Ditemukan 181104 dokumen yang sesuai dengan query
Saqilla Anatasha Laverda
"Penelitian ini mengkaji perbedaan dan implikasi hukum antara perjanjian kerja dan perjanjian partnership dalam konteks ketenagakerjaan di Indonesia. Banyak pemberi kerja memanfaatkan perjanjian partnership untuk menghindari kewajiban hukum terkait hubungan kerja, yang berdampak pada hilangnya hak-hak dasar pekerja. Studi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 230 K/Pdt.Sus-PHI/2021, di mana hakim mengkualifikasikan perjanjian partnership sebagai perjanjian kerja karena memenuhi unsur hubungan kerja, seperti perintah, pekerjaan, dan upah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian kerja menciptakan subordinasi antara pekerja dan pemberi kerja dan diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, memberikan perlindungan seperti pesangon dan kompensasi saat pemutusan hubungan kerja (PHK). Sementara itu, perjanjian partnership yang diatur dalam KUHPer tidak mengatur hak-hak khusus bagi para pihak saat pengakhiran hubungan. Penelitian ini menyarankan pemerintah untuk memperketat pengawasan agar praktik pengubahan hubungan kerja menjadi perjanjian partnership yang merugikan pekerja dapat dicegah. Pemberi kerja dan pekerja diharapkan lebih teliti dalam menyusun isi perjanjian sesuai ketentuan hukum, dan hakim disarankan mempertimbangkan substansi perjanjian saat menentukan jenis hubungan kerja. Dengan mengimplementasikan rekomendasi ini, diharapkan tercipta lingkungan kerja yang lebih adil dan harmonis serta meningkatkan perlindungan hak-hak pekerja, yang pada akhirnya memperkuat hubungan industrial di Indonesia.
This study examines the differences and legal implications between employment contracts and partnership agreements within the context of labor relations in Indonesia. Many employers utilize partnership agreements to avoid legal obligations related to employment, impacting workers' fundamental rights. This study uses a normative juridical approach and analyzes decision number 230 K/Pdt.Sus- PHI/2021, in which the judge classified the partnership agreement as an employment contract due to fulfilling elements of an employment relationship, such as command, work, and wages. The findings indicate that an employment contract creates a subordinated relationship between worker and employer and is regulated by labor law, providing protections like severance pay and compensation upon termination of employment. In contrast, partnership agreements, regulated by the Civil Code (KUHPer), do not specify rights for the parties involved upon termination. This study recommends that the government enhance monitoring to prevent practices where employment relationships are disguised as partnership agreements, disadvantaging workers. Employers and workers are encouraged to carefully draft contract terms in accordance with legal requirements, and judges are advised to consider the substance of the agreement when determining the nature of the working relationship. Implementing these recommendations aims to foster a fairer and more harmonious work environment, enhance worker rights protections, and ultimately strengthen industrial relations in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Miranda Farahdina Nugraha
"Ketiadaan Perjanjian Kerja dalam bentuk tertulis dapat berakibat pada empat hal yaitu ketidaksepahaman akan berakhirnya masa kerja Pekerja, ketidakpastian akan perlindungan bagi Pekerja, ketidakpastian pemberian upah bagi Pekerja, terjadinya Perselisihan Hak, terjadinya Perselisihan PHK, hingga terjadinya kesulitan-kesulitan pada proses pembuktian di pengadilan dalam hal terjadi Perselisihan Hubungan Industrial. Pada kasus Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 996 K/Pdt.Sus-PHI/2021, Pekerja menganggap bahwa Hubungan Kerja masih terjalin oleh karena tidak adanya kesalahan yang diperbuatnya dan belum ada persetujuan mengenai PHK, namun Pengusaha menyatakan bahwa PHK yang dilakukan adalah karena telah berakhirnya masa kerja yang merujuk pada dikeluarkannya Surat Pemberitahuan Tidak Diperpanjang Kontrak. Hal ini menunjukan bahwa ketiadaan Perjanjian Kerja dalam bentuk tertulis menimbulkan perbedaan pendapat mengenai berakhirnya masa kerja Pekerja. Tulisan ini menganalisis mengenai bagaimana dampak Perjanjian Kerja tidak tertulis terhadap Hubungan Kerja serta ketentuan dan pemenuhan hak Pekerja berkaitan dengan adanya Perselisihan Hubungan Industrial sebagaimana terjadi di dalam kasus Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 996 K/Pdt.Sus-PHI/2021. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipologi Deskriptif-Analitis yang menggunakan metode analisis data kualitatif dengan data sekunder yang berfokus pada bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang didapatkan melalui studi pustaka.
