonesia dan Republika juga memiliki pola yang hampir sama. Pribumi merupakan kelompok dominan (karena dari segi jumlah memang dominan) yang mampu memproduksi wacana rasis dalam konteks kultural. Wacana bahwa etnis Cina memiliki nilai yang kurang jujur, kolutif lebih banyak diproduksi oieh kelompok pribumi. Dilain pihak, etnis Cina walaupun jumlahnya minoritas, tetapi penguasaan asetnya bersifat mayoritas. Karena kemampuannya dibidang perdagangan lebih tinggi etnis Cina merasa superior dalam bidang perdagangan dan menganggap rendah kemampian pribumi. Wacana ini muncul dalam sebutan ?mampukan pribumi menggantikan peran etnis Cina dalam jalur distribusi'. Aplikasi teori yang disumbangkan dari penelitian ini adalah bahwa penggambaran yang berbeda tentang kerusuhan Mei tersebut diatas berbeda dengan teori yang dibangun oieh penganut strukturalis tentang proses pembentukan makna. Penganut strukturalis percaya bahwa makna yang menang adalah makna yang diproduksi oleh kelompok dominan. Dalam potret kerusuhan Mei 1998, 3 surat kabar sampeI ada dibawah sistem dominasi yang sama, tetapi kenyataannya makna yang ditampilkan oleh 3 surat kabar sampel tentang kerusuhan Mei 1998 berbeda. Oleh karena itu peneliti ingin mengajukan asumsi yang berbeda dengan pengikut strukturalis, bahwa dalam memproduksi makna terdapat hal lain yang mempengaruhi pembentukan makna selain ideologi dari kelompok dominan yang menguasai wacana. Ideologi yang dianut oleh organisasi media (yang tentunya berpengaruh pada pekerja media) memberi peran dalam pembentukan makna."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meinita Rizky Syahputri
"Rasisme telah menjadi salah satu masalah utama yang ditelisik dalam banyak budaya  populer, tak terkecuali dalam novel Mudbound baru-baru ini oleh Hillary Jordan (2008). Makalah ini menganalisis lapisan rasisme dan menyelidiki peran interaksi pribadi dalam mendekonstruksi prasangka rasial. Dengan menggunakan metode analisis tekstual yang berfokus pada tokoh utama kulit putih dalam novel, makalah ini berpendapat bahwa lapisan rasisme dari setiap tokoh utama kulit putih bervariasi karena latar belakang sosial-historis mereka. Makalah ini selanjutnya meneliti interaksi antara tokoh kulit putih dan kulit hitam dalam novel ini dengan menggunakan teori hipotesis kontak oleh Gordon Allport (1954) yang dimotivasi oleh konsep Kelley & Thibaut tentang saling ketergantungan rasial (1959). Hasil dari makalah ini menunjukkan bahwa tokoh utama kulit putih dalam novel menjadi berkurang tingkah laku rasisnya karena mereka memiliki lebih banyak interaksi pribadi dan tujuan bersama dengan tokoh kulit hitam.

Racism has been one of prominent issues explored in many popular cultures, not least in the recent novel Mudbound by Hillary Jordan (2008). This paper analyses the layers of racism  and investigates the role of personal interactions in deconstructing racial prejudice. Using the method of textual analysis focusing on the white characters in the novel, the paper argues that layers of racism of each white character vary due to their socio-historical background. The paper further examines the interactions between white and black characters in this novel by using the contact hypothesis theory by Gordon Allport (1954) motivated by Kelley & Thibaut’s concept of racial interdependence (1959). The findings suggest that the white characters in the novel become ‘less’ racist as they have more personal interactions and common goals with the black characters."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diana Mariska
"Makalah ini bertujuan untuk melihat bagaimana film This Is England mendekonstruksi stereotipe-stereotipe yang sejak lama dipercaya ada pada para anggota skinhead dari gelombang kedua. Ketika sebagian besar orang masih percaya terhadap beberapa stereotipe mengenai skinhead gelombang kedua, film ini menawarkan perspektif yang berbeda mengenai subkultur ini. Analisis tekstual digunakan dalam penelitian ini guna mengobservasi perilaku, dialog, dan hubungan antar-karakter dan menghubungkannya dengan konteks historis berdasarkan latar waktu dan tempat dari film ini. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa stereotipe-stereotipe yang ada mengenai skinhead gelombang kedua tidak terdapat di semua grup skinhead karena film ini menunjukkan bahwa beberapa grup skinhead, bahkan yang berasal dari gelombang yang sama, memiliki tingkah laku yang berbeda.
This paper aims to see how the movie This Is England deconstructs the long-held stereotypes of skinheads coming from the second wave. While most people still believe some stereotypes about the second-wave skinhead, this movie offers a different perspective about the subculture. Textual analysis is used in the research to observe behaviors, dialogues, and relationships between characters in the movie and to look at the historical context of the year in which the movie is set in. This research results in the conclusion that the stereotypes of second-wave skinhead cannot be applied to all skinhead groups, as this movie shows that groups of skinheads, even from the same wave, act differently"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifah Fibianti Djunaidi
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
S14356
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Rana Hanifa
"Cuplikan atau unggahan mengenai 'Karen' dapat ditemukan di berbagai platform media sosial oleh pengguna Internet. Melalui video TikTok 'Karen' yang diambil dari akun bernama @CalvinLee, artikel ini mengkaji reaksi penonton terhadap rasisme oleh 'Karen' dan bagaimana reaksi tersebut meredefinisi label 'Karen' itu sendiri serta identitas dari orang Amerika dalam keseluruhan narasi. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif melalui pendekatan etnografi virtual, hasil penelitian secara lebih lanjut dijelaskan menggunakan Emotional Broadcast Theory (EBT) of Social Sharing oleh Harber & Cohen (2005) dan Reader’s Reception Theory oleh Hall (1973). Penelitian ini menyimpulkan bahwa mengekspos identitas/informasi pribadi (doxing) 'Karen' di Internet berfungsi sebagai pengawasan sosial terhadap perilaku masyarakat serta menjadi salah satu cara untuk melawan rasisme melalui perilaku penonton dalam bereaksi terhadap unggahan tersebut.

