Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187123 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siti Faezaturrahmi
"Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis memberikan kesempatan bagi pihak yang berkepentingan untuk mengajukan permohonan penghapusan atau pembatalan terhadap merek terdaftar. Namun dalam UU Merek tidak mengatur siapa yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan dalam pengajuan permohonan penghapusan merek. Dalam UU Merek hanya mengatur definisi untuk pihak yang berkepentingan dalam pembatalan merek. Oleh karena itu tulisan ini akan membahas apakah kualifikasi pembatalan merek dapat digunakan pada penghapusan merek serta apakah pertimbangan majelis hakim sudah tepat dalam merumuskan siapa itu pihak ketiga yang berkepentingan dalam gugatan penghapusan merek. Tulisan ini menganalisis bagaimana Majelis Hakim mendefinisikan Pihak Ketiga Yang Berkepentingan dalam gugatan penghapusan merek pada Putusan Nomor 120/Pdt.Sus/Brand/2022/PN Niaga.Jkt.Pst. dan Putusan Nomor 25/Pdt.Sus-Merek/2018/PN Niaga.Jkt.Pst.

Law Number 20 of 2016 on Trademarks and Geographical Indications provides an opportunity for interested parties to file a request for the cancellation or deletion of a registered trademark. However, the Trademark Law does not specify who is considered a third party with an interest in filing a request for the deletion of a trademark. The Trademark Law only defines interested parties for the cancellation of a trademark. Therefore, this paper will discuss whether the qualifications for trademark cancellation can be applied to trademark deletion and whether the judicial panel's considerations are accurate in defining who constitutes a third party with an interest in a trademark deletion lawsuit. This paper analyzes how the judicial panel defines an interested third party in trademark deletion lawsuits in Decision Number 120/Pdt.Sus/Brand/2022/PN Niaga.Jkt.Pst. and Decision Number 25/Pdt.Sus-Merek/2018/PN Niaga.Jkt.Pst."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didit Sugiharto
"Secara historis perkembangan hukum atas peraturan perundangan-undangan di dalam rezim merek di Indonesia telah terjadi begitu banyak perubahan yang sangat mendasar. Pada saat ini pengaturan atas merek di Indonesia diatur berdasarkan Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Sistem pendaftaran merek di Indonesia menganut sistem konstitutif (first to file) sebagaimana diatur di dalam Pasal 3 Undang–Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis. Sistem pendaftaran merek di Indonesia memberikan perlindungan hukum atas merek terdaftar. Secara faktual di dalam pendaftaran merek di Indonesia telah terjadi praktik–praktik pendaftaran merek milik pihak asing yang dilakukan oleh Pemohon beriktikad buruk dengan maksud dan tujuan mengambil manfaat secara ekonomi. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Maraknya praktik–praktik pendaftaran merek oleh Pemohon beriktikad buruk disebabkan tidak terdaftarnya merek milik pihak asing di Indonesia. Apabila merek milik pihak asing telah dilakukan pendaftaran oleh Pemohon beriktikad buruk di Indonesia, maka upaya hukum yang tepat dapat dilakukan yaitu Penghapusan Merek dan Gugatan Pembatalan Merek atas merek terdaftar yang didasari iktikad buruk. Urgensi perlindungan hukum atas merek dari Pemohon beriktikad buruk dapat diatasi dengan adanya suatu kesadaran bagi Pemilik merek asing untuk melakukan pendaftaran merek miliknya di Indonesia.

