Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 162890 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hening Indreswari
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh bantuan Program Indonesia Pintar (PIP) terhadap Angka Putus Sekolah (APTS) di Indonesia pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA). PIP merupakan salah satu bentuk Conditional Cash Transfer (CCT) yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada siswa usia 6 - 21 tahun yang berasal dari keluarga miskin dan rentan dan diharapkan dapat membantu meringankan biaya sekolah yang harus ditanggung oleh siswa. Meskipun kewenangan pengelolaan SMA di Indonesia telah dilimpahkan kepada pemerintah provinsi sejak tahun 2017, namun penting untuk menganalisis pengaruh PIP pada level kabupaten/kota mengingat pelaksanaan PIP dikelola melalui kerjasama pemeritah pusat, pemerintah daerah dan satuan pendidikan. Analisis dilakukan menggunakan metode Fixed Effect pada data panel 514 kabupaten/kota di Indonesia dari tahun 2020 sampai 2022. Hasil estimasi menunjukkan bahwa bantuan PIP tidak signifikan berpengaruh terhadap APTS jenjang SMA di Indonesia.

This research aims to analyze the effect of the Program Indonesia Pintar (PIP) assistance on the dropout rate in Indonesia at the Senior High School (SMA) level. PIP is one of Conditional Cash Transfer (CCT) provided by the central government to students aged 6 to 21 years who come from poor and vulnerable families and is expected to help reduce the school costs that students must bear. Even though since 2017 the authority to manage SMA in Indonesia has been delegated to the provincial government, it is important to analyze the impact of PIP at the district level considering that the implementation of PIP is managed through collaboration between the central government, regional government and education units. The analysis was carried out using the Fixed Effect method on panel data from 514 districts in Indonesia from 2020 to 2022. The estimation results show that PIP assistance has no significant effect on dropout rate at the high school level in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lisa Sulistiowati
"DKI telah mengalokasikan dana pendidikan sesuai amanat konstitusi, DKI Jakarta juga sudah mengimplementasikan berbagai skema pendanaan untuk menanggulangi masalah biaya sekolah. Walaupun demikian angka putus sekolah pendidikan menengah di ibukota negara ini cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui apakah aspek biaya pendidikan masih mendominasi alasan siswa untuk putus sekolah pada jenjang pendidikan menengah di DKI Jakarta serta menelaah faktor-faktor lain yang memengaruhi siswa putus sekolah di propinsi tersebut. Dengan menggunakan analisis statistik deksriptif dan regresi logit, hasil studi ini menunjukkan bahwa alasan siswa putus sekolah di tingkat pendidikan menengah di DKI Jakarta pada tahun 2017 didominasi oleh kendala-kendala non-biaya. Tiga kendala teratas yang menjadi alasan putus sekolah adalah tidak minat/bosan, tidak naik kelas dan dikeluarkan dari sekolah. Sedangkan hasil regresi menunjukkan bahwa pandangan terhadap pendidikan dan kualitas hubungan siswa dengan guru mampu menurunkan probabilitas siswa putus sekolah dengan alasan kendala non-biaya dan memiliki teman yang putus sekolah. Untuk itu, Pemerintah Daerah DKI Jakarta perlu melihat berbagai faktor, tidak sebatas biaya pendidikan guna menurunkan angka putus sekolah di jenjang pendidikan menengah.

