Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152708 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Divka Talulla
"Indonesia telah menyampaikan kekhawatirannya terhadap mekanisme penyelesaian sengketa investor dengan negara (Investor State Disputes Settlement atau ISDS), yang dinilai merugikan. Indonesia meninjau dan tidak memperpanjang beberapa Perjanjian Perlindungan Penanaman Modal (P4M) untuk menegosiasikan perjanjian baru yang lebih sesuai. Gugatan balik oleh negara dapat menyeimbangkan posisi dalam ISDS yang tidak simetris. ICSID dan UNCITRAL telah mengatur mekanisme gugatan balik, tetapi kasusnya masih jarang. Banyak gugatan balik ditolak karena tidak memenuhi persyaratan kesepakatan kedua pihak dan keterkaitan dengan klaim utama. Di Indonesia, dua kasus penting terkait gugatan balik adalah Amco Asia Corporation and others v. Republic of Indonesia dan Hesham T. M. Al Warraq v. Republic of Indonesia. Majelis arbitrase mengakui yurisdiksi Indonesia untuk mengajukan gugatan balik tetapi menolak gugatan karena gagal dalam substansi. Indonesia dapat menggunakan gugatan balik untuk mengurangi risiko dan biaya ISDS serta memastikan kepatuhan investor terhadap peraturan. Implementasi gugatan balik di Indonesia masih terbatas dan memerlukan reformasi. Meskipun banyak perjanjian investasi memungkinkan gugatan balik, keberhasilannya bergantung pada substansi dan landasan hukum yang kuat. Reformasi ISDS di Indonesia dapat memasukkan mekanisme gugatan balik untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban negara dan investor asing.

Indonesia has expressed its concerns about the Investor-State Dispute Settlement (ISDS) mechanism, which is considered disadvantageous. Indonesia has reviewed and decided not to renew several Bilateral Investment Treaties (BITs) to negotiate new agreements that are more suitable. Counterclaims by the state can balance the asymmetrical positions within ISDS. ICSID and UNCITRAL have established counterclaim mechanisms, but such cases are still rare. Many counterclaims are rejected because they do not meet the agreement requirements of both parties and the connection with the main claim. In Indonesia, two significant cases related to counterclaims are Amco Asia Corporation and others v. Republic of Indonesia and Hesham T. M. Al Warraq v. Republic of Indonesia. The arbitration tribunal recognized Indonesia's jurisdiction to file counterclaims but rejected them due to lack of substance. Indonesia can use counterclaims to reduce the risks and costs of ISDS and ensure investor compliance with regulations. The implementation of counterclaims in Indonesia is still limited and requires reform. Although many investment treaties allow for counterclaims, their success depends on strong substantive and legal foundations. ISDS reform in Indonesia can include counterclaim mechanisms to achieve a balance between the rights and obligations of the state and foreign investors."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jyestha Widyakti Herawanto
"Sistem Investor-State Dispute Settlement (ISDS) dikenal dengan sifatnya yang asimetris, yang dianggap lebih mengutamakan perlindungan hak-hak investor dan membebankan kewajiban yang besar bagi negara tempat suatu investasi dilakukan (host state). Dalam perkembangannya, sistem ISDS seperti demikian kemudian dikritik dan mendorong upaya reformasi dari negara-negara yang tergabung dalam PBB melalui United Nations Commission on International Trade Law Working Group III (UNCITRAL WG III). Salah satu upaya reformasi yang dilakukan adalah untuk menjawab kritik terkait kurangnya mekanisme untuk menangani counterclaim dari host country yang menjadi pihak tergugat (respondent state) dalam suatu perkara ISDS. Skripsi ini membahas (i) apakah bilateral investment treaty (BIT) Indonesia telah efektif dalam menyediakan counterclaim sebagai mekanisme pembelaan yang dapat digunakan oleh Indonesia dalam menghadapi gugatan arbitrase investasi internasional dan (ii) hal-hal apa saja yang mempengaruhi pertimbangan majelis arbitrase investasi dalam menerima atau menolak counterclaim. Skripsi ini menggunakan metode penelitian doktrinal dengan pendekatan kasus yang menghasilkan kesimpulan sebagai berikut: pertama, BIT Indonesia belum secara efektif menyediakan counterclaim sebagai mekanisme pembelaan yang dapat digunakan oleh Indonesia dalam forum ISDS