The absence of an Employment Agreement in written form can result in four things, namely disagreement regarding the end of the Worker's term of employment, uncertainty regarding protection for the Worker, uncertainty in the payment of wages for the Worker, the occurrence of Rights Disputes, the occurrence of Disputes over Layoffs, and difficulties in the proof process in court in the event of an Industrial Relations Dispute. In the case of the Republic of Indonesia Supreme Court Decision Number 996 K/Pdt.Sus-PHI/2021, the employee considered that the employment relations was still exist because there were no mistakes had made and there had been no agreement regarding the layoff, but the employer stated that the layoff was carried out because it had ended work period which refers to the issuance of a Notice of Non-Renewal of Contract. This shows that the absence of an Employment Agreement in written form gives rise to differences of opinion regarding the end of the Worker's term of employment. This article analyzes the impact of unwritten Employment Agreements on Employment Relations as well as the provisions and fulfillment of Workers' rights relating to Industrial Relations Disputes as occurred in the case of the Republic of Indonesia Supreme Court Decision Number 996 K/Pdt.Sus-PHI/2021. This article was prepared using a doctrinal research method with a Descriptive-Analytical typology which uses a qualitative data analysis method with secondary data that focuses on primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials obtained through literature study."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Katya Prameswari Rahardjo
"Tenaga Kerja Asing (TKA) pada dasarnya adalah warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. Ketentuan mengenai Penggunaan TKA sudah mengalami perubahan dari waktu ke waktu yang menyebabkan turut adanya perubahan dalam prosedur penggunaan TKA di Indonesia. Meskipun pengaturan TKA sudah diatur dengan ketat, tetapi masih ada masalah yang timbul dikarenakan pemberi kerja memperkerjakan TKA dengan keterangan jangka waktu yang berbeda dalam pemenuhan syarat administratif penggunaan Izin Tinggal Terbatas (ITAS) dengan jangka waktu yang ada dalam perjanjian kerja yang digunakan. ITAS merupakan izin yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi kepada TKA untuk tinggal dan bekerja di Indonesia dalam jangka waktu tertentu. Keberadaan ITAS menjadi penting untuk mengatur keberadaan TKA agar sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dan untuk memastikan perlindungan hukum bagi TKA. Masalah perbedaan jangka waktu dalam perjanjian kerja dan jangka waktu dalam ITAS berimplikasi pada kedudukan hukum dan hak-hak yang dimiliki oleh TKA, terutama saat terjadi Pemutusan Hubungan Kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati dalam perjanjian kerja. Fokus utama penelitian ini adalah memahami regulasi yang mengatur izin tinggal terbatas, implikasi hukum bagi TKA, dan tantangan yang dihadapi dalam implementasinya. Metode penelitian doktrinal digunakan untuk mengevaluasi peraturan perundang-undangan yang ada, termasuk Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, dan peraturan pelaksanaannya. Kesimpulannya, keberlakuan izin tinggal terbatas bagi tenaga kerja asing di Indonesia sangat penting untuk memastikan legalitas dan keteraturan penggunaan TKA, sehingga kedudukan hukum TKA yang dapat diberikan perlindungan hukum hanyalah sebatas masa keberlakuan ITAS TKA. Akan tetapi, diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang secara tegas menetapkan dasar hukum yang dipakai sebagai acuan dalam penentuan jangka waktu bekerja TKA di Indonesia.
