Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 133446 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Anak Agung Oka Lely
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1995
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Soepardi Soedibyo
"ABSTRAK
Telah diteliti 39 bayi baru lahir dengan tindakan ekstraksi vakum, terdiri dari 25 bayi laki-laki dan 14 bayi perempuan yang dirawat gabung selama periode 1 Januari sampai dengan 30 Juni 1995, dibandingkan dengan 39 bayi lahir normal.
Parameter yang dinilai adalah angka kesakitan dan kematian dan lama rawat. Iliperbilirubinemia merupakan morbiditas terbanyak (7,69%) pada bayi EV, tetapi bila dibandingkan dengan persalinan lain tidak lebih tinggi. Diare akut ditemui pada 1 bayi, rendahnya morbiditas ini mungkin oleh karena pengaruh dari RG. Tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok penelitian. Rata-rata lama rawat kelompok studi 3,2 + 0,35 hari, tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok penelitian ini. Paling lama perawatan adalah 7 hari pada 1 orang dari kelompok studi, 6 hari pada 1 orang kelompok kontrol (sebelum ada rawat gabung LOS 8,2 Bari). Perubahan berat badan rata-rata kelompok studi menunjukkan kenaikan pada waktu pulang. Tidak ada perbedaan bermakna antara dua kelompok penelitian pada saat pulang, selama penelitian tidak ditemukan pasien yang meninggal baik kasus maupun kontrol. Secara singkat dapat dikatakan bahwa walaupun terdapat perbedaan dalam hal penyakit ibu dan trauma lahir, ternyata bayi yang lahir dengan cara ekstraksi vakum yang memenuhi kriteria rawat gabung dan dirawat dengan metode rawat gabung berbeda tidak bermakna dengan bayi normal dalam hal morbiditas/mortalitas, dan lama rawat yang menunjukkan mutu yang memadai walaupun di kelas III Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo sebagai rumah sakit rujukan terlihat juga pada penelitian ini yaitu yang dirujuk dari luar sebanyak 74,36%, sedangkan yang datang sendiri sebanyak 25,64% yang pada umumnya adalah karyawan atau istri karyawan.
Dengan BOR rawat gabung sebesar 65% maka masih terdapat peluang untuk peningkatan pemanfaatan oleh pasien, artinya peningkatan dengan cara menurunkan standar indikasi RG.
Pemanfaatan perawat dirawat gabung lebih tinggi dari pada di kamar bayi, bila dilihat dari ratio jumlah perawat dibanding dengan tempat tidur.

ABSTRACT
A prospective study on 39 newborn infants delivered by vacuum extraction and nursed in a rooming-in care, Cipto Mangunkusumo Hospital, during the period of January 1 and June 30, 1995, was carried out. The study subjects consisted of 25 male and 14 female infants. A group of 39 newborn infants delivered normally served as control.
The main parameters evaluated were morbidity and mortality rates during hospitalization. Hyperbilirubinemia was the most common morbidity (7.69%) in infants delivered by vacuum extraction; this was not different when compared to control babies. Diarrhea was found in only 1 baby; the low incidence of diarrhea was probably related to the rooming-in care. The mean length of hospital stay in the study group was 3.2 (SD 0.35) days, which was not significantly different with that of the control group.' The longest hospital stay was 7 days in the study subjects and 6 days in the control subjects. Before rooming-in was applied, the mean length of hospital stay was 8.2 days. The change of body weight on discharged was also not significantly difference between the 2 groups. There was no mortality in both groups.
To summarize, it can be stated that in spite of differences in mothers illness and birth trauma, babies delivered by vacuum extraction who meet the criteria for rooming-in care were not significantly difference in terms of morbidity, mortality, and length of hospital stay when compared to normally delivered babies, even if they are nursed in the 3rd class.
