Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8272 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Phelan, Thomas W.
"Provides parents, teachers, physicians and mental health professionals with comprehensive information about ADD, such as: basic symptoms of ADD, how ADD is diagnosed, the differences between ADD boys and girls, why the ADD diagnosis is often missed, and medication treatment"
New York: ParentMagic, Glen Ellyn, IL, 2005
618.92 PHE a
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Citra Fitri Agustina
"Latar Belakang : Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan
gangguan psikiatrik paling sering dijumpai pada anak, dengan prevalensi 26,2 % di Jakarta.
Berbagai penelitian menyatakan patofisiologi GPPH terkait dengan aktivitas dopaminergik,
yang diduga dipengaruhi oleh serum feritin.
Tujuan: Mengetahui hubungan kadar feritin dengan gejala klinis GPPH serta mengetahui
adakah perbedaan kadar feritin pada anak GPPH dan bukan GPPH
Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang, membandingkan 47 anak GPPH dan 47
anak sehat sebagai kontrol yang berusia 7-12 tahun (rerata usia 9,09± 1,29). Uji korelasi
Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan kadar feritin dengan gejala klinis GPPH.
Pemeriksaan serum feritin menggunakan metode Electrochemiluminescent ImmunoAssay
(ECLIA). Diagnosis GPPH ditegakkan dengan MINI KID sedangkan gejala klinis GPPH
dinilai berdasarkan SPPAHI.
Hasil : Tidak didapatkan hubungan bermakna antara kadar feritin dengan gejala klinis GPPH,
koefisien korelasi 0,108 (p>0,05). Rerata kadar feritin anak GPPH adalah 38,7 ng/mL
(median), yang tidak berbeda bermakna dengan kontrol (median 28 ng/mL).
Kesimpulan: Pada penelitian ini, tidak terbukti adanya hubungan antara feritin dengan gejala
klinis GPPH. Masih diperlukan studi lebih lanjut untuk melihat peran feritin melalui dopamin
pada GPPH.

Background : Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) is the most common
psychiatric disorder in children with prevalence of 26,2% in Jakarta. Various studies have
acknowledged the pathophysiology of ADHD in relation to dopaminergic activity possibly
influenced by serum ferritin
Objectives: To find relationship between ferritin level with clinical symptomsof ADHD, and
to identify any difference in ferritin level in children with and without ADHD.
Methods: This study is cross sectional by design, comparing 47 ADHD children and 47
healthy controls aged 7-12 years old (mean age 9.09 ± 1,29). Spearman test was performed to
find correlation between ferritin level and clinical symptoms of ADHD. Serum ferritin was
examined using Electrochemiluminescent ImmunoAssay (ECLIA) method. ADHD was
diagnosed by MINI KID while clinical symptoms of ADHD were assessed with SPPAHI.
Results : No signification correlation was found between ferritin level and clinical symptoms
of ADHD, coefficient correlation 0,108 (p> 0,05). Mean ferritin level of ADHD children was
38,7 ng/mL (median) and was not significant in comparison to control group (median 28
ng/mL)
Conclusions: In this study, ferritin has been found to have no correlation with clinical
symptoms of ADHD. Further study needs to be performed to identity ferritin role through
dopamine in ADHD
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rininta Mardiani
"Latar Belakang: Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan salah satu gangguan jiwa pada anak, dengan tiga gejala utama yaitu kesulitan memusatkan perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas. Hingga saat ini, belum dapat disimpulkan penyebab pasti terjadinya GPPH, namun dari berbagai penelitian menunjukkan berkaitan dengan nutrisi yaitu adanya defisiensi seng.
Tujuan: Mengetahui perbedaan rerata antara kadar seng dalam serum pada anak dengan GPPH dibandingkan dengan kelompok kontrol anak sehat, serta mengetahui hubungan antara rerata kadar seng dalam serum dengan gejala klinis pada anak dengan GPPH.
Metodologi: Desain penelitian ini adalah potong lintang. Kontrol adalah anak sehat. Penelitian dilakukan di SDN 01 Pagi KampungMelayu, Jakarta Timur, pada bulan Mei – Juni 2013. Jumlah sampel yang dibutuhkan pada masing-masing kelompok yaitu anak dengan GPPH dibandingkan dengan anak sehat, sebesar 42.
Hasil: Didapatkan rerata kadar seng dalam serum untuk kelompok anak GPPH sebesar 52,50 µg/L dan kadar seng dalam serum untuk kelompok anak sehat sebesar 51,50 µg/L. Tidak ada perbedaan rerata yang bermakna antara kedua kelompok. Tidak ada hubungan bermakna antara kadar seng dalam darah dengan gejala klinis GPPH.
