Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 77264 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Josiana Nethania
"Peningkatan kebutuhan pangan yang diproduksi secara berkelanjutan terhambat oleh keterbatasan lahan subur. Perluasan lahan pertanian dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan marginal yang dicirikan dengan pH masam, defisiensi unsur P, Ca, dan Mo, serta toksisitas Al dan Mn. Amelioran tanah masam yang biasa digunakan oleh petani adalah dolomit. Eco-enzyme merupakan cairan hasil fermentasi sisa buah dan sayur yang berfungsi sebagai pupuk organik dan berpotensi dapat meningkatkan pH tanah. Terung ungu (Solanum melongena L.) merupakan salah satu tanaman hortikultura penting di Indonesia yang tumbuh pada tanah sedikit masam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah eco-enzyme dapat berfungsi sebagai amelioran tanah masam serta konsentrasi optimal untuk meningkatkan pH tanah, mengetahui dampak eco-enzyme pada pertumbuhan tanaman S. melongena, dan membandingkan kemampuan eco-enzyme dan dolomit sebagai amelioran. Penelitian meliputi tahap pembuatan eco-enzyme buah, sayur dan campuran dan pengencerannya menghasilkan tiga konsentrasi yang berbeda, penanaman dan pengamatan pertumbuhan terung, serta analisis tanah. Parameter pertumbuhan yang diukur meliputi parameter vegetatif dan generatif, serta parameter lingkungan. Eco-enzyme dapat berfungsi sebagai amelioran tanah masam, terlihat dari semua perlakuan eco-enzyme telah berhasil menaikkan pH tanah secara nyata (P < 0,05). Aplikasi eco-enzyme memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan tanaman S. melongena, terlihat dari tinggi tanaman, berat, jumlah bunga, serta umur berbunga yang berbeda secara nyata (P < 0,05) terhadap kontrol. Eco-enzyme memiliki kemampuan sebagai amelioran sama baiknya dengan dolomit karena dapat mempertahankan pH tanah pada nilai yang sama, dan bahkan lebih baik dari dolomit karena menaikkan pH tanah menjadi lebih tinggi.

The increasing demand for sustainable food production is impacted by the limited availability of fertile ground. Agricultural land expansion into utilizing marginal land with acidic soil, P, Ca, and Mo deficiency, as well as Al and Mn toxicity is a possible alternative. Dolomitic lime is a common soil ameliorant. Eco-enzyme is the liquid product from the fermentation of fruit and vegetable waste that serves as an organic fertilizer and potentially could raise soil pH. Eggplant (Solanum melongena L.), one of the most important crops in Indonesia, can grow on slightly acidic soil. The aim of this research is to determine whether eco-enzyme could ameliorate acidic soil and its optimum concentration in doing so, to determine the effect of eco-enzyme on the growth of S. melongena, and to compare the ability of eco-enzyme and lime in raising soil pH. This research began with fruit, vegetable and mixed eco-enzyme production and its subsequent dilution into three concentrations, followed by eggplant planting and observation, and lastly soil analysis. Vegetative and generative growth traits as well as environmental parameters are measured. Eco-enzyme raised soil pH significantly (P < 0.05) compared to the control. Eco-enzyme application had a positive effect on eggplant growth as observed in the significant (P < 0.05) increase of plant height, weight, number of flowers, and earlier age of flowering. Eco-enzyme had a similar effect as lime on soil pH as their pH were not significantly different and some eco-enzyme treatments resulted in higher pH than soil treated with lime."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Maretha Putri
"Terjadi penurunan jumlah produksi Terung ungu (Solanum melongena L.) akibat berkurangnya lahan pertanian dan hanya tersisa lahan marginal dengan kondisi tanah yang kurang optimal. Di Indonesia terdapat banyak lahan marginal seperti tanah salin yang kurang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian sehingga perlu dilakukan penanaman tanaman pada lahan marginal dengan memilih varietas tumbuhan budidaya yang toleran terhadap kondisi lingkungan lahan marginal. Tanaman terung diduga dapat menyintesis senyawa prolin ketika dihadapkan dengan cekaman salinitas sebagai bentuk pertahanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons tanaman terung melalui pengamatan parameter kuantitatif, kualitatif, dan kadar senyawa prolin yang dihasilkan saat diberikan perlakuan berupa kadar salinitas (NaCl) pada konsentrasi 0% (kontrol), 0,3%, 0,6%, dan 0,9%. Penanaman terung dilakukan selama 40 hari dengan pemberian perlakuan salinitas (NaCl) setiap 2 hari selama 14 hari terakhir. Metode yang digunakan untuk analisis prolin adalah metode Bates, dkk. (1973). Hasil penelitian menunjukkan pemberian perlakuan salinitas pada konsentrasi yang sudah ditentukan terhadap tanaman terung berpengaruh nyata (Sig. < 0,05) terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar, berat segar tanaman, dan klorofil tanaman. Prolin juga berhasil diproduksi oleh terung yang diberikan perlakuan cekaman dan terjadi peningkatan antar perlakuan kontrol, perlakuan NaCl 0,3% dan 0,9%. Namun, terdapat penurunan produksi kadar prolin pada perlakuan 0,6%. Tidak terdapat hubungan antara kadar prolin dengan parameter kuantitif, namun terdapat hubungan antara kadar prolin dengan parameter kualitatif seiring meningkatnya konsentrasi cekaman NaCl yang diberikan.