In addition, some general views of Cipto Mangunkusumo Hospital as a referral hospital could also be seen in this study. Most patients (74.36%) were referred by medical personnel, while the rest 25.64% were non-referral patients, most of them were hospital staffs or their relatives. With the bed occupancy rate of 65%, there still room to alter the indications for rooming-in care, so that more babies can be nursed in a rooming-in setting. It could also be seen that rooming-in care system was more efficient than newborn room, as far as nurse bed ratio was concerned.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tanggal 27 November sampai dengan 25 Desember 2006, berdasarkan fenomena usia yang lerdapat pada ruang rawat kritis yaitu sebanyak 35% perawat berusia diatas 40 tahun, dengan tuntutan keterampilan untuk menguasai kondisi pasien yang mengancam kehidupan. Tujuan penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui hubungan pengaruh usia terhadap efektifitas kinerja perawat di ruang rawat kritis. Desain yang digunakan dalam penelitian adalah deskriptif korelasi. Sampel yang dipakai berjumlah 32 orang yang merupakan populasi total perawat di ruang rawat kritis Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo. Metode yang digunakan total sampling dengan rumus presisi mutlak.
Hasil penelitian sebagai berikut: usia mayoritas rsponden yang kurang dari 40 tahun yaitu sejumlah 65,6%, sedangkan yang Iebih dari 40 tahun sebanyak 34,4%.
Bcrdasarkan kriteria Iama bekerja didapat hasil kurang dari 10 tahun sebesar 31%, Il sampai 20 tahun sebesar 44% dan lebih dari 20 tahun sebesar 25%. Efektititas kinegia mayoritas populasi termasuk dalam kriteria baik yaitu sebanyak 62,5% dan sangat baik sebesar 37,5%. Hubungan usia perawat dan efektifitas kinerja perawat pada usia kurang dari 40 tahun sebanyak 6S,6% dengan tingkat kincrja dengan kategori baik yitu sebanyak I8,75% dan sangat baik 43,7S%. Sedangkan pada usia diatas 40 tahun dengan kriteria baik sebanyak 9,4% dan baik sekali 28,l%. Hasil yang dianalisa di dapat bahwa tidak ada pengaruh usia terhadap efektifitas kinerja perawat di ruang rawat kritis dengan P value = 0,05 < P < 1,0 dan a = 0,05."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5545
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ardian Sandhi Pramesti
"Latar Belakang: Obesitas adalah masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia terutama di negara berkembang. Obesitas dapat mempengaruhi status vitamin D, salah satunya dikarenakan adanya peningkatan penyimpanan vitamin D di jaringan adiposa sehingga mengakibatkan rendahnya bioavailabilitas vitamin D. Selain itu, banyaknya jaringan lemak berkaitan dengan  inflamasi kronis tingkat rendah yang menyebabkan peningkatan penggunaan vitamin D pada sel imun sehingga menyebabkan rendahnya kadar vitamin D pada kasus obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat korelasi antara persentase massa lemak dengan kadar vitamin D serum pada populasi dewasa dengan penyandang obesitas.
Metode: Studi potong lintang ini dilakukan pada subjek dewasa dengan obesitas di Rumah Sakit Cipto Mangungkusumo, Pengukuran persentase massa lemak menggunakan bioelectrical impedance analysis (BIA) SECA mBCA 525. Pemeriksaan kadar vitamin D serum menggunakan kalsidiol serum dengan metode chemiluminescence immunoassay (CLIA).
Hasil: Sebanyak 90 subjek penelitian memiliki rerata usia 41 tahun dengan jumlah subjek terbanyak adalah perempuan (59%). Sebagian besar subjek tergolong status gizi obesitas derajat II. Median kadar vitamin D serum adalah 13,4 ng/dL dengan sebagian besar subjek tergolong defisiensi vitamin D. Rerata persentase massa lemak subjek adalah 37,2 ± 8,2. Terdapat korelasi negatif antara kadar vitamin D serum dengan persentase lemak tubuh pada pada dewasa penyandang obesitas (r=-0,378, p=0,000).
Kesimpulan: Terdapat korelasi bermakna berkekuatan sedang antara persentase massa lemak dengan kadar vitamin D serum pada subjek dewasa penyandang obesitas.

Background: Obesity is a global public health issue, especially in developing countries. Obesity can affect vitamin D status due to increased storage of vitamin D in adipose tissue. In addition, low bioavailability of vitamin D. Low levels of chronic inflammation is strongly associated with a large number of adipose tissue, which causes increased use of vitamin D in immune cells and causes low levels of vitamin D in obesity population. This study aims to see the correlation between the percentage of fat mass and serum vitamin D levels in the adult population with obesity.
Methods: This cross-sectional study was conducted on obese adult subjects at Cipto Mangunkusumo Hospital. First, the fat mass percentage was measured using bioelectrical impedance analysis (BIA) SECA mBCA 525. In addition, serum vitamin D levels were examined using serum calcidiol using the chemiluminescence immunoassay (CLIA) method.