Simpulan: Tidak didapatkan perbedaan bermakna rerata kadar seng dalam darah pada kelompok anak GPPH dibandingkan anak yang sehat, dan tidak didapatkan hubungan bermakna kadar seng dalam darah pada anak GPPH dengan gejala klinis GPPH.

Background: ADHD is a disorder commonly met at children with attention deficiency, hyperactivity, and impulsivity as prominent symptoms. Up until now, the definite causal of ADHD remains unclear, but some studies showed its correlation to zinc deficiency.
Objective: This study aimed to acknowledge the discrepancy between serum zinc level mean of ADHD children group and healthy children control group and the correlation between serum zinc level and clinical symptoms on ADHD children.
Methods: The study designed used cross sectional with control is healthy children. The study was conducted at SDN 01 Pagi Kampung Melayu, East Jakarta, Mei - June 2013. The number needed for each sample group was 42.
Result: The result showed serum zinc level mean was 52,50 µg/L in ADHD children group and 51,50 µg/L in healthy children group. There is no significant difference between them. There is no significant difference between serum zinc level mean and ADHD clinical symptoms.
Conclusion: There is no significant difference between serum zinc level mean in ADHD children group and healthy children group, and there is no significant correlation between ADHD children serum zinc level and ADHD clinical symptoms.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Green, Christopher, 1943-
London: Vermilion, 1994
618.928 589 Gre u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Agung Ari Wiweka Nanda
"ABSTRACT
Latar Belakang: Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas GPPH merupakan kelainan kronis yang ditandai dengan ketidakmampuan berkonsentrasi, hiperaktivitas, dan impulsif. Prevalensi GPPH pada siswa SD di Jakarta tahun 2004 sebesar 26,2 dan diduga berhubungan dengan dengan perolehan prestasi akademis siswa di sekolah. Tujuan: Mengetahui hubungan antara GPPH dengan prestasi akademis siswa sekolah dasar. Metode: Studi case control dilakukan terhadap 372 siswa SD Kenari 01,03, dan 05 pada periode tahun ajaran 2015-2016. Hasil: Berdasarkan analisis data, didapatkan 107 28,8 siswa SD mengalami GPPH dan sebanyak 265 70,2 tidak mengalami GPPH. Terdapat 188 49,5 siswa mendapatkan nilai dibawah rata-rata dan 186 50,5 siswa mendapatkan nilai diatas rata-rata. Pada uji chi square, terdapat hubungan bermakna antara GPPH dan prestasi akademis dengan nilai signifikansi.

ABSTRACT
Background Attention deficit hyperactivity disorder is a chronic disorder ADHD characterized by inability to concentrate, hyperactivity, and impulsivity. Prevalence ADHD on elementary students in Jakarta in 2004 is about 26.2 and related to academic achievement in school. Aim To find relation between ADHD with academic achievement in elementary students. Methods Case control study was done involving 372 elementary students in SD Kenari 01, 03, 05 on school year 2015 ndash 2016. Results According to data analyzing, there were 107 28.8 elementary school students have ADHD and 265 70.2 of elementary school students did not have ADHD. There were 188 49.5 students get academic underachievement and other 186 50.5 students got higher academic achievement. By using chi square test, there was correlation statistically between ADHD and academic achievement with significance point p 0.001. Conclusion ADHD is related with academic achievement on elementary students with odds ratio 2,1. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70338
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Yonathan
"Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas GPPH merupakan sebuah gangguan yang bersifat kronik. GPPH merupakan penyakit yang disebabkan oleh berbagai faktor, seperti genetik dan lingkungan. Pola asuh orang tua diduga sebagai salah satu faktor risiko dari GPPH. Tujuan: Mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan GPPH pada siswa sekolah dasar di daerah Jakarta Pusat. Metode: Studi case control dilakukan terhadap 376 siswa SD Kenari 01,03, dan 05 pada periode tahun ajaran 2015-2016. Hasil: 108 28,7 siswa SD mengalami GPPH dan sebanyak 268 71,3 tidak mengalami GPPH. 314 83,5 orang tua menerapkan pola asuh demokratis dan sisanya sebanyak 62 16,5 orang tua menerapkan pola asuh lainnya pada anak. Secara statitstik tidak terdapat hubungan bermakna antara pola asuh orang tua dengan GPPH p = 0,464, uji chi square . Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan bermakna antara pola asuh orang tua dengan GPPH pada siswa sekolah dasar.

