Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116929 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nelly Tandiari
"Latar belakang dan tujuan: Gangguan fungsi ginjal dapat terjadi karena pemberian
media kontras. Antioksidan N-asetil sistein (NAC) dapat mencegah penurunan fungsi
ginjal karena NAC merupakan sumber gugus sulfhidril yang merangsang sintesa
Gamma Glutamylcysteinglysine (Glutathion/GSH), meningkatkan aktivitas glutathion
transferase, menghindari detoksifikasi dan bekerja langsung pada oksidan radikal
yang reaktif. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan penurunan fungsi ginjal
kelompok penderita yang diberi antioksidan NAC dengan kelompok penderita tanpa
pemberian antioksidan NAC pada pemeriksaan angiografi menggunakan media
kontras nonionik monomer osmolaritas rendah.
Bahan dan cara: Dilakukan sudi eksperimental dengan kontrol tersamar ganda pada
36 pasien angiografi antara bulan juni 2003 sampai dengan januari 2004 dengan
konsentrasi kreatinin dan ureum serum awal normal. Pada 18 pasien kelompok
penelitian diberikan antioksidan NAC 2x600mg 1 hari sebelum dan pada hari
pemeriksaan angiografi, 18 pasien kelompok kontrol diberi placebo. 48 jam pasca
pemberian media kontras dilakukan pemeriksaan kreatinin dan ureum serum. Data
yang didapat diolah secara statistik dengan uji t klinis dan analisis kovarian untuk
mengontrol faktor jenis kontras dan volume kontras.
Hasil penelitian: Pada kelompok penelitian, 16,7% (3 dari 18 pasien) terjadi
peningkatan konsentrasi kreatinin serum dibandingkan 77,8% (14 dari 18 pasien)
kelompok kontrol..Perubahan konsentrasi kreatinin serum rata-rata kelompok
penelitian berbeda bermakna (p= 0,001) dengan kelompok kontroL Pada kelompok
penelitian tidak didapatkan peningkatan konsentrasi kreatinin serum > 0,3 mg/dl tetapi didapatkan 27,8 % pada kelompok kontrol.
Kesimpulan: Pemberian antioksidan NAC dapat mencegah terjadinya penurunan fungsi ginjal akut karena pemberian media kontras pada pasien angiografi tanpa resiko dengan konsentrasi kreatinin serum awal normal."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman
"Kateterisasi jantung menggunakan zat kontras untuk memandu prosedur terapeutik ke jantung dan pembuluh darah. Karena sifat agen kontras yang membebani secara biologis, penggunaan agen kontras harus dibatasi seminimal mungkin dengan hasil gambar yang dapat diidentifikasi. Sementara ambang berbasis fisiologis tersedia, ambang berbasis gambar masih belum tersedia. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis ambang batas volume dan debit untuk penggunaan bahan kontras. Studi pendahuluan pertama kali dilakukan untuk menentukan cairan buatan yang akan digunakan sebagai pengganti darah yang sebenarnya. Menggunakan dosing pump yang dilengkapi in-house blood flow phantom setebal 3 cm ketebalan jantung dan slab phantom setebal 23 cm ketebalan dada, mesin injektor menyuntikkan volume yang diatur dengan variasi 3, 5, 7, 10, dan 13 mL, dan variasi debit 1, 2, 3, 4, dan 5 mL/s. Hasil citra diolah menggunakan aplikasi ImageJ dengan perhitungan SDNR. Studi pendahuluan telah menunjukkan bahwa natrium klorida paling cocok untuk digunakan sebagai pengganti darah. Hasil penggunaan NaCl 0,9% sebagai darah menunjukkan bahwa ambang penggunaan zat kontras berada pada kisaran 7 mL dengan kecepatan 3 mL/s. Penggunaan agen kontras dengan volume dan laju alir yang lebih tinggi tidak menunjukkan kontras yang lebih tinggi.

