Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 102108 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Fadhian Ramadhan
"Penggunaan kokas dalam industri baja untuk energi termal dan kimia menyebabkan emisi CO2 yang substansial, berkontribusi sebesar 7% terhadap emisi global. Solusi potensial untuk mengurangi emisi ini adalah mengganti tanur sembur tradisional dengan teknologi terintegrasi yang menggunakan tanur poros untuk reduksi langsung bersama dengan tanur listrik untuk produksi besi kasar. Skripsi ini menyelidiki interaksi suhu tinggi antara pelet Direct-Reduced-Iron (DRI) dan pembawa karbon padat, khususnya grafit dan kokas lignit, pada suhu 900°C. Eksperimen melibatkan penempatan satu pelet DRI dengan grafit elektroda ke dalam krus Al2O3 dan memanaskannya dalam tanur selama satu hingga delapan jam. Sam pel kemudian dianalisis untuk perubahan massa dan dikarakterisasi menggunakan mikroskop optik dan scanning electron microscopy (SEM). Hasil menunjukkan bahwa pelet DRI teroksidasi kembali ketika terpapar pembawa karbon padat pada suhu tinggi. Mikroskop optik menunjukkan beberapa lapisan oksida—hematit, magnetit, dan wustit—terbentuk dari bagian luar pelet. Analisis energy-dispersive X-ray (EDX) menunjukkan bahwa setelah empat jam, fase oksida besi terutama terdiri dari FeO, sedangkan setelah delapan jam, Fe3O4 dan Fe2O3 men dominasi dan tidak ada inti kaya besi yang tersisa. Analisis EBSD mengonfirmasi struktur fase oksida. Studi ini menyimpulkan bahwa oksidasi terjadi melalui difusi kation, dengan urutan: Fe → FeO → Fe3O4 → Fe2O3. Temuan ini memberikan wawasan tentang perilaku reoksidasi pelet DRI, yang berkontribusi terhadap pengembangan praktik yang berkelanjutan dan dioptimalkan dalam produksi baja.

The steel industry's use of coke for thermal and chemical energy leads to substantial CO2 emissions, contributing to 7% of global emissions. A potential solution to these emissions is to replace traditional blast furnaces with integrated technology that uses a shaft furnace for direct reduction alongside electric smelters for pig iron produc tion. This bachelor thesis investigates the high-temperature interaction between direct re duced iron (DRI) pellets and solid carbon carriers, specifically graphite and lignite coke, at 900°C. The experiments involved placing a single DRI pellet with electrode graphite in Al2O3 crucibles and heating them in a chamber furnace for one to eight hours. The samples were then analyzed for mass changes and characterized using optical and scanning electron microscopy (SEM). Results showed that DRI pellets reoxidized when exposed to solid carbon carriers at high temperatures. Optical microscopy revealed multiple oxide layers—hematite, magnetite, and wustite—forming from the outer region of the pellets. Energy-disper sive X-ray (EDX) analysis indicated that after four hours, iron oxide phases primarily consisted of FeO, while after eight hours, Fe3O4 and Fe2O3 were dominant with no iron-rich core remaining. EBSD analysis confirmed the oxide phase structure. The study concluded that oxidation occurred through cation diffusion, in the se quence: Fe → FeO → Fe3O4 → Fe2O3. These findings offer insights into the reoxi dation behavior of DRI pellets, contributing to the development of optimized, sus tainable practices in steel production."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhlis Nahwi
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S41926
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Micro alloying in High Strength Low Alloy (HSM) steel is very important role to improve the quality
of those steel formation of precipitation of carbonitride such as Nb(CN) in those niobium containing
steel has a significant influenced on strength. Mechanism of strength improvement due to the existing of
micro alloy the precipitated in hot finishing deformation not fully studied The previous investigated use
relationship between deformation and density of dislocation. HSLA steel containing 0.037% Nb was used
in this research and deformation was performed using compressive plane stress, the relationship between
5 % fraction precipitate, t@__¢, and maximum stress achieved at a temperature of 9009 C under strain rare of
I sec'l were evaluated. Analysis data results shows that the relationship between 5% fraction and density
of dislocation can be described as, tg,? .,p"'5.