Introduction Attention deficit hyperactivity disorder ADHD is one of neurobehavioral chronic disorders and caused by some factors, including genetic and environment cause including parenting style. The objective of this study is to find whether parenting style applied by parents is related with ADHD. Methods case control study was done involving 376 elementary students in SD Kenari 01,03,05 on school year 2015 ndash 2016 using questionnaires given to parents and teachers to determine the parenting style used and presentation of ADHD. Results 108 28,7 elementary school students suffer from ADHD. 314 83,5 of parents apply authoritative parenting style to their children. There was no correlation statistically between parenting style and ADHD p 0.464 , chi square test . Conclusion Parenting style is not related with ADHD on elementary students.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Allysa Soraya Safitri
"Tingginya screen time anak telah meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai dampak negatif dari screen time. Beberapa penelitian mengasosiasikan gejala gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) dengan screen time berlebih. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara screen time dengan gejala GPPH pada anak. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dan kuesioner Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktivitas Indonesia (SPPAHI) yang diisi oleh orang tua dengan latar belakang pendidikan minimal SMP atau sederajat. Kuesioner disebarkan ke seluruh murid SD Negeri Beji 1 Depok dan didapatkan total 227 data, data yang ada lalu dipilih secara acak dan didapatkan 95 data untuk dianalisis.
Hasil analisis Chi-Square menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara statistik antara screen time dengan gejala GPPH pada anak (p = 0,035). Anak dengan screen time berlebih memiliki peluang mengalami GPPH 3,1 kali lebih tinggi dibandingkan anak dengan screen time tidak berlebih (IK 95% = 1,051-9,174). Oleh karena itu, perlu dilakukan pembatasan screen time untuk menurunkan peluang terjadinya GPPH pada anak.

High level of screen time among children has raised public awareness about its negative impact. Some studies associate attention deficit and hyperactivity disorder (ADHD) with excessive amount of screen time. The objective of this research is to analyze the association between screen time and ADHD symptoms in children. A cross sectional study was used for this research along with SPPAHI questionnaire, which was filled by parents with a minimum educational background of junior high school. The questionnaire was distributed to all students of SD Negeri Beji 1 Depok and a total of 227 data were collected, 95 data were selected randomly and used as sample for data analysis.
These data were analyzed using Chi-square test and showed a significant relationship between screen time and ADHD symptoms in children (p = 0.035). Children with excessive amount of screen time are 3.1 times more likely to develop ADHD than children who do not have excessive amount of screen time (95% CI = 1.051-9.174). Therefore, screen time limitation is needed to reduce the odds of developing ADHD in children.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteraan Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Nazli Mahdinasari
"Latar Belakang : Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas merupakan gangguan neurodevelopmental dengan prevalensi global sekitar 5-12%. Anak dengan GPPH sering menghadapi masalah dalam fungsi akademik dan sosial, yang dapat memicu gangguan lainnya. Karena prevalensinya yang cukup tinggi dan dampaknya yang signifikan, penegakan diagnosis yang akurat merupakan hal yang penting. Secara umum, diagnosis ditegakkan melalui wawancara psikiatri, observasi, dan skala penilaian oleh orang tua atau guru. Namun, laporan dari orang tua atau guru cenderung bersifat subjektif, dan gejala mungkin tidak selalu muncul saat pemeriksaan status mental tergantung kepada adaptasi anak terhadap dokter dan pengamatan yang berlangsung. Untuk mengatasi kelemahan ini, banyak studi telah mengeksplorasi penggunaan teknologi untuk menghasilkan tes diagnostik yang objektif. Salah satu teknologi yang sedang dikembangkan adalah alat diagnostik berbasis Virtual Reality (VR). Saat ini sudah mulai dikembangkan alat diagnostik GPPH berbasis VR. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana performa diagnostik alat diagnostik GPPH berbasis VR yang ditelaah melalui tinjauan sistematik. Metode : Penelusuran artikel dilakukan sesuai dengan alur pada bagan PRISMA melalui tujuh mesin pencarian data yaitu : Pubmed, Cochrane, EBSCOhost, Proquest, Sage Journals, Scopus dan Emerald Insight. Hasil : Hasil penelusuran mendapatkan 510 artikel yang kemudian dilakukan penapisan dan telaah didapatkan tiga artikel yang sesuai dengan tujuan penelitian. Penilaian hasil kualitas studi pada ketiga artikel tersebut didapati risiko bias yang rendah. Kualitas studi terhadap domain seleksi pasien didapatkan dua artikel dengan risiko rendah dan satu artikel dengan risiko tinggi. Penilaian hasil kualitas studi pada uji indeks, refrensi standar, alur dan waktu didapatkan risiko rendah. Pada poin “Penerapan” ketiga artikel didapatkan risiko yang rendah. Melalui tinjauan sistematik, alat diagnostik GPPH berbasis VR memiliki nilai sensitivitas berkisar 68% hingga 80% (dengan tingkat yang sedang) dan spesifisitas berkisar 75% hingga 100% (dengan tingkat yang baik). Kesimpulan : Melalui tinjauan sistematik ini, alat diagnostik GPPH berbasis VR merupakan alat penunjang yang baik dalam membantu menegakkan diagnosis GPPH pada anak dan remaja.

Background : Attention Deficit Hyperactivity Disorder is a neurodevelopmental disorder with a global prevalence around 5-12%. Children with ADHD have difficulties in academic and social functioning, which can lead to other mental disorders. The high prevalence rate and the resulting impact necessitate an accurate diagnosis. Generally, diagnosis is established through psychiatric interviews, observations, and rating scales by parents or teachers. However, reports from parents or teachers tend to be subjective, and symptoms may not always appear during mental status examinations, depending on the child's adaptation to the doctor and the observation process. Therefore, the use of technology is needed to produce objective diagnostic test. One such technology being developed is Virtual Reality diagnostic tools. Objective : This study aims to evaluate the diagnostic performance of virtual reality diagnostic tool for ADHD through a systematic review. Method : The article search was conducted following the PRISMA flowchart through seven data search engines: PubMed, Cochrane, EBSCOhost, ProQuest, Sage Journals, Scopus, and Emerald Insight. Result : The search results yielded 510 articles, which were then screened and reviewed, resulting in three articles that met the research objectives. The quality assessment of these three studies showed a low risk of bias. In the domain of patient selection, two articles had a low risk and one article had a high risk. The quality assessment for the index test, reference standard, flow, and timing showed a low risk. On the “Applicability concern”, all three articles had a low risk. Through a systematic review, virtual reality diagnostic tool for ADHD have shown a sensitivity ranging from 68% to 80% (with a moderate level) and a specificity ranging from 75% to 100% (with a good level). Conclusion : Virtual reality diagnostic tool for ADHD is an assessment tool to adjunct ADHD diagnosis in children and adolescent."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Windarti
"Gangguan Altention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) adalah gangguan perilaku yang berhubungan dengan kurangnya perhatian (inattentiveness), hiperaktivitas-impulsivitas, atau kombinasi dari keduanya. American Psychiatric Association mengatakan bahwa tiga sampai lima persen anak usia sekolah di Amerika menderita ADHD. Jika jumlah anak usia sekolah dengan ADHD di Indonesia sama dengan jumlah penderita di Amerika, maka kemungkinan besar saat ini terdapat 2,13 - 3,55 juta anak usia sekolah di Indonesia yang menderita ADHD. Jumlah yang sangat besar ini menunjukkan bahwa ADHD patut mendapat perhatian yang besar. Masalah pertama yang perlu diperhatikan sebelum kita dapat melakukan penanganan lebih lanjut adalah bagaimana kita dapat mengenali anak-anak ADHD di antara anak-anak lain.
Dalam skripsi ini, peneliti membuat suatu alat ukur penilaian tingkah laku ADHD yang dapat digunakan oleh orang awam, khususnya orangtua dan guru anak usia 6-9 tahun, sebagai pihak yang paling banyak berinteraksi dan mengikuti perkembangan anak. Alat ukur yang akan dibuat ditujukan untuk menyediakan informasi awal mengenai kelainan perilaku seorang anak untuk ditindaklanjuti dengan diagnosa yang lebih mendalam oleh ahli di bidang ini, seperti psikolog. Selain itu, alat ukur ini diharapkan menjadi alat bantu bagi orang awam khususnya orangtua dan guru dalam mengenali gejala awal dari ADHD sehingga penanganan sejak dini dapat segera diberikan kepada anak.
Penelitian ini akan melakukan uji validitas, reliabilitas, dan analisis item, untuk mengetahui apakah alat ukur tersebut baik untuk digunakan. Sedangkan norma dalam penelitian ini tidak dibuat karena penelitian ini adalah penelitian awal konstruksi tes dan tidak bertujuan untuk mendapatkan norma Subjek dalam penelitian ini diambil dengan metode pnrposive sampling, terdiri dari 30 orangtua dan 30 guru dari anak ADHD yang berusia 6-9 tahun, dan 30 orangtua serta 30 guru dari kelompok pembanding untuk keperluan uji criterion-prediction validation. Uji validitas juga dilakukan dengan uji construct validity. Reliabilitas alat diukur dengan menggunakan rumus Koefisien Alpha. Sedangkan analisis item dilakukan dengan menghitung korelasi item dengan skor total tes dan menghitung perbedaan skor subjek dengan dengan kelompok pembanding sebagai kriteria eksternal.