Abiding the constitutional mandate, DKI Jakarta has allocated 20% of its budget for  the sector of Education. In addition, the province has also implement various funding schemes to eliminate the issue of tuition in accessing education. In spite of those efforts, the dropout rates for secondary education tends to increase. This study aims to find out whether the issue of tuition or cost of education in general still dominating factor for drop out from school at the secondary education level in DKI Jakarta. In addition, the study  also examines the factors that influence students dropping out of school. Based on the data, this study finds that reasons for 2017 secondary school dropouts in DKI Jakarta is dominated by non-cost constraints. The top three reasons for dropout are not interested/bored, failed in study and expelled from school. Regression results showed, favorable students perception of education, good quality of student-teacher relation and not having friends who drop out of school decreases the probability of students dropping out of school on the grounds of non-cost constraints. The result of this study suggests that to decrease secondary school dropout rates, the local government of DKI Jakarta needs to use more holistic approach and not merely focus on the issue of cost of education."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudarwati
"Tujuan penelitian pada tesis ini adalah untuk menganalisis foktor-faktor yang mendorong terjadinya putus sekolah anak usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah basil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 1998 dan 2006. Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini metiputi analisis diskriptif dan analisis inferensial dengan menerapkan regresi logistik.
Berdasadkan analisis diskriptif dan inferensial dapat di jelaskan bahwa, pada kelompok usia 7-12 tahun pada tahun 1998 dan 2006, semakin rendah status ekonomi rumah tangga seorang anak akan memiliki resiko putus seko1ah yang semakln besar dan semakin rendah pendidikan kepala rumah tangga semoktn besar resiko putus sekolah seorang anak.
Pada tahun 1998, makin sedikit jumlah anggota rumah tangga yaog dimiliki anak, semaldn besar reslko pa!UB sekolahnya. Ini berlawanan denpn tabun 2006. Pada tahun 1998, anak laki-laki memiliki resiko putus sekolah lebih kecil daripada anak perempaan. Hal ini berheda dengan tahun 2006, dimana anak laki-laki memiliki resiko putus sekolah lebih besar daripada anak perempuan.
Pada tahun 1998 dan 2006 anak yang tinggal di pedesaan mempunyai resiko putus sekolah yang lebih besar daripada yang tingal di perkotaan serta anak yang memiliki kepala rumah tangga laki-laki mempunyai resiko putus sekolah lebih kecil daripada anak yang memi1iki kepala rumah tangga perempuan. Resiko putus seko!ah tahun 1998 lebih besar daripada tahun 2006 yaitu 6 kali tahun 2006. Pada kelompok usia 13-15 tahun pada tahun 1998 dan 2006 semakin rendah pendidikan kepala rumah tangga semakin besar resiko putus sekolah seorang anak, semakin rendah status ekonomi rumah tangga, seorang anak akan memiliki resiko putus sekolah yang semakin besar, semakin sedikit jumlah anggota rumah tangga, semakin kecil resiko putus sekolahnya seorang anak, anak laki-laki mempunyai resiko putus sekolah yang lebih besar daripada anak perempuan, anak yang tinggal di pedesaan mempunyai resiko putus seko1ah yang lebih besar daripada yang tinggal di perkotaan dan anak yang memiliki kepala rumah tangga laki-laki mempunyai resiko putus sekolah lebih kecil dibandingkan anak yang memiliki kepala rumah tangga perempuan. Resiko putus sekolah tahun 1998 lebih besar dari tahun 2006 yaitu 2 kali tahun 2006.

The purpose research in this thesis is see risk schooling drop out difference on 1998 and 2006 based factors which boosting schooling drop out fur children 7-12 years old and 13-!S years old. The da!a which have used in this research come from Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 1998 dan 2006.
The method of analysis which have conducted in this research are descriptive and inferential analysis with implementation of logistic regression. Based descriptive and inferential analysis, in the range 7-12 years old on 1998 and 2006, children form lower social economic status household will have higher risk schooling drop out and children from lower of academic background for head of household will have high risk of schooling drop out.
In 1998, children from the less number of family In house hold with have higher risk of schooling drop out. This case contradict which have happened In 2006. In 1998 the boy have lower risk schooling drop out than girl. This case Is difference which happen in 2006 whereas the boy have higher risk schooling drop out than girl.
