Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 128114 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simbolon, Natanael Rolas Midian
"Tesis ini membahas persoalan homologasi yang merupakan suatu pengesahan terhadap rencana perdamaian yang disepakati antara kedua belah pihak, yakni debitor dan kreditor untuk selanjutnya disahkan oleh hakim, nantinya hasil dari kesepakatan tertuang ke dalam perjanjian perdamaian. Walau demikian, penerapan homologasi tentunya menuai berbagai dinamika seperti pada Putusan Kasasi Nomor 1493 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 dengan pihak yang menjadi bagian dari perkara yakni Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta melawan Sugianto Kolim, berawal dari tidak dipenuhi sebagaimana mestinya isi perjanjian oleh KSP Indosurya Cipta, sehingga Sugianto Kolim mengajukan bahwa Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta telah pailit dan Majelis Hakim mengabulkannya melalui Putusan Nomor 66/ Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst. Walaupun akhirnya telah dibatalkan melalui upaya kasasi. Secara langsung kedudukan PT. Sun International Capital selaku corporate guarantee berubah menjadi penjamin kembali setelah sebelumnya bergeser menjadi debitor utama. Tesis ini akan menganalisis kedudukan corporate Guarantee sebagai penjamin pada proses homologasi penundaan kewajiban pembayaran utang pasca Putusan Kasasi Nomor: 1493 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 beserta akibat hukumnya. Metode penelitian yang digunakan adalah doktrinal mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedudukan corporate guarantee dalam homologasi tergantung pada status pelepasan hak istimewa yang dilakukan penjamin terhadap kreditor. Bagi penjamin yang melepaskan hak istimewanya maka kedudukannya akan sama dengan debitor utama yaitu turut tanggung menanggung dalam hal utang debitor kepada pihak kreditor, apalagi ketika debitor telah dinyatakan pailit maka penjamin pun dapat disertakan dalam permohonan pailit tersebut dengan catatan syarat-syarat kepailitan dapat dibuktikan. Jika tidak, maka penjamin atau corporate guarantee akan mengambil perannya saat debitor lalai dan/atau kreditor mendapatkan convertible loans yang dapat dikonversi menjadi saham dalam jangka waktu 3 tahun sejak tanggal terbit sejak gagal bayar terjadi atau dengan penukaran liquid fixed asset. Akibat hukum apabila pailit KSP Indosurya Cipta dibatalkan menurut Putusan Kasasi Nomor 1493 K/Pdt.Sus-Pailit/2022 adalah perjanjian perdamaian kembali diberlakukan dan secara otomatis mengubah kedudukan PT. Sun International Capital kembali sebagai Corporate Guarantee serta hak istimewanya juga tidak jadi dilepaskan untuk membayar menggunakan instrument convertible loans.

This thesis discusses issue of homologation, which is an endorsement of the peace plan agreed between the two parties, namely the debtor and the creditor to be subsequently ratified by the judge, later the results of the agreement are contained in the peace agreement. However, the application of homologation certainly reaps various dynamics such as in Cassation Decision Number 1493 K/Pdt.Sus-Bankruptcy/2022 with the party that is part of the case, namely Indosurya Cipta Savings and Loan Cooperative against Sugianto Kolim, starting from not fulfilling the contents of the agreement by KSP Indosurya Cipta, so that Sugianto Kolim filed that the Indosurya Cipta Savings and Loan Cooperative was bankrupt and the Panel of Judges granted it through Decision Number 66/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst. Although it has finally been canceled through cassation efforts. Although it has finally been canceled through cassation. Directly the position of PT Sun International Capital as a corporate guarantee changed to a guarantor again after previously shifting to the main debtor. This thesis will analyze the position of the corporate guarantee as a guarantor in the homologation process of postponement of debt payment obligations after Cassation Decision Number: 1493 K/Pdt.Sus-Bankruptcy/2022 and its legal consequences. The research method used is doctrinal referring to the applicable laws and regulations as a literature study. The results showed that the position of corporate guarantees in homologation depends on the status of waiver of privileges made by the guarantor to creditors. For guarantors who waive their privileges, their position will be the same as the main debtor, which is to share responsibility in terms of the debtor's debt to the