Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 155921 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andre Nafis Kamil
"Banjir adalah bencana umum yang sering terjadi di Jakarta dan disebabkan oleh banyak faktor. Kondisi topografi adalah salah satu alasan mengapa banjir sering terjadi di Jakarta, karena ketinggian Jakarta dikategorikan sebagai daerah dataran rendah. Daerah dataran rendah memiliki risiko banjir yang tinggi karena air akan mengalir ke daerah tersebut secara alami (Dahlia, Tricahyono, NH, & Rosyidin, 2018). Selain itu, Jakarta merupakan hilir dari 13 sungai yang berasal dari provinsi tetangga. Untuk mengatasi banjir akibat badai, Pemerintah Provinsi Jakarta membuat dua kolam retensi di Kampung Rambutan untuk menahan aliran pada DAS Cipinang. Fungsinya adalah mengurangi puncak debit banjir dengan menahan sebagian air dan melepaskannya secara perlahan setelah badai berlalu. Daerah hulu DAS Cipinang berada di wilayah Cibinong, sedangkan hilirnya berada sebelum Sodetan Ciliwung. Simulasi hidrologi dilakukan menggunakan HEC-HMS dan genangan dimodelkan dengan HEC-RAS. Simulasi yang dijalankan oleh HEC-HMS menunjukkan pengurangan puncak debit yang disebabkan oleh kolam retensi 1 antara 13,59% dan 15,38%, sedangkan kolam retensi 2 menyebabkan peningkatan puncak debit antara 0% hingga 0,92%. Simulasi HEC-RAS menunjukkan pengurangan luas genangan antara 0,35% hingga 1,83%.

Flooding is a common disaster occurring in Jakarta and caused by many factors. Topographical conditions are one of the reasons it’s common to flood in Jakarta as the elevation of Jakarta is categorized as lowland area. Lowland areas have a high risk of flooding because water will to lowland area naturally (Dahlia, Tricahyono, NH, & Rosyidin, 2018). In addition, Jakarta is a downstream of 13 rivers of all the river from neighbouring province. To combat flooding caused by storm, Jakarta’s Province Government create two retention ponds in Kampung Rambutan to intercept discharge in Cipinang Watershed. It uses is to reduce peak flood discharge by retaining some of the water and discharging it slowly after the storm passes. Cipinagn watershed upstream is in Cibinong area while the downstream is before Sodetan Ciliwung. Hydrological simulation performed using HEC-HMS and the inundation is modelled with HEC-RAS. Simulation run by HEC-HMS show a reduction of peak discharge after caused by retention pond 1 between 13.59% and 15.38% while retention pond 2 cause an increase of peak discharge between 0% to 0.92%. HEC-RAS simulation shows a reduction of inundation area between 0.35% to 1.83%."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Radhin Naufal Ilhamdimas
"Dalam konteks urbanisasi dan peningkatan populasi, pencemaran air masih menjadi masalah serius, terutama di wilayah yang tidak mempunyai pengolahan air limbah yang memadai. Kota besar yang berkembang pesat di Jakarta, Indonesia, mengalami penurunan kualitas air akibat polusi dan pengolahan air limbah yang tidak memadai. Untuk memfasilitasi pengembangan sistem pemantauan yang andal dan rencana pengelolaan kualitas air jangka panjang, analisis yang disajikan di sini menunjukkan dengan tepat alasan penurunan kualitas air. Inisiatif-inisiatif ini akan mendukung upaya berkelanjutan pemerintah Jakarta untuk meningkatkan standar air. Berdasarkan kesimpulan penelitian, kolam stabilisasi bisa menjadi pilihan yang baik untuk pengolahan air limbah DAS Cipinang. Namun studi tersebut menemukan bahwa kolam retensi mungkin juga mempunyai dampak buruk terhadap ekosistem, seperti eutrofikasi dan emisi gas rumah kaca. Penggunaan metode Runge-kutta orde keempat membantu menurunkan nilai konsentrasi TSS, COD, amoniak dan E. Coli di Waduk Kampung Rambutan 2, dengan nilai penurunan 12.2 mg/L, 0.015 mg/L, 49.46 mg /L dan 14,478 Jumlah/100 mL masing-masing. Dengan nilai tersebut kita dapat melihat peningkatan kualitas air setelah kolam stabilisasi dibangun

In the context of urbanization and population increase, water contamination remains a serious problem, especially in areas without sufficient wastewater treatment. The fast expanding megacity of Jakarta, Indonesia, is experiencing deteriorating water quality as a result of pollution and inadequate wastewater treatment. In order to facilitate the development of reliable monitoring systems and long-term water quality management plans, the analysis offered here pinpoints the reasons for the deterioration of water quality. These initiatives will support the Jakartan government's continued efforts to raise the standard of the water. According to the study's conclusions, stabilization ponds could be a good choice for the Cipinang watershed's wastewater treatment. The study did discover, however, that retention ponds may also have unfavorable effects on the ecosystem, such as eutrophication and the emission of greenhouse gases. The used of the Runge-kutta Fouth order method, helps to reduce the concentration value for TSS, COD, ammonia and E. Coli at the Kampung Rambutan reservoir 2, As the reduced value 12.2 mg/L, 0.015 mg/L, 49.46 mg/L and 14.478 Amount/100 mL respectively. With this value we can see the improvement for the water quality after the stabilization are built"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zain Zahran Azzaino
"ABSTRACT
The Parameter Efficient Distributed PED model is a simple semi distributed model capable of predicting hydrological trends on a daily and monthly basis. The capabilities of the PED model are tested on the Cornell Recreational Club Watershed. From its Nash Sutcliffe efficiency coefficient and coefficient of determination value outputs, the PED model is determined as sufficient for daily results and exceptional for monthly results. While there are still concerns, due to its simplicity, it is extraordinary for usage in countries with little hydrological data collection capabilities.

ABSTRAK
The Parameter Efficient Distributed PED model adalah model semi-distribusi sederhana yang mampu memprediksi kecendrungan hidrologi dalam harian dan bulanan. Kemampuan dari PED model telah diuji di the Cornell Recreational Club Watershed. Mulai dari Nash-Sutcliffe efficiency coefficient dan keluaran coefficient of determination value, PED model efektif untuk hasil harian dan terkecuali untuk hasil bulanan. Sementara masih ada kekhawatiran, karena kesederhanaannya, sangat luar biasa untuk penggunaan di negara-negara dengan kemampuan pengumpulan data hidrologi yang kecil."
2017
S66927
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isnugroho
"Pengelolaan sumber daya air terpadu merupakan kegiatan yang sangat penting guna mendapatkan jaminan ketersediaan air yang mencakup perspektif antar sektor, kesenjangan kebutuhan mendatang, dan ketersediaan saat ini serta berorientasi pada tiga pertimbangan utama yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dalam dekade terakhir banyak negara di Asia telah menerapkan kebijakan nasional dalam pengelolaan air dengan sistem pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai walaupun penerapannya masih dalam tahap permulaan. Pengelolaan sumber daya air terpadu di wilayah sungai dilaksanakan dengan baik oleh organisasi pengelola sungai dengan memfasilitasi dan/atau melaksanakan berbagai proses pembangunan dan pengelolaan. Di Asia berbagai pengelola sungai baik kecil maupun besar membantu pemerintah dan pemilik kepentingan dalam merealisasikan pengelolaan air terpadu. Beberapa pengelola sungai merupakan organisasi pemerintah. Namun, dalam beberapa kasus untuk memberikan keleluasaan serta otonomi, baik dalam pengelolaan, pengembangan, maupun keuangan digunakan sistem perusahaan atau semi-perusahaan. Tulisan ini mengkaji perbedaan antara tiga tipe sistem pengelolaan wilayah sungai yaitu: komite, publik/pemerintah, dan korporasi. Dengan demikian, dapat ditentukan tipe/jenis pengelolaan yang paling sesuai untuk diterapkan di suatu wilayah sungai."