In 1998 and 2006, children which have man as head of household have lower risk of schooling drop out that children which have lady as head of household. Risk of schooling drop out in 1998 is 6 (six) times 2006. In the range 13-15 year old n 1998 and 2006, children from the less of academic background head of household have higher risk of schooling drop out, children from the less economic status head of household have higher risk of schooling, children from the less number of family in household have lower risk their schooling drop out, the boy have higher risk of schooling drop out than the girl. Risk of schooling dropout 1998 is 2(two)times 2006."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T32428
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Oscar Muhamad R.
"ABSTRAK
Kabupaten Bogor bagian barat merupakan wilayah dengan angka putus sekolah yang tinggi, khususnya anak putus SMP. Fenomena anak putus SMP tersebut memiliki faktor yang beragam sesuai dengan kondisi wilayahnya. Kecamatan Dramaga, Ciampea, dan Tenjolaya merupakan wilayah kecamatan yang saling berbatasan namun memiliki kondisi wilayah yang berbeda dalam aspek ekonomi, sosial, dan pendidikan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memetakan dan menganalisis pola sebaran wilayah anak putus SMP berdasarkan aspek lokasi, kondisi desa, dan karakteristiknya. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah lokasi sekolah, lokasi pasar dan industri, tingkat pendidikan penduduk, mata pencaharian penduduk, jenis kelamin, dan tingkat partisipasi PKBM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak putus SMP yang tinggi cenderung berada di wilayah yang tidak terjangkau oleh SMP berstatus negeri dan tidak terjangkau oleh pasar dan industri. Wilayah anak putus SMP yang tinggi juga cenderung berada pada wilayah dengan mata pencaharian sektor non-formal, seperti petani, pengrajin, dan buruh. Secara karakteristik anak putus SMP, anak laki-laki justru cenderung lebih mendominasi dibandingkan dengan anak perempuan. Selain itu, rendahnya anak putus SMP yang melanjutkan PKBM cenderung berada pada wilayah penduduk pendidikan dasar.

ABSTRAK
The western district of Bogor is an area with a high dropout rate, especially for junior high school dropouts. The phenomenon of dropout rates has various factors in accordance with the conditions of its territory. Sub district Dramaga, Ciampea, and Tenjolaya share the same borders but have different regional condition in economic, social, and educational aspects. Therefore, this research aims to map and analyze the pattern of junior high school dropout distribution based on location aspect, village condition, and characteristics. This research uses six variables, which is location of school, market and industry, education level of population, population livelihood, gender, and PKBM learning center program for society participation. The result shows that junior high school dropouts tend to be in the area that is not approached by public junior high school as well as market and industry. The high rate area of junior high school dropout also tends to be in area with non formal sector of livelihood, such as a farmer, craftsmen, and labor. Characteristically, the number of boy dropout is higher than the number of girl dropout. In addition, the low rate of dropout who takes the PKBM tends to be in the area of primary education population."
2017
S69005
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nisma Anggara Samalo
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Program Indonesia Pintar (PIP) terhadap putus sekolah bagi siswa miskin dan rentan miskin, baik sebelum maupun saat pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019 dan 2021 dengan metode Propensity Score Matching (PSM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PIP memiliki pengaruh yang berbeda pada setiap jenjang pendidikan dimana PIP dapat menurunkan probabilitas putus sekolah bagi siswa miskin dan rentan miskin penerima PIP pada jenjang SD/Sederajat 2019, SMP/Sederajat 2019 dan 2021, serta SMA/Sederajat 2021. Sementara itu, PIP tidak berpengaruh terhadap tingkat putus sekolah pada siswa jenjang SD/Sederajat 2021 dan SMA/Sederajat 2019.