Cardiac catheterization uses contrast agents to guide therapeutic procedures to the heart and blood vessels. Due to the biologically burdening nature of contrast agents, the use of contrast agents should be limited to be minimal with identifiable image results. While physiologically based thresholds are available, image-based thresholds are still unavailable. Therefore, it is necessary to analyze the threshold of volume and flowrate for the use of contrast agents. A preliminary study was first conducted to determine the artificial liquid to be used in place of actual blood. Using dosing pump-equipped in-house blood flow phantom 3 cm thick as heart thickness and slab phantom 23 cm thick as chest thickness, the injector machine injects the regulated volumes with variations of 3, 5, 7, 10, and 13 mL, and varied flowrate of 1, 2, 3, 4, and 5 mL/s. The image results were processed using the ImageJ application with SDNR calculations. Preliminary study has shown that natrium chloride was best suited for use in place of blood. Results using NaCl 0.9% as blood shown that the threshold for the use of contrast agent was in the range of 7 mL at a speed of 3 mL/s. The use of contrast agents with higher volumes and flowrates did not demonstrate higher contrast."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reisa Cahaya Putri Wibowo
"ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan Pesawat Angiografi Siemens Artis Zee untuk mengukur prosentase dosis kedalaman (Percentage Depth Dose, PDD) untuk mempelajari dosis di bawah kulit. Pengukuran PDD dilakukan dengan menggunakan film Gafchromic XR-RV3 yang diletakkan di antara fantom akrilik dengan 6 variasi filter pesawat, 5 variasi tegangan tabung, dan 3 variasi fokus berkas. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik dosimetri yang didapatkan bersesuaian dengan teori, dimana titik kedalaman maksimum dan titik persentase dosis <10% semakin dalam dengan meningkatnya tegangan tabung dan filter tambahan, sementara ukuran fokus tidak memberikan pengaruh. Penelitian ini juga menunjukan bahwa dosis telah diserap sebesar lebih dari 69% oleh tubuh pada kedalaman 150 mm. Disimpulkan juga bahwa film Gafchromic XR-RV3 tidak dapat digunakan dalam pengukuran PDD angiografi dengan posisi permukaan tegak lurus berkas karena faktor buildup. Karenanya, diperlukan studi tambahan untuk menginvestigasi kedalaman buildup pada film Gafchromic XR-RV3 untuk keperluan pengukuran PDD.

ABSTRACT
This study used Siemens Artist Zees Angiography to measure the percentage of depth dose (PDD) to investigate dose behaviour under the skin in angiography. The PDD measurements were carried out using the Gafchromic XR-RV3 film positioned between acrylic phantoms with 6 variations of added filtrations, 5 variations in tube voltage, and 3 variations in beam focal spot sizes. The results showed that the dosimetry characteristics obtained were in accordance with the theory, where the maximum depth point and point of <10% dose went deeper with the increase of tube voltage and additional filters, and with the focal spot size having no effect. Results also shown that dose were absorbed by more than 69% by the body at 150 mm depth. It was also concluded that the Gafchromic XR-RV3 film may not be ideal in measuring PDD for angiography with the position of the film perpendicular to the beam, i.e due to horizontal buildup factor. Therefore, additional studies are required to investigate the buildup depth in Gafchromic XR-RV3 film for PDD measurement purposes."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boediono
"Dengan meningkatnya kasus kecelakaan lalu lintas, makin meningkat pula korban yang datang ke Instalasi Gawat Darurat.Bila a kita lihat laporan dari kepolisian yang menyebutkan jumlah kecelakaan lalu lintas dari bulan Januari 1985 sampai dengan Maret 1986 di daerah DKI Jakarta Raya sebesar 8.641 kasus yang menghasilkan korban sebesar 8.560 baik luka ringan, berat, ataupun korban meninggal, maka trauma tumpul ginjal yang merupakan bagian dari trauma tumpul secara keseluruhan akan cukup tinggi juga angkanya [2]. Sebagai gambaran j uml ah trauma tumpul ginjal di RSCM selama tahun 1984 dan 1985 sejumlah 42 kasus [13], tahun 1986 sejumlah 41 kasus, sedangkan tahun 1987 terdapat 52 kasus.
Untuk menegakkan diagnosis trauma tumpul ginjal selain di pert ukan pemeriksaan fisik yang cermat di perlukan juga pemeriksaan pembantu berupa laboratorium terutama sedimen urine dan pemeriksaan radiologi yang sangat penting artinya. PETERSON dan SCHULZE (1986) menyebutkan bahwa suatu yang mahal dan menunda waktu saja bila melakukan pemeriksaan radiologis secara menyeluruh pada kasus-kasus trauma dengan hematuria [II].
