Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77698 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tasya Anisa
"Regulasi terkait aset kripto sangat bervariasi antar negara, sehingga penggunaanya disetiap negara tidaklah sama. Ada negara yang mendukung secara penuh penggunaan aset kripto, ada negara yang menerima secara limitatif dan negara yang melarang dalam pengunaan aset kripto. Adanya perbedaan perspektif dalam memandang aset kripto tentu menimbulkan berbagai permasalahan dalam penanganannya ketika aset kripto itu sendiri digunakan sebagai alat atau hasil kejahatan. Hal ini menimbulkan permasalahan yaitu: Bagaimana pengaturan dan pengawasan aset kripto di Indonesia, Bagaimana peranan Rupbasan pada proses penyitaan dan pengawasan aset kripto hasil kejahatan, Bagaimana konsep yang tepat pelaksanaan penyitaan dan pengawasan terhadap aset kripto hasil kejahatan dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah doktrinal, dengan menggunakan studi dokumen dan wawancara kepada pihak Kepolisian, Kejaksaan, Bappebti, Ojk, Ppatk dan Rupbasan. Metode perbandingan hukum digunakan dalam menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini, yaitu dengan Slovenia untuk mengembangkan hukum dan mempertajam penelitian hukum. Belum adanya payung hukum terhadap prosedur penyitaan bukti elektronik. Sejauh ini peran Rupbasan dalam menyimpan benda tidak berwujud, seperti data elektronik, aset digital atau informasi dalam sistem komputer masih tidak terlihat terutama dalam benda tidak berwujud bebentuk kripto. Diperlukannnya regulasi yang jelas terkait dengan pengelolaan benda sitaan atau barang rampasan negara pada benda tidak berwujud.

Regulations related to crypto assets vary greatly between countries, so their use in each country is not the same. There are countries that fully support the use of crypto assets, there are countries that accept them limitatively and countries that prohibit the use of crypto assets. The existence of different perspectives in viewing crypto assets certainly raises various problems in handling them when the crypto assets themselves are used as tools or proceeds of crime. This raises problems, namely: How is the regulation and supervision of crypto assets in Indonesia, What is the role of Rupbasan in the process of confiscating and supervising crypto assets resulting from crime, What is the right concept for the implementation of confiscation and supervision of crypto assets resulting from crime in the criminal justice system in Indonesia. The method used in this research is doctrinal, using document studies and interviews with stakeholders such as the Police, Prosecutors' Office, Bappebti, Ojk, Ppatk and Rupbasan. The comparative law method, specifically drawing insight from Slovenia, is employed to enhance legal development and refine the study's finding. There is no national standard for the procedure of confiscating electronic evidence. So far, the role of Rupbasan in managing intangible objects, such as electronic data, digital assets or information in computer systems is still invisible, especially in crypto intangible objects. Clear regulations are needed regarding the management of confiscated objects or state confiscation of intangible objects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Abdurrahman
"Kepopuleran aset kripto beberapa waktu lalu memberikan daya tarik kepada masyarakat untuk mulai melakukan investasi pada barang yang tidak berwujud, khususnya terkait dengan NFT. Namun, hingga saat ini tidak ada satu pun pengaturan di Indonesia yang membahas secara khusus mengenai pengertian dan pengaturan mengenai pajak pertambahan nilai dari aset kripto NFT ini. Oleh karena itu, dengan penelitian yang bersifat yuridis normatif maka penelitian ini akan menganalis mengenai bagaimana penarikan pajak pertambahan nilai atas barang tidak berwujud dan aset kripto NFT di Indonesia dapat dilakukan. Dari penelitian ini, didapatkan beberapa poin penting yang menjadi permasalah dalam pengenaan pajak pertambahan nilai atas barang tidak berwujud, serta terkait dengan penarikan pajak pertambahan nilai atas NFT; yaitu perbedaan treshold dalam penarikan pajak antara pemungut PPN PMSE dengan PKP, serta kekurangan yang mengenai pengaturan atas aset kripto NFT yaitu terdapat dua aturan yang memiliki konflik dalam pengukuhan aset kripto yang bisa diperdagangkan oleh Pedangan Fisik Aset Kripto. Saran yang dapat diberikan adalah untuk dilakukan kajian tambahan baik terhadap pengaturan pajak pertambahan nilai barang tidak berwujud serta pajak pertambahan nilai terhdapa aset kripto NFT.