This research aims to analyze the impact of the Program Indonesia Pintar on school dropout rates among poor and vulnerable students, both before and during the Covid-19 pandemic. The study utilizes data from the National Socioeconomic Survey (Susenas) of 2019 and 2021, using the Propensity Score Matching (PSM) method. The research findings indicate that PIP has different effects at each educational level, where PIP can reduce the probability of school dropout among poor and vulnerable students who receive PIP at the primary school level (SD/equivalent) in 2019, junior high school level (SMP/equivalent) in 2019 and 2021, as well as high school level (SMA/equivalent) in 2021. However, PIP does not have an impact on the school dropout rates among students at the SD/equivalent in 2021 and the SMA/equivalent in 2019."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Supena
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variabel-variabel yang dapat dijadikan rujukan untuk meramalkan terjadinya putus sekolah secara dini di Sekolah Dasar. Sebuah model teoritik tentang prediktor putus sekolah telah diajukan sebagai hipotesis penelitian dan diuji untuk melihat kesesuaiannya dengan data di Iapangan. Ada 7 variabel Iaten yang ditelili untuk dilihat pengaruhnya terhadap putus sekolah dini yaitu (1) rendahnya prestasi belajar, (2) rendahnya keterikatan siswa terhadap sekolah, (3) kedekatan anak dengan teman yang putus sekolah, (4) rendahnya kemampuan menangguhkan kesenangan jangka pendek, (5) rendahnya keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak, (6) rendahnya aspirasi orang tua mengenai pendidikan anak dan (7) rendahnya tingkat pendidikan orang tua.
Ada 184 anak yang terlibat sebagai sampel penelitian. Mereka adalah anak-anak usia Sekolah Dasar yang menjalani kegiatan mencari uang di sejumlah tempat keramaian di kota Bekasi, yaitu pasar, mal, slasiun kereta api, temrinal, dan lampu merah. Sejumlah angket, wawancara dan studi dokumen telah digunakan untuk mengumpulkan data dalam studi ini. Program LISREL versi 8.30 digunakan untuk menguji model teoritik yang dihipotesiskan. Penelitian juga dilengkapi dengan kajian kualitatif melaIui wawancara mendalam kepada 4 subjek yang telah putus sekolah.
Analisis kuantilatif menemukan bahwa rendahnya prestasi belajar dan rendahnya keterikatan siswa terhadap sekolah berpengaruh Iangsung terhadap terjadinya putus sekolah dini di Sekolah Dasar. Rendahnya keterlibatan orang tua dalam pendidikan anak berhubungan tidak Iangsung dengan rendahnya prestasi belajar dan dengan terjadinya putus sekolah. Keterlibatan orang tua berhubungan dengan prestasi belajar dan putus sekolah melalui pengaruhnya terhadap keterikatan siswa terhadap sekolah. Kedekatan dengan teman putus sekolah, rendahnya kemampuan menangguhkan kesenangan jangka pendek dan rendahnya aspirasi orang tua berhubungan tidak langsung dengan rendahnya prestasi belajar dan terjadinya putus sekolah. Ketiga variabel tersebut berhubungan dengan prestasi belajar dan putus sekolah melalui pengaruhnya terhadap keterikatan siswa terhadap sekolah. Tingkat pendidikan orang tua ditemukan tidak signifikan pengaruhnya terhadap putus sekolah dan terhadap variabel lainnya.
Kajian kualitatif memberi dukungan terhadap hasil analisis kuantitatif. Putus sekolah merupakan sebuah peristiwa yang kejadiannya dipengaruhi oleh banyak faktor yang bersumber dari berbagai pihak di antaranya adalah anak itu sendiri, kondisi keluarga, teman bermain dan situasi sekolah. Kamalasan dan komitmen siswa yang rendah terhadap sekolah telah menjadi pemicu anak keluar dari sekolah. Rendahnya komitmen terhadap sekolah di antaranya disebabkan karena pengaruh teman yang telah putus sekolah, godaan mencari uang dan bermain, rendahnya aspirasi dan partisipasi orang tua dalam pendidikan anak, serta pengalaman yang buruk di sekolah. Ditemukan keoenderungan bahwa pada awalnya anak menjalani aktivitas sekolah secara baik dan wajar. Berbagai kondisi telah menyebabkan anak mulai menjalani aktivitas mencari uang sebagai kegiatan tambahan di Iuar jam sekolah. Berbagai pengalaman yang terjadi selama menjalani sekolah sambil mencari uang, akhirnya mendorong mereka keluar dari sekolah.