Results: A total of 90 research subjects had an average age of 41; most were female. Most of the subjects were classified as obesity class II. The average serum vitamin D level was 13.4 ng/dL, with most of the subjects classified as deficient in vitamin D. The mean proportion of subjects in fat mass was 37.2 ± 8.2. There was a negative correlation between serum vitamin D levels and the proportion of body fat in obese adults (r=-0.378, p=0.000).
Conclusion: There was a significant medium correlation between fat mass percentage with serum vitamin D in the adult with obesity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Parulian, Tina Shinta
"Hiperbilirubinelnia merupakan fenomena klinis yang sering ditemukan pada bayi
baru lahir. Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi pengaruh perubahan posisi
tidur selama fototerapi terhadap rata-rata kadar bilirubin total. Desain penelitian
adalah quasi experimental pre-post test with control group. Sampel yang
digunakan yaitu bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia, terdiri atas 20 bayi
kelompok intervensi dan 20 bayi kelompok kontrol. Analisis perbedaan kadar
bilirubin total menggunakan independent t test. Hasil penelitian menunjukkan
tidak ada perbedaan yang bermakna pada kadar bilirubin total kelompok kontrol
dan kelompok intervensi, namun penurunan kadar biliiubin pada kelompok
intervensi lebih cepat dari pada kelompok kontrol. Penelitian ini
merekomendasikan perubahan posisi tidur dapat mempercepat penurunan kadar
bilirubin total.

Abstract
Hyperbilirubinemia is a clinical phenomenon that mostly appears to the newborn
baby. The purpose of the research is to identify the effect of changing sleeping
position during the phototherapy on the rate of total concentrate of bilirubin. The
research design was quasi experimental pre-post test with control group. The
sampel, was new born babies with hyperbilirubinemia; which were classified into
20 babies in intervention group and 20 babies in controlled group. The analysis of
different total bilirubin rate used independent t test showed that there was no any
significant differences on the total of bilirubin rate in controlled group and
intervention group. However, the total bilirubin rate reduction on the intervention
group was faster than control group. This research reccomended that sleeping
position changes can decrease the total bilirubin rate fastly."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T31024
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Wahyuni
"ABSTRAK
Ruang lingkup dan cara penelitian : Perubahan pola makan yang mengandung banyak karbohidrat dan serat ke pola makan yang komposisinya terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula dan garam tetapi miskin serat, menjadi sebab utama peningkatan kadar kolesterol darah. Hiperlipidemia merupakan salah satu faktor risiko penyakit jantung koroner (PJK), yang menempati urutan ke tiga dari semua penyebab kematian (9,9 %). Spirulina, adalah suatu ganggang mikro biru hijau sebagai suatu komponen makanan yang mempunyai potensi memperbaiki kadar profil lipid darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian Spirulina terhadap profil lipid darah pada penderita hiperlipidemia. Oleh karena itu penelitian dilakukan dengan menggunakan subyek yang menderita hiperlipidemia dengan kadar kolesterol > 250 mg/dl dan kadar trigliserida > 150 mg/dl, tanpa disertai penyakit lainnya. Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap masing-masing tahap 4 minggu, tahap I dengan pemberian diet rendah kolesterol pada 41 orang subyek, kemudian pada tahap II subyek yang masih hiperlipidemia dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok perlakuan, 11 orang yang diberi diet rendah kolesterol dan 3 x 7 tablet Spirulina sehari, sedangkan kelompok kontrol, 10 orang diberi diet rendah kolesterol saja. Sebelum dan sesudah perlakuan dilakukan pemeriksaan antropometri dan profil lipid darah.
Hasil dan kesimpulan terdapat penurunan bermakna kadar kolesterol, trigliserida, LDL-kolesterol pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (p < 0,05). Penurunan LDL-kolesterol 19,11 % pada kelompok perlakuan dan 17.13 % pada kelompok kontrol. Hal ini lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian Nakaya (1988) sebesar 6,1 %. Penurunan kolesterol 14,50 % pada kelompok perlakuan dan 12,20 % pada kelompok kontrol. Terdapat kenaikan HDL-kolesterol secara bermakna (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa diet mempunyai peran yang penting pada perbaikan profil lipid.