The popularity of crypto assets some time ago attracted people to start investing in intangible goods, especially related to NFTs. However, until now there is no single regulation in Indonesia that specifically addresses the understanding and regulation of the value added tax of this NFT crypto asset. Therefore, with normative juridical research, this research will analyze how the withdrawal of value added tax on intangible goods and NFT crypto assets in Indonesia can be carried out. From this research, several important points were obtained which became a problem in the imposition of value added tax on intangible goods, as well as related to the collection of value added tax on NFTs; namely the difference in thresholds for withdrawing taxes between VAT collectors for PMSE and PKP, as well as deficiencies regarding regulation of NFT crypto assets, namely that there are two rules that have conflicts in strengthening crypto assets that can be traded by Physical Crypto Asset Traders. The advice that can be given is to carry out additional studies both on the regulation of value-added tax on intangible goods and value-added tax on NFT crypto assets."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabila Nurkhalisha
"ABSTRAK
Aset tidak berwujud adalah aset yang tidak dapat dilihat atau diukur secara fisik. Meskipun mereka tdak memiliki karakteristik fisik, aset tidak berwujud memiliki nilai karena keuntungan yang mereka berikan untuk bisnis. Makalah ini menganalisis model penilaian aset tidak berwujud yang dapat digunakan untuk menilai aset tidak berwujud: nama merk dan penelitian pengembangan aset. Nilai aset-aset ini dapat ditingkatkan atau diturunkan, berdasarkan hasil dari proses pengadilan. Jika suatu perusahaan mengeluarkan biaya hukum untuk berhasil mempertahankan aset tidak berwujud, biaya-biaya tersebut dikapitalisasi dan meningkatkan nilai tidak berwujud. Di sisi lain, jika sebuah perusahaan tidak berhasil dalam mempertahankan aset tidak berwujud, yang tidak berwujud itu tidak berharga dan perusahaan diharuskan untuk menghapusnya. Dalam hal ini, saya memeriksa semua kejadian bedasarkan Australian Accounting Standards Board AASB 138 Intangible Assets sebagaimana diterbitkan dan diubah oleh International Accounting Standards Board IASB .

ABSTRACT
Intangible assets are assets that cannot be seen or physically measured. Although they have no physical characteristics, intangible assets have value because of the advantage they provide to a business. This paper analysed valuation model of intangible assets that can be used to value intangible assets: brand name and research development assets. The value of these assets can be increased or decreased, based on the outcomes of court proceedings. If a company incurs legal costs to successfully defend an intangible asset, those costs are capitalised and increase the value of the intangible. On the other hand, if a company is unsuccessful in defending an intangible asset, the intangible is worthless and the company is required to write it off. In this case, I examine the event based on Australian Accounting Standards Board AASB 138 Intangible Assets as issued and amended by the International Accounting Standards Board IASB ."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bari Rizqullah
"Penelitian membahas keberlakuan aset kripto sebagai objek jaminan. Sebagai sebuah objek yang memiliki nilai menimbulkan pertanyaan apakah aset kripto dapat dijaminkan. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu diketahui kedudukan aset kripto sebagai benda menurut hukum kebendaan Indonesia serta pengaturan hukum jaminan Indonesia dan juga perbandingannya dengan Amerika Serikat, penelitian juga dilakukan untuk mengetahui lembaga jaminan yang ideal serta mekanismenya. Penelitian dilakukan menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Diketahui bahwa menurut teori seperti teori virtual property dan hukum kebendaan Indonesia bahwa aset kripto merupakan benda. Diketahui bahwa aset kripto dapat dijadikan sebagai objek jaminan di Indonesia walaupun terdapat beberapa kekurangan dan kelemahan, begitupula dengan di Amerika Serikat. Melalui perbandingan, terdapat satu hal yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan demi kemajuan hukum jaminan di Indonesia, yakni pengaturan secara tegas bahwa terdapat benda tidak berwujud selain hak dan piutang yang dinamakan general intangibles layaknya di Amerika Serikat. Gadai dianggap sebagai lembaga jaminan paling ideal untuk aset kripto berdasarkan teori Subekti. Mekanisme dan eksekusi gadai aset kripto ini dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan gadai pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dengan sedikit penambahan mekanisme merujuk pada praktik dan mekanisme yang ada seperti smart contract.