MAKSUD DAN TUJUAN, Maksud tulisan ini adalah meninjau beberapa kepustakaan tentang trauma tumpul ginjal, mengevaluasi gejala klinis hematuria baik secara mikro ataupun gross dengan tanda syok ataupun tidak yang mengikuti trauma tumpul ginjal di RSCM selama tahun 1987 dengan tujuan mencari hubungan antara kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan BNO-IVP dan derajat cedera ginjal yang terjadi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T860
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Susilowati
"Latar Belakang: Transplantasi ginjal telah menjadi pilihan utama terapi bagi pasien dengan penyakit ginjal tahap akhir, baik yang berasal dari donor hidup maupun donor jenazah. Transplantasi ginjal memiliki risiko yang lebih rendah baik untuk mortalitas maupun kejadian kardiovaskular, serta memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan pasien yang menjalani dialisis kronis, baik hemodialisis maupun dialisis peritoneal. Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesintasan transplantasi ginjal di RSUPN Ciptomangunkusumo tahun 2010-2017.
Metode: Penelitian Desain penelitian ini adalah kohort retrospekstif menggunakan data rekam medis pasien transplantasi ginjal. Sampel penelitian adalah resipien transplantasi ginjal ≥ 18 tahun di di RSUPN Ciptomangunkusumo tahun 2010-2017, yaitu sebanyak 548 pasien.
Hasil: penelitian probabilitas kesintasan resipien transplantasi ginjal selama pengamatan 5 tahun adalah 84,1% Hasil analisis dengan regresi cox menunjukkan bahwa resipien dengan donor yang berusia ≥ 40 tahun lebih cepat 1,487 kali untuk meninggal dibandingkan resipien dengan donor yang berusia < 40 tahun, resipien yang berusia ≥ 45 tahun lebih cepat 2,356 kali untuk meninggal dibandingkan pasien yang berusia <45 tahun, lama hemodialisis ≥ 24 bulan lebih cepat 2,356 kali untuk meninggal dibandingkan pasien yang lama hemodialisisnya < 24 bulan, skor charlson > 1 lebih cepat 2,861 kali untuk meninggal dibandingkan pasien yang skor charlson ≤ 1, resipien yang memiliki DM lebih cepat 2,947 kali untuk meninggal dibandingkan dengan yang tidak DM.
Simpulan: Kesintasan lima tahun di Indonesia cukup baik. Insiden kematian relatif tinggi, menyebabkan penurunan kelangsungan hidup pasien lima tahun. Namun, hasil keseluruhan masih sebanding dengan negara-negara berkembang lainnya.

Background: Kidney transplantation has become the main choice of therapy for patients with end-stage kidney disease, both from living donors and donor bodies. Kidney transplantation has a lower risk for both mortality and cardiovascular events, and has a better quality of life than patients who undergo chronic dialysis, both hemodialysis and peritoneal dialysis. This study aims to determine the factors that influence the survival of kidney transplants in Ciptomangunkusumo Hospital in 2010-2017.
Methods: A retrospective cohort study with total consecutive sampling is performed on all kidney transplant recipients in Cipto Mangunkusumo Hospital from March 2019 until May 2019. Data is acquired by analysing medical records and contacting patients directly. Each recipient is followed from the day of transplant until death or december 2018, whichever comes first. Five-year death and patient survival is documented. Kaplan-Meier Curve is used to describe patient survival until the end of study and analysis with Cox regression.
Result: which was as many as 548 patients. The results of this study indicate the probability of survival of kidney transplant recommendations during the 5-year observation was 84.1%. The results of the analysis with Cox regression showed that donors aged ≥ 40 years were 1,487 faster to die than recipients with donor aged <40 years, prescriptions aged ≥ 40 years 2,356 times faster to die than patients aged <40 years, duration of hemodialysis ≥ 24 months faster 2,356 times to die compared to patients with long hemodialysis <24 months, Charles score> 1 faster 2,861 times to die than patients who score charlson ≤ 1, the recipients who have DM are 2.97 times faster to die compared to those without DM.
Conclusions: The outcome of five-year death in Indonesia is very satisfactory. The incidence of death is relatively high, causing a decline in five-year patient survival. However, the overall results are still comparable to other developing countries.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2019
T53713
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Once of environmental pollution is heavy metal cadmium that causes toxic effect to the human and animal life. This research is to identify the effect of cadmium on kidney function. Cadmium was administered by adding it in drinking water. This study was performed by using four cadmium’s concentrations on drinking water which are 0 mg/L
(control); 0.06 mg/L; 6.60 mg/L and 66.00 mg/L. Observation was conducted during 0 week; 2 week; 4 week; 6 week and 8 week. The failure of kidney function is indicated by accumulation of cadmium on the kidney and protein contens in the urin of Wistar rats. The result showed that the exposure of cadmium through drinking water caused pathophysiology effect in rats such as increasing of proteinuria and accumulation of cadmium in kidney. Pathological effect such as cell degeneration of kidney was also
observed."
630 JMSTUT 5:1 (2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Nurtriningsih
"Studi dilakukan pada 20 pasien intervensi jantung: 12 coronary angiography (CA) dan 8 percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA). Dosis permukaan diukur menggunakan DAP (dose-area product) dan gafChromic XR-RV3 yang ditempelkan pada permukaan kulit. Distribusi dosis permukaan dapat digambarkan pada film gafChromic. Selain itu, diukur pula dosis hambur pada tiroid, gonad dan mata. Citra dianalisis menggunakan algoritma In-house pada channel merah RGB standar. Korelasi antara dosis maksimum permukaan (MESD) dan DAP untuk kedua prosedur diinvestigasi. Ditemukan korelasi cukup signifikan (R2 = 0.86) antara DAP and MESD (R2 = 0.96 for CA and R2 = 0.82 for PTCA) sehingga pengukuran DAP tidak bisa dijadikan satu-satunya indicator untuk merepresentasikan dosis kulit pasien.
Hasil pengukuran film gafChromic menunjukkan bahwa dosis radiasi kulit pada prosedur PTCA lebih besar dibanding CA.Korelasi yang rendah antara MESD dan waktu fluoroskopi total (R2 = 0.44 dengan R2 = 0.26 untuk CA dan R2 = 0.29 untuk PTCA). Untuk dosis hamburan balik pada organ kritis, tiroid mendapat dosis tertinggi (1.45 cGy) diikuti oleh gonad (1.05 cGy) dan mata (0.61 cGy).

Twenty patients cardiac intervention procedures were studied : 12 coronary angiography (CA) dan 8 percutaneous transluminal coronary angioplasty (PTCA). The entrance skin dose were measure using DAP (dose-area product) and gafChromic XR-RV3 radiochromic film attached to the skin. gafChromic film measurement will be obtain the skin dose distribution on the back area of the coronary area. In addition, we also measure scattered dose on the tiroid, gonad and eyes. Image analysis was performed using red channel component of standart RGB (red, green and blue) color space image. The correlation between maximum entrance surface dose and dose area product for two interventional procedures was investigated. We found a significant correlation R2 = 0.86 of DAP (dose-area product) and MESD (R2 = 0.96 for CA and R2 = 0.82 for PTCA) so that DAP measurement cannot only be the one indicator to represent patient skin dose.
The gafChromic film results that the radiation dose to the skin for PTCA procedure greater than CA. In this study, we found a poor correlation of maximum entrance surface dose and total fluoroscopy time (R2 = 0.44 which were R2 = 0.26 for CA and R2 = 0.29 for PTCA). The result of gafChromic measurement shows that entrance surface dose for PTCA procedure greater than CA. For backscattering entrance dose, thyroid get the highest dose (1.45 cGy) followed by gonadal (1.05 cGy) and eyes (0.61 cGy)."
2013
S54442
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiyah Fatin Afifah
"N-acetylcysteine ​​adalah antioksidan yang mengandung gugus thiol / sulfhydryl dan saat ini sedang dikembangkan sebagai bahan aktif dalam krim anti-penuaan. N-asetilsistein tidak stabil karena mudah teroksidasi. Salah satu strategi untuk menjaga stabilitas N-acetylcysteine ​​adalah diformulasikan menggunakan transferome sebagai sistem pembawa. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan stabilitas dan aktivitas antioksidan dari N-acetylcysteine ​​dalam krim anti-penuaan yang diformulasikan dengan sistem pembawa yang berpindah-pindah dan yang tidak. Formulasi transferome optimal yang digunakan memiliki rasio fosfatidilkolin dan tween 80 (90:10). Stabilitas fisik diuji dengan tes bersepeda dan tes sentrifugal, hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kedua krim stabil secara fisik. Stabilitas kimia diperoleh dari hasil penentuan zat aktif yang tersisa dalam uji stabilitas dipercepat pada kondisi 40oC dan kelembaban relatif 70% yang dianalisis menggunakan High Performance Liquid Chromatography detektor UV-Vis pada kondisi analisis optimal dan valid menggunakan kolom C18 , panjang gelombang maksimum 214 nm, laju aliran 1,0 mL / menit, volume injeksi 5 μL, dan larutan buffer fosfat fase seluler pH 3,0. Hasil uji stabilitas dipercepat menunjukkan bahwa jumlah rata-rata N-asetilsistein yang tersisa dalam krim transferom adalah 82,92%, sedangkan krim non-transferom adalah 48,47%. Uji aktivitas antioksidan yang telah dilakukan membuktikan bahwa N-acetylcysteine ​​yang terkandung dalam sediaan krim memiliki aktivitas antioksidan yang kuat karena memiliki IC50 26,90 μg / mL dan 38,63 μg / mL. Hasil uji penetrasi in vitro menunjukkan bahwa formulasi transferom dalam sediaan krim dapat meningkatkan tingkat penetrasi N-acetylcysteine ​​dalam krim anti-penuaan yang 845,67 μg.cm-2.jam