Bandung: Badan penelitian dan pengembangan Kementerian pekerjaan Umum, 2014
620 JSDA 10:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Daniel Martua
"DAS Cipinang merupakan salah satu DAS yang berada di Provinsi DKI Jakarta. Sering kali DAS Cipinang mengalami bencana banjir setiap tahunnya. Banjir dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah perubahan tutupan lahan yang sudah terjadi mengakibatkan meningkatnya limpasan permukaan dan memengaruhi debit yang ada. Pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk menangani permasalahan ini salah satunya dengan membangun beberapa kolam retensi di dalam DAS Cipinang. Kolam retensi ini ditujukan sebagai salah satu sarana penanganan banjir untuk hujan yang terjadi pada spektrum hujan yang tinggi. Oleh karena itu, masih adanya potensi yang dapat ditingkatkan untuk menangani permasalahan banjir dengan mengelola hujan dengan spektrum rendah hingga sedang. Teknologi Low Impact Development merupakan teknologi hijau yang mampu mengelola hujan dengan spektrum tersebut. Penelitian ini melakukan pemetaan mengenai kesesuaian penerapan teknologi sesuai dengan karakteristik yang ada pada BMP Siting Tool, kemudian dilakukan analisis hidrologi menggunakan HEC-HMS mengenai debit yang ada pada kondisi penerapan kolam retensi saja dan penerapan kolam retensi dibarengi teknologi LID untuk kala ulang 2, 5, 10, 20 dan 25 tahun. Analisis mengenai penerapan teknologi ini juga dibantu dengan Site Evaluation Tool guna menentukan reduksi tutupan lahan kedap air. Dalam penelitian ini didapatkan bahwa teknologi yang cocok diterapkan pada DAS Cipinang adalah bioretention, cistern, rain barrel, vegetated filter strip, grassed swale, constructed wetlands, wet pond, dan composite. Masing-masing jenis teknologi tersebut memiliki efektifitas yang berbeda-beda antara 4.9% - 44% untuk periode ulang 2 tahun. 3.9% - 40.1% untuk periode ulang 5 tahun, 3.4% - 37.8% untuk periode ulang 10 tahun, 3.2% - 36.5% untuk periode ulang 20 tahun, dan 3% - 35.3% untuk periode ulang 25 tahun. Dari penelitian ini juga didapatkan bahwa masing-masing jenis teknologi LID memiliki efektifitas yang berbeda sesuai dengan lokasi yang ada, efektifitas teknologi LID akan semakin menurun jika intensitas hujan semakin besar yang ditandai dengan periode ulang yang ada akibat semakin jenuhnya kondisi tanah, serta teknologi LID ini juga memiliki kemampuan untuk mereduksi laju pencemar yang ada akibat adanya perubahan tutupan lahan kedap air.

Cipinang watershed is one of the watersheds in DKI Jakarta. The Cipinang watershed often had some floods every year. Floods can be happened by several factors; the main factor is the change in land cover, resulting in the increment of surface runoff and affecting the existing discharge. The government has made several efforts to address this problem by building several retention ponds in the Cipinang watershed. These retention ponds are designed to handle floods caused by rain with a high spectrum. Therefore, there are still potentials that can be improved for dealing with the flooding problems by managing rain with a low to moderate spectrum. Low Impact Development technology is a green technology that can manage rain with this spectrum. This study carried out a mapping of the suitability of LID practices according to the characteristics that exist in the BMP Siting Tool. After that, it carried out a hydrological analysis using HEC-HMS to get the discharge that existed in the conditions of the application of the retention pond only and the application of the retention pond accompanied by LID technology for the 2,5,10,20 and 25 return period. Analysis of the application of this technology continued with the Site Evaluation Tool to determine the reduction of impervious land cover percentage. This study found that the suitable technology for the Cipinang watershed is Bioretention, Cistern, Rain Barrel, Vegetated Filter Strip, Grassed Swale, Constructed Wetlands, Wet pond, and Composite. Each type of those technology has different effectiveness between 4.9% - 44% for a two-year return period. 3.9% - 40.1% for a five-year return period, 3.4% - 37.8% for a ten-year return period, 3.2% - 36.5% for a twenty-year return period, and 3% - 35.3% for a twenty-five-year return period. This study also found that each type of LID technology has different effects according to the existing location. The efficiency of LID technology will decrease if the rainfall intensity is greater, which is indicated by the return period due to the saturated soil condition. Besides that, this LID technology Also can reduce the rate of existing pollutants due to changes in impervious land cover."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rokhyadi
"Perusahaan Umum Otorita Jatiluhur (POJ) sebagai perusahaan pensuplai air minum dan pembangkit tenaga listrik sangat mengandalkan kondisi waduk Jatiluhur. Dalam mengantisipasi kekurangan air Waduk Jatiluhur, POJ bekerja lama dengan Badan Penelitian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menerapkan teknologi dalam bidang meteorologi fisika khususnya penerapan teknologi hujan buatan. Teknologi pembuatan hujan yang selama dilakukan di berbagai daerah dan musim, telah lerlena dari para pengamat lingkungan.