Analysis will analyze crypto assets as a collateral. As an asset with high value, it is questionable whether crypto asset can be collateralized. To answer this question, first we need to know whether crypto asset is a property or not according to the Indonesian property law, as well as Indonesian law about security and its comparison to the United States of America (USA), this analysis will also try to find the most ideal security and its mechanism. Analysis will use juridical-normative method with statute approach. Result shows that crypto asset is a property according to theories like virtual property and Indonesian property law. Crypto asset can also be collateralized according to Indonesian and USA law, although there are some weaknesses and inadequacies. From comparison, there is one point that can be useful for the improvement of Indonesian security law, that is a firm regulation about intangible property that is not a debt nor a right named as general intangibles like in the USA. Gadai is the most ideal security in Indonesia to be imposed upon crypto asset. Mechanism and execution can be carried out according to Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) with some additional mechanism according to practice such as smart contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ervina Widyawati
"

 Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengelolaan aset tindak pidana hanya KUHAP dan PP KUHAP, bahwa Rupbasan sebagai tempat menyimpan dan mengelola aset tindak pidana. Tetapi, masih terdapat pengelolaan aset tindak pidana di luar Rupbasan. Sehingga, Peran Rupbasan belum optimal. Tanggung jawab atas pengelolaan aset tindak pidana tersebut akan berdampat pada terpenuhi atau tidaknya upaya pemulihan aset dan hak-hak korban atas benda. Hal ini menimbulkan permasalahan, yaitu: bagaimana pelaksanaan KUHAP beserta ketentuan pidananya, bagaimana hubungan antara Rupbasan dengan sub-sistem peradilan pidana lainnya terkait aset tindak pidana, serta bagaimana peran Rupbasan sebagai pelaksana asset recovery. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, dengan menggunakan data primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa belum terlaksananya KUHAP dan PP KUHAP dengan baik masing karena adanya peraturan internal masing-masing instansi dan ketentuan pidana tentang tindakan melawan hukum terhadap aset tindak pidana diatur dalam KUHP dan RKUHP. Peran Rupbasan dalam Sistem Peradilan Pidana ada pada tahap pra-ajudikasi, ajudikasi, dan purna ajudikasi sehingga Rupbasan memiliki hubungan dengan semua sub-sistem peradilan pidana berkaitan dengan aset tindak pidana. Peran Rupbasan juga sangat besar dalam upaya asset recovery yang dimulai pada tahap securing sampai dengan repatriation, tetapi belum ada aturan yang mengatur mengenai asset recovery dan lembaga pengelola asetnya. Saran atas permasalahan ini adalah pengembangan peraturan setingkat UU mengenai Rupbasan dan pengelolaan aset tindak pidana. Peran Lembaga Pengelola Aset dalam RUU Perampasan Aset dilaksanakan oleh Rupbasan.


The regulation legislate about criminal asset management only Criminal Procedures Code of Indonesia and implementary regulation, that Rupbasan as an asset management institution. However, there still criminal asset management are outside of Rupbasan. So, role of Rupbasan does not optimal yet. The responsibility for the criminal assets will has an impact on fulfilled or not of the asset recovery and the human rights of properties. The problems is how the implementation of the Criminal Procedure Code along with criminal law, how is the relationship between Rupbasan and other sub-system of criminal justice system related to criminal asset management, and how is role of Rupbasan as implementer of asset recovery. The method used in this research is a normative juridical method, using primary and secondary data. The results of the research conclude that the implementation of the Criminal Procedure Code and implementary regulation has not been implemented properly because there are internal regulations of each institution and the punishment about illegal action against criminal assets regulated in Criminal Code of Indonesia and Bill of Criminal Code of Indonesia. Rupbasan’s role in Criminal Justice System is in pre-adjudication, adjudication, and post-adjudication, so Rupbasan has relationship with each sub-system relate to seizure and forfeiture. Rupbasans role also in asset recovery which starts in the securing until to repatriation, but there are no rules about asset recovery and asset management. Suggestions for the problems are the development of regulations regarding Rupbasan and the criminal asset management. Role of Lembaga Pengelola Aset in Bill of Asset Recovery was handled by Rupbasan.