Hasil-hasil penelitian memberi implikasi terhadap beberapa hal di antaranya adalah (1) putus sekolah bukan semata-mata persoalan ekonomi, tetapi juga persoalan sosial-psikologis yang ada pada anak, keluarga, dan masyarakat, (2) penanggulangan putus sekolah harus didekati secara komprehensif dengan menyoroti berbagai permasahan yang menjadi faktor penyebabnya dan melibatkan berbagai pihak yang terkait, (3) pemerintah, sekolah dan masyarakat perlu memberi perhatian yang Iebih serius di dalam menyikapi persoalan anak-anak yang putus sekolah, dengan cara mengembangkan langkah-Iangkah atau program yang sistimatik untuk menoegah dan menanggulanginya.

Abstract
The purpose of this research is to identify the variables that can be used as references in predicting the early school-dropout in the Elementary School (Sekolah Dasar). A theoretical model about the predictor of the school-dropout has been proposed as a research hypothesis and tested to see the relevance with the data. There are seven laten variables that have been studied to see the effect on the early school-dropout. These seven variables are (1) low academic achievement (2) low school bonding (3) students' closeness with the drop-outs (4) low ability to delay gratification (5) low involvement of the parents in children's education (6) low parents' aspiration in the children's education (7) low parents' level of education.
There are 184 students involved as the samples of the research. They are at the Elementary School age who work for money in several public places ln Bekasi, such as markets, malls, train station, bus stations, and the traflic lights. Questionnaires and intenriews have been used to collect data in this research. LISREL program 8.30 version is used to test the hypolhized theoretical model. This research is also completed with the qualitative data through deep interview on four students drop-out.
The quantitative analysis found that the low academic achievement and the low school bonding directly affect on the early school-dropout. Low involvement of the parents in chidren's education is indirectly related with students? low academic achievement and the accurances of school-dropout. The parents' involvement relate with academic achievement and the school-dropout through the effect on school bonding. Students? closeness with the drop-outs, low ability to delay gratification and low parents aspiration are indirectly related with low academic achievement and school-droout. These three variables relate with academic achievement and school-dropout thmugh the effect of school bonding. Parents level of education does not have a significant effect on the school-dropout and other variables.
Qualitative data supports the result of the quantitative data. The school-dropout is a phenomenon that is influenced by many factors. These are the students themselves, the conditions of the family, playmates, and the school conditions. Laziness and low students commitment to school have been triggers for the students to dropout from School. Low commitment to school is caused by the influence of school-dropouts. temptation to eam money and playing, low aspiration and participation of the parents in students education, and bad experience happens in school. At the beginning, the students do their school activity well. Many conditions caused them to start working for money as an additional activity out of the school hour. Many experiences happen during the school and working for money. lt finally force them to dropout.
The results of the research give an implication to some factors. They are: (1) school-dropout is not only a matter of finance but also it is a matter of social-psychology of the students, family and society. (2) the solution of school dropout have to be approached comprehensively by conceming some problems as the factors caused involving many related parties (3) The govemment, school and society need to give more serious attention in dealing with this problem by developing systematic program to prevent and to solve it.