Historically, the legal development of the laws and regulations in the trademark regime in Indonesia has occurred so many fundamental changes. Currently, the regulation of trademarks in Indonesia is governed by Law Number 20 Year 2016 on Trademarks and Geographical Indications. Trademark registration system in Indonesia adheres to the constitutive system (first to file) as stipulated in Article 3 of Act No. 20 Year 2016 on Trademarks and Geographical Indications. Trademark registration system in Indonesia provides legal protection for registered trademarks. Factually in the registration of trademarks in Indonesia there have been practices of registration of trademarks owned by foreign parties carried out by the Applicant in bad faith with the intent and purpose of taking economic benefits. This research was prepared using doctrinal research methods. The rise of trademark registration practices by bad faith applicants is due to the unregistered trademarks owned by foreign parties in Indonesia. If the trademark owned by a foreign party has been registered by the Applicant in bad faith in Indonesia, then the appropriate legal remedies can be done namely Trademark Removal and Trademark Cancellation Lawsuit on registered trademarks based on bad faith. The urgency of legal protection of the trademark of the bad faith applicant can be overcome by an awareness for foreign trademark owners to register their trademarks in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natassa Raemavenzka
"Penerapan doctrine of foreign equivalents terhadap Merek AQUA yang merupakan merek untuk produk air minum dalam kemasan, menempatkan Merek AQUA sebagai merek generik dalam tingkatan kekuatan daya pembeda merek, sebab kata ‘aqua’ dalam Merek AQUA memiliki arti kata ‘air’ apabila diterjemahkan dari bahasa Latin ke dalam bahasa Indonesia merupakan kata yang menerangkan nama barangnya yaitu air minum. Unsur berupa keterkenalan merek dan penggunaan merek secara terus-menerus oleh PT Aqua Golden Mississippi sekalipun tidak dapat memberikan secondary meaning terhadap Merek AQUA sebagai merek generik. Perlindungan hukum yang dapat diberikan terhadap Merek AQUA hanyalah Merek AQUA sebagai marks as per set dengan pengecualian terhadap kata ‘aqua’.

The application of doctrine of foreign equivalents to AQUA® which is the trademark for bottled drinking water products, placing AQUA® as a generic marks based on the spectrum of trademark distinctiveness, because the word 'aqua' in AQUA® means 'water' when translated from Latin to Indonesian describing the products namely bottled drinking water. Even elements such as famous and well-known marks and continuous usage of trademark by PT Aqua Golden Mississippi cannot achieve any secondary meaning to AQUA® as generic marks. The legal protection that can be given to AQUA® as trademark is only as marks as per set with the exception of the word 'aqua'.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54360
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dimas Adi Pramono
"Skripsi ini membahas perlindungan hukum bagi pemilik merek lokal yang mereknya memiliki kemiripan dengan merek terkenal asing. Pembahasan dalam skripsi ini didasarkan pada sengketa merek terkenal IKEA melawan merek lokal IKEMA yang telah diputus sampai tingkat Peninjauan Kembali. Dalam sengketa merek ini, terdapat perbedaan jenis barang atau jasa. Sedangkan Peraturan Pemerintah untuk mengatur tentang persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa tidak sejenis belum dibentuk. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ikea adalah merek terkenal. Pemilik merek Ikema mendaftarkan mereknya dengan itikad baik dan Ikema tidak memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek Ikea karena terdapat perbedaan jenis barang atau jasa antara merek tersebut.