"
2019
T53116
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Joelman Subaidi
"Pengelolaan Benda Sitaan pada lembaga Rupbasan adalah dalam rangka penegakan hukum dengan semangat perlindungan Hak Asasi Manusia. Untuk persidangan dan pelaksanaan putusan pengadilan, maupun pengayoman terhadap subyek pencari keadilan, diperlukan jaminan terhadap keutuhan barang bukti perkara pidana illegal logging. Pengelolaan Barang sitaan yang dirampas oleh dan untuk Negara merupakan tugas Rupbasan. Permasalahannya ialah Apakah pentingnya penyitaan dalam hukum pidana? Bagaimanakah pengelolaan barang sitaaan negara oleh Rupbasan? Bagaimanakah Tanggung Jawab Terhadap Barang Sitaan Illegal Loggin? Metode pendekatan digunakan penelitian hukum normatif, sifat penelitiannya deskriptif yang menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukan pelaksanaan pengelolaan benda sitaan negara dan barang rampasan negara diatur dalam Peraturan Menteri Kehakiman Nomor M.05.UM.01.06 Tahun 1983 yang pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor E2.UM.01.06 Tahun 1986 yang telah disempurnakan dengan Keputusan Nomor E1.35.PK.03.10 Tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pengelolaan Benda Sitaan Negara dan Barang Rampasan Negara di Rupbasan. Namun pengelolaan barang sitaan illegal logging, baik kayu temuan maupun kayu sitaan diatur dalam Peraturan Kementerian Kehutanan Nomor: P.48/Menhut-II/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelelangan Hasil Hutan Temuan, Sitaan Dan Rampasan. Pelaksanaan pengelolaan barang sitaan illegal logging dan barang rampasan negara di Rupbasan meliputi penerimaan, penelitian, pendaftaran, penyimpanan, pemeliharaan, pemutasian, penyelamatan, pengamanan, pengeluaran dan penghapusan serta pelaporan. Dalam pengelolaan barang sitaan di mengalami kendala intern dan ekstern. Barang sitaan milik pihak ketiga dapat dilakukan penyitaan namun jika barang sitaan bukan milik terpidana maka barang tersebut tidak dirampas tetapi sebagai barang bukti dan dikembalikan kepada yang berhak. Disarankan kepada Pemerintah membuat peraturan yang relevan tentang lembaga Rupbasan antara peraturan pokok dengan peraturan tambahan agar tidak saling bertentangan atau multi tafsir; kepada pihak KPKNL agar setelah melaksanakan lelang barang bukti tindak pidana untuk tetap bekoordinasi dengan pihak Kejaksaan dalam hal bukti penyetoran hasil lelang KPKNL yang sudah berikan dan dicatat sebagai penerima Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat dilaporkan kepada publik; Pemerintah melakukan peningkatan kantor Rupbasan dan sarana prasarana yang memadai sehingga keamanan barang sitaan terjamin keutuhannya; Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melaksanakan pembinaan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kemampuan dan pengetahuan yang lebih baik dalam pengelolaan barang sitaan agar tidak terjadi penyalahgunaannya.