creditor, especially when the debtor has been declared bankrupt, the guarantor can also be included in the bankruptcy petition provided that the conditions of bankruptcy can be proven. If not, then the guarantor or corporate guarantee will take its role when the debtor is negligent and/or the creditor obtains convertible loans that can be converted into shares within a period of 3 years from the date of issuance since the default occurs or by exchanging liquid fixed assets. The legal consequences if the bankruptcy of KSP Indosurya Cipta is canceled according to Cassation Decision Number 1493 K/Pdt.Sus-Bankruptcy/2022 is that the peace agreement is re-enforced and automatically changes the position of PT Sun International Capital back as Corporate Guarantee and its privileges are also not released to pay using convertible loans instruments."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Ayu Mawaddah
"Dalam Putusan Pengadilan Niaga Surabaya nomor 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby terdapat kreditor yang mengajukan PKPU kepada debitor yang telah terikat dengan homologasi. Permohonan PKPU tersebut dikarenakan kreditur merasa tidak diikutsertakan pada homologasi sebelumnya yaitu perjanjian perdamaian nomor 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. Pada penelitian yang menggunakan metode yuridis-normatif ini, penulis telah mengkaji mengenai penerapan hukum Putusan homologasi dengan mengacu pada Undang- undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, terbukti bahwa hakim keliru dalam menerapkan hukum pada putusan nomor 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. Hal tersebut dikarenakan pertimbangan hakim dalam mengabulkan PKPU dan mengesahkan Perjanjian Perdamaian pada Perkara no. 72/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby merupakan pertimbangan yang bertentangan dengan beberapa ketentuan seperti pasal 286 UU 37 Tahun 2004, asas naturalia dalam hukum perjanjian, asas peradilan cepat, sederhana dan berbiaya ringan, serta asas Pacta Sunt Servanda sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum. Kreditur yang telah terikat dengan homologasi seharusnya tidak mengajukan PKPU kembali melainkan dapat melakukan upaya yang sesuai dengan ketentuan undang-undang, yaitu dengan mengajukan pembatalan perdamaian ke pengadilan. Oleh karena itu seharusnya terdapat aturan dengan batasan yang lebih jelas dalam hal keberlakuan hukum Perjanjian Perdamaian bagi kreditur demi menghindari kekeliruan dan ketidakpastian hukum.

In the Surabaya Commercail Court decision Number 72/Pdf.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby, there are creditor who file a PKPU application to debtor who have been bounded by homologation. The PKPU application was because creditor felt they were not included in the previous homologation, which is the peace agreement number 13/Pdt.Sus-PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. In this research that uses the juridical-normative method, the author has examined the legal implementations of the homologation decision with reference to Law No. 37 of 2004 concerning Bankruptcy and Suspension of Debt Payment Obligations (PKPU). Based on the research that has been done, it is proven that the judge was wrong in applying the law to decision number 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby. This is due to the judge's considerations in granting the PKPU and homologated the Peace Agreement in Case number 72/Pdt.Sus- PKPU/2019/PN.Niaga.Sby is contradicts to several provisions such as article 286 of Law No. 37 of 2004, the principle of naturalia in contract law, the principle of fast, simple and low-cost justice, and the principle of Pacta Sunt Servanda which causing legal uncertainty. Creditors who have been bound by homologation should not apply for a PKPU again but can do a legal efforts that are in accordance with the provisions of the law, which is by submitting an annulment of the peace to the court. Therefore, there should be rules with clearer boundaries in terms of the legal applicability of the Peace Agreement for creditors in order to avoid mistakes and legal uncertainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merina Elfian