This thesis discusses about the legal protection for the owner of a local trademark that the trademark has similarities with well-known mark. The discussion in this thesis is based on dispute between well-known mark IKEA against local trademark IKEMA that has been decided by the court. In this trademark dispute, there are different types of goods or services. While government regulation to regulate likelihood of confusion with dissimilar goods or services has not been established. This research use qualitative descriptive method. The results showed that Ikea is a well-known mark. Ikema owners register that trademark in good faith and Ikema doesn’t have likelihood of confusion with Ikea because there are differences the types of goods or services in that trademark.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S57629
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Puspito Rini
"Gugatan ganti rugi yang diajukan Hardwood Private Limited kepada PT Unilever Indonesia, Tbk adalah keberatan Hardwood Private Limited kepada PT Unilever Indonesia, Tbk yang menggunakan kata strong pada produk pasta gigi merek ‘Pepsodent Strong 12 Jam’. Kata strong pada merek ‘Pepsodent Strong 12 Jam’ mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek ‘Strong’ milik Hardwood Private Limited. Dalam perkara ini, Mahkamah Agung RI memberikan putusan Nomor 332K/Pdt.Sus-HKI/2021 tanggal 30 Maret 2021 dengan membatalkan putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor 30/Pdt.Sus-Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst tanggal 18 November 2020 yang memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada Hardwood Private Limited sebagai penerima peralihan hak dari pendaftar pertama merek “Strong”. Dengan pertimbangan hukum Hakim Agung adalah merek ‘Pepsodent Strong 12 Jam’ dengan menggunakan kata Strong telah terdaftar sehingga PT Unilever Indonesia, Tbk mempunyai alasan menggunakan merek tersebut. Tujuan dari penulisan ini untuk mengkaji putusan dan pertimbangan hukum yang diberikan Hakim Agung pada perkara aquo secara mendalam. Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil dari penelitian adalah Hakim Agung dalam perkara a quo sudah intervensi dalam memberikan putusan dan pertimbangan hukum yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 178 ayat (3) HIR dan asas hakim bersifat pasif dalam Hukum Acara Perdata serta Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

The lawsuit for compensation filed by Hardwood Private Limited against PT Unilever Indonesia, Tbk is Hardwood Private Limited’s objection to PT Unilever Indonesia, Tbk for using the word strong in its ‘Pepsodent Strong 12 Jam’ toothpaste product. The word strong on the mark ‘Pepsodent Strong 12 Jam’ is basically similar to the mark ‘Strong’ owned by Hardwood Private Limited. In the case, the Supreme Court of the Republic of Indonesia issued a decision Number 332K/Pdt.Sus-HKI/2021 dated March 30, 2021, by canceling the decision of the Central Jakarta Commercial Court Number 30/Pdt.Sus-Merek/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst dated 18 November 2020 which provides legal protection and certainty to Hardwood Private Limited as the recipient of the transfer of rights from the first registrant of the “Strong” mark. With the legal considerations of the Supreme Court Judge, the mark 'Pepsodent Strong 12 Jam' using the word Strong has been registered so that PT Unilever Indonesia, Tbk has reasons to use the mark. The purpose of this paper is to examine in depth the decisions and legal considerations given by the Supreme Court Justices in the case. The type of research used is a normative legal research method with a statutory approach. The results of the research are that the Supreme Court Judge in the case has intervened in giving decisions and legal considerations that are contrary to the provisions of Article 178 paragraph (3) HIR and the principle of passive judges in the Civil Procedure Code and Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Indications Geographical."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Arti penting merek dalam dunia periklanan dan
pemasaran dapat menimbulkan sengketa antara pelaku usaha,
yaitu mengenai gugatan pembatalan atau penghapusan merek.
Ketentuan mengenai penghapusan ada pada pasal bagian
pertama, Bab VIII dalam Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun
2001. Penghapusan dapat dilakukan melalui prakarsa Kantor
Merek, permintaan pemilik merek serta pihak ketiga melalui gugatan penghapusan di Pengadilan Niaga. Gugatan
penghapusan dapat dilakukan apabila merek terdaftar
tersebut tidak digunakan selama tiga tahun berturut-turut
dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal
pemakaian terakhir dan pemakaian merek yang tidak sesuai
dengan apa yang telah didaftarkan pada Kantor Merek.
Doktrin mengenai intent to use pada pemakaian merek
merupakan dasar bagi penghapusan merek dengan alasan nonuse. Doktrin mengenai distinctiveness dan likelihood of confusion dapat dijadikan tolak ukur suatu pemakaian yang tidak sesuai. Pada studi kasus yang pertama, yaitu Top One vs Megatop, PT. Lumasindo Perkasa telah memperdagangkan oli dengan menggunakan merek MEGATOP dengan tulisan kata MEGATOP dalam elips, penggunaan angka 1, kata ”New Formula” dalam angka 1, serta lukisan dan unsur warna merah dan kuning, yang tidak sesuai dengan yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek, yang berupa kata MEGATOP dengan uraian warna biru dan kuning didaftarkan pada tanggal 10 Maret 1998 dengan nomor 411000. Pada studi kasus kedua, yaitu Krisma vs Karisma, dapat dikatakan terjadi pembalikan paradigma dasar dari perumusan ketentuan Undang-Undang Merek mengenai penghapusan dimana PT. Astra Honda Motor telah tidak menggunakan merek Karismanya sesuai dengan yang
didaftarkan pada Kantor Merek. Namun, awal mulanya gugatan penghapusan oleh PT. Tossa Shakti ini karena ia mendapatkan somasi dan pelaporan polisi oleh pihak Astra Honda Motor."