ABSTRACT
Rationale and Method of Study : The change of the conventional dietary pattern which is high in carbohydrate and fiber to the westernized diet with high in fat, protein, refined carbohydrate, salt and low in fiber seems to be the primary cause of hypercholesterolemia and hyperlipidemia. As we know that hyperlipidemia is one of the major risk factor for coronary heart disease which is known as the third rank cause of death in Indonesia (9.9%). Spirulina, micro blue-green algae, is a food component, which has potential effect to improve blood lipid profile. The purpose of this study is to analyze the effect of Spirulina on blood lipid profile of hyperlipidemic patients. Therefore, the study was conducted on hyperlipidemic patients who has cholesterol and triglyceride level more than 250 mg/dl and 150 mg/dl respectively, and without any other deseases. The study was implemented in two stages, each of them lasted 4 weeks. The first stage subjected 41 people on low cholesterol diet. In the second stage, subjects who were still hyperlipidemic were divided into two groups, the treatment group consisting of 14 people subjected to low cholesterol diet (300 mg/day) and 7 Spirulina pills three times daily and the control group consisting of 10 people subjected to low cholesterol diet only. The anthropometry measurement and the blood lipid profile determination were conducted at the beginning and the end of the treatment.
Result and Conclusions: The level of cholesterol, triglyceride, and LDL-cholesterol levels, significantly decreased in both the treatment and control groups (p < 0.05). The LDL-cholesterol decreased by 19.11 % in the treatment group and 17.13 % in the control group. These results are higher than Nakaya's (1988) 6.1 %. In the Nakaya's study the level decreased by 14.50 % and 12.20 % respectively in the treatment and control group. The HDL-Cholesterol level in the control group significantly increased (p < 0.05). The result indicate that diet has the important role as the supporting therapy for improving lipid profile.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krishna Pandu Wicaksono
"Pruritus adalah salah satu komplikasi yang cukup sering ditemui pada pasien hemodialisis. Salah satu faktor yang berkontribusi untuk terjadinya pruritus adalah tingginya kadar kalsium serum. Kalsium dalam jumlah besar dapat berikatan dengan fosfat membentuk kristal. Kristal ini bila terdeposisi di kulit akan merangsang ujung saraf sehingga menimbulkan gatal. Penelitian kami mencari hubungan antara kadar kalsium serum dengan derajat pruritus dalam VAS.
Penelitian ini menggunakan metode potong lintang dan dilakukan pada 108 pasien hemodialisis di Bangsal Hemodialisis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada Februari 2009. Setiap pasien dianamnesis untuk dinilai derajat pruritusnya dan diambil data pemeriksaan kadar kalsium serumnya pada bulan Februari 2009. Berdasarkan kadar kalsium serumnya, pasien dibagi menjadi kelompok hiperkalsemia dan normal dengan batas 11 mg/dl. Lalu dilakukan uji statistik untuk menilai hubungan skor VAS pruritus dengan kadar kalsium serum pasien.
Dilakukan juga uji untuk menilai korelasi skor VAS pruritus dengan kadar kalsium serum. Pasien berumur rerata 50,48 ± 13,44 tahun, terdiri dari 57,4% pria dan 42,6% wanita, dan lama HD rerata 2,3 (0,3-17,5) tahun. Sebanyak 54 pasien (50%) mengeluhkan pruritus dengan berbagai derajat. Dengan uji Mann-Whitney didapatkan perbedaan yang bermakna antara skor VAS pruritus pada kelompok pasien yang kadar kalsiumnya normal dengan kelompok pasien hiperkalsemia (p<0,001). Dengan uji Spearman ditemukan korelasi positif sedang (r=0,495) yang bermakna (p<0,001) antara kadar kalsium pasien dengan skor VAS pruritus pasien. Disimpulkan bahwa kadar kalsium serum berpengaruh terhadap ada tidaknya dan derajat pruritus pada pasien hemodialisis kronik.

Pruritus is one of the most commonly found complication in hemodialysis patient. One factor that is proposed to be contributing in pruritus is the high serum calcium concentration. High numbers of calcium molecules in the blood may bond with phosphate to form crystals. These crystals, when aggravated in the skin, may stimulate nerve endings and cause pruritic sensation.