"Dalam perkara kepailitan, debitor dapat mengajukan rencana perdamaian baik melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ataupun perdamaian setelah putusan pailit dijatuhkan. Dalam hal rencana perdamaian diajukan melalui PKPU, maka setelah perdamaian tersebut disetujui dan dihomologasi oleh Pengadilan Niaga maka putusan homologasi mengikat semua kreditor kecuali kreditor separatis dan terhadap kreditor separatis tersebut diberikan kompensasi sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan sebagaimana diatur dalam Pasal 286 UUK-PKPU. Selama PKPU berlangsung, debitor tidak dapat dimohonkan pailit. Hal ini berdasarkan Pasal 260 UUK-PKPU. Dengan demikian, selama debitor beritikad baik melaksanakan isi perdamaian dalam putusan homologasi seharusnya debitor dilindungi dari kepailitan kecuali debitor lalai dalam memenuhi isi perdamaian. Jika hal yang demikian terjadi, kreditor dapat menuntut pembatalan perdamaian yang mengakibatkan debitor seketika dinyatakan pailit. Dalam praktik, terdapat 2 (dua) putusan pengadilan yang saling bertentangan dan menimbulkan akibat hukum yang berbeda terhadap debitor yang sama yaitu putusan homologasi dan putusan pernyataan pailit. Hal ini menjadi permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini yaitu pelaksanaan putusan homologasi dengan dikabulkannya putusan pernyataan pailit terhadap debitor yang sama. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif terhadap kasus kepailitan PT Siak Raya Timber.

In the case of bankruptcy, the debtor can submit a reconciliation plan either through Postponement of Debt Payment Obligations (PKPU) or reconciliation after the bankruptcy decision is rendered. In the event that the reconciliation plan is submitted through PKPU, then after the reconciliation is approved and homologated by the Commercial Court, the homologation decision is binding on all creditors except the separatist creditors and the separatist creditors are compensated for the lowest value of the collateral value or the actual value of the loan which is directly guaranteed by collateral rights on property as regulated in Article 286 UUK-PKPU. During the PKPU period, the debtor cannot be filed for bankruptcy. This is based on Article 260 UUK-PKPU. Thus, as long as the debtor has good intentions in carrying out the contents of the reconciliation in the homologation decision, the debtor should be protected from bankruptcy unless the debtor is negligent in fulfilling the contents of the reconciliation. If this happens, the creditor can demand the annulment of the settlement which results in the debtor being immediately declared bankrupt. In practice, there are 2 (two) court decisions that contradict each other and have different legal consequences for the same debtor, namely the homologation decision and the bankruptcy declaration decision. This is a problem that will be studied in this study, namely the implementation of the homologation decision with the issuance of the bankruptcy declaration decision against the same debtor. This research was conducted using a normative juridical research method on the bankruptcy case of PT Siak Raya Timber."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia , 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Merina Elfian
"Dalam perkara kepailitan, debitor dapat mengajukan rencana perdamaian baik
melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ataupun perdamaian
setelah putusan pailit dijatuhkan. Dalam hal rencana perdamaian diajukan melalui
PKPU, maka setelah perdamaian tersebut disetujui dan dihomologasi oleh
Pengadilan Niaga maka putusan homologasi mengikat semua kreditor kecuali
kreditor separatis dan terhadap kreditor separatis tersebut diberikan kompensasi
sebesar nilai terendah di antara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara
langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan sebagaimana diatur dalam
Pasal 286 UUK-PKPU. Selama PKPU berlangsung, debitor tidak dapat
dimohonkan pailit. Hal ini berdasarkan Pasal 260 UUK-PKPU. Dengan demikian,
selama debitor beritikad baik melaksanakan isi perdamaian dalam putusan
homologasi seharusnya debitor dilindungi dari kepailitan kecuali debitor lalai
dalam memenuhi isi perdamaian. Jika hal yang demikian terjadi, kreditor dapat
menuntut pembatalan perdamaian yang mengakibatkan debitor seketika dinyatakan
pailit. Dalam praktik, terdapat 2 (dua) putusan pengadilan yang saling bertentangan
dan menimbulkan akibat hukum yang berbeda terhadap debitor yang sama yaitu
putusan homologasi dan putusan pernyataan pailit. Hal ini menjadi permasalahan
yang hendak dikaji dalam penelitian ini yaitu pelaksanaan putusan homologasi
dengan dikabulkannya putusan pernyataan pailit terhadap debitor yang sama. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif terhadap kasus kepailitan PT Siak Raya Timber.