karena tiga alasan, yakni (a) eksistensi consent terhadap counterclaim dalam BIT Indonesia masih ambigu; (b) terdapat ketidakpastian hukum terkait kriteria “hubungan yang dekat” antara counterclaim dengan gugatan utama; dan (c) walaupun terdapat ketentuan baru mengenai kewajiban investor, ketentuan tersebut berkontradiksi dengan klausul ISDS yang menutup kemungkinan counterclaim bagi Indonesia. Selanjutnya, terdapat setidaknya empat hal yang menentukan pertimbangan majelis arbitrase untuk menerima atau menolak counterclaim, yakni pertama, cakupan atau ruang lingkup “sengketa” (dispute) berdasarkan BIT yang berlaku; kedua, legal standing untuk mengajukan gugatan arbitrase berdasarkan klausul ISDS; ketiga, klausul applicable law dalam BIT; dan keempat, pasal yang berkaitan dengan kewajiban investor.

The Investor-State Dispute Settlement (ISDS) system is known for its asymmetrical nature, which is deemed to prioritize the protection of investor rights and, on the other hand, impose large obligations on the host state. Over the course of its development, such an ISDS system was later criticized and encouraged reform efforts from the member states of the United Nations through the United Nations Commission on International Trade Law Working Group III (UNCITRAL WG III). One of the reform efforts is aimed to address criticism related to the lack of mechanisms to handle counterclaims from the host country, which is the respondent state in an ISDS case. This thesis discusses (i) whether Indonesia's bilateral investment treaty (BIT) has been effective in providing counterclaims as a defense mechanism that can be used by Indonesia in the face of international investment arbitration claims and (ii) what are the factors that influence the consideration of investment arbitration tribunals in accepting or rejecting counterclaims. This thesis uses a doctrinal research method with a case approach which results in the following conclusions: first, the Indonesian BIT has not effectively provided counterclaims as a defense mechanism that can be used by Indonesia in the ISDS forum for three reasons, namely (a) the existence of consent to counterclaims in the Indonesian BIT is still ambiguous; (b) legal uncertainty pertaining the “close connection” criteria between the counterclaim and the primary claim; and (c) although there are new provisions regarding investor obligations, these provisions contradict the ISDS clause which closes the possibility of counterclaims for Indonesia. Furthermore, there are at least four things that determine the consideration of the arbitral tribunal to accept or reject a counterclaim, namely first, the scope of the “dispute” under the applicable BIT; second, legal standing to file an arbitration claim based on the ISDS clause; third, the applicable law clause in the BIT; and fourth, the existence of a provision relating to investor obligation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisa Febrianti Rachmadani
"Dengan adanya tujuan untuk menegaskan kembali komitmen untuk membentuk rezim perdagangan internasional yang liberal, fasilitatif, kompetitif serta dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi global, negara-negara anggota ASEAN bersama dengan Selandia Baru, Australia, China, Jepang dan Korea Selatan menandatangani perjanjian Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) pada tanggal 15 November 2019 secara virtual pada Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-36 yang diselenggarakan di Vietnam. Bersama dengan negara Filipina yang telah resmi bergabung menjadi anggota dan meratifikasi perjanjian RCEP pada tanggal 21 Februari 2023 lalu, perjanjian yang memuat pengaturan mengenai pengurangan pajak tarif kepabeanan ini diharapkan dapat merealisasikan intensi utamanya dalam mengurangi hambatan kegiatan transaksi perdagangan internasional. Keberhasilan eksistensi dari RCEP sangatlah berpangkal pada rincian substansi perjanjian yang ekstensif maupun fasilitatif dan aturan penyelesaian sengketa yang akan ditemui. Sedangkan berbeda dengan perjanjian perdagangan bebas multilateral pada umumnya, RCEP tidak memuat mekanisme penyelesaian sengketa antara investor dengan negara tujuan investasi (host country). Sebagai perjanjian yang mencakup seperempat dari Foreign Direct Investment (FDI) dunia, pengaturan mengenai investasi asing menjadi penting dan perlu diperhatikan.