Foreign Workers are foreign citizens who hold visas to work in Indonesian territory. Provisions regarding the Use of Foreign Workers have changed occasionally, resulting in changes in procedures for using foreign workers in Indonesia. Even though the regulation of foreign workers has been strictly regulated, problems still arise because employers employ foreign workers with different periods in fulfilling the administrative requirements for using a Limited Stay Permit (ITAS) compared to the period in the work agreement. ITAS is a permit issued by the Directorate General of Immigration to foreign workers to live and work in Indonesia for a certain period. ITAS is important to regulate the presence of TKA so that it complies with applicable legal provisions and to ensure legal protection for TKA. The problem of differences in the period of the work agreement and the period in the ITAS has implications for the legal position and rights of foreign workers, especially when there is a termination of employment before the end of the period agreed in the work agreement. The main focus of this research is to understand the regulations governing limited stay permits, the legal implications for foreign workers, and the challenges faced in their implementation. Doctrinal research methods are used to evaluate the existing legal framework, including Law Number 13 of 2003 concerning Employment, Presidential Regulation Number 20 of 2018 concerning the Use of Foreign Workers, and its implementing regulations. In conclusion, the implementation of limited stay permits is crucial to ensure the legality of foreign workers, therefore the legal status of foreign workers who can be given legal protection is only limited to the validity of ITAS. However, it is necessary to have regulations that firmly establish the legal basis used as a reference in determining the working period of foreign workers in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Zebrinne Marthamevia
"Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi dikarenakan adanya pengunduran diri oleh pekerja/buruh maupun pemutusan hubungan kerja oleh pihak pengusaha. Alasan pemutusan hubungan kerja yang diputus oleh pekerja/buruh dan pengusaha dapat memengaruhi besaran hak pekerja/buruh yang diterima. Dalam praktiknya, seringkali menyebabkan perselisihan karena adanya perbedaan penafsiran antara kedua pihak yang berselisih, di mana prosedur pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak menjelaskan batas akhir sampai hak dan kewajiban pengusaha maupun pekerja benar-benar telah berakhir. Permasalahan ini dapat berlanjut pada kondisi tidak tercapainya pemenuhan hak pekerja/buruh setelah pekerja/buruh dinyatakan putus hubungan kerja oleh pengusaha, terutama terkait dengan pembayaran upah yang berhak diterima pekerja sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berangkat dari permasalahan tersebut, tulisan ini menganalisis bagaimana batasan mengenai pelaksanaan pemutusan hubungan kerja dan pembayaran upah pekerja yang didasari dengan dua alasan, yaitu pengunduran diri dan pemutusan hubungan kerja oleh perusahaan. Berkaitan dengan hal tersebut, tulisan ini menganalisis pengimplementasian masalah tersebut dengan adanya Putusan Mahkamah Agung Nomor 1041 K/PDT.SUS-PHI/2021. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Dari hasil penulisan yang telah dilakukan, telah diperoleh hasil, bahwa untuk menjaga keseimbangan hak dan kewajiban dalam hubungan kerja, pengunduran diri pekerja/buruh perlu dilengkapi dengan konfirmasi tertulis dari pengusaha yang menuliskan hak-hak yang diterima pekerja/buruh. Selain itu, pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha hanya dapat dilakukan apabila pekerja/buruh tidak menolak pemberitahuan pemutusan hubungan kerja tersebut. Dalam hal ini, Putusan Mahkamah Agung Nomor 1041 K/PDT.SUS-PHI/2021 dapat dikatakan belum menerapkan pengaturan UU Ketenagakerjaan, UU Cipta Kerja, maupun PP Nomor 35 Tahun 2021 dengan sesuai. Oleh karenanya, perlu adanya aturan yang lebih detail terkait prosedur pengunduran diri, termasuk surat tanggapan perusahaan dan penegasan tanggal efektif berakhirnya hubungan kerja, untuk memberikan kepastian hukum bagi semua pihak.