"
2004
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hery Arif Listiyanto
"Pemerintah Indonesia menerapkan program voucher sekolah yang disebut Program Indonesia Pintar (PIP) untuk mencegah siswa putus sekolah. PIP merupakan pengembangan dari Program Bantuan Siswa Miskin (BSM). Studi ini secara empiris menganalisis dampak PIP dalam mengurangi kemungkinan putus sekolah di setiap jenjang pendidikan. Metode estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Regresi Probit dan Marginal Effect. Studi ini juga membandingkan efektivitas kebijakan BSM dan PIP serta memasukkan Program PKH (Program Keluarga Harapan) sebagai salah satu variabel kontrol. Hasil estimasi menunjukkan bahwa kebijakan PIP lebih efektif dibandingkan BSM dalam mengurangi kemungkinan putus sekolah pada setiap jenjang pendidikan, baik untuk keseluruhan sampel maupun subsample siswa dari keluarga dengan tingkat pengeluaran dibawah garis kemiskinan. PIP memiliki pengaruh yang lebih signifikan pada subsampel siswa dari keluarga miskin daripada sampel keseluruhan. Siswa dari keluarga miskin yang menerima PIP lebih kecil kemungkinannya untuk putus sekolah sebesar 1,9 persen untuk jenjang pendidikan SD. Sementara pada jenjang pendidikan SMP sebesar 5,1 persen, dan pada jenjang pendidikan SMA sebesar 2,8 persen. Secara umum, tidak ada dampak PKH dalam mengurangi kemungkinan putus sekolah.

The Indonesian government implemented a school voucher program called Program Indonesia Pintar (PIP) to prevent students from dropping out. PIP is a development of Bantuan Siswa Miskin (BSM). This study empirically analyzes the impact of PIP in reducing the possibility of dropping out at every level of education. The estimation method used in this research is Probit Regression and Marginal Effect. This study compares BSM and PIP's effectiveness and includes PKH (Program Keluarga Harapan) as one of the control variables. The estimation results show that the PIP policy is more effective than BSM in reducing the possibility of dropping out of school at every level of education, both for the full sample and for the subsample of students from families with expenditure levels below the poverty line. PIP has a more significant effect on the subsample of students from poor families than the full sample. Students from poor families who received PIP were 1.9 percent less likely to drop out of school for elementary school. Meanwhile, at the junior high school level, it was 5.1 percent, and at the senior high school level, it was 2.8 percent. In general, PKH has no impact on reducing school dropouts."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadhiratul Auliyah
"Semakin tinggi jenjang pendidikan akan mengurangi partisipasi sekolah. Besarnya biaya pendidikan yang harus ditanggung menjadi salah satu faktor fenomena tersebut. Pemerintah melalui Program Indonesia Pintar (PIP) meringankan biaya pendidikan yang harus ditanggung rumah tangga miskin. Program ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi sekolah anak. Dengan menggunakan data panel dengan periode waktu tahun 2018-2022 untuk memahami sejauh mana Program Indonesia Pintar (PIP) dapat meningkatkan Angka Partisipasi Kasar (APK) di jenjang Sekolah Menengah Atas/sederajat di Kabupaten/Kota Pulau Jawa. Data yang digunakan penelitian ini berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kemendikbudristek. Hasil penelitian ini menunjukan PIP tidak berpengaruh terhadap peningkatan APK SMA/sederajat di Kabupaten/Kota Pulau Jawa dan ketersediaan fasilitas sekolah akan meningkatkan APK.

The higher the level of education, the lower school participation will be. The large educational costs that must be borne are one factor in this phenomenon. The government through the Smart Indonesia Program (PIP) reduces the education costs that must be borne by poor households. This program is expected to increase children's school participation. Using panel data for the 2018-2022 time period to understand the extent to which the Smart Indonesia Program (PIP) can increase the Gross Enrollment Rate (APK) at the high school/equivalent level in districts/cities on the island of Java. The data used in this research comes from the Central Statistics Agency (BPS) and the Ministry of Education and Culture. The research results show that PIP has no effect on increasing the GER for SMA/equivalent in the Districts/Cities of Java Island and the availability of school facilities will increase the GER."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muharlida Fazia Ulfa
"Pendidikan menjadi kunci untuk keluar dari kemiskinan, namun rumah tangga miskin masih terbebani dengan besarnya biaya pendidikan. Pemerintah menyalurkan transfer tunai bersyarat yang disebut Program Indonesia Pintar (PIP) di tahun 2015 untuk meringankan biaya pendidikan yang harus ditanggung rumah tangga miskin. Program ini diharapkan dapat meningkatkan partisipasi sekolah anak dan kedepannya dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Penelitian ini, memanfaatkan data sampel SUSENAS seluruh Indonesia tahun 2013-2019 untuk melihat dampak PIP. Penelitian ini menguji sampel menggunakan metode Instrumental Variable karena adanya indikasi endogenitas pada variable penerima PIP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PIP berdampak positif pada partisipasi sekolah di seluruh tingkat pendidikan. Selanjutnya, jika dilihat dari sisi tempat tinggal, PIP lebih berdampak di daerah pedesaan dibandingkan di daerah perkotaan.