Eggplant (Solanum melongena L.) production has declined due to a decrease in available agricultural land and only marginal land remains with suboptimal soil conditions. In Indonesia, there is plenty of marginal land such as saline soil that underutilized for agriculture, so it is necessary to planting plants on marginal land by selecting cultivated plants that are tolerant of marginal land environmental conditions. Eggplant is thought to synthesize proline compounds when faced with salinity as a form of defense. This study aims to determine the quantitative and qualitative parameters also the level of the proline compounds produced by eggplants when treated in salinity (NaCl) at concentrations of 0,3%, 0,6%, and 0,9%. The planting carried out for 40 days with giving salinity treatment every 2 days on the last 14 days. The method used for proline analysis is the Bates, et al. method (1973). Results show the treatment of salinity at a predetermined concentration on eggplant has a significant effect (Sig. < 0.05) on plant height, number of leaves, root length, fresh weight, and chlorophyll content. Proline is also successfully produced by plants and there is an increase in control treatment, NaCl treatment 0,3%, and 0,9%. However, there was a decrease in proline production in the treatment of 0,6%. There was no relation between proline levels and quantitative parameters, but there is a relation between proline levels and qualitative parameters as the NaCl stress concentration increased."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"This research was conducted in green house and soil laboratory, faculty of agriculture, Andalas University. The research aim to study the effect of lime addition in acid soil to chemical characteristic of soil and dry weigth of green manure crops. The experimental with completely Randomized Design for factorial 7x2 were used . The first factor was green manure crops, consists of seven levels (Caliandra tetragona, Flemingia congesta, gliricidia sepium, Leucaena leucocephala, Leucaena glauca, Sesbania rostrata, sesbania sesban) and second factor was lime addition, consists of two levels (Without of lime and 1x Al-dd). The result of research indicates that : (1) The liming can increase pH value from very acid (pH 4,45) to slighly acid (pH 5,60), decrease Al-dd content from 2,61 cmol/kg to 1,12 cmol/kg (57,09%), decrease Al saturation from 74,78 % to 49,12% (34,31 %); (2) The highest dry weight at cutting I was Sesbania sesban with liming 1 x Al - dd (26,39 g/pot); cutting II was Gliricidia sepium with liming (24,40 g/pot); cutting III was Giricidia sepium with liming (17,90 g/pot), and cutting IV was Flemingia congesta with liming (29,66 g/pot)."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Popi Aprilianti
"Cyphomandra betacea Mart. Et. Sendt. yang dikenal dengan nama terong betanda atau terong tamarillo merupakan salah satu jenis buah yang berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Masyarakat di Brastagi dan Tana Toraja telah memanfaatkannya sebagai bahan baku industri makanan dan minuman seperti selai, jus, dan sirup. Pembudidayaan terong tamarillo diarahkan pada program intensiflkasi yang menuntut ketersediaan bibit siap tanam bcrumur 2-3 bulan. Bibit yang berkualitas dapat dihasilkan melalui tahap pembibitan yang memperhatikan kebutuhan unsur hara melalui pemupukan. Untuk mengetahui kadar pupuk NPK yang tepat telah dilakukan penelitian di rumah kaca Departcmcn Biologi FMIPA-Ul pada bulan Febmari sampai dengan Mei 2003 menggunakan pupuk NPK dengan perbandingan N:P:K masing-masing 5:6:6. Peneliiian bersifat eksperimenial menggunakan Rancangan Acak Lengkap terdiri alas 5 perlakuan, yaitu kadar 0; 0,2; 0.4; 0.6; dan 0,8 g/ 1 kg media' tanaman. Pemberian pupuk dengan cara tugal (7 cm dan batang) sebanyak 6 kali dengan interval waktu 15 hari. sejak hari ke-35 sampai hari ke-110 setelah penanaman biji. Hasil analisis menunjukkan pemberian pupuk NPK kadar 0,2-0,6 g/kg media meningkatkan pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan tanaman konirol (0 g), sedangkan pemberian NPK 0,8 g/kg media menyebabkan penurunan rerala seluruh parameter penumbulian yang diukur. Perlakuan kadar 0,6 g/kg media menunjukkan rerata tertinggi untuk jumlah daun (9 helai), luas daun (670.8 cm2), panjang akar (15,375 cm), volume akar (3,188 ml), berat basah (=BB) tanaman (27,25 g). berat kerins (=BK) tanaman (1,412 g), BB tajuk (24,537 g), BK tajuk (0.993 g), BB akar (2,712 g), dan BK akar (0,419 g). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa 0,6 g NPK/ kg media/ tanaman merupakan kadar yang sesuai bagi pertumbuhan bibit tanaman terong tamariHo.

Cyphomandra betacea Mart. Et. Sendt known as tamarillo has become a potential fruit to be developed in Indonesia. People in Brastagi and Tana Toraja have used tamarillo as raw material for food and beverages such as jam. juice and lemonade. Crop improvement of tamariHo is focused on intensification program which needs availability of 2-3 months of seedlings. Good quality seedlings can be obtained by sequential seedling, that focus on nutrient requirement through fertilizer application. To determine the right dose of NPK. research has been done under green house condition from February until May 2003 using NPK fertilizer with a ratio of 5:6:6 respectively. The research design was a completely randomized design with five treatments, which are 0; 0.2; 0.4; 0.6; and 0.8 g/1 kg media. Fertilizer was applied by burying the NPK 7 cm away from the stem, 6 times with 15 days interval, starting from the 35th day until 110th day after sowing. Analysis show that NPK with a dose of 0.2 - 0.6 g/kg media increased plant growth compared to control (0 g), while NPK 0.8 g/kg media caused a decrease in all growth parameters. Treatment 0.6 g/kg of NPK showed the highest average for leaf number (9), leaf area (670,8 cm2), root length (15,375 cm), root volume (3,188 ml), plant fresh weight (=FW) (27,25 g), plant dry weight (-DW) (1,412 g), canopy FW (24,537 g), canopy DW (0,993 g), root FW {2,712 g), and root DW (6,419 g). Therefore, it can be concluded that 0.6 g NPK /kg media/plant was the right dose for growth of tamarillo seedlings."
[place of publication not identified]: Sains Indonesia, 2005
SAIN-10-2-2005-26
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nathasya Christine Prabowo
"ABSTRAK
Penelitian mengenai pemanfaatan kompos Unit Pengolahan Sampah (UPS) Universitas Indonesia terhadap pertumbuhan terung ungu (Solanum melongena L. var. Lezata) dilasanakan pada bulan Oktober sampai dengan November. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui komposisi kompos dalam media tanam yang paling baik untuk mendukung pertumbuhan tanaman terung. Kompos dalam media tanam divariasikan sebagai berikut P1 (tanah: pasir: kompos 1:1:0), P2 (tanah: pasir: kompos 1:1:0.5), P3 (tanah: pasir: kompos 1:1:1), dan P4 (tanah: pasir: kompos 1:1:2), serta P5 (media tanam komersil) sebagai kontrol positif. Dua fase pertumbuhan yang akan diamati yaitu vegetatif dan generatif. Data diolah berdasarkan parameter kualitatif (warna daun, bentuk daun, besar daun, warna buah dan tes organoleptik) dan kuantitatif (tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering, panjang akar,jumlah buah, panjang dan berat buah). Data kualitatif menunjukkan adanya perbedaan warna daun dan warna buah tanaman terung ungu pada perlakuan media tanam. P5 dan P1 menunjukkan warna daun yang lebih terang dibandingkan dengan tiga perlakuan lainnya. Perlakuan P3 dan P4 menunjukkan warna kulit buah terung ungu yang gelap dan sesuai dengan literatur, sementara perlakuan lainnya menunjukkan warna buah ungu terang. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kompos UPS UI berpengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah, berat kering tanaman, dan jumlah bunga tanaman. Namun, kompos UPS UI tidak berpengaruh nyata terhadap panjang akar dan jumlah buah. Kombinasi terbaik untuk pertumbuhan vegetatif ditunjukkan oleh P3. Perlakuan P3 dan P4 menunjukkan hasil yang hampir serupa pada hasil pertumbuhan generatif.