[Universitas Indonesia, ], 2006
S23576
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Evita Eka Prasetaningtyas
"Merek merupakan tanda pengenal sebagai pembeda suatu barang dan/atau suatu jasa dengan barang dan/atau jasa lain yang sejenis maupun tidak sejenis. Penggugat PT. Monysaga Prima sebagai pemegang merek JELIJUS kelas 29 dan kelas 32 mengajukan gugatan Penghapusan Pendaftaran Merek karena menemukan bahwa tergugat PT. Manacoco Sari sebagai pemegang merek YEKO JELLYJUICE kelas 29 dan kelas 32 telah mengedarkan produk minuman dalam bentuk jelly dengan memakai atau menggunakan merek yang tidak sesuai dengan merek yang di daftar, yaitu menggunakan merek JELLYJUICE dengan karakter huruf lebih besar atau menonjol dan menyembunyikan kata YEKO dalam lingkaran karakter huruf lebih kecil yang ditempatkan secara terpisah dari rangkaian kalimat Jellyjuice, yaitu terletak di atas kata JELLYJUICE. Padahal merek yang terdaftar pada Daftar Umum Direktorat Merek seharusnya merek YEKO JELLYJUICE merupakan suatu rangkaian dengan karakter huruf yang sama dan dengan ukuran yang sama besar pula sebagaimana tercantusn dalam Sertifikat Merek atas nama Tergugat.
Maka dari itu yang menjadi pokok permasalahannya adalah hal yang menjadi landasan bahwa pada merek Yeko Jellyjuice yang terjadi adalah Penghapusan bukan Pembatalan Pendaftaran Merek dan Penggugat sebagai pemegang merek dagang Jelijus berhak atau tidak untuk mengajukan gugatan Penghapusan Pendaftaran Merek dalam hal Tergugat menyatakan bahwa Penggugat dalam hal ini juga telah melanggar ketentuan. Metode penelitian yaitu kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. Tipe penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian evaluatif, Jenis data yang digunakan data sekunder.
Dari permasalahan tersebut disimpulkan bahwa Penggugat melakukan gugatan penghapusan pendaftaran merek karena adanya bukti yang lebih kuat yang terdapat pada produk barang Tergugat, dan Tergugat tidak dapat menyatakan bahwa Penggugat tidak dapat melakukan gugatan karena produk Penggugat juga mencantumkan merek yang tidak sesuai dengan yang didaftarkan karena pernyataan bahwa Penggugat menggunakan merek yang tidak sesuai dengan merek yang didaftarkannya hanya dapat diputuskan melalui Pengadilan Niaga atas prakarsa Direktorat Jenderal atau pihak ketiga yang berkeberatan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16535
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitepu, Bella Tamora Debora
"Penelitian ini bertujuan menganalisis perlindungan hukum dan asas keadilan pada Putusan Pidana No 50/Pid.Sus/2018/PN Jepara, serta mengkaji upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi merek terdaftar. Metode pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan
menggunakan teori hukum, teori perlindungan hukum, dan teori keadilan. Hasil dari penelitian ini adalah Putusan pidana No 50/Pid.Sus/2018/PN Jepara belum
berdasarkan pada asas keadilan dan mencerminkan perlindungan hukum bagi pemegang merek terdaftar. Upaya yang dapat dilakukan untuk melindungi merek
terdaftar antara lain melalui jalur peradilan apabila ada pelanggaran dan dalam kasus seperti Cocobrico bisa memanfaatkan sistem perekaman (recordasi) dan aplikasi Ceisa HKI Kementerian Keuangan untuk melindungi dari ekspor-impor pihak lain dengan tanpa izin pemegang hak. Pemberian informasi mengenai upaya perlindungan yang dapat dilakukan untuk melindungi merek terdaftar dan peningkatan kesadaran akan pentingnya perlindungan merek dari pemilik merek terdaftar dan aparat penegak hukum serta masyarakat dirasa penting untuk menghindari pelanggaran HKI di kemudian hari.