In this study, we try to find the association between the severity of pruritus, measured with Visual Analog Scale (VAS), with the concentration of serum calcium. We use croos sectional method for this study. A total of 108 hemodialysis patients in Bangsal Hemodialisis Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo were studied in February 2009. Each patient was interviewed for assessment of the level of pruritus. We also noted their data of serum calcium concentration on February 2009. We categorized patients with calcium serum concentration >11 mg/dl into hypercalcemia group and those with calcium serum concentration <11 mg/dl into normal group. The patients have mean age of 50,48 ± 13,44 years and a mean duration of hemodialysis of 2,3 (0,3-17,5) years, 57,4% were male and 42,6% were female.
By Mann-Whitney analysis, there was strong difference between pruritus VAS score of the hypercalcemia groups and the normal group (p<0,001). Also, by Spearmann analysis, there was significant (p<0,001), moderate positive correlation (r=0,495) between serum calcium concentration with the pruritus VAS score. It was concluded that the calcium serum concentration has significant influence on the existence and degree of pruritus in hemodialysis patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Harini
"Pijat merupakan terapi sentuh tertua dalam metode pengobatan sejak lama. Tesis ini bertujuan mengetahui pengaruh terapi pijat terhadap bilirubin pada bayi hiperbilirubinemia yang menjalani fototerapi. Desain penelitian adalah quasi experiment nonequivalent control group, before-after design. Jumlah sampel 30 orang diambil secara non probability jenis consecutive samplin. Hasil penelitian menunjukan perberdaan bermaksan rata-rata penurunan level total serum bilirubin (TSB) pada kelompok kontrol dan intervensi sebesar 1,5mg/dL (p<0,05). Terapi pijat berpengaruh pada bayi yang mendapat fototerapi single. Dari hasil multivariat didapatkan bahwa jenis fototerapi paling berpengaruh terhadap penurunan level bilirubin. Hasil penelitian merekomendasikan penelitian lanjut tentang pengaruh terapi pijat terhadap perilaku bayi hiperbilirubinemia yang di fototerapi.

Massage is the oldest touch therapy that used on the treatment since long ago. This thesis aims to determine the influence of massage therapy with bilirubin level on hyperbilirubinemia infant who undergoing phototherapy. The research design is quasi-experimental nonequivalent control group, before-after design. The samples were 30 infants that taken by non-probability method of consecutive sampling. Results showed that there were significant differences an average decrease of Total Serum Bilirubin (TSB) on control and intervention group 1,5mg/dL (p=0,05). Massage therapy were influence to infant who undergoing single phototherapy. The multivariate analyze showed that kind of phototherapy is the most influences to total serum bilirubin decrease. The results recommend further studies about the influence of massage therapy to infant behaviour as long as phototherapy."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2010
T28418
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laksmi Mahasri
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian bakteriologik terhadap prasarana bedah (bahan tenun dan kasa) steril di Sub Instalasi Sterilisasi Sentral Instalasi Farmasi di Rumah Sakit. Umum Dr. Cipto Mangunkusumo - Jakarta. Pemeriksaan yang dilakukan adalah penetapan kandungan kuman dan pemeriksaan bakteriologik terhadap udara dalam ruang penyimpanan barang-barang yang telah disterilkan, sebelum dan sesudah ruangan didesinfeksi oleh pekarya RSCM. , dan uji sterilitas serta pemeriksaan bakteriologik terhadap bahan tenun dan kasa steril yang tersimpan selama 1 han, 2 han, 3 han, 4 han!, 5 hari dan 6 hari dalam ruang penyimpanan di Sub Instalasi Sterilisasi Sentral RSCM - Jakarta. Hasil pemeriksaan menunjukkan kandungan kuman dari udara dalam ruang penyimpanan barang-barang yang teiah disterilkan di Sub Instalasi Sterilisasi Sentral RSCM - Jakarta, secara relatif masih cukup banyak. Hasil pemeriksaan bakteriologik terhadap udara dalam ruang penyimparian barang-barang yang telah disterilkan dan bahan tenun serta kasa steril yang tersirnpan selama 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, 5 hari dan 6 hari dalam ruang penyimpanan, menunjukkan adanya 11 jenis mikroorganisma yang terdiri dari Alcaligenes faecalis, Baccilus subttus, Enterobacter aerogenes, Gaffkya tetragenus, KLlebsiolla pneumonia, Micrococcus luteus, Staphylococcus aureus. Staphylococcus citreus, Staphylococcus epidermtidis, Kuman aerob berspora dan Jamur."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1991
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
William Jayadi Iskandar
"Latar belakang: Pada tahun 2016, Divisi Perinatologi RS dr. Cipto Mangunkusumo
(RSCM) menerapkan panduan asuhan nutrisi terbaru untuk mencegah weight faltering,
yang sangat rentan dialami bayi sangat prematur (<32 minggu) atau berat lahir sangat
rendah (<1.500 gram). Penelitian ini bertujuan mengevaluasi luaran panduan tersebut.