Bukan hal tidak mungkin bahwa hujan buatan telah berpengaruh terhadap beberapa ekosistem perairan terutama waduk dan daerah aliran sungai. Begitu banyaknya pengaruh dari hujan buatan terhadap waduk; maka untuk membatasi permasalahan tersebut, penelitian ini yang dilakukan adalah ingin mengetahui biaya dan manfaat hujan buatan pada waduk Jatiluhur. Parameter yang dikaji dan diteliti untuk dijadikan dasar analisis adalah pertama besarnya volume air hujan buatan kedua pemanfaatan secara ekonomi lingkungan dari besarnya penambahan air hujan buatan daerah tersebut oleh pengelola waduk Jatiluhur dan DAS Citarum.
Metode penelitian yang digunakan ada dua macam pendekatan dalam mengkaji pengaruh hujan buatan pada suatu waduk. Pendekatan pertama yang bersifat kuantitatif untuk mendapatkan hasil nyata dan mempunyai nilai kuantitatif. Pendekatan kedua adalah yang bersifat kualitatif. Parameter yang digunakan untuk mendapatkan hasil secara langsung (direct value) adalah jumlah volume air hujan buatan. Produksi listrik oleh air hujan buatan, dan produksi air baku baik untuk air minum maupun untuk keperluan industri. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan nilai tingkat perbandingan antara manfaat dan biaya proyek hujan buatan. Parameter untuk mengukur nilai yang bersifat kualitatif adalah kadar kualitas air hujan buatan dan perubahan pola atau sistem pengelolaan (management) waduk Jatiluhur oleh POJ.
Hasil perhitungan kuantitatif secara langsung yang diperoleh dari parameter-parameter adalah sehagai berikut:
1. Total volume air hujan buatan 1 = 414 juta m3 dan I1 = 195 juta m3
2. Produksi listrik hujan buatan I = 183 juta kwh dan II sebesar 61,6 juta kwh
3. Air baku air minum pada hujan buatan 1 = 130 juta m3 dan ke Ii = 19 juta m3
4. Air industri pada hujan buatan I = 30,5 juta m3 dan ke II = 4,5 juta m3
5. Pendapatan secara langsung (listrik dan air) pada hujan buatan I sebesar Rp. 10.279.000.000,- dan hujan buatan kedua sebesar Rp. 1817,000.000,
6. Biaya hujan buatan 1 sebesar Rp. 817.650.000,- dan II Rp, 1,226.000.000,
7. Harga air hujan buatan I = Rp.1,79 per m3 dan ke 11 = Rp.5,57 per m3
8. Tingkat perbandinggan antara manfaat dan biaya pada hujan buatan 1 = 12,41 dan hujan buatan 11 sebesar 3,1 l
9. Tingkat keberhasilan hujan buatan I sebesar 4 kali hujan buatan 11
10. Kemampuan hujan buatan dalam pengisian waduk Jatiluhur rasa-rata sebesar 78% dari target rencana operasi waduk Jatiluhur (TPAC)
11. Kualitas air hujan buatan memenuhi untuk semua persyaratan penggunaan golongan A (untuk keperluan air minum) hingga golongan D (untuk keperluan industri perkotaan).