N-acetylcysteine ​​is an antioxidant that contains a thiol / sulfhydryl group and is currently being developed as an active ingredient in anti-aging creams. N-acetylcysteine ​​is unstable because it is easily oxidized. One strategy to maintain the stability of N-acetylcysteine ​​is formulated using transferome as a carrier system. This study aims to compare the stability and antioxidant activity of N-acetylcysteine ​​in anti-aging creams formulated with mobile carrier systems and those that do not. The optimal transferome formulation used has a ratio of phosphatidylcholine and tween 80 (90:10). Physical stability was tested with a cycling test and a centrifugal test, the results obtained showed that both creams were physically stable. Chemical stability was obtained from the results of determining the remaining active substances in the accelerated stability test at 40oC and 70% relative humidity analyzed using High Performance Liquid Chromatography UV-Vis detector under optimal and valid analysis conditions using column C18, maximum wavelength 214 nm, rate flow of 1.0 mL / min, 5 μL injection volume, and cellular phase phosphate buffer solution pH 3.0. Accelerated stability test results showed that the average amount of N-acetylcysteine ​​remaining in transferom cream was 82.92%, while non-transferom cream was 48.47%. Antioxidant activity tests that have been carried out prove that N-acetylcysteine ​​contained in cream preparations has strong antioxidant activity because it has IC50 26.90 μg / mL and 38.63 μg / mL. In vitro penetration test results show that the transferom formulation in cream preparations can increase the penetration rate of N-acetylcysteine ​​in anti-aging creams which is 845.67 μg.cm-2.hours."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Budiarso
"Keseimbangan radikal bebas dan antioksidan sangat penting dalam kehidupan manusia. Radikal bebas yang melebihi antioksidan dapat menyebabkan terjadinya stres oksidatif dan dapat menimbulkan berbagai penyakit, antara lain penyakit kardiovaskular, kanker, penyakit neurodegeneratif. Tubuh manusia memerlukan antioksidan untuk mencegah terjadinya stres oksidatif. Jeruk mandarin adalah jeruk impor yang banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dan dilaporkan memiliki kandungan antioksidan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat aktivitas antioksidan yang ada pada komponen jeruk mandarin. Komponen yang diperiksa adalah kulit buah, kulit buah yang dikeringkan, daging, dan air perasan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental deskriptif eksploratif. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2013 di laboratorium Departemen Farmasi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jeruk mandarin dipisahkan komponennya menjadi kulit, daging, dan air perasan. Kulit dan daging jeruk diekstraksi dengan metanol, sedangkan air perasan tidak dicampur metanol. Komponen jeruk kemudian dicampur dengan larutan DPPH. Campuran tersebut kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometri. Setelah dilakukan pengukuran didapatkan nilai EC50 ekstrak daging, ekstrak kulit, dan air perasan jeruk mandarin adalah 0,1316, 0,0079, dan 0,0758. Semakin kecil nilai EC50 berarti aktivitas antioksidan dalam komponen tersebut semakin tinggi.

The balance of free radicals and antioxidants is very important in human body. The free radicals excess will make oxidative stress to our body and it will cause a lot of disease, such as cardiovascular disease, cancer, neurodegenerative disease, etc. Our body needs antioxidant to prevent oxidative stress. Tangerine is an import orange that consume highly in Indonesia and reported that it has abundant antioxidants. This study planned to know antioxidant activity on tangerine's components. The tangerine?s components which are checked are peels, dried peels, tissues, and juices. This is experimental descriptive-explorative study. This study was held in May-June 2013 in laboratorium of Medical Pharmacy Department Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. The tangerine?s components were separated to peels, tissue, and juice. The tangerine's peel and tissue were extracted by methanol, but the juice wasn?t. The tangerine's components mixed with DPPH solution. The absorbants of the mixtures were checked with spectrophotometry. In the end of the study, we got the EC50 of extract tissues, extract peel, and juice are 0,1316, 0,0079, dan 0,0758. The lower the EC50, the higher antioxidant activity on the components."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Andi Yassiin
"ABSTRAK
Latar Belakang. Media kontras dapat memberikan efek toksik pada sel tubulus ginjal, menyebabkan suatu kondisi dinamakan contrast induced nephropathy (CIN), yang berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas, dan memiliki efek yang sama pada pasien dengan gagal ginjal kronik maupun pasien risiko rendah (Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) ≥ 60, skor Mehran sebelum tindakan ≤ 5). Dari beberapa penelitian mengenai rasio volume kontras dengan laju filtrasi glomerulus (V/LFG) untuk memprediksi CIN belum ada yang dikhususkan untuk pasien risiko rendah.