Termination of employment can occur due to resignation by the employee/laborer or termination by the employer. The reasons for termination initiated by either the employee/laborer or the employer can affect the amount of the employee's/laborer's rights received. In practice, this often leads to disputes due to differing interpretations between the two disputing parties, where the termination procedure does not clearly define the final limits until the rights and obligations of both the employer and the employee have truly ended. This issue can lead to a situation where the fulfillment of employee/laborer rights is not achieved after the employee/laborer is declared terminated by the employer, especially concerning wage payments that the employee is entitled to receive in accordance with the provisions stipulated in the Law of the Republic of Indonesia Number 13 of 2003 regarding Manpower, and the Law of the Republic of Indonesia Number 11 of 2020 regarding Job Creation. Based on these issues, this paper analyzes the limitations regarding the implementation of termination of employment and wage payments based on two reasons: resignation and termination by the company. In this regard, this paper analyzes the implementation of these issues with the Supreme Court Decision Number 1041 K/PDT.SUS-PHI/2021. This paper is structured using doctrinal research methods. From the results of the research conducted, it has been found that to maintain a balance of rights and obligations in employment relations, the resignation of an employee/laborer should be accompanied by written confirmation from the employer specifying the rights to which the employee/laborer is entitled. Furthermore, termination of employment by the employer should only be permissible if the employee/laborer does not reject the termination notice. In this regard, the Supreme Court Decision Number 1041 K/PDT.SUS-PHI/2021 cannot be said to have appropriately implemented the provisions of the Law of the Republic of Indonesia Number 13 of 2003, the Law of the Republic of Indonesia Number 11 of 2020, and Government Regulation Number 35 of 2021. Therefore, more detailed regulations are necessary regarding resignation procedures, including a written response from the company and a clear statement of the effective date of termination of employment, to provide legal certainty for all parties involved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Zinedine Mufti Hisbullah
"Pekerja pada umumnya maupun masyarakat di indonesia masih banyak yang tidak menyadari tentang hak yang mereka miliki ketika terjadi adanya pelanggaran perjanjian kerja juga pemutusan hubungan kerja, Pengusaha sendiri pun banyak yang tidak menyadari hak dari para pekerja. Hal ini mengakibatkan permasalahan seperti diabaikannya perlindungan hukum terhadap pekerja, sebagaimana yang terjadi pada kasus putusan Pengadilan Hubungan Kerja yang terjadi di padang. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah tentang pengaturan mengenai perlindungan hukum bagi Pekerja Harian Lepas ketika dilakukan pemutusan hubungan kerja karena adanya pelanggaran perjanjian kerja, juga bagaimana dampak bagi Pekerja Harian Lepas ketika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, dua permasalahan ini dibahas menggunakan putusan Pengadilan Hubungan Industrial sebagai rujukan kasus nyata. Metode yang digunakan dalam skripsi ini berupa metode penelitian yuridis normatif, yang melibatkan kajian terhadap norma-norma hukum tertulis dan studi dokumen dengan memanfaatkan sumber utama berupa referensi tertulis, penelitian ini berupa laporan yang bersifat deskriptif analitis, yang memberikan analisis terkait rumusan masalah. Kesimpulan yang diberikan skripsi ini bahwa pengaturan hukum mengenai Pekerja Harian Lepas telah diatur pada Kepmenakertrans 100/2004 dengan perubahan pada Permenaker 23/2021 akibat diundangkannya UU 11/2020, hubungan kerja Pekerja Harian Lepas yang terdapat pelanggaran pada perjanjian kerjanya dapat beralih karena hukum menjadi PKWTT. Oleh karena itu dalam skripsi ini diberikan saran bahwa penting bagi para Pengusaha untuk lebih memperhatikan batasan serta kewajiban yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan pembuatan perjanjian kerja, juga penting untuk diberikan edukasi dari pihak dinas ketenagakerjaan atau kementerian terkait baik kepada Pengusaha maupun para pekerja