ABSTRACT
Research on the use of UPS UI compost on the growth of purple eggplant (Solanum melongena L. var. Lezata) was conducted from October to November. The research was conducted with the aim to find out the proportion of compost in the growing media to support the growth of eggplant plants. Compost in the planting medium is varied as follows P1 (soil: sand: compost 1: 1: 0), P2 (soil: sand: compost 1: 1: 0.5), P3 (soil: sand: compost 1: 1: 1), and P4 (soil: sand: compost 1: 1: 2), and P5 (commercial growing media) as a positive control. Two growth phases will be observed, vegetative and generative. Data were processed based on qualitative parameters (leaf color, stem color, leaf shape, leaf size, fruit shape, fruit color and organoleptic tests) and quantitative (plant height, number of leaves, wet weight and dry weight, root length, and number of fruits, fruit length and weight). Qualitative data shows the differences in leaf color and fruit color of purple eggplant plants in the planting media treatment. P5 and P1 showed lighter leaf color compared to the other three treatments. Treatments P3 and P4 showed dark purple eggplant skin color and according to the literature, while other treatments showed light purple fruit color. Statistical analysis showed that UPS UI compost significantly affected the parameters of plant height, number of leaves, wet and dry weight. However, UPS UI compost has no significant effect on root length and number of fruits. The best combination for plant vegetative growth shown by P3. P3 and P4 shows an almost similar result in generative growth ."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Oktaviani
"Terung (Solanum melongena L.) termasuk komoditas hortikultura yang dikonsumsi masyarakat sebagai bahan pangan maupun untuk pengobatan karena kandungan nutrisi yang bermanfaat bagi kesehatan. Pupuk N, P, dan K dapat digunakan untuk mengoptimalkan budidaya tanaman terung sehingga pemanfaatan buah terung dapat ditingkatkan. Penelitian bertujuan untuk menentukan rasio konsentrasi pupuk NPK terbaik, di antara 15:15:15, 20:15:15, 15:20:15, dan 15:15:20 terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman terung (Solanum melongena L.). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan empat perlakuan dan enam ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan rasio N:P:K pupuk berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah bunga, dan jumlah bunga yang membentuk buah. Perlakuan dengan rasio N:P:K 15:20:15 memberikan hasil terbaik pada parameter umur berbunga, jumlah bunga, kadar klorofil, dan jumlah bunga yang membentuk buah.

Eggplant (Solanum melongena L.) is a horticultural commodity that are consumed by the community as food and for treatment because of its nutritional content that is beneficial to health. N, P, and K fertilizer can be used to optimize plant cultivation so that the utilization of eggplant can be increased. The aim of the study was to determine the best ratio of NPK fertilizer, among 15:15:15, 20:15:15, 15:20:15, and 15:15:20 on the growth and production of eggplant (Solanum melongena L.). The experimental design used was a randomized block design with four treatments and six replications. The results showed that the difference in the ratio of N:P:K fertilizer had a significant effect on plant height, number of flowers, and number of fruit set from flower. The best NPK ratio is 15:20:15 for flowering age, number of flowers, chlorophyll content, and number of fruit set from flower."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ika Yuliana
"Dalam seni ekologis, materialitas objek-objek alam dihadirkan sebagai representasi hubungan manusia dan multispesies non-manusia. Dalam karya seni kontemporer yang partisipatif, Jatiwangi art Factory memaknai ulang tanah yang menjadi elemen penting bagi masyarakat Jatiwangi, Jawa Barat, yang dikenal sebagai penghasil genteng sejak 1905. Penelitian ini berlatar di Jatiwangi dan Kassel, Jerman—lokasi di mana peneliti terlibat dalam sebuah karya seni ekologis berjudul New Rural Agenda, sebuah konferensi performatif yang menghadirkan representasi human dan non-human untuk membicarakan agenda baru pedesaan, yang dipresentasikan di Documenta Fifteen, sebuah perhelatan penting bagi seni kontemporer dunia. Penelitian ini menggunakan metode autoetnografi, di mana peneliti melakukan refleksi dan analisis pengalaman ketubuhan “mengalami tanah” yang tersituasikan, dan menggunakan paradigma materiality turn dalam kajian Antropologi. Penelitian ini ingin menarasikan dan mengurai proses terbentuknya materialitas baru dan memori kolektif akan “tanah” dan multispesies lainnya dari mengalami “peristiwa seni” dari sudut pandang seniman.