Education is the key to getting out of poverty, but poor households are still burdened with the huge cost of education. The government distributed a conditional cash transfer called the Program Indonesia Pintar (PIP) in 2015 to alleviate the cost of education that must be borne by poor households. This program is expected to increase children's school participation and in the future can improve family welfare. This study, utilizing SUSENAS sampel data throughout Indonesia in 2013-2019 to see the impact of PIP. This study tested the sampel using the Instrumental Variable method because of the indication of endogeneity in the PIP recipient. The results showed that PIP had a positive impact on school participation at all levels of education. Furthermore, when viewed from the side of residence, PIP has more impact in rural areas than in urban areas."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adriani Jacob Batto Solo
"ABSTRAK
Program Indonesia Pintar PIP merupakan program perlindungan sosial di bidang pendidikan yang bertujuan mengupayakan anak usia sekolah dari rumah tangga miskin memperoleh pendidikan, baik anak yang putus sekolah maupun yang masih bersekolah. Penelitian ini mengidentifikasi dan menganilisis peran yang berjalan dan tidak berjalan dari implementor agencies dalam pelaksanaan PIP. Peran merupakan suatu konsepsi yang sangat berguna untuk mengerti dinamika terpadunya individu dengan suatu sistem sosial. Peran yang dilihat merupakan peran secara kolektivitas, peran sebagai institusi atau lembaga atau kelompok masyarakat. Pendekatan penelitian menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada pemerintah daerah, sekolah dan masyarakat. Selain itu dilakukan observasi terhadap rumah tangga miskin dan menggunakan data sekunder Susenas, Podes dan data daerah mengenai pendidikan untuk memperkaya informasi yang diperlukan. Temuan penelitian adalah peran yang dijalankan oleh pemerintah daerah, sekolah dan masyarakat belum mendukung program ini untuk mencapai outcome program. Pelaksanaan peran dari pemerintah daerah, sekolah dan masyarakat baru pada tahap delivery mechanism yaitu pendistribusian dana bantuan PIP ke penerima manfaat. Selain itu dalam pelaksanaan PIP, peran dalam pemantauan pelaksanaan program tidak berjalan secara optimal.

ABSTRACT
Program Indonesia Pintar PIP is a social security program on education with the goal to seek efforts for school age children from poor families to obtain education, either for drop out children or those who are still at schools. The research is to identy and to analyze the successfull and unsuccessful roles of the implementer agencies in conducting PIP. A role is a conception that is beneficial to understand the dynamics of integrated individuals in the social system. The roles see are collective roles, roles as institution or as community. The approach use in the research is a qualitative research using in depth interview to the local government, schools and society. Asides of that, observation towards poor families is conducted as well and secondary data from Susenas, Podes and local data on education is also used to enrich the information. The finding of the research is that the role conducted by the local government, schools and society is not yet supporting the program to achieve the outcome. The conducted role of the local government, schools and society is only on the delivery mechanism that is to distribute PIP fund to the beneficiaries. Besides that, on the implementation of PIP, the monitoring role of the implementor agencies is not running optimally."
2018
T50262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>