Metode: Penelitian kohort prospektif dilakukan di RSCM sejak Juli 2018 hingga Juni
2019. Subyek merupakan bayi lahir hidup dengan usia gestasi <32 minggu atau berat lahir
<1.500 gram. Bayi dengan kelainan metabolisme bawaan, kelainan genetik, atau
malformasi kongenital mayor dieksklusi. Data antropometrik mingguan dan komplikasi
(enterokolitis nekrotikans, hipertrigliseridemia, kolestasis, dan sindrom refeeding) dicatat
secara berkala. Extrauterine growth restriction (EUGR) adalah berat badan saat pulang
kurang dari persentil 10 kurva Fenton 2013 pada kelompok bayi yang lahir sesuai masa
kehamilan.
Hasil: Sebanyak 111 subyek lahir dengan kesintasan hingga pulang sebesar 42,3% dan
median lama rawat 37 (8-89) hari. Median usia mulai diberi nutrisi enteral, mencapai full
enteral feeding, dan durasi nutrisi parenteral adalah 2, 9, dan 6 hari. Insidens EUGR
adalah 32%. Rerata kenaikan berat badan pada bayi yang pulang adalah 15 (SB 5,4)
g/kg/hari, dan pada bayi kecil masa kehamilan adalah 17 (SB 5,5) g/kg/hari. Insidens
hipofosfatemia, enterokolitis nekrotikans, hipertrigliseridemia, hipokalemia, kolestasis,
dan hipomagnesemia pada minggu pertama adalah 61,7%; 14,4%; 13,9%; 11,9%; 9,3%;
dan 8,2%.
Kesimpulan: Bayi sangat prematur dan berat lahir sangat rendah memiliki tingkat
mortalitas yang tinggi, terutama pada kelompok ekstrem prematur dan ekstrem rendah.
Panduan asuhan nutrisi terbaru dapat mencapai target kenaikan berat badan, dengan
komplikasi terbanyak adalah hipofosfatemia.

Background and aim: In 2016, a nutritional care guideline was implemented in Cipto
Mangunkusumo Hospital to prevent weight faltering, which was prevalent in very preterm
(< 32 weeks) or very low birth weight/VLBW (<1,500 grams) infants. The objective of
this study was to evaluate its outcome.
Methods: This prospective cohort study was conducted in a national referral hospital
since July 2018 until June 2019. Subjects were live-born infants with gestational age <32
weeks or birth weight <1,500 grams. Infants with inborn errors of metabolism, genetic
abnormalities, and major congenital malformation were excluded. Weekly
anthropometric data and complications (necrotizing enterocolitis, hypertriglyceridemia,
cholestasis, and refeeding syndrome) were recorded. Extrauterine growth restriction
(EUGR) was defined as weight at discharge less than 10th percentile of Fenton 2013
chart.
Results: Among 111 subjects, the survival rate at discharge was 42.3% and median length
of stay was 37 (8-89) days. Median time to start enteral feeding, reach full enteral feeding,
and duration of total parenteral nutrition were 2, 9, and 6 days, respectively. EUGR
incidence at discharge was 32.1%. Mean weight gain among survivors and those who
were small-for-gestational-age were 15 (SD 5.4) and 17 (SD 5.5) g/kg/day, respectively.
The incidence of hypophosphatemia, necrotizing enterocolitis, hypertriglyceridemia,
hypokalemia, cholestasis, and hypomagnesemia were 61.7%, 14.4%, 13.9%, 11.9%,
9.3%, and 8.2%, respectively.
Conclusions: Very preterm and/or VLBW infants had high mortality rate, especially in
extremely preterm and/or extremely-low-birth-weight subgroup. The latest nutritional
care guideline reached the target weight gain. The most common complication was
hypophosphatemia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>