With the sole purpose as to reaffirm their commitment to form a liberal, facilitative, and competitive international trade regime that can furthermore contribute in the interest of global economic growth and development, ASEAN member countries along with New Zealand, Australia, China, Japan and South Korea through its delegates signed the Regional Comprehensive Economic Partnership agreement on November 1th 2019 virtually at the 36th ASEAN Summit hosted by Vietnam. Together with the Philippines which has officially joined as a member and ratified the RCEP agreement that covers provisions concerning the reduction of customs tax rates on February 21st 2023, RCEP is expected to achieve its main objective in reducing barriers to international trade. The default of the existence of RCEP is very much based on the details of the substance of the provisions in terms to provide an extensive and facilitative substance of the agreement, as well as the dispute resolution mechanism that will be encountered in the future. Whereas, in contrast to multilateral free trade agreements in general, RCEP does not include a dispute resolution mechanism between investors and host country. As an agreement that covers a quarter of the world’s Foreign Direct Investment (FDI), regulations regarding foreign investment are essential and need to be paid attention to."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardiyah Sulistiorini
"DKI Jakarta sebagai pusat perekonomian negara merupakan salah satu kota yang merepresentasi kondisi perekomonian Indonesia dengan harapan dapat menyediakan pekerjaan layak serta pertumbuhan ekonomi yang pesat melalui peningkatan investasi. Penelitian ini bertujuan untuk optimalisasi faktor-faktor eksternal dilihat dari perkembangan investasi dan ketenagakerjaan di DKI Jakarta serta pengaruh variabel kemudahan berusaha, indikator tata kelola pemerintahan, faktor ekonomi, dan sosial budaya terhadap minat investasi kembali di DKI Jakarta. Metodologi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah kuantitatif menggunakan permodelan Structural Equation Model (SEM), dengan menerapkan aplikasi Smart PLS berdasarkan data primer melalui penyebaran kuesioner pada sejumlah investor di DKI Jakarta dan data sekunder dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2012-2021 serta literatur terkait lainnya. Hasil dari penelitian ini antara lain penanaman modal asing lebih mendominasi dibanding penanaman modal dalam negeri, investasi menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada ketersediaan lapangan pekerjaan di DKI Jakarta, tenaga kerja di DKI Jakarta secara umum didominasi oleh kelulusan SMA/SMK, serta faktor yang mempengaruhi minat investasi yaitu tatakelola pemerintahan, kemudahan berusaha, dn faktor ekonomi. Sedangkan faktor ekonomi dengan indikator ketenagakerjaan, teknologi, sumber daya alam, dan sumber daya manusia tidak berpengaruh pada minat investor untuk berinvestasi kembali di DKI Jakarta.