This study aims to analyze legal protection and the principle of justice in Criminal Decision No. 50/Pid.Sus/2018/PN Jepara, as well as to examine the efforts that can be made to protect registered trademarks. The approach method used in this paper
is normative juridical law research using legal theory, legal protection theory, and justice theory. The result of this research is that the criminal verdict No. 50/Pid.Sus/2018/PNJepara has not been based on the principle of justice and reflects legal protection for registered trademark holders. Efforts should be made to protect the registered brand among others in the court, if there is a violation,
and in such cases can take advantage Cocobrico recording system(recordasi) and application of IPRs Ceisa Ministry of Finance in order to protect from export-impro another party without permission of the rights holder. Providing information on the
protective measures that can be taken to protect registered trademarks and increasing awareness of the importance of trademark protection from registered
trademark owners and law enforcement officers and the public are deemed important to avoid future IPR violations.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria A. Nareswari
"Dengan berkembangnya dunia perdagangan, perlindungan akan merek pun menjadi hal yang sangat penting. Pada dasarnya, merek adalah sebagai tanda yang menunjukkan asal barang, membedakan antara satu produsen dengan produsen lainnya. Merek harus memiliki daya pembeda. Merek tidak dapat didaftarkan jika merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang/jasa yang dimohonkan pendaftarannya. Kata/istilah generik yang menerangkan barang/jasa tersebut tidak dapat didaftarkan karena memiliki daya pembeda yang lemah. Dalam kasus Kopitiam, Mahkamah Agung mengabulkan kopitiam sebagai merek eksklusif individu karena kopitiam tidak memiliki arti kedai kopi seperti yang diutarakan pemohon Peninjauan Kembali. Pemberian arti kopitiam yaitu kopi berasal dari Bahasa Melayu, dan tiam dari Bahasa Hokkien yang berarti kedai (pemaknaan kopitiam yaitu sebagai kedai kopi), tidak dapat diterima Mahkamah Agung. Penggunaan istilah tersebut bukanlah sesuatu yang lazim, namun bagi masyarakat terutama daerah pesisir Sumatera, Kalimantan, dekat Singapura dan Malaysia, menganggap istilah kopitiam adalah identik dengan sebuah kedai kopi. Perbedaan pemahaman ini yang akhirnya membuat secara hukum kopitiam diterima sebagai merek dan tidak bagi masyarakat terutama para pengusaha Kopitiam di Indonesia.