Workers in general and the community in Indonesia still largely do not realize the rights they have when there is a breach of employment agreements or termination of employment. Employers themselves also often do not realize the rights of the workers. This results in issues such as the neglect of legal protection for workers, as seen in the case of the Labor Court decision that occurred in Padang. The problems discussed in this thesis are about the regulations regarding legal protection for Daily Workers when there is a termination of employment due to a breach of employment agreement, as well as the impact on Daily Workers when there is a termination of employment. These two issues will be discussed using the Industrial Relations Court decision as a reference for real cases. The method used in this thesis is the normative juridical research method, which involves studying written legal norms and document studies using primary sources in the form of written references. This research will be a descriptive analytical report, which will provide an analysis related to the problem formulation. The conclusion provided by this thesis is that the legal regulations regarding Daily Workers are stipulated in Kepmenakertrans 100/2004 with amendments in Permenaker 23/2021 due to the enactment of Law 11/2020. The employment relationship of Daily Workers where there is a breach of the employment agreement can legally transition to a Permanent Employment Agreement. Therefore, this thesis suggests that it is important for employers to pay more attention to the limits and obligations stipulated in the prevailing laws and regulations related to the drafting of employment agreements, and it is also important to provide education from the labor office or related ministries to both employers and workers."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Sabrina Harvestia Oriszasativa
"Pemanggilan kerja kembali kepada pekerja yang dirumahkan dapat menjadi penyebab terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan mangkir kerja yang menimbulkan terjadinya perselisihan PHK. Penelitian Direpresentasikan melalui pengkajian pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 159K/Pdt.Sus-PHI/2023, Permasalahan yang dikaji adalah ketentuan pemanggilan kembali pekerja yang dirumahkan dan proses penyelesaian PHK dengan alasan mangkir. Penelitian dilakukan dengan metode doktrinal dengan tipe deskriptif-analisis menggunakan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan dan dianalisis secara kualitatif. Simpulan diperoleh bahwa ketentuan mengenai pemanggilan kerja secara patut tidak terdapat dalam ketentuan khusus, akan tetapi telah diatur sebagai unsur pemenuhan kualifikasi pekerja mangkir pada Pasal 154A Ayat (1) Huruf J Undang-Undang Cipta Kerja yang harus dilakukan dalam mekanisme tertulis dan dikirim kepada alamat masing-masing pekerja sebanyak dua (2) kali. Kemudian dalam proses penyelesaian perselisihan PHK dengan alasan mangkir masih ditemukan ketidaksesuaian dikarenakan masih terdapat inkonsistensi dalam penggunaan perundang-undangan sebagai dasar hukum penyelesaian perselisihan PHK tersebut.
Calling workers who have been laid off to work again can be the cause of Termination of Employment on the grounds that they are absent from work. The research focuses on the Supreme Court Decision Number 159K/Pdt.Sus-PHI/2023. The issues are about the provisions for calling back laid-off workers and the process of resolving termination of employment for reasons absenteeism. The research was carried out using a doctrinal method with a descriptive-analysis type using secondary data obtained through literature study and analyzed qualitatively. The conclusion is that the provisions regarding proper calling for work are not contained in special provisions, but have been regulated as qualifications of absent workers in Article 154A Paragraph (1) Letter J of the Job Creation Law which must be carried out in a written mechanism and sent to the address for each worker two (2) times. Then, in the process of resolving layoffs due to absenteeism, discrepancies were still found because there were still inconsistencies in the use of statutory regulations as the legal basis for resolving layoffs."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Alevia Putri Rizqullah
"Tulisan ini menjelaskan dan menganalisis penyelesaian perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja serta keberlakuan pemberian upah proses. Sejatinya mengenai perolehan upah proses tidak selalu dihadapi oleh penyelesaian yang sama mengingat definisi dari upah proses sendiri tidak dicantumkan secara jelas dalam regulasi. Demikian yang terjadi pada Putusan Nomor 1027K/Pdt.Sus-PHI/2022 yang tidak memberikan upah proses kepada pekerja. Oleh karena itu, akan dicakup penjelasan bagaimanakah mekanisme penyelesaian perselisihan hak dan pemutusan hubungan kerja serta bagaimana pemenuhan hak dan kewajiban selama proses pemutusan hubungan kerja termasuk dengan adanya pemberian upah proses bagi pekerja merujuk pada Putusan Nomor 1027K/Pdt.Sus-PHI/2022. Tulisan ini disusun berdasarkan penggunaan metode penelitian doktrinal dengan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Dalam praktiknya, ditemukan perselisihan hak yang disertai dengan perselisihan pemutusan hubungan kerja beserta permohonan pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak berselisih beserta dengan permohonan pemberian upah proses. Pada Putusan Nomor 1027K/Pdt.Sus-PHI/2022, terdapat pemenuhan hak dan kewajiban yang tidak terlaksana sebagaimana mestinya dan peniadaan pemberian upah proses. Putusan mengenai upah proses dan hak lainnya mencerminkan adanya ketidakselarasan mengacu pada ketentuan serta keadilan yang ada sehingga diperlukan perbaikan dalam praktiknya.