Besarnya pendapatan tersebut di atas belum termasuk hasil pendapatan yang bersifat tidak langsung seperti produksi pertanian, perkebunan, perikanan dan sekror-sektor lainnya yang hasil pendapatannya hanya dinikmati oleh petani atau pihak ketiga dan stint untuk dianalisis untung ruginya (cost benefit analysis) Dengan demikian, secara kuantitatif menunjukkan bahwa operasi hujan buatan mampu menanggulangi permasalahan air dalam pengelolaan waduk Jatiluhur dan daerah aliran sungai Citarum.

Public Company of Jatiluhur Authority (Pal) which is responsible of supplying drinking water and generating electricities, relics very much on the water supply of Jatiluhur dam. In anticipating the phenomenon of lack of water of ]atiluhur dam, PQ] cooperates with Agency of Research and Technology Application (BPPT), in applying technology in the field of physical meteorology, especially of artificial rain making. Technology of artificial rain making which has been conducted up to now in various areas and seasons, has escaped the concerns of environmentalist.
It is not impossible that artificial rain has affected several aquatic ecosystem, especially the dam and watershed areas, Because there are so many influences of artificial rain on the darn ecosystem, it necessary to confine the problems to b° analyzed, and this research was conducted to get information on benefit and cost of artificial rain in Jatiluhur dam. Parameters which were studied to serve as the basis for analysis is the volume of artificial rain and the economic utilization of basis for analysis is the volume of artificial rain and the economic utilization of additional water (from artificial rain) by the manager of Jatiluhur darn and Citarwn watershed.
In the research method, there are two kinds approaches in studying the effect of artificial rain on a reservoir. The first approach is quantitative to obtain quantitative values, whereas the second approach is qualitative. Parameter whic i were used to obtain the direct value, were volume of artificial rain,electricity by artificial rain, and production of standard water for drinking water or for industrial purposes There are ainied- at obtaining comparison between cost and benefit of the artificial rain projects, On the other hand, parameter used to measure qualitative values are quality of artificial rain water and change ir? pattern on system of management of Jatiluhur dam by P0J.
Result of analysis and direct calculation, based economic and environmental parameters are as follows:
1. Total volume of artificial rain 1 = 414 million m3 and artificial rain I1 = 195 million m3
2. Production of electricity by artificial I = 183 million kwh and second artificial rain: 61,6 million kwh
3. Standard drinking water of artificial rain 1 = 130 million m3 and second artificial rain = 19 million m3
4. Industrial water of artificial rain I = 30,5 million m3 and the second = 4,5 million m3
5. Direct income (income of electricity and water) of artificial rain I is Rp. 10.279.000.000,- and that of second artificial rain is Rp. 3,817,000.000,
6. Cost of artificial rain I is Rp. 817.650.000,- and the second is Rp, 1,226.000.000,
7. Price of artificial rain I is = Rp.1,79 per m3 and the second is = Rp.5,57 per m3
8. Ration between benefit and cost of artificial rain I is = 12,41 whereas that of artificial rain II is 3,1 l
9. Degree of success of artificial rain I is 4 times as that of artificial rain II
10. Ability of artificial rain in filling the Jatiluhur dan is on the average 78 % from target planned by TPAC
11. Water quality of artificial rain fulfill all requirements for water utilization, ranging form group A (for drinking water) through group D (for urban industry and farming).
The amount of income mentioned above has not included indirect income from agricultural production. Fishery and other sectors whose income can only be enjoyed by farmers and third party, and the cost and benefit are difficult to be analyzed. Therefore, in quantitative terms, it can be shown that operation of artificial rain is able to overcome water problems in Jatiluhur dan and Citarum watershed.