With the fast development of tradingscene, the legal protection of trademarks becomes an important issue. Basically, trademark is a sign which indicates the origin of certain goods, and it can also distinguish one producer’s good from the competitors’. Trademark should have a distinctiveness. A mark cannot be registered if it is in some ways related to the product/service. In the Kopitiam case, the Supreme Court has granted the exclusive right of that mark with reasoning there is not enough evidence that “Kopitiam” translates to “Coffee Shop”, as Abdul Alek has stated. Kopitiam is originated from Kopi from Malay language and Tiam which means shop (from Hokkien dialect). The Supreme Court stated that the use of the term ‘Kopitiam’ is not common, but for the citizen, especially originating from Sumatera, Kalimantan, and around Singapore and Malaysia, the term Kopitiam is synonymous with “Coffee Shop”. The difference in understanding leads to legal acceptance of “Kopitiam” as an exclusive trademark in Indonesia, with the general public, especially other Kopitiam business, unable to use it."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S54344
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jasmine Faradissa Testa
"Merek memiliki peran penting dalam jalannya kegiatan usaha terkhusus bagi produsen (pemilik usaha) dan konsumen. UU No. 20 Tahun 2016 memberikan ketentuan terkait kriteria merek yang tidak dapat diterima (Pasal 20) dan kriteria merek yang ditolak (Pasal 21). Dalam hal adanya suatu merek terdaftar yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 20 dan Pasal 21, maka pihak yang berkepentingan atau pemilik merek tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan pembatalan merek. Tahun 2021-2022 pemilik Merek Gudang Garam mengajukan gugatan pembatalan atas Merek Gudang Baru sebagaimana diputus dalam Putusan Pengadilan Niaga Nomor 4/Pdt.Sus-Hki/Merek/2021/PN Niaga Sby sebagaimana dikukuhkan oleh Putusan Mahkamah Agung Nomor 427 K/Pdt.Sus-Hki/2022. Pada putusan tersebut Majelis Hakim menjatuhkan salah satu amar putusan yang pada pokoknya memerintahkan Direktorat Merek untuk menolak seluruh pendaftaran merek-merek dengan basis kata Gudang Baru, Gudang Baru Origin, dan Gedung Baru yang mempunyai persamaan pada pokoknya dan/atau secara keseluruhan dengan Merek-Merek Terkenal Gudang Garam, dengan ketentuan apabila Direktorat Merek tetap mengabulkan permohonan merek tersebut maka pendaftaran merek dengan sendirinya batal demi hukum. Hakim dalam menjalankan tugas dan kewenangannya dalam menyelesaikan dan menjatuhkan putusan a quo tidak sesuai dengan ketentuan, prosedur dan pengaturan terkait pembatalan merek sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya Pasal 92 UU No. 20 Tahun 2016, serta pengaturan penolakan pendaftaran merek khususnya Pasal 19 ayat (3) Permenkumham No. 67 Tahun 2016. Seharusnya suatu putusan khususnya putusan perdata tidak memberikan dampak terhadap pihak dan objek perkara diluar sengketa. Bunyi putusan seperti ini merupakan bunyi putusan yang baru dalam putusan sengketa pembatalan merek yangmana juga menimbulkan dampak hukum terhadap permohonan pendaftaran merek yang melibatkan beberapa aspek yakni terhadap Direktorat Merek, terhadap pihak ketiga, dan terhadap konsep pembatalan itu sendiri.

Trademark plays an important role in business activities, especially for producers (business owners) and consumers. Law No. 20 of 2016 regulates criteria for unacceptable trademark (Article 20) and the criteria for to be rejected trademark (Article 21). In the case of a registered trademark does not comply with the provisions of Article 20 and Article 21, interested parties can file a lawsuit for the cancellation of the relevant trademark. In 2021 to 2022 the owner of Gudang Garam Trademark filed a lawsuit for the cancellation of the Gudang Baru Trademark, as decided in Commercial Court Decision No. 4/Pdt.Sus-Hki/Merek/2021/PN Niaga Sby, as confirmed by Supreme Court Decision No. 427 K/Pdt.Sus-Hki/2022. In this case, the panel of judges issued a ruling that ordered the Trademark Office to reject all trademark application that contains the words "Gudang Baru," "Gudang Baru Origin," and "Gedung Baru" that are substantively similar or identical to the well-known Gudang Garam trademark, and if the Trademark Office still grants the registration of such trademarks, the registration will be automatically considered null and void. The judge, in performing their duties and authority in resolving and issuing the aforesaid decission did not comply with the procedures, and regulations related to trademark cancellation as stipulated in the applicable legislation, particularly Article 92 of Law No. 20 of 2016, as well as the regulations concerning refusal of a trademark registration Article 19 paragraph (3) of Minister of Law and Human Rights Regulation No. 67 of 2016. A judge’s civil decision are not supposed to create impact on parties and matters out of the dispute. Such wording is a new and out of the usual of trademark cancellation disputes, which would have legal implications to trademark application that involves several aspects namely the Trademark Office, third parties, and the concept of cancellation itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>