This writing explains and analyzes the settlement of rights disputes and termination of employment and the applicability of process wages. Indeed, the acquisition of process wages is not always faced by the same resolution considering that the definition of process wages itself is not clearly stated in the regulations. Such is the case in Decision Number 1027K/Pdt.Sus-PHI/2022 which does not provide process wages to workers. Therefore, it will include an explanation of how the mechanism for resolving rights disputes and termination of employment and how the fulfillment of rights and obligations during the process of termination of employment including the provision of process wages for workers refers to Decision Number 1027K/Pdt.Sus-PHI/2022. This writing is prepared based on the use of doctrinal research methods with secondary data obtained through literature studies. In practice, there is a dispute over rights accompanied by a dispute over termination of employment along with a request for termination of employment carried out by one of the disputing parties along with a request for the provision of process wages. In Decision Number 1027K/Pdt.Sus-PHI/2022 there is a fulfillment of rights and obligations that are not properly implemented and the omission of the provision of process wages. Decisions regarding process wages and other rights reflect a misalignment with reference to existing provisions and justice so that improvements are needed in practice."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Rachel Evalyn
"Syarat jabatan merupakan metode yang digunakan oleh pengusaha untuk mendapatkan tenaga kerja yang terbaik dan tersesuai untuk suatu jabatan. Disamping fakta bahwa penyusunan syarat jabatan merupakan hak prerogatif pengusaha, keberadaan syarat jabatan memang penting bagi keberlangsungan perusahaan. Namun demikian, di sisi lain, syarat jabatan tersebut dapat menjadi alasan pemutusan hubungan kerja. Adapun skripsi ini akan membahas mengenai pengaturan syarat jabatan sebagai alasan pemutusan hubungan kerja serta penerapan dari pengaturan tersebut. Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan alat pengumpulan data studi pustaka. Berdasarkan sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis dan dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Pada akhirnya, penelitian ini menghasilkan kesimpulan yaitu syarat jabatan dapat dijadikan alasan pemutusan hubungan kerja apabila syarat tersebut merupakan syarat yang bonafide bagi suatu perusahaan. Penerapan dari pengaturan tersebutpun telah diterapkan dengan baik oleh Mahkamah Agung melalui putusan yang dianalisis.
Job requirement is a method used by employers to get the best and the most proper manpower to work at a job. Beside the fact that the job requirement drafting is the employers rsquo prerogative right, job requirement is essential to the company. On the contrary, job requirement can be used as a cause of employment termination. This following thesis will be discussing about the regulation of employment termination based on the unfulfillment of job requirement and the implementation of that regulation. This research is a juridical normative research and will be collecting data through documentary study. The nature of this research is analitical descriptive with qualitative approach. Eventually, this research concludes that the unfulfillment of job requirements can be used as a cause of employment termination. That regulation is properly implemented by the Supreme Court in the decision that is used in this research."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S63596
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Mutiara Hanizah Mahatri
"Kompensasi sebagai hak yang harus diterima oleh pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan alasan Pelanggaran Disiplin sebagai alasan yang dibenarkan dalam Undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 sebagaimana diubah menjadi Undang-undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023. Penelitian Direpresentasikan melalui pengkajian pada Putusan Mahkamah Agung Nomor No.389 K/Pdt.Sus-PHI/2023. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis ketentuan hukum mengenai Pemutusan Hubungan Kerja dengan Alasan Pelanggaran Disiplin dan Kompensasi pada Pemutusan Hubungan Kerja dengan alasan Pelanggaran Disiplin berdasarkan ketentuan hukum ketenagakerjaan yang berlaku di Indonesia. Metode penelitian doktrinal melalui penelusuran kepustakaan menggunakan data sekunder dan di olah secara kualitatif. Simpulan dari penelitian ini, Pemutusan Hubungan Kerja dengan Alasan Pelanggaran Disiplin dilakukan setelah perusahaan memberikan Surat Peringatan sebanyak ketiga kali dengan tujuan sebagai pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja sekaligus untuk memperbaiki kinerja pekerja. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor No.389 K/Pdt.Sus-PHI/2023 dimana perusahaan hanya memberikan surat peringatan ketiga (SP-3) atas pelanggaran disiplin pekerja. Majelis Hakim menyatakan surat peringatan tidak sah dan batal demi hukum. Namun, Pemutusan Hubungan Kerja di setujui dengan alasan pekerja melakukan pelanggaran yaitu penukaran shift tanpa koordinasi pimpinan keamanan dan kompensasi mengenai pemutusan hubungan kerja ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.