In a bankruptcy case, the debtor can propose a composition plan either by the suspension of payment or accord after the bankruptcy order granted. If the composition plan is submitted through suspension of payment, the plan will then be approved and be homologated by the Commercial Court. The homologation decision binds debtor and all creditors except the separatist creditors, in which compensation with the lowest value between the collateral value or the actual value
of the loan that is directly guaranteed by collateral rights as regulated in Article 286
Indonesian Bankruptcy Act will be given. Based on Article 260 Indonesian Bankruptcy Act, the debtor cannot be filed for bankruptcy during the suspension of payment. Therefore, as long as the debtor acting in good faith executing the accord based on the homologation decision, the debtor should be protected from bankruptcy. If the debtor fails to fulfill the accord based on the homologation decision, the creditor can demand a cancellation of the accord which causes the debtor to be declared bankrupt immediately. In practice, two court decisions contradict each other and lead to different legal consequences against the same debtor, namely the homologation decision and the bankruptcy order. This is an issue that will be examined in this study, which is the execution of the suspension of payment’s homologation decisions with the granting of a bankruptcy order against the same debtor. This study uses normative juridical methods on the bankruptcy case of PT Siak Raya Timber.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fariz Risvano Alamsyah
"Proses PKPU menjadi kesempatan bagi kreditor untuk mengajukan tagihan/piutangnya kepada debitor, Dalam penelitian ini PT Brent Ventura menempuh proses PKPU sebagai langkah proses hukum dalam hal penyelesaian utang debitor kepada seluruh kreditornya sehingga proses PKPU menjadi proses hukum yang final dan maksimal daam memberik keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan bagi keseluruhan kreditornya. Namun, dalam proses PKPU, ditemukan beberapa permasalahan khususnya mengenai kreditor yang terlambat dan bahkan ada kreditor yang sengaja dan sadar tidak mengajukan tagihannya dalam proses PKPU. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bersifat yuridis normatif untuk mengkaji kaidah/asas hukum yang berhubungan dengan masalah kepastian hukum putusan PKPU yang bersifat final dan mengikat final dan binding dan kesepakatan perdamaian dalam PKPU. Metode pendekatan yang diterapkan adalah pendekatan perundang-undangan statute approach dan pendekatan kasus case approach.
Proses PKPU adalah jalan terbaik bagi debitor dan para kreditor untuk menyelesaikan permasalahan utang-piutangnya secara damai. Sehingga disarankan kepada Para kreditor untuk dapat mengajukan tagihan dalam proses PKPU sewaktu-waktu adanya PKPU terhadap debitornya sehingga PKPU menjadi wadah penyelesaian utang-piutang antara debitor dan para kreditor tanpa harus adanya pailit. Hal ini sesuai dengan tujuan Hukum Kepailitan sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Umum UU Kepailitan PKPU. Selanjutnya harus menjadi perhatian pemerintah untuk memberikan solusi terhadap permasalahan hukum saat ini dan yang akan datang terkait dengan kewajiban penyebaran informasi oleh Pengurus PKPU untuk memberitahukan Kreditor dan mengumumkan perkembangan perkara Kepailitan PKPU yaitu diantaranya dapat dilakukan dengan cara perbaikan UUK-PKPU No. 37 tahun 2004 tentang Kepalitan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang khususnya ketentuan mengenai kewajiban Pengurus PKPU untuk memberitahukan dan mengumumkan kepada Kreditor melalui surat kabar harian dalam setiap Proses kepailitan PKPU yang sedang dijalankan.