Metodologi. Penelitian ini merupakan studi potong lintang yang dilakukan di Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FKUI/Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita (RSJPDHK) dengan mengambil data dari rekam medis dan ruang kateterisasi. Durasi data yang diambil adalah Agustus 2015 - April 2016. Hasil penelitian dianalisis dengan prosedur Receiver Operating Characteristic (ROC) dari rasio V/LFG. Akan dianalisis nilai Area Under Curve dan mencari titik potong yang direkomendasikan sebagai nilai prediktor optimal dengan sensitivitas dan spesifisitas yang terukur.
Hasil. Dari 223 data yang terkumpul lengkap dan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi didapatkan jumlah pasien yang mengalami CIN adalah sebesar 11 pasien (4,9%). Didapatkan perbedaan bermakna pada kedua jenis kelompok yaitu pada variabel jenis tindakan (P = 0,04), volume kontras (P = 0,02), dan rasio V/LFG (P = 0,032). Dari kurva ROC didapatkan bahwa rasio V/LFG mempunyai nilai AUC 0,69 (IK 95% 0,53 - 0,86). Dari kurva ROC ditentukan nilai potong yang bermakna dari rasio V/LFG ≥ 1,0 (Sensitifitas 55%, Spesifisitas 78%, Akurasi 77%, Nilai Prediksi Positif 12%, Nilai Prediksi Negatif 97%, P = 0,022). Dengan menggunakan rasio V/LFG ≥ 1 didapatkan insidensi CIN adalah 12% dibandingkan 3% pada pasien dengan V/LFG < 1 (OR 4,33; IK 95% 1,27 - 14, 83); P = 0,022).
Kesimpulan. Rasio V/LFG ≥ 1,0 dapat memprediksi kejadian CIN pada pasien risiko rendah yang menjalani tindakan angiografi atau intervensi koroner perkutan elektif

ABSTRACT
Background: Contrast media could give toxic effect to renal tubulus, creatining a condition named contrast induced nephropathy (CIN) and is associated with increased morbidity and mortality, and has the same effect in patient with chronic kidney disease or in low risk patients (estimated Glomerolus Filtration Rate (eGFR) ≥ 60, Mehran Score before procedure ≤ 5). From several studies concerning ratio of contrast volume to creatinine clearance (V/CrCl) to predict CIN, there were not any study yet focusing in low risk patients.
Methods: This is a cross-sectional study conducted in Cardiology and Vascular Medicine Faculty of Medicine Universitas Indonesia/National Cardiovascular Center Harapan Kita (NCCHK). The data were retrieved from medical records and catheterization room, since August 2015 -- April 2016. Receiver Operating Characteristic (ROC) is used to analyze the data, and by using Area Under Curve will gives the optimal cut-off for contrast volume to creatinine clearance ratio with measured sensitivity and specificity.
Results: From 223 patients the incidence of CIN is 11 patients (4,9%). There is a significant difference from both groups in types of procedure (P = 0,04), contrast volume (P = 0,02), and V/CrCl ratio (P = 0,032). From ROC curve we found that V/CrCl ratio have an AUC 0,69 (CI 95% 0,53 - 0,86). From ROC curve the significant cut-off ratio of V/CrCl is ≥ 1,0 (Sensitifity 55%, Specificity 78%, Accuracy 77%, Positive Predictive Value 12%, Negative Predictive Value 97%, P = 0,022). Using V/CrCl ratio ≥ 1,0 the incidence of CIN is 12%, compared to 3% in patients with V/LFG < 1,0 (odds ratio 4,33; CI 95% 1,27 - 14, 83); P = 0,022).
Conclusions: V/CrCl ratio ≥ 1,0 could predict CIN in low risk patients undergoing angiography or percutaneous coronary intervention.
"
2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>