In the research method, there are two kinds approaches in studying the effect of artificial rain on a reservoir. The first approach is quantitative to obtain quantitative values, whereas the second approach is qualitative. Parameter whic i were used to obtain the direct value, were volume of artificial rain,electricity by artificial rain, and production of standard water for drinking water or for industrial purposes There are ainied- at obtaining comparison between cost and benefit of the artificial rain projects, On the other hand, parameter used to measure qualitative values are quality of artificial rain water and change ir? pattern on system of management of Jatiluhur dam by P0J.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Li, Xiaofan
"The book shows validation of precipitation modeling against observations and derives a set of diagnostic precipitation equations. The book provides detailed discussions of the applications of precipitation equations to the examination of effects of sea surface temperature, vertical wind shear, radiation, and ice clouds on torrential rainfall processes in the tropics and mid-latitudes, and to the studies of sensitivity of precipitation modeling to uncertainty of the initial conditions and to the estimate of precipitation efficiency. "
Dordrecht, Netherlands: Springer, 2012
e20400646
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Guswanto
"Badai guntur (thunderstorm) merupakan fenomena atmosfer bagian bawah yang
sering terjadi di wilayah Jabotabek. Terjadinya badai guntur (thunderstorm) sering disertai
dengan keadaan cuaca yang buruk, munculnya awan komulonimbus (Gb) dan menyerang
tempat-tempat yang mempunyai ketinggian wilayah yang cukup berarti (di atas 50 m dpi).
Dengan kata lain badai guntur lebih sering terjadi pada wilayah-wilayah yang mempunyai
ketinggian lebih tinggi dibanding tempat sekitamya.
Terjadinya badai guntur disebabkan oieh faktor permukaan bumi (ketinggian) dan
kondisi atmosfer (faktor cuaca), maka wilayah yang mempunyai intensitas kerawanan
"sangat rawan" adalah (Citeko) Bogor, dengan tingkat potensi wiiayah "sangat berpotensi"
dan kepadatañ sambaran 10,5-15,75/km2.tahun. Wilayah yang mempunyai intensitas
kerawanan "rawan" terjadi di sekitar Curug (Thngerang) dan sebagian Bogor (kecuali
Darrriaga dan Citeko). Wilayah tingkat kerawanan "tidak rawan" (safety area) terdapat di
sebagian Jakarta, sebagian Tangerang (kecuaii Curug), sekitar Darmaga dan seluruh Bekasi,
yaitu dengan kepadtan sambarankurang dari 5,25/km2. tahun.
Tritensitas kerawanan badai guntur (thunderstorm) paling tinggi terjadi pàda musim
hujan dan musim pancaroba hujan-kemarau, yaitu pada bulan Nopember, Desember, Januari,
Februari, Maret dan April (puncak intensitas kerawanan maksimum terjadi pada bulan
Januari). Sedangkan intensitas kerawanan paling rendah akan terjadi pada musim kemarau
dan musim pancaroba kemarau-hujan, yaitu bulafl Mei, Juni, Juli, Agustus, september dan
Oktober (puncak intensitas kerawanan minimum terjadi pada bulan Agustus). Hal mi
disebabkan oleh faktor àrah pergerakan angin untuk setiap musimnya, arah hadapan lereng
dan faktor bentuk medan yang semakin meningkat dari Utara ke Selatan sebagai pemacu
pertumbuhan awan guntur.
Wilayah rawan badai guntur akan mengalami peningkatan kerawananya dari bentuk
medan datar, bergelombang, berbukit dan pegunungan dalam segala musim. Intensitas
kerawanan "tidak rawan" akan mengalami penurunan prosentase dari bentuk medan datar
sampai bentuk medan pegunungan, sebaliknya intensitas kerawanan "rawan" dan "sangat
rawan" akan mengalami peningkatan dari bentuk medan datar sampai pegunungan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lalu Dema Arkandia
"Untuk menekan kerugian sekecil mungkin, lazimnya perusahaan asuransi akan mengambil suatu jumlah tertentu sebagai jaminan atas risiko yang ia tutup (cover) dan jumlah ini adalah yang disebut dengan retensi. Metode batas retensi yang ditetapkan oleh perusahaan selama ini memang memberikan nilai keamanan bagi perusahaan, tetapi dari segi biaya reasuransinya mengurangi pendapatan/keuntungan perusahaan, cara ini sangat lemah. Metode ini sering berakibat tingkat retensi sebagai batas yang dicadangkan melebihi jumlah klaim. Metode solusi Teorema Rosenthal mencoba untuk menjawab hal itu dengan tujuan minimalisasi kerugian, sekaligus mengevaluasi tingkat retensi perusahaan. Pendekatan Rosenthal menjawab efektifitas dari taksiran total klaim dalam satu peristiwa, metode umum yang biasa digunakan asuransi syariah. Setelah dilakukan uji Chi-square dan analisis varians, taksiran retensi Rosenthal untuk tertanggung individu lebih baik daripada retensi yang selama ini ditetapkan perusahaan Sehingga perusahaan Asuransi Syariah "X" disarankan untuk mengevaluasi dan merubah batas retensi yang selama ini ditetapkan untuk tertanggung individu yang telah ditentukan, dengan menghitung metode Rosenthal Approximation. Pada penelitian kali ini Teorema yang dikembangkan Rosenthal tidak dapat digunakan untuk mencari batas retensi untuk tertanggung grup perusahaan.