PKPU process becomes an opportunity for creditors to submit bill receivables to debtor. In this research, PT Brent Ventura pursued PKPU process as legal process step in settling debtor debt to all creditors so PKPU process becomes final and maximal legal process in provide justice, certainty law and benefits for the entire creditors. However in the PKPU process, some problems were found, especially concerning late creditors and even some creditor who deliberately and consciously did not file their bills in the PKPU process. This research is descriptive research that is normative juridical to examine the rule legal principle related to the legal certainty of PKPU decision which is final and binding and peace agreement in PKPU. Applied approach method is statute approach and case approach.
The PKPU process is the best way for debtors and creditors to settle their debt issues peacefully. So it is advisable to the creditors to be able to submit a bill in the PKPU process at any time PKPU to the debtor so that PKPU becomes a place to settle debts between the debtor and the creditors without the need for bankruptcy. This is in accordance with the objectives of Bankruptcy Law as stated in the General Explanation of Bankruptcy PKPU Law. Furthermore, it should be the government 39 s attention to provide solutions to current and future legal issues related to the information dissemination obligation by the Management of PKPU to notify the Creditor and announce the development of Bankruptcy PKPU case that can be done by means of UUK PKPU repair. Law No. 37 Year 2004 concerning Shallowing Postponement of Debt Payment Obligations, especially the provisions regarding the obligations of the Management of PKPU to notify and announce to the Creditor through daily newspapers in every ongoing bankruptcy PKPU process.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T50961
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shania Khairunnisa
"Tidak ada satupun ketentuan dalam hukum kepailitan Indonesia yang menyatakan Akta Perdamaian yang merupakan hasil homologasi perjanjian perdamaian dapat diamandemen yang dilakukan diluar pengadilan. Namun ditemukan beberapa kasus dimana hal ini terjadi. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana tindakan amandemen akta perdamaian di Indonesia ditinjau dari value- based theory oleh Donald Korobkin serta bagaimana perbandingannya dengan penerapan dan ketentuan antara hukum kepailitan dan PKPU di Indonesia dan Amerika Serikat. Permasalahan ini dijawab dengan metode doktrinal. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa amandemen akta perdamaian homologasi diluar pengadilan di Indonesia tidak sesuai dengan nilai value-based theory. Selanjutnya terhadap hasil perbandingan, hukum kepailitan Amerika membenarkan dan mengatur adanya amandemen akta perdamaian dan pembatalan perjanjian perdamaian bersifat opsional, sebaliknya Indonesia tidak mengatur dan melarang adanya amandemen akta perdamaian karena akan menghilangkan sanksi pembatalan akta perdamaian berupa dijatuhkannya status pailit bagi debitor. Saran Penulis terhadap isu ini adalah untuk memberikan pengaturan yang jelas dalam hukum kepailitan Indonesia tentang amandemen akta perdamaian, baik melalui perubahan UU yang sudah ada atau melalui pembentukan peraturan pelaksana.