DKI Jakarta as the center of the country's economy is one of the cities that represents Indonesia's economic conditions with the hope of providing decent work and rapid economic growth through increased investment. This study aims to optimize external factors seen from the development of investment and employment in DKI Jakarta as well as the influence of variables of ease of doing business, governance indicators, economic factors, and socio-cultural factors on interest in reinvestment in DKI Jakarta. The methodology applied in this study is quantitative using Structural Equation Model (SEM) modeling, by applying the Smart PLS application based on primary data through the distribution of questionnaires to a number of investors in DKI Jakarta and secondary data from the 2012-2021 National Labor Force Survey (Sakernas) and other related literature. The results of this study include foreign investment dominating more than domestic investment, investment is one of the factors that influence the availability of jobs in DKI Jakarta, the workforce in DKI Jakarta is generally dominated by high school / vocational graduates, and factors that influence investment interest, namely governance, ease of doing business, and economic factors. Meanwhile, economic factors with indicators of employment, technology, natural resources, and human resources have no effect on investor interest in reinvesting in DKI Jakarta."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reynata Anggelica Moria Indah
"Rumah sakit memiliki pelayanan pasien sebagai core businessnya. Di Rumah Sakit Universitas Indonesia, jumlah kunjungan pasien setiap tahunnya meningkat, diiringi oleh peningkatan pasien pengguna asuransi. Pembiayaan pasien menggunakan asuransi masuk ke dalam piutang, karena baru dapat dibayarkan setelah rumah sakit melengkapi persyaratan yang ada. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi alur proses klaim pasien asuransi di Rumah Sakit Universitas Indonesia dengan menggunakan theory of constraint. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan wawancara, observasi, dan telaah dokumen sebagai metode pengumpulan data. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa sudah terdapat SPO proses klaim, SDM yang ada sudah cukup dan memiliki peran masing-masing, terdapat sarana prasarana penunjang klaim, serta kendala yang ditemukan berupa konfirmasi dari asuransi yang memakan waktu lama, sistem rumah sakit yang kurang stabil, perbedaan format formulir antar perusahaan asuransi, hasil penunjang yang membutuhkan waktu lama, serta formulir asuransi yang tidak diisi lengkap oleh dokter. Kendala-kendala tersebut kemudian disusun ke dalam current reality tree untuk mencari akar masalah, dicari solusi yang potensial dengan future reality tree, dan dibuat rencana implementasinya dengan prerequisite tree. Berdasarkan penggunaan tools theory of constraint tersebut, didapatkan solusi berupa digitalisasi berkas klaim asuransi serta pembuatan SPO bagi dokter dalam pengisian formulir asuransi. Saran yang diberikan kepada RS adalah untuk melakukan digitalisasi bagi proses klaim yang masih manual dengan melakukan integrasi berkas persyaratan klaim dengan sistem rumah sakit, serta membuat SPO dengan melibatkan dokter dan melakukan sosialisasi SPO setelah pembuatannya.

Hospitals have patient care as their core business. At Universitas Indonesia Hospital, the number of patient visits increases every year, accompanied by an increase in patients using insurance. Patient financing using insurance is included in receivables, because it can only be paid after the hospital completes the existing requirements. The purpose of this study is to evaluate the flow of the insurance patient claim process at the University of Indonesia Hospital using theory of constraint. This research is a qualitative study with interviews, observations, and document reviews as data collection methods. The results of this study show that there is already a SPO for the claims process, the existing human resources are sufficient and have their respective roles, there are supporting infrastructure for claims, and obstacles found in the form of confirmation from insurance that takes a long time, a hospital system that is less stable, differences in form formats between insurance companies, supporting results that take a long time, and insurance forms that are not filled in completely by doctors. These constraints were then compiled into a current reality tree to find the root of the problem, look for potential solutions with a future reality tree, and make an implementation plan with a prerequisite tree. Based on the use of the theory of constraint tools, a solution was obtained in the form of digitizing insurance claim files and making SPO for doctors in filling out insurance forms. The advice given to the hospital is to digitize the claims process that is still manual by integrating the claim requirements file with the hospital system, as well as making SPO by involving doctors and socializing SPO after making it. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regrestya Nawasasi
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kepemilikan pemerintah dan kepemilikan asing terhadap efisiensi investasi pada perusahaan di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand periode 2012-2016. Data yang digunakan merupakan data panel dengan metode Ordinary Least Square. Hasil penelitian ini adalah kepemilikan negara memiliki pengaruh positif signifikan terhadap efisiensi investasi di Indonesia, kepemilikan negara berpengaruh positif dan tidak signifikan di Malaysia dan Singapura, sedangkan kepemilikan negara berpengaruh negatif signifikan di Thailand. Selain itu interkasi kepemilikan negara terhadap peluang investasi menunjukan negatif dan tidak signifikan di Indonesia, Malaysia dan Thailand, tetapi positif dan tidak signifikan di Singapura. Temuan lainnya adalah kepemilikan asing berpengaruh positif dan tidak signifikan di negara Indonesia, Malaysia dan Singapura. Kepemilikan asing berpengaruh negatif dan tidak signifikan di Thailand. Interaksi kepemilikan asing dan peluang investasi menunjukan pengaruh negatif dan tidak signifikan di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand. Penelitian juga menguji hubungan antara kepemilikan asing dan investasi terhadap country level institution. Country level institution diukur dengan menggunakan political risk component berupa government stability, investment profile dan law and order. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak terdapat signifikansi antara hubungan kepemilikan asing dan investasi terhadap government stability, investment profile dan law and order di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand.

ABSTRACT
This study aims to measure impact of state ownership and foreign ownership to investment efficiency of companies in Indonesia, Malaysia, Singapore and Thailand 2012 2016. This study used panel data with Ordinary Least Square OLS method. The result of this study is state ownership has negative and significant effect on investment efficiency in Indonesia, state ownership has positive and insignificant effect on investment in Malaysia and Singapore, while state ownership has negative and significant effect on investment efficiency in Thailand. In addition, interaction between state ownership are negative insignificant in Indonesia, Malaysia and Thailand, but positive insignificant in Singapore. The other findings are foreign ownership has positive and not significant on investment efficiency in Indonesia, Malaysia, Singapore and Thailand, but foreign ownership has negative and insignificant effect in Thailand. Interaction between foreign ownership and investment opportunities show negative insignificant effect in Indonesia, Malaysia, Singapore and Thailand. This study also examine relation between foreign ownership and investment efficiency on country level institution. Country level institution are measured by political risk component such as government stability, investment profile and law and order. The result show that there is no significance between relation of foreign ownership and investment to government stability, investment profile and law and order in Indonesia, Malaysia, Singapore and Thailand. "
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Meutia Rizkina Zagloel
"Penelitian ini menganalisis pertimbangan majelis arbitrase dalam memberikan kompensasi moral damages dalam penyelesaian sengketa antara investor dan negara (ISDS) dan cara Indonesia untuk melindungi diri terhadap pembayaran ganti rugi moral damages dalam perjanjian investasi bilateral (BIT) generasi baru. Moral damages diakui sebagai bentuk kerugian non-material yang dapat dialami investor, namun standar pemberiannya masih kontroversial dan sering kali menimbulkan risiko gugatan yang signifikan bagi negara tuan rumah. Penelitian ini berbentuk doktrinal dengan pendekatan kasus dan perbandingan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa majelis arbitrase mempertimbangkan tiga standar utama dalam pemberian kompensasi moral damages: pertama, keadaan luar biasa yang melibatkan tindakan dengan niat jahat dari negara tuan rumah, kedua, standar pembuktian yang ketat dengan adanya pelanggaran serius yang menyebabkan penderitaan mental atau hilangnya posisi sosial yang memiliki dampak substansial, dan terakhir, kerugian reputasi yang memerlukan bukti hubungan sebabakibat yang memadai. Selanjutnya, untuk melindungi diri dari gugatan moral damages, Indonesia sebagai negara tuan rumah perlu memasukkan klausul yang secara eksplisit melarang gugatan moral damages dalam BIT generasi baru untuk mengeliminasi risiko hukum dan melindungi kepentingan nasional.