Many footages or posts of ‘Karen’ can be found all across social media, shared by different Internet users. Through a TikTok video of ‘Karen’ taken from @CalvinLee’s TikTok account, this article examines the audience’s reactions to racism by ‘Karen’ and how those reactions redefine the label ‘Karen’ itself as well as finding the significance in the questioning of who can be considered as Americans toward the whole narrative. Using the qualitative research method with a virtual ethnography approach, the research findings will be elaborated through the Emotional Broadcast Theory (EBT) of Social Sharing by Harber & Cohen (2005) and the Reader’s Reception Theory by Hall (1973). This paper concludes that exposing ‘Karen’ on the Internet functioned as social surveillance of society’s behavior. It is also a way of resisting racism, which is the main issue behind the image of ‘Karen’ through the audience’s behaviors in reacting to the event."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diva Azahro Rahmani
"Rasisme terhadap orang Cina di Prancis bukanlah hal yang baru. Namun, dengan disinyalir penemuan kasus Covid-19 pertama di Cina yang menjalar dan melanda pandemi di seluruh dunia, rasisme terhadap orang Cina di Prancis bertambah dalam bentuk ujaran kebencian secara daring. Hal ini seiring dengan adanya peningkatan tinggi dalam penggunaan media sosial Twitter selama pandemi di Prancis. Artikel ini bertujuan untuk meneliti siapa, mengapa dan bagaimana ujaran kebencian terhadap orang Cina di Prancis berlangsung dalam media sosial Twitter. Dengan metodologi kualitatif, teori Analisis Wacana Kritis dan konsep us versus them oleh Van Dijk, korpus yang diteliti adalah tiga cuitan dari tiga akun yang berbeda dan dipilih atas dasar kandungan kata kunci serta jumlah retweets atau pengulangan dan likes terbanyak. Hasil dari penelitian menemukan bahwa walaupun dilanda krisis kesehatan, ujaran kebencian anti-Cina tahun 2020 tidak didasari oleh masalah kesehatan, melainkan efek samping dari pandemi. Mereka yang menyebar ujaran kebencian adalah akun-akun anonim yang didorong oleh xenophobia dan terganggunya kegiatan yang mereka gemari, khususnya sepak bola. Selain itu, ujaran kebencian juga dilakukan untuk mempertahankan keaslian, keberlangsungan dan hak asasi ingroup masing-masing. Ujaran kebencian tersebut diekspresikan dalam bentuk majas hiperbola, sarkasme, ancaman, serta penggunaan foto reaction meme.