There is no single provision in the Indonesian bankruptcy law which states that the accord can be amended outside the court proceeding. However, there are several cases where this is happened. The issues discussed in this research are how the amendment of the accord in Indonesia viewed based on value-based theory by Donald Korobkin and also the comparison of the provisions regarding the issue in Indonesian and America bankruptcy law. These problems are answered with doctrinal method research. The results of this study indicate that the amendment of the homologated accord outside the court in Indonesia is not in accordance with the value-based theory. Furthermore, in comparison to the results of the comparison, American bankruptcy law justifies and regulates the amendment of the peace deed and the cancellation of the peace agreement is optional, whereas Indonesia does not regulate and prohibits the amendment of the accord because it will eliminate the sanction of cancelling the accord in the form of imposing bankruptcy status for the debtor. The author's suggestion on this issue is to provide a clear regulation in Indonesian bankruptcy law regarding the amendment of the accord, either through amendments to existing laws or through the establishment of implementing regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Ully Elizabeth author
"Skripsi ini membahas mengenai perjanjian perdamaian dalam PKPU antara PT Arpeni dengan para kreditornya yang diamandemen pada tahun 2018 lalu. Hasil amandemen tersebut mengatur bahwa pembayaran utang PT Arpeni akan dilakukan dengan konversi utang menjadi saham (conversion of debt to equity). Dengan diaturnya demikian, PT CIMB selaku salah satu kreditor konkuren berbentuk bank mengajukan permohonan pembatalan perjanjian perdamaian tersebut, dikarenakan opsi konversi utang menjadi
saham tersebut tidak dapat dilakukan oleh PT CIMB kepada PT Arpeni berkenaan dengan adanya Pasal 3 POJK 36/POJK.03/2017 tentang Prinsip Kehati-hatian Penyertaan Dalam Kegiatan Penyertaan Modal yang melarang bank melakukan penyertaan modal pada
perusahaan selain yang bergerak di sektor jasa keuangan. Skripsi ini akan membahas mengapa OJK secara khusus melarang bank melakukan penyertaan modal kepada lembaga yang bergerak dalam sektor jasa non keuangan dan juga upaya hukum apa yang
dapat dilakukan oleh PT CIMB terkait perjanjian perdamaian tersebut. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Sehingga nantinya hasil penelitian ini akan sampai kepada kesimpulan bahwa penyertaan modal oleh bank harus dilakukan dengan prinsip prudential banking dan oleh karena itu, PT CIMB dapat mengajukan upaya kasasi atas putusan berikut untuk mempertahankan dirinya dari pelanggaran atas POJK 36/PJK.03/2017 tersebut.

This thesis analyzes about the Composition Deed in the process of suspension of payment (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) between PT Arpeni and its creditors which was amended in 2018. The result of the amendment stipulates that PT Arpeni's debt
payment will be made by converting debt into equity. Through this arrangement, PT CIMB as one of the concurrent creditors, in the form of a bank, submitted an application for the cancellation of the Deed, because the option to convert debt into equity cannot be carried out by PT CIMB to PT Arpeni according to Article 3 POJK 36 / POJK.03 / 2017 focusing on Prudential Principle of Participation in Equity Participation Activities
(Prinsip Kehati-hatian Penyertaan Dalam Kegiatan Penyertaan Modal) which prohibits banks from engaging in capital investment in companies other than those which engaged in the financial services sector. This thesis analyzes the reason why OJK (Otoritas Jasa Keuangan) specifically prohibits banks from making capital investments to institutions engaged in the non-financial services sector as well as legal remedies available for PT
CIMB in relation to the composition deed. The research method used in this particular study is normative juridical. Thus, through this study it can be concluded that capital contribution made by banks must comply with the prudential banking principle and therefore, PT CIMB can submit an appeal against the following decision to defend itself from violations of POJK 36 / POJK.03 / 2017."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matthew Sebastian
"PKPU merupakan upaya hukum untuk mencegah pengadilan menetapkan kepailitan dengan mengajukan rencana perdamaian dan restrukturisasi utang, yang dapat diajukan oleh debitor atau kreditor sebelum putusan pailit diumumkan. Selama proses PKPU, kekayaan debitor dibekukan, kewajiban membayar utang dihentikan, dan tindakan eksekusi ditunda, sementara debitor tidak boleh mengelola asetnya. Penerapan PKPU penting untuk kelangsungan usaha debitor dan kreditor, namun sering terjadi kerancuan dalam penerapan hukum tentang penarikan penjamin sebagai termohon PKPU, seperti yang terlihat dalam Putusan Nomor 29/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Mdn. Penulis menggunakan metode yuridis-normatif dengan pendekatan kualitatif dalam penelitian analisis-deskriptif untuk menganalisis permasalahan yang ada berdasarkan ketentuan yang berlaku. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa Pasal 254 UUK-PKPU mengatur bahwa penundaan kewajiban pembayaran utang tidak berlaku bagi keuntungan sesama debitor dan penanggung, namun ketentuan ini menimbulkan kerancuan dalam kasus PKPU yang melibatkan corporate guarantor. Dalam Putusan Nomor 29/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Mdn, hakim memutuskan untuk mengikutsertakan corporate guarantor sebagai termohon PKPU yang mana telah mencampurkan konsep kepailitan di dalam perkara PKPU. Penulis menyarankan adanya pedoman tambahan, seperti Surat Edaran Mahkamah Agung, untuk memperjelas keikutsertaan personal, corporate, dan bank guarantee dalam proses PKPU demi menciptakan kepastian hukum.