This research analyzes the arbitral tribunal’s considerations in awarding moral damages in investor-State dispute settlement (ISDS) cases and explores how Indonesia can protect itself against such claims in the new-generation of bilateral investment treaties (BITs). Moral damages are recognized as non-material losses that investors may suffer, yet the standard for awarding such damages remains controversial and often impose significant risks for host States. This doctrinal research employs a case law and comparative approach. The study concludes that arbitral tribunals consider three main factors when awarding moral damages: first, exceptional circumstances involving malicious conduct by the host State, second, a stringent burden of proof requiring a serious breach of international obligations that causes mental suffering or loss of social position with substantial impact, and lastly, reputational harm necessitating adequate evidence of causality. Further, this research emphasizes the necessity for Indonesia as a host State to include a clause that explicitly prohibits claims for moral damages in new-generation BITs to mitigate legal risks and safeguard national interests."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anassari Salsabiil
"Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (“IA-CEPA”), adalah perjanjian perdagangan yang baru-baru ini disimpulkan, yang mencakup ketentuan Persyaratan yang Adil dan Berkeadilan, Fair and Equitable Treatment, (“Persyaratan FET”)
sebagai standar perlakuan bagi investor asing, dan klausula Penyelesaian Sengketa Investor-Negara (“PSIN”) sebagai metode penyelesaian sengketa yang disepakati dalam hal timbul perselisihan di antara para pihak. Ada dua poin utama IA-CEPA yang dibahas dalam tesis ini.
Pertama, tesis ini meneliti perbedaan dalam menggunakan Hukum Kebiasaan Internasional tentang Perlakuan Standar Minimum (“PSM”),sebagai standar Persyaratan FET, dan Persyaratan FET hanya terbatas pada Penolakan Keadilan, sebagai dua standar yang
disebutkan dalam IA-CEPA. Kedua, penelitian tentang bagaimana efek yang berbeda dari Persyaratan FET akan mempengaruhi konsistensi antara Persyaratan FET dengan Klausa PSM di IA-CEPA. Melalui metode penelitian hukum normatif yuridis, ditemukan bahwa pertama, Hukum Kebiasaan Internasional PSM akan memberikan cakupan yang lebih luas dari Persyaratan FET di luar hanya penolakan keadilan, dan kedua, bahwa setiap perselisihan
sehubungan dengan Persyaratan FET di IA- CEPA terlepas dari formulasinya akan konsisten dengan Klausa PSIN di IA-CEPA. Dengan demikian, reformulasi tentang Persyaratan FET dalam IA-CEPA disarankan untuk menetapkan batasan yang jelas tentang ruang lingkup Persyaratan FET.

The Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement is a trade agreement recently concluded, which includes the provisions of Fair and Equitable Requirements (“FET Requirements”) as the standards of treatment for foreign investors, and Investor-State Dispute Settlement (“ISDS”) Clause as an agreed dispute resolution in the case that a dispute arise between the parties. There are two key points of the IA-CEPA that is discussed in this thesis. Firstly, this thesis researches the difference in using International Customary Law of the Minimum Standard Treatment as the standards of FET Requirements, and FET Requirements to only limited to a Denial of Justice, as the two standards mentioned in the IA-CEPA. Secondly, the researches on how the different effects of FET Requirements would affect the consistency between the FET Requirements with the ISDS Clause in the IA-CEPA. Through a juridical normative legal research method, it was found that first, the International Customary Law of MST would render a wider scope of FET Requirements beyond only denial of justice, and second, that any dispute in relation with the FET Requirements in the IA-CEPA irrespective of its formulation would be consistent with the ISDS Clause in the IA-CEPA. Thus, a reformulation on the FET Requirements in the IA-CEPA is suggested establish clear limitations on the scope of FET Requirements."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Febriadi