Compensation is a right that must be received by workers who experience Termination of Employment (PHK) for reasons of Disciplinary Violation as a justified reason in Employment Law Number 13 of 2003 as amended into Job Creation Law Number 6 of 2023. Research is represented through studies in Supreme Court Decision Number No.389 K/Pdt.Sus-PHI/2023. This research was conducted to analyze the legal provisions regarding Termination of Employment for Reasons of Disciplinary Violations and Compensation for Termination of Employment for Reasons of Disciplinary Violations based on the provisions of labor law in force in Indonesia. Doctrinal research method through literature searches using secondary data and processed qualitatively. The conclusion of this research is that termination of employment for reasons of disciplinary violations was carried out after the company gave a warning letter three times with the aim of preventing termination of employment as well as improving employee performance. In case of Judgment Supreme Court Number No.389 K/Pdt.Sus-PHI/2023 where the company only gave a third warning letter (SP-3) for violations of worker discipline. The Panel of Judges declared the warning letter invalid and null and void. However, the termination of employment was approved on the grounds that the worker committed a violation, namely changing shifts without coordination from the security leadership and compensation regarding the termination of employment was in accordance with the current provisions in force."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Tri Velna Elvisa
"Alasan mendesak sebagai dasar pemutusan hubungan kerja sering kali menimbulkan perdebatan hukum yang kompleks. Dalam konteks hukum ketenagakerjaan, penting untuk mendefinisikan alasan mendesak secara jelas dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku agar tidak terjadi penafsiran yang beragam atau penyalahgunaan oleh para pihak. Alasan mendesak biasanya mencakup situasi tak terduga dan di luar kendali kedua belah pihak, seperti krisis ekonomi, keadaan darurat, atau situasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1088 K/PDT.SUS-PHI/2022, terjadi perbedaan pendapat antara pekerja, yang beranggapan tidak melakukan kesalahan, dan pengusaha, yang menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) dilakukan karena pelanggaran oleh pekerja sebagaimana diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama. Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis kriteria alasan mendesak dan prosedur pemutusan hubungan kerja, serta penerapan kedua aspek tersebut dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1088 K/PDT.SUS-PHI/2022. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan pendekatan Deskriptif-Analitis dan menganalisis data secara kualitatif dari data sekunder yang berfokus pada bahan hukum primer, sekunder, dan tersier yang diperoleh melalui studi pustaka.
Urgent reasons as a basis for termination of employment often lead to complex legal debates. In the context of labor law, it is important to clearly define urgent reasons in accordance with applicable regulations to prevent diverse interpretations or misuse by the parties involved. Urgent reasons usually include unforeseen situations and circumstances beyond the control of both parties, such as economic crises, emergencies, or other situations regulated by law. In the case of the Supreme Court of the Republic of Indonesia's Decision No. 1088 K/PDT.SUS-PHI/2022, there was a disagreement between the worker, who believed they had not committed any wrongdoing, and the employer, who stated that the termination of employment (PHK) was due to a violation by the worker as regulated in the Collective Labor Agreement. This paper aims to analyze the criteria for urgent reasons and the procedures for employment termination, as well as the application of these aspects in the case of the Supreme Court of the Republic of Indonesia's Decision No. 1088 K/PDT.SUS-PHI/2022. This research uses a doctrinal method with a Descriptive-Analytical approach, analyzing qualitative data from secondary sources focusing on primary, secondary, and tertiary legal materials obtained through literature study."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library