Hasil penelitian menunjukkan adanya beberapa item yang perlu diteliti lebih lanjut yaitu item 10, 22, 35, 40, 49, dan 50. Perhitungan t-test menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara skor item hasil penilaian orang tua maupun guru anak ADHD dengan skor item hasil penilaian pada kelompok pembanding. Uji validitas menunjukkan bahwa alat ukur tersebut mampu membedakan antara anak ADHD dengan kelompok pembandingnya. Selain itu, item-itemnya memiliki korelasi yang signifikan dengan skor total. Reliabilitas alat ukur juga tergolong tinggi, yaitu 0,967 jika penilaian dilakukan oleh orangtua dan 0,9549 jika penilaian dilakukan oleh guru. Hasil perhitungan tambahan menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor hasil penilaian guru dengan skor hasil penilaian orangtua. Berdasarkan hasil-hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa alat ukur penilaian tingkah laku ADHD pada anak usia 6-9 tahun yang diuji dalam penelitian ini valid dan reliabel serta layak untuk digunakan untuk memperoleh informasi awal tentang gangguan perilaku pada anak usia 6-9 tahun yang menunjukkan gejala-gejala ADHD."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
S3333
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irena Tjiunata
"Fokus dari pelatihan ini adalah untuk meningkatkan kuantitas perilaku menyelesaikan tugas, termasuk di dalamnya, menurunkan durasi perilaku tidak mengerjakan tugas. Penerapan metode ccrita sosial dan metodc contingency contract (dilcngkapi prompt) menghasilkan peningkatan kuantitas pada perilaku menyelcsaikan tugas, serta penurunan durasi perilaku tidak mengerjakan tugas. Akan tetapi, kualitas dari perubahan pcirlaku belum menunjukkan perbaikan. Hal tcrscbut disebabkan karena komik oerita sosial yang digunakan dalam intervensi belum secara detil menggambarkan perilaku yang diharapkan muncul. Selain itu, pemberian fading yang terlalu cepat juga menyebabkan konsistensi perubahan perilaku belum terlihat.
Dari hasil obsewasi, diketahui juga bahwa pembahan perilaku tersebut, secara tidak langsung, dipengaruhi juga oleh faktor lingkungan seperti kehadiran guru dan situasi kelas. Akan tetapi, karena singkatnya sesi intervensi dan pemilihan waktu intervensi yang berdekatan dengan jadwal uiangan umum, konsistensi pelubahan perilaku belum terlihat. Oleh karena itu, beberapa saran yang dapat diberikan antara lain: 1) gambar berikut penjelasan pada komik cerita sosial sebaiknya dibuat lebih detil; 2) pemberian prompt dan fading sebaiknya lebih diperhatikan lagi; 3) sesi intervensi dibuat lebih banyak dengan jangka waktu yang lebih panjang; 4) perlu diperhalikan pemilihan waktu intervensi agar tidak berdekatan dengan jadwal ulangan umum; 5) kerjasama antara guru dan teman-tcman di kelas untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif agar pelaksanaan intervensi lebih efektif.

The focus of this training is to increasing the quantitiy of on-task behavior. including, decreasing the duration of off-task behavior. Result of this intervention, using social story method and contingency contract method (also using prompt method), indicated that the quantitiy of on-task behavior is increasing and the duration of ofiltask behavior is decreasing. However, the quality of the alteration of behavior has not improved yet. This is because the comic social story in this intervention has not describe the behavior that is expected, The prompts which have been faded too quickly also make the consistency ofthe behavior’s alteration has not been observed. The environments, such as teacher’s present and class-rooms’s situation, also influence the alteration of behavior.
Unfortunately, because the length ofthe session and the time of intervention wich is too short and too close to the end of school year, the consistency of the behavior’s alteration has not been appeared yet. Therefore, several suggestions should be provided to improve the future study: 1) picture in the comic social story should be made more detail; 2) the use of prompt and fading should be more improved; 3) the session of intervention should be madc in great quantities and in more length duration; 4) the intervention should be held in the middle of school year; 5) the cooperation of teacher and tiiends is needed to make the more supporting classroom environment.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2009
T34118
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>