"Latar belakang penelitian ini adalah karena masih terjadi pengembalian berkas klaim INACBG’s Rawat Inap di RS Kanker Dharmais dimana penyebab pengembalian tertinggi adalah pada kasus konfirmasi koding dan resume medis. Hal ini berpotensi menimbulkan kerugian bagi RS akibat pembayaran klaim yang tertunda. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan analisis kelengkapan dan ketepatan komponen diagnosis, prosedur, dan koding terhadap besaran tarif klaim INACBG’s rawat inap di RS Kanker Dharmais. Studi kasus ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam dan telaah resume medis pasien kanker payudara yang mendapatkan layanan operasi selama bulan Januari sampai dengan Juni 2022. Dari data awal yang didapatkan adalah bahwa di RS Kanker Dharmais pada tahun 2021 terlihat dari 12.941 berkas klaim rawat inap yang dikirimkan ke BPJS Kesehatan terdapat pengembalian berkas sebesar 1,38% yaitu 179 berkas. Artinya terdapat penundaan pembayaran klaim rawat inap sebesar Rp.6.927.739.198,- dari total klaim BPJS Kesehatan pada tahun 2021 sebesar Rp.223.542.062.405,- yang diajukan dalam periode tersebut. Kemudian dari data juga didapatkan bahwa pengembalian berkas klaim dikarenakan beberapa sebab seperti konfirmasi koding resume medis, kriteria klaim COVID19, dan konfirmasi pelayanan IGD yang lebih dari 6 jam. Alasan pengembalian berkas klaim paling banyak yaitu konfirmasi resume medis dan koding dengan porsi 90% dan nilai klaim sebesar Rp6.234.965.278,-. Bisa diartikan bahwa kelengkapan resume medis dan ketepatan koding merupakan alasan terbesar dalam penundaan atau bahkan bisa menjadi pengurangan pendapatan RS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 289 berkas tindakan operasi pasien kanker payudara selama Januari sampai Juni 2022. Kemudian diambil 168 sampel dari berkas tersebut untuk diteliti. Dari 168 sampel tersebut menunjukkan ada 20 berkas (11,9%) yang tidak sesuai dengan rincian, 11 sampel (13,4%) memiliki Diagnosis Sekunder yang tidak sesuai dan 10 sampel (6%) dengan Tindakan Operasi yang tidak sesuai. Namun dari hasil verifikasi berkas oleh Koder eksternal didapatkan perbedaan tarif INACBG’s dengan selisih lebih rendah Rp5,480.900,- pada 1 sampel. Dapat disimpulkan manajemen pengelolaan berkas klaim tindakan operasi kanker payudara di RSKD sudah cukup baik dibuktikan dengan hasil kelengkapan pengisian berkas rekam medis dan perbedaan minimal dari koding tindakan operasi. Hal ini terjadi berkat sudah berjalannya sistem rekam medis elektronik.

The background to this research is because there are still returns of INACBG's Inpatient claim files at Dharmais Cancer Hospital where the highest cause of returns is cases of coding confirmation and medical resumes. This has the potential to cause losses for hospitals due to delayed claim payments. The aim of this research is to analyze the completeness and accuracy of diagnosis, procedure and coding components on the amount of INACBG's inpatient claim rates at Dharmais Cancer Hospital. This case study uses a qualitative approach with in-depth interviews and review of medical resumes of breast cancer patients who received surgical services from January to June 2022. From the initial data obtained, in 2021, Dharmais Cancer Hospital saw 12,941 inpatient claim files submitted. sent to BPJS Health there was a file return of 1.38%, namely 179 files. This means that there is a delay in payment of inpatient claims amounting to IDR 6,927,739,198,- of the total BPJS Health claims in 2021 amounting to IDR 223,542,062,405,- submitted in that period. Then, from the data, it was also found that the return of claim files was due to several reasons, such as confirmation of medical resume coding, COVID19 claim criteria, and confirmation of emergency services taking more than 6 hours. The most common reason for returning claim files is confirmation of medical resumes and coding with a portion of 90% and a claim value of IDR 6,234,965,278.-. It could be interpreted that the completeness of medical resumes and the accuracy of coding are the biggest reasons for delays or even a reduction in hospital income. The research results showed that there were 289 files of breast cancer patient operations from January to June 2022. Then 168 samples were taken from these files for research. Of the 168 samples, 20 files (11.9%) showed that the details did not match, 11 samples (13.4%) had inappropriate secondary diagnoses and 10 samples (6%) had inappropriate surgical procedures. However, from the results of file verification by an external coder, it was found that the difference in INACBG's rates was a lower difference of IDR 5,480,900 in 1 sample. It can be concluded that the management of claim files for breast cancer surgery at RSKD is quite good, as evidenced by the completeness of filling in medical record files and minimal differences from the coding of surgical procedures. This happened thanks to the implementation of the electronic medical record system."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Adler Haymans, 1961-
Jakarta: Kompas, 2006
658.19 MAN k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>