"
Jurnal Teknologi, Vol. 20 (1) Maret 2006 : 57-64, 2006
JUTE-20-1-Mar2006-57
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
E. Adi Krisbiyantoro
"Besi Tuang Nodular adalah besi tuaug yang mempunyai bentuk grafit bulat dan mempunyai sifat mekanis yang baik sehingga cocok digunakan untuk pembuatan komponen-komponen otomotif. Besi Tuang nodular bisa mempunyai sifat-sifat yang mirip dengan baja apabila di proses dengan perlakuan panas austempar dan hasilnya dinamakan Austempared Ductile Iron atau di singkat ADI yang mempunyai keunggulan terhadap besi tuang lainnnya. Proses Austempar pada dasarnya adalah proses untuk merubah matriks yang ada pada Besi Tuang. Hal ini dilakukan karena matriks Besi Tuang sangat berpengarah terhadap sifat-sifat mekanis BTR tersebut. Proses yang dilakukan pada penelitian ini adalah austenisasi 800' c dan austenisasi 900' C kemudian diakukan auatempar yang tertemperatur 300' c, 350' c, dan 400' C. Pada austenisasi dengan 800' c masih didapatkan fasa ferit yang tidak bisa bertransformasi menjadi bainit setelah austemper sehingga program matriks yang ada adalah matriks ferit yang bersifat meningkatkan keuletan tetapi men1urunkan kekuatan dan kekerasan. Sementara untuk autenisasi 900' c didapat rasa austenisasi atabil yang setelah dilakukan austemper matriks tersebut akan berubah menjadi bainit yang mempunyai kekuatan tinggi dan kekerasan tinggi namun masih mempunyai keuletan yang cukup baik."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47816
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizon Pahlevi
"Besi tuang nodular (BTN) merupakan besi tuang yang memiliki grafit berbentuk bulat, dimana dengan grafit yang berbentuk bulat ini besi tuang nodular mempunyai sifat mekanis, kekuatan tarik dan regangan tinggi. Untuk memperoleh sifat mekanis yang lebih baik, pada besi tuang nodular ini dilakukan proses perlakuan panas austemper sehingga dihasilkan austemper ductille iron (ADI) yang memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan besi tuang lain dalam hal sifat mekanisnya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S41979
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Iswadi
"Diantara semua jenis besi tuang besi tuang nodular mempunyai kekuatan lebih tinggi di banding besi tuang kelabu, bahkan dapat menyamai kekuatan baja forging. Hal ini terjadi karena grafit patio besi tuang nodular (BTN) berbentuk bulat. Oleh karena itu pemhuatan besi tuang nodular sebagai pengganti baja teras dikembangkan antora lain disebabkan korena proses pembuatan besi tuang nodular lebih mudah dan biaya prodaksinya lebih murah dibandingkan dengan proses pembaatan baja. Salah sant sifat yang menguntungkan patio besi tuang Nodular yaitu dapat dilakukan prases perlakean panas untuk meningkatkan sifat mekanis. Dalam penelitian ini perlakuan panas yang diterapkan yaitu dengan austenisasi patio temperatur 900'C kemudian dilanjutkan dengan perlakuan panas austemper patio temperatur 275, 325, 375, 425, dan 475 'C. Hasil dari proses ini menghasilkan besi ADI (Austemper Ductile Iron) Besi AD! ini memiliki sifat-sifat yang lebih unggul dibandingkan baja, diantaranya: kekuatan, ketahamm aus, keuletan, ketangguhan, mampu pennesinan, kemampuan menyerap getaran (damping capacity) yang lebih baik, dan berat specifik dari besi ADl ini lehih ringan dibandingkan dengan baja. Besi ADI dewasa ini banyak diaplikasikan pada pembuatan kamponen mesin yang memerlukan kekuatan tinggi, dan memiliki keuletan yang baik. Di antara aplikasi ADI di bidang automotive yaitu : poros engkol (crank shtift), roda gigi, dan batang penggerak Perlakuan panas yw1g dilakukan pada penelitian ini diharapkan menghasilkan besi ADI (Austemper Duciile Iron) yang memiliki kambinasi sifat mekanis yang baik yaitu kekuatan tarik, kekerasan dan keuletanya."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S47851
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Della Rachma Tresnasari
"Hidroksiapatit HA dan ?-trikalsium fosfat TCP , yang merupakan fasa dari kalsium fosfat, memiliki sifat biokompatibilitas yang baik dan struktur kimia yang sejenis dengan komponen anorganik pada tulang dan gigi. HA dan TCP berperan dalam pembentukan biphasic calcium phosphate BCP. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh variasi suhu dan atmosfer pemanasan terhadap morfologi, stuktur kristal, dan ikatan gugus fungsi dari serbuk kalsium fosfat. Pemanasan kalsium fosfat dilakukan pada suhu 800°C dan 900°C, masing-masing dalam udara ambien dan argon. Kalsium fosfat tanpa pemanasan digunakan sebagai pembanding. Pengujian yang dilakukan adalah pengamatan dengan Transmission Electron Microscopy TEM , pengujian X-Ray Diffraction XRD, Fourier Transform Infrared Spectroscopy FTIR, dan Differential Scanning Calorimetry DSC. Fasa HA dan TCP terbentuk pada suhu pemanasan 800°C dengan kedua kondisi atmosfer karena terjadi reduksi ikatan CO32-. Serbuk kalsium fosfat menunjukkan kristalinitas yang paling baik setelah mengalami pemanasan pada suhu 900 ?C dengan atmosfer argon. Pembentukan fasa ?TCP secara keseluruhan terjadi pada suhu 900°C pada kedua atmosfer karena terjadi pembentukan ikatan C-H dan C=O serta reduksi ikatan OH-.