PKPU is a legal measure to prevent the court from declaring bankruptcy by proposing a peace plan and debt restructuring, which can be submitted by the debtor or creditor before the bankruptcy decision is announced. During the PKPU process, the debtor's assets are frozen, debt payment obligations are halted, and execution actions are suspended, while the debtor is not allowed to manage their assets. The implementation of PKPU is crucial for the continuity of the debtor's and creditor's businesses, but legal errors often occur especially in Article 254 UUK-PKPU that explains about involving guarantors as PKPU respondents, as seen in Decision Number 29/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Mdn. The author uses a juridical-normative method with a qualitative approach in descriptive-analytical research to analyze existing issues based on applicable regulations. The study found that Article 254 of the UUK-PKPU states that the postponement of debt payment obligations does not apply for the benefit of co-debtors and guarantors, but this provision creates confusion in PKPU cases involving corporate guarantors. In Decision Number 29/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Mdn, the judge decided to include the corporate guarantor as a PKPU respondent, thereby mixing the concept of bankruptcy in the PKPU case. The author suggests additional guidelines, such as a Supreme Court Circular, to clarify the participation of personal, corporate, and bank guarantees in the PKPU process to create legal certainty."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Himarasmi Jyesthaputri Aji
"Adanya mekanisme penundaan terhadap kewajiban pembayaran utang yang harus dilakukan oleh Debitor, dapat memberikan Debitor waktu untuk melakukan restrukturisasi terhadap utangnya. Pada praktiknya, upaya restrukturisasi utang ini seringkali tidak memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada Kreditor PKPU. Hal ini dapat terjadi salah satunya karena tindakan Debitor yang mengulur-ulur proses beracara, sehingga perkara kepailitan yang sedang terjadi tidak dapat dilaksanakan sesuai dengan marwah dari UU K-PKPU itu sendiri yang menghendaki terselesaikannya sengketa dengan cepat dan sederhana. Hal inilah yang melatarbelakangi perlunya pemberian perlindungan hukum dan kepastian hukum kepada Kreditor dalam perkara PKPU yang dapat menghindarkan Kreditor mengalami kerugian atas tindakan Debitor. Pemberian perlindungan hukum diperlukan untuk mencapai tujuan dari hukum itu sendiri, yakni menciptakan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. Untuk menjawab permasalahan tersebut, Penulis kemudian menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif dengan meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder. Penelitian ini menggunakan studi kasus Putusan No. 373/Pdt.Sus-Pkpu/2021/Pn.Niaga.Jkt.Pst dan akan dikaji melalui studi kepustakaan dalam rangka menjawab pokok permasalahan berdasarkan hukum yang berlaku untuk memberikan perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi Kreditor yang terlibat dalam perkara PKPU. Dalam Hukum Kepailitan, kepastian hukum dapat terwujud melalui penerapan prinsip penyelesaian perkara secara cepat dan pembuktian yang sederhana sesuai dengan prinsip kepailitan dan PKPU yang tercantum dalam UU K-PKPU. Penulis kemudian menarik kesimpulan bahwasannya UU K-PKPU pada dasarnya telah memberikan perlindungan hukum bagi Kreditor, meskipun demikian Majelis Hakim kurang cermat dalam menerapkan hukum sehingga putusan tersebut dapat merugikan Kreditor Konkuren. Selanjutnya, UU K-PKPU juga pada dasarnya telah memberikan kepastian hukum, namun demikian Majelis Hakim tidak konsisten dalam menerapkan hukum sehingga kepastian hukum tidak tercapai.