Anti-Chinese racism in France is not a new phenomenon. However, with the emergence of Covid-19 in China, which eventually spread and caused a worldwide pandemic, racism against Chinese people in France has increased rapidly in the form of online hate speech. Such an increase is simultaneous with the spurge in the use of social media Twitter during the 2020 pandemic in France. This article aims to examine who, why and how hate speech against Chinese people in France takes place on Twitter. Using a qualitative research methodology, the theory of Critical Discourse Analysis and the Us versus Them concept by Van Dijk, the corpus used in this paper are three different tweets from three different accounts, and were selected based on keywords and highest number of retweets and likes. The results of the study found that despite the health crisis, hate speech was never really rooted from health-related issues, but rather from the side-effects of the pandemic. Those who spread hate speech were all anonymous accounts, and were driven by xenophobia and the pause of activities which users are passionate about, such as football. Moreover, hate speech is also expressed to maintain the authenticity, continuity and rights of attackers’ respective ingroups. Hate speech online is expressed through the use of hyperboles, sarcasm, threats and the use of reaction meme pictures.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tara Laurensia
"ABSTRAK
Ras dapat menjadi salah satu faktor yang dapat menentukan bagaimana seseorang diperlakukan oleh orang lain di tempat bekerja. Beauty Shop menceritakan perjuangan seorang wanita
kulit hitam yang bekerja sebagai penata rambut di salon milik pria
kulit putih dan perjuangan seorang wanita kulit putih sebagai penata rambut di salon yang dimiliki oleh seorang wanita kulit hitam. Film ini menggambarkan bagaimana latar belakang ras dapat secara langsung mempengaruhi interaksi di tempat bekerja. Film ini berfokus pada dua karakter dari ras berbeda yang harus mengahadapi akibat dari menjadi bagian dalam kelompok minoritas. Penelitian sebelumnya telah menganalisis pemeran utama kulit hitam dari sudut pandang feminis dan penggambaran kulit putih pada film ini, namun, bentuk-bentuk rasisme di dalam film belum secara keseluruhan dibahas. Dengan membahas bentuk-bentuk rasisme yaitu prasangka, diskriminasi, konflik rasial, dan isolasi sosial, makalah ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana rasisme terjadi dan reaksi apa saja yang berasal dari kelompok minoritas. Kata kunci: rasisme; tempat kerja; prasangka; diskriminasi; konflik rasial; isolasi sosial

ABSTRACT
Race can be one of the factors which can determine how a person is treated by others in a workplace. Beauty Shop narrates the struggle of a black female hairdresser in a salon owned by a white man and the struggle of a white female hairdresser when she works in a salon owned by a black woman. This film portrays how racial background can directly affect interactions in the workplace. It focuses on two characters from different races who have to face the effects of being a part of minority group in their workplace. Previous studies have analyzed the main black character from a feminist perspective and the portrayal of whiteness in the film however, forms of racism in the film have not been adequately discussed in scholarly journals. By discussing forms of racism in the film which are prejudice, discrimination, racial conflict, and social isolation, this paper aims to reveal how racism operates and what kind of responses are employed by the minority group. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzi Kindy Budiyono
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada sebuah artikel berjudul Mesut Ozil und Ikay Gundogan: nicht besonders schlau yang ditulis oleh Christian Spiller dalam surat kabar Jerman, die Zeit, pada tanggal 14 Mei 2018 di laman daringnya. Penelitian ini menggunakan teori analisi wacana kritis model Teun A. van Djik untuk menganalisis wacana serta elemen elemen linguistik yang ada di dalamnya, penelitian ini menampilkan ujaran kebencian terhadap Ozil dan Gundogan, serta kritik terhadap mereka, baik dalam bentuk eksplisit maupun implisit. Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini selain adanya ujaran kebencian terdapat juga beberapa kritik yang memojokan Ozil dan Gundogan yang dipengaruhi oleh wacana rasisme, serta wacana imigran di Jerman.

ABSTRACT
This study focuses on an article entitled Mesut Ozil und Ikay Gundogan: nicht besonders schlau written by Christian Spiller in the German newspaper, Die Zeit, on May 14, 2018 on its online page. This research uses Teun A. van Djik s theory of critical discourse analysis to analyze the discourse and elements of linguistic elements in it, this research shows the utterance of hatred towards Ozil and Gundogan, as well as criticism of them, both in explicit and implicit forms. The conclusions obtained from this study in addition to the existence of hate speech there are also some criticisms which discredit Ozil and Gundogan which are influenced by the discourse of racism, as well as the discourse of
immigrants in Germany."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Merry Tinezia Hanny
"Get Out 2017 adalah film Hollywood yang mengungkap elemen-elemen dari rasisme kulit putih white racism di dalam kisah mengenai Chris, seorang tokoh Afrika-Amerika, ketika ia pertama kali datang mengunjungi keluarga kekasih kulit putihnya. Get Out menempatkan fokus utamanya pada objektifikasi orang kulit hitam blackness mdash;dengan mengambil pendekatan yang berbeda dari film-film bertema rasisme lainnya melalui sebuah cerita horor. Dengan melakukan analisis tekstual dan menggabungkan beberapa kerangka teori, studi ini bertujuan untuk mencapai sasaran utama, yaitu menyelidiki bentuk-bentuk rasisme yang terjadi di film ini melalui sudut pandang seorang pemeran utama Afrika-Amerika.

Get Out 2017 is a Hollywood film that discloses the elements of white racism within the story about Chris, the African-American protagonist, when he comes to visit the family of his white American girlfriend for the first time. Get Out presumes to put its main focus on the objectification of blackness mdash;while it goes in the opposite direction from most racism-themed films by using a horror genre to complement its storytelling. By conducting a textual analysis and incorporating several theoretical frameworks, this study focuses on its mark, that is, the aim of achieving a key objective to delve into how the acts of white racism are told through the viewpoint of the African-American lead in the movie.
"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>