Hydroxyapatite HA and tricalcium phosphate TCP , which are the phases of calcium phosphate, have a good biocompatibility and similarity in chemical structure with inorganic components found in teeth and bones. HA and TCP have a role in forming biphasic calcium phosphate BSC. This research was aimed to identify the effects of using varied temperatures and atmospheres in heat treatment to study the morphology, crystalline structure, and bonds of functional group of calcium phosphate powder. The heat treatment of calcium phosphate was conducted at the temperature of 800°C and 900°C, both in ambient air and argon atmmospheres. As received calcium phosphate without heat treatment was used as comparison. The characterizations performed were Transmission Electron Microscopy TEM, X Ray Diffraction XRD, Fourier Transform Infrared Spectroscopy FTIR, and Differential Scanning Calorimetry DSC. The phases of HA and TCP were formed at the temperature of 800 C in both atmospheric conditions because of the reduction of CO32 bond. Calcium phosphate powder exhibited the highest crystallinity encountered at the temperature of 900°C in argon atmosphere. The form of TCP was occurred at 900 C in both atmospheric conditions because the forming of C H and C O bond along the reduction of OH bond."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S67865
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panji Khairumizan
"Gas hasil gasifikasi perlu dibersihkan dari tar dan pengotor lainnya sebelum dapat digunakan pada aplikasi mesin. Teknologi pembersihan gas yang berkualitas, murah, dan mudah dalam penggunaan dan perawatannya adalah sistem venturi scrubber. Air adalah scrubbing liquid yang digunakan pada sistem ini untuk mereduksi partikel pengotor terutama tar dari gas. Sistem ini kemudian dipasang pada laboratorium gasifikasi batubara Departemen teknik mesin UI.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendesain sistem venturi scrubber yang sesuai dengan karakteristik laboratorium gasifikasi yang ada. Setelah sistem diterapkan pada laboratorium, pengujian bertujuan untuk mengetahui laju alir air yang paling efektif untuk mereduksi tar dari gas. Pengujian dilakukan dengan memvariasikan laju alir air yang digunakan, kemudian diukur tar dan pengotor yang dihasilkan. Kondisi air hasil keluaran sistem venturi scrubber juga menunjukkan efektifitas sistem dalam mereduksi tar.
Variasi laju alir air yang digunakan adalah 60, 120, 150, 176, 200, dan 230 ml/detik. Semakin banyak air yang digunakan jumlah tar yang diperoleh semakin meningkat sampai batas tertentu, yaitu 176 ml/detik, setelah itu cenderung menurun. Dengan kata lain laju alir air yang paling efektif dalam menangkap tar adalah 176 ml/detik. Sedangkan kondisi flame yang terbentuk, secara umum tidak berubah setelah menggunakan sistem venturi scrubber.

Gas produced from gasification needs to be cleaned from tars and other particles before it is used in an engine application. One of gas cleaning technology which has good quality, cheap, and easy in use and maintenance is venturi scrubber system. Water is the scrubbing liquid used in the system to reduce particles especially tars from gas. This system is installed in the coal gasification laboratorium in mechanical engineering department UI.
The purpose of this research is to design an appropriate venturi scrubber system for the gasification laboratorium characteristic. After the system is applied in the lab, the purpose of the research is to know the most effective water flow rate to reduce tars from the gas. The research is done by varying the water flow rate, and then measure the tars and other particles produced from the water. The water condition from the output of venturi scrubber system also shows the effectiveness of the system to reduce tars.
The water flow rate used to run the system are 60, 120, 150, 176, 200, and 230 ml/s. Greater the amount of water used, greater the amount of tars produced from the system up to a certain point, 176 ml/s, after that the trend tends to decrease. In other word, the most effective water flow rate to reduce tars is 176 ml/s. And for the flame created from gas, its condition is not changed after the venturi scrubber system is installe."
2008
S50713
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>