In ecological art, the materiality of natural objects is involved as a representation of the relationship between humans and non-human multispecies. In contemporary participatory works of art, Jatiwangi art Factory reinterprets land as an essential element for the people of Jatiwangi, West Java, who have been known as tile producers since 1905. This research is set in Jatiwangi and Kassel, Germany, where researchers are involved in a work of ecological art entitled New Rural Agenda. This performative conference presents human and non-human representations to discuss the new rural agenda presented at Documenta Fifteen, a historical event for contemporary world art. This thesis research uses the autoethnography method, in which the researcher reflects and analyzes the bodily experience of "experiencing Tanah" on situated and views it from the paradigm of materiality turn in Anthropology studies. This research aims to narrate and describe the process of forming new materiality and collective memory of "Tanah" and other multispecies from experiencing art performance from the artist's point of view."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Knuti, Leo Leonard, 1903-
Englewood Cliffs: Prentice-Hall, 1962
631.4 KNU p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Christady Hardiyatmo
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2013
631.4 HAR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Heinrich Karl Simon P.B
"Inleiding
Indien er een wetenschap is waarbij zich in elk stadium van Naar ontwikkeling nieuwe problemen voordoen, dan is het de Grondmechanica. Voor een deel is dit toe te schrijven aan de omstandigheid dat de Grondmechanica een nog jonge wetenschap is, zodat vele theorian snel verouderen en door betere vervangen worden, terwijl oak de onderzoekingsmethoden voor velerlei verbetering vatbaar zijn. Anderdeels blijkt in de Grondmechanica steeds duidelijker, dat de problemen veel gecompliceerder zijn dan de eerste kennismaking zou doen verrnoeden. Men heeft hier imtners te maken met grand, die te alien tijde ten minste uit twee en gewoonlijk uit drie phasen bestaat een vaste phase ("korrels") een vioeibare phase met de daarin opgeloste stoffen (?water") en een gasvormig bpstanddeel (? lucht"). De eerste en grote stap in de goede richting werd gedaan, toen men de in een grondmassa werkende korrel-, water-, en luchtspanningen scherp van elkaar ging onderscheiden. Bij kleimineralen hebben we bovendien nog te maken met het zogenaamde gebonden waterhuidje, een electrische dubbellaag.
Een deel hiervan gedraagt zich min of nicer als de vaste phase en kan bijvoorbeeld schuifkrachten overbrengen. Het .buitenste gedeelte moet echter weer tot de vloeibare phase warden gerekend, welke geen schuifkrachten kan opnemen. Hiertussen kunnen alle mogelijke overgangsvormen aanwezig zijn. Het is deze electrische dubbellaag waaraan de meeste specifieke kleieigenschappen kunnen warden toegeschreven.
Door deze gecompliceerdheid van de grondmassa wordt het moeilijk haar uiteindelijk gedrag te bepalen, daar dit gedrag de resultante is van de zeer vele reacties die mogelijk zijn tussen de minerale deeltjes, het water (vrij, geheel of gedeeltelijk gebonden) en de lucht, ongeacht nog de niet constante invloeden van buiten af. Wat eenvoudig scheen. blijkt steeds moei]ijker te doorgronden. Dit geldt zeer in het bijzonder voor kleimassa's. daar hier de tijdsfactor van zo groat gewicht is. Hierbij zullen bij proeven en metingen in snel tempo uitgevoerd, slechts schijnbare grootheden gieextraheerd worden.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1954
D70
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>