Management of Confiscated Goods at Rupbasan institution is within the framework of law enforcement in the spirit of human rights protections. For the trial and execution of court decisions, and aegis of the subject is seeking justice, needed assurance to the integrity of evidence in criminal cases of illegal logging. Management of confiscated goods seized by and for the State is duty Rupbasan. The problem is What is the importance of seizure in criminal law? How does the management of goods confiscated by Rupbasan? How Responsibility Goods Confiscated Illegal Logging? The method used in this thesis research using normative law, the nature of descriptive studies using qualitative analysis. The research shows that the implementation of state management of confiscated objects and booty governed state in the Minister of Justice No. M.05.UM.01.06 of 1983 whose implementation is set in the decision of the Director General of Corrections Number E2.UM.01.06 of 1986 which has been enhanced by Decree No. E1 .35. PK.03.10 Year 2002 on Guidelines and Technical Guidelines for the Management of Confiscated Objects of State and the State in Rupbasan booty. However, the management of goods confiscated illegal logging, both wood and wood confiscated findings set out in the Ministry of Forestry Regulation Number: P.48/Menhut-II/2006 on Guidelines Auction Results Findings Forest, Confiscated And booty. Implementation of the management of goods confiscated illegal logging and loot the country in Rupbasan include reception, research, registration, storage, maintenance, pemutasian, rescue, security, expenses and losses and reporting. In managing the confiscated goods in experiencing internal and external constraints. Confiscated goods owned by third parties to the confiscation of goods confiscated, but if not belong to convict the articles are not deprived but as evidence and returned to the beneficiary. It is recommended to the Government to make relevant regulations of the institution Rupbasan between basic rule with additional rules to avoid conflicting or multiple interpretations; to parties KPKNL after conducting the auction for the crime evidence to remain bekoordinasi with the Prosecutor in the case of evidence of the remittance of existing auction KPKNL given and recorded as a recipient of State Revenues (non-tax) may be reported to the public, the Government increased its office Rupbasan and adequate infrastructure facilities so that their integrity is assured of security of goods confiscated; Ministry of Justice and Human Rights in implementing human resource development through education and training to increase skills and better knowledge in the management of goods confiscated to prevent abuse."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2011
T28023
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Mohamad Harharah
"ABSTRAK
Makalah ini adalah tentang studi kasus untuk menganalisis aset tidak berwujud, di mana saya mewakili firma akuntansi menasihati Snow Protek Ltd untuk kepatuhannya dengan AASB 138 Aset Tak Berwujud, yang berkaitan dengan perlakuan akuntansi masa lalu dan saat ini dari aset tidak berwujud. Hasilnya termasuk dianalisis pada nilai yang sesuai dari setiap aset tidak berwujud pada 30 Juni 2016 berdasarkan dasar pengukuran yang tepat model biaya, model revaluasi atau jumlah terpulihkan dan diskusi tentang amortisasi. Pembahasan juga termasuk komentar tentang perlakuan akuntansi masa lalu yang dijelaskan di atas yang tidak konsisten dengan AASB 138, dengan pengobatan yang tepat yang seharusnya diadopsi.

ABSTRACT
This paper is about a case study to analyse an intangible asset, where I represent the accounting firm advising Snow Protek Ltd as to its compliance with AASB 138 Intangible Assets, relating to the past and current accounting treatment of the intangible assets. The result includes an analysed on the appropriate value of each intangible asset at 30 June 2016 based on the appropriate basis of measurement cost model, revaluation model or recoverable amount and discussion on amortization. The discussion is also including comments on any past accounting treatment described above that are not consistent with AASB 138, with the appropriate treatment that should have been adopted."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Hilman Mufidi
"This research analyzes crypto assets and its relation with the aspect of gharar within islamic law. This research is made using doctrinal research method. Crypto assets represent a significant advancement in financial transactions, characterized by its digital or virtual nature and the use of cryptography for security. The volatility inherent in crypto assets, along with their anonymous transactions and speculative nature, raises significant gharar concerns. Gharar refers to uncertainty, ambiguity, or risk in commercial transactions, which can lead to injustice or undue advantage. This thesis is going to analyze crypto assets and its relation to gharar in islamic law in order to uncover the reason to why some of the Islamic scholars permit or forbid the usage of Crypto assets. This in turn simplifies crypto asset trading in Indonesia which gives it more certainty.

Penelitian ini akan menganalisis aset kripto dan kaitannya dengan aspek gharar dalam hukum Islam. Penelitian ini dibuat dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Aset kripto mewakili kemajuan signifikan dalam transaksi keuangan, ditandai dengan sifat digital atau virtualnya dan penggunaan kriptografi untuk keamanan. Volatilitas yang melekat pada aset kripto, beserta transaksi yang anonim dan sifat spekulatifnya, menimbulkan kekhawatiran gharar yang signifikan. Gharar mengacu pada ketidakpastian, ambiguitas, atau risiko dalam transaksi komersial, yang dapat menyebabkan ketidakadilan atau keuntungan yang tidak semestinya. Tesis ini akan menganalisis aset kripto dan kaitannya dengan gharar dalam hukum Islam untuk mengungkap alasan sebagian ulama membolehkan atau melarang penggunaan aset kripto. Hal ini pada gilirannya menyederhanakan perdagangan aset kripto di Indonesia sehingga memberikan kepastian lebih."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Lambok F.M.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37072
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Aang Nugraha Romdhona
"[ABSTRAK
Penelitian ini merupakan studi kasus yang bertujuan untuk menganalisis
implementasi akuntansi aset tidak berwujud di LIPI, menganalisis kelemahan
implementasi akuntansi aset tidak berwujud di LIPI, dan memberikan solusi untuk
mengatasi kelemahan implementasi akuntansi aset tidak berwujud di LIPI.
Analisis dilakukan dengan membandingkan kondisi implementasi aset tidak
berwujud di LIPI dengan Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan Nomor
17 tentang Akuntansi Aset Tak Berwujud Berbasis Akrual. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kelemahan implementasi aset tidak berwujud di LIPI ditemui
dalam tahap pengakuan, pengukuran, pencatatan dan pengungkapan. Hasil
penelitian menyarankan bahwa implementasi akuntansi aset tidak berwujud dapat
diperbaiki dengan menyusun pedoman baku implementasi aset tidak berwujud di
LIPI, melakukan revisi terhadap metode valuasi aset tidak berwujud berupa
pembobotan angka kredit yang telah dikembangkan oleh LIPI, dan menetapkan
kebijakan dalam perencanaan kegiatan penelitian dan pengembangan yang
menekankan pada pentingnya perolehan aset tidak berwujud dari output kegiatan
penelitian dan pengembangan.

ABSTRACT
This research is a case study that aims to analyze the accounting implementation
of intangible assets, analyze weaknesses of the accounting implementation of
intangible assets, and provide solutions to overcome the accounting
implementation weaknesses of intangible assets in LIPI. The analysis is done by
comparing the implementation conditions of intangible assets in LIPI with the
Technical Bulletin of Government Accounting Standards No. 17 about the
Accrual Based accounting for Intangible Assets. The research results show that
the implementation weaknesses of intangible assets at LIPI encountered in the
stage of recognition, measurement, recording and disclosure. The research results
suggest that the accounting implementation of intangible assets can be improved
by preparing a raw guideline about the accounting implementation for intangible
assets in LIPI, making revision to the intangible assets valuation method in the
form of weighting the number of credits that have been developed by LIPI, and
setting policies in the research and development plan activities that emphasize the
importance of the acquisition for intangible assets from the output of research and
development activities, This research is a case study that aims to analyze the accounting implementation
of intangible assets, analyze weaknesses of the accounting implementation of
intangible assets, and provide solutions to overcome the accounting
implementation weaknesses of intangible assets in LIPI. The analysis is done by
comparing the implementation conditions of intangible assets in LIPI with the
Technical Bulletin of Government Accounting Standards No. 17 about the
Accrual Based accounting for Intangible Assets. The research results show that
the implementation weaknesses of intangible assets at LIPI encountered in the
stage of recognition, measurement, recording and disclosure. The research results
suggest that the accounting implementation of intangible assets can be improved
by preparing a raw guideline about the accounting implementation for intangible
assets in LIPI, making revision to the intangible assets valuation method in the
form of weighting the number of credits that have been developed by LIPI, and
setting policies in the research and development plan activities that emphasize the
importance of the acquisition for intangible assets from the output of research and
development activities]"
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>