In order to minimize the loss as minimum as possible, an insurance company will usually take a certain amount as the collateral for the risk it cover. This amount is called retention. Indeed, the retention limit method which is specified by the company up to present may provide a security value to the company. However, viewed from the aspect of reinsurance cost, it may decrease the revenue/profit received by the company. Therefore, this method proved to be inefficient. This method frequently results in the retention level, as the reserved limit, to exceed the value of the claim. The Theorem Rosenthal solution method seek to solve the problem with the intention of minimizing the loss as well as to respond to the effectiveness of the estimated total claim for an incident, a general method usually applied by the syariah insurance_ After performing a Chi-square test and variance analysis, the estimated Rosenthal retention for the individual sufferer proved to be better than the retention previously specified by the company. Therefore, the Syariah Insurance "X" is recommended to evaluate and modify the retention limit previously specified by the individual sufferer, by calculating the Rosenthal approximation method. In this research, the Theorem developed by Rosenthal may not be applied to find the retention limit for the company group sufferer."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T17929
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oki Fajar Irawan
"Daerah penelitian mencakup DA Ci Danau yang memiliki luas 13.491 Ha. DA Ci Danau mempunyai fungsi dan peran yang sangat penting dalam mendukung pembangunan ekonomi, dalam bentuk penyediaan air baku serta satu-satunya reservoir air dengan debit yang cukup diwilayah tersebut. DA Ci Danau merupakan salah satu DAS penting di Wilayah Barat Propinsi Banten. Sebagian besar perubahan tutupan lahan yang terjadi menuju wilayah terbangun, dimana luasnya bertambah dari tahun ke tahun. Untuk vegetasi (hutan) sebagian besar berubah menjadi vegetasi (non hutan). Berdasarkan hasil analisis antara perubahan tutupan lahan dengan kondisi hidrologi, ternyata perubahan tutupan lahan mempengaruhi kondisi hidrologi. Dalam hal ini berpengaruh terhadap rasio persentase MNQ terhadap curah hujan dan juga koefisien runoff. Perubahan kondisi tutupan lahan, dimana terjadi penambahan luas wilayah terbangun dan juga pengurangan luas vegetasi hutan. Hubungan yang terjadi antara wilayah terbangun dengan kondisi hidrologi yaitu semakin besar luas wilayah terbangun maka semakin besar pula koefisien runoff dan juga semakin besar luas wilayah terbangun maka semakin kecil rasio persentase MNQ terhadap curah hujan.

Areas of research include the Ci Danau Cathcment Area which has an area 13,491 ha. Ci Danau Cathcment Area has a function and a very important role in supporting economic development, in the form of raw water supply and only one water reservoir with a sufficient flow area. Ci Danau Cathcment Area is one of the important watershed in the Western Province of Banten. Most of the land cover changes that occurred toward the wake region, where the extent of increase from year to year. For vegetation (forest) is largely converted into vegetation (non-forest). Based on the analysis of land cover changes in hydrologic conditions, it turns out land cover changes affect the hydrological conditions. In this case affect the percentage ratio MNQ on rainfall and runoff coefficient. Changes in land cover conditions, the addition of an area where there has been awakened and also reduction of the forest vegetation. The relationship between the region woke up to the hydrologic conditions of the greater area woke up the greater runoff coefficient and also the greater the area woke up, the smaller the ratio of percentage MNQ on rainfall."
2010
S635
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>