The existence of a mechanism for delaying debt payment obligations that must be carried out by the debtor can give the debtor time to restructure his debt. In practice, these debt restructuring efforts often do not provide legal protection and legal certainty to PKPU creditors. This can happen, in part, because the debtor's actions are delaying the proceedings, so that the ongoing bankruptcy case cannot be carried out in accordance with the dignity of the K-PKPU Law itself, which requires the resolution of disputes quickly and simply. This is the background to the need to provide legal protection and legal certainty to creditors in the PKPU case which can prevent creditors from experiencing losses due to the actions of the debtor. Providing legal protection is necessary to achieve the objectives of the law itself, namely creating justice, benefit and legal certainty. To answer these problems, the author then uses normative juridical legal research methods by examining literature or secondary data. This research uses a case study of Decision No. 373/Pdt.Sus-Pkpu/2021/Pn.Niaga.Jkt.Pst and will be reviewed through a literature study in order to answer the main issues based on applicable law to provide legal protection and legal certainty for Creditors involved in the PKPU case. In Bankruptcy Law, legal certainty can be realized through the application of the principle of quick settlement of cases and simple proof in accordance with the principles of bankruptcy and PKPU as stated in the K-PKPU Law. The author then draws the conclusion that the K-PKPU Law has basically provided legal protection for Creditors, even though the Panel of Judges was not careful in applying the law so that the decision could be detrimental to Concurrent Creditors. Furthermore, the K-PKPU Law has basically provided legal certainty, however, the Panel of Judges has been inconsistent in applying the law so that legal certainty has not been achieved."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mewengkang, Belinda Martha Silvia
"PKPU merupakan pemberian kesempatan kepada debitor untuk merestrukturisasi hutang – hutangnya kepada kreditor dengan cara, debitor mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran untuk melaksanakan pembayaran utang baik secara keseluruhan ataupun sebagian utangnya kepada para kreditor. Rencana perdamaian yang telah disepakati oleh mayoritas kreditor wajib disahkan oleh pengadilan. Namun didalam Pasal 285 Ayat (2) Huruf b UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan PKPU mengatur bahwasannya pengadilan dapat menolak suatu rencana perdamaian apabila pelaksanaan perdamaiannya tidak cukup terjamin. Oleh karena itu, tesis ini bertujuan untuk menganalisis kriteria rencana perdamaian yang pelaksanaannya dapat dinyatakan cukup terjamin dalam proses PKPU dan menganalisis implementasi kriteria rencana perdamaian yang pelaksanaannya cukup terjamin di Indonesia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa UU Kepailitan dan PKPU tidak mengatur mengenai kriteria dalam membuat suatu rencana perdamaian yang pelaksanaannya dapat dinyatakan cukup terjamin. Hal ini berbeda dengan Amerika dan Singapura yang mengatur mengenai kriteria dalam membuat suatu rencana perdamaian. Walaupun tidak adanya pengaturan mengenai kriteria rencana perdamaian di Indonesia, namun terdapat kasus dimana debitor sudah menerapkan kriteria rencana perdamaian dalam PKPU sebagaimana yang terdapat di Amerika dan Singapura

PKPU is an opportunity for debtors to restructure their debts to creditors by means of the debtor's proposed accord plan which includes an offer to pay off debts in whole or in part of their debts to creditors. An accord plan that has been agreed by creditors must be approved by the court. However, in Article 285 (2) Letter b of UU No 37/2004, the court can reject an accord plan that is not adequately assured. Therefore, this thesis aims to analyze of proposal accord plan criteria that adequate assured in PKPU process and to analyze the implementation of the criteria in Indonesia. The results of this study indicate that in Act No. 37/2004 there is no criteria in making an accord plan whose implementation can be declared adequately assured. This is different from America and Singapore which are contained the criteria of an accord plan in their regulation. Although there is no regulation regarding the criteria for an accord plan in Indonesia, there have been cases where the debtor has applied the PKPU accord plan criteria as in America and Singapore."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>