Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 71370 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Berlian Try Meisya
"Hak milik sebagaimana dalam Pasal 20 ayat (1) UUPA pada dasarnya memiliki pengertian yang sama dengan yang diatur dalam Pasal 1 angka 7 UU Cagar Budaya yaitu hak terkuat dan terpenuh. Selain itu dalam Pasal 6 UUPA menjelaskan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial sebagaimana halnya dengan hak milik atas Cagar Budaya. Namun kepemilikan atas Cagar Budaya tidak sama dengan hak milik atas kebendaan lainnya secara umum, karena untuk kepemilikan objek Cagar Budaya dibatasi oleh UU Cagar Budaya, khususnya terkait pengalihannya yang membutuhkan izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan tingkatannya. Pengalihan hak atas tanah dan bangunan yang melekat unsur-unsur nilai Cagar Budaya melalui tindakan hukum jual beli memerlukan sistem administrasi yang khusus dan melibatkan peran penting dari beberapa profesi yang bekerja sama dengan instansi pemerintahan tertentu yaitu Notaris, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Direktorat Jenderal Dinas Kebudayaan. Notaris berperan dalam menyusun akta otentik yang sah secara hukum dalam bentuk PPJB, sementera PPAT berperan membuat AJB setelah memeriksa kesesuaian sertifikat kepada BPN dalam memastikan bahwa tidak ada sengketa atau blokir terkait objek yang terkandung nilai-nilai Cagar Budaya tersebut. Selanjutnya, BPN sebelum menerbitkan sertifikat hak milik atas tanah serta bangunan perlu memverifikasi tanah dan bangunan yang berstatus Cagar Budaya melalui sistem Registrasi Nasional yang dimiliki oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang membawahi Direktorat Jenderal Dinas Kebudayaan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemilik baru terkait keterangan status dari objek tersebut. Melalui kolaborasi dari pihak yang saling berkaitan tersebut diharapkan dapat berjalan dengan tertib, aman, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terlebih dari itu diperlukannya perhatian khusus yang dibalut dalam bentuk Peraturan Menteri yang mengatur seccara terperinci mengenai sistem Register Nasional yang terintegrasi dengan sistem verifikasi yang dilakukan oleh BPN dalam pengecekkan status hak atas tanah dan bangunan.

Property rights as in Article 20 paragraph (1) of the UUPA basically have the same meaning as those regulated in Article 1 paragraph 7 of the Cultural Heritage Law, namely the strongest and fullest rights. Apart from that, Article 6 of the UUPA explains that all rights to land have a social function as do property rights to Cultural Heritage. However, ownership of Cultural Heritage is not the same as ownership rights over other objects in general, because ownership of Cultural Heritage objects is limited by the Cultural Heritage Law, especially regarding transfers which require permission from the Minister, governor, or regent/mayor according to their level. The transfer of rights to land and buildings which contain elements of Cultural Heritage value through legal acts of sale and purchase requires a special administrative system and involves the important role of several professions who collaborate with certain government agencies, namely Notaries, Land Deed Officials (PPAT), National Land Agency (BPN), and Directorate General of Cultural Services. Notary plays a role in compiling authentic deed which legally valid in the form of PPJB, while PPAT plays a role in making AJB after checking the suitability of the certificate with BPN to ensure that there are no disputes or blocks related to objects containing Cultural Heritage values. Furthermore, before issuing certificates of ownership of land and buildings, BPN needs to verify that land and buildings have Cultural Heritage status through the National Registration system owned by the Ministry of Education, Culture, Research and Technology which oversees the Directorate General of Cultural Services to provide legal certainty to new owners related to the status information of the object. Through the collaboration of these interrelated parties, it is hoped that it can run orderly, safely and in accordance with applicable laws and regulations. Moreover, special attention is needed which is covered in the form of a Ministerial Regulation which regulates in detail the National Register system which is integrated with the verification system carried out by BPN in checking the status of rights to land and buildings."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Aprilian
"Akta Jual Beli (AJB) dengan objek tanah semestinya dibuat dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), yang terdiri atas syarat subjektif dan objektif. Selain itu, seharusnya dalam pembuatan akta tersebut dipertimbangkan pula ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata tentang batalnya perjanjian yaitu dengan adanya cacat kehendak yang meliputi ancaman, kekhilafan, dan penipuan. Demikian pula halnya dalam jual beli dengan objek tanah yang menggunakan ketentuan yang diatur Undang-undang Nomor 5 1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam kenyataannya dijumpai AJB dengan objek tanah yang perjanjiannya mengandung cacat kehendak karena adanya penipuan. Kasus tersebut ditemukan dalam Putusan Pengadilan Negeri Kalianda Nomor: 2/PDT.G/2021/PN Kla. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis keabsahan dari AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak, selain itu menganalisis juga tanggung jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) terhadap adanya cacat kehendak dalam pembuatan AJB dengan objek tanah. Penelitian hukum ini berbentuk doktrinal yang dipaparkan secara eksplanatoris analitis untuk mengumpulkan data sekunder berupa bahan-bahan hukum melalui studi kepustakaan. Selanjutnya bahanbahan hukum tersebut dianalisis secara kualitatif. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa cacat kehendak (dalam hal ini adalah penipuan) membuat tidak terpenuhinya syarat subjektif yang berkenaan dengan kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri melalui perbuatan hukum jual beli yang dituangkan dalam AJB di hadapan PPAT sehingga akta tersebut menjadi dibatalkan oleh Hakim. Adapun terkait tanggung jawab dari PPAT dalam pembuatan AJB dengan objek tanah yang mengandung cacat kehendak adalah sebatas formalitas dari akta autentik yang dibuatnya, sedangkan berkenaan dengan kebenaran dari substansi (isi) perjanjian yang merupakan kehendak para pihak, bukan merupakan tanggung jawab PPAT.

The Deed of Sale and Purchase (AJB) involving land objects should be made in accordance with the validity requirements of an agreement as stipulated in Article 1320 of the Indonesian Civil Code (KUHPerdata), which includes both subjective and objective conditions. Furthermore, the making of such a deed should also consider the provisions of Article 1321 of the Civil Code regarding the annulment of agreements due to defects in consent, which include coercion, mistake, and fraud. Similarly, in land sale and purchase transactions governed by the provisions of Law Number 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles (UUPA), there are cases where the AJB involving land objects contains defects in consent due to fraud. Such a case was found in the decision of the Kalianda District Court Number: 2/PDT.G/2021/PN Kla. This research aims to analyze the validity of the AJB involving land objects that contain defects in consent and to analyze the responsibility of the Land Deed Official (PPAT) regarding the defects in consent in the making of the AJB involving land objects. This legal research is doctrinal, presented in an explanatory-analytical manner to collect secondary data in the form of legal materials through literature study. The legal materials are then analyzed qualitatively. The research findings indicate that defects in consent (in this case, fraud) result in the non-fulfillment of the subjective requirement regarding the agreement of the parties to bind themselves through the legal act of sale and purchase as stated in the AJB before the PPAT, thus rendering the deed annulled by the Judge. As for the responsibility of the PPAT in making the AJB involving land objects that contain defects in consent, it is limited to the formality of the authentic deed they made. However, regarding the truth of the substance (content) of the agreement, which is the will of the parties, it is not the responsibility of the PPAT."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Shabrina
"ABSTRACT
Pelepasan hak dilakukan ketika suatu subjek hukum tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah. Pelepasan hak ialah dimana satu pihak melepaskan dan satu pihak lainnya membayarkan ganti rugi maka tanahnya berubah yang awalnya terdapat status hak atas tanah menjadi tanah negara, maka perlu dilakukan permohonan hak. Dalam skripsi ini akan dibahas permasalahan mengenai beralihnya tanah negara yang dilakukan oleh PT Bintang Sampora Asri (PT BSA) dengan PT Arwiga Bhakti Propertindo (PT ABP) yang didasarkan oleh Akta Pemindahan dan Penyerahan Hak atas Tanah. Kemudian terbit izin lokasi yang dimiliki PT ABP mengingat di lokasi yang sama telah terbit izin lokasi atas nama PT BSA. Atas permasalahan diatas tersebut, skripsi ini menawarkan saran berupa perlu dibentuk aturan merinci mengenai Izin Lokasi terkait prosedur pengalihan Izin Lokasi bagi Badan Hukum yang tidak dapat melanjutkan keberlangsungan kegiatan peruntukkan tanah berdasarkan izin lokasi yang telah diterbitkan, persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan, dan waktu penyelesaian. Agar dapat diiterapkannya asas keterbukaan/transparansi bagi Badan Pertanahan Nasional. Mengenai akibat hukum bagi kreditur dan debitur, di dalam pembuatan perjanjian kredit yng baru untuk menggantikan yang lama, dinyatakan secara tegas tentang hal-hal yang berkaitan dengan isi perjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak.

ABSTRACT
Release of land rights is carried out when a legal subject does not fulfill the requirements as a land-rights holder. Release of land rights is when one party surrender and the one other party pay the compensation, then the status of land is changed from owned-land rights to state-owned land, then a rights request must be made. The discuss the matters of shifted state-owned land which is conducted by PT Bintang Sampora Asri (PT BSA) with PT Arwiga Bhakti Propertindo (PT ABP) that based by the Deed of Transfer and Assignment of Land Rights. Then published the Location Permit owned by PT ABP in mind that in the same location is already published the Location Permit in the name of PT BSA. For the matters above, this thesis presents recommendation in the form of detailed regulation about Location Permit about procedures of transferring Location Permit for Legal Entity that couldnt continue the allocation activities of land based on published Location Permit, technical requirements and administrative the required, and time completion that been published. In order to implement the principle of opened/transparanct for the National Land Agency. About the consequences of law for Creditor and Debtor, in making a new credit agreement to replace the old one, stated explicitly about the matters that related to the contents of the agreement which been agreed by both parties."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raydo Deagustama
"Tesis ini membahas peralihan hak atas tanah yang didasari pada surat kuasa menjual palsu. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan deskriptif analitis. Hasil penelitian adalah deskripsi hukum perjanjian jual beli hak atas tanah yang mengandung atas unsur kepalsuan pada dasar jual beli tersebut yaitu Akta Kuasa yang palsu, maka perjanjian tersebut batal dan terdapat penjelasan dalam Pasal 1321 dan Pasal 1449 KUH Perdata; Notaris/PPAT sebagai pejabat umum yang membuat akta autentik mengenai pertanahan dapat membantu proses pemulihan sertipikat hak atas tanah yang dibatalkan akibat jual beli yang tidak sah dengan cara melaporkan kepada Badan Pertanahan Nasional mengenai hasil putusan Peradilan Tata Usaha Negara di tingkat Kasasi. Perubahan atas pemulihan kepemilikan sertipikat hak atas tanah cukup ditulis keterangan di dalam kolom mutasi dengan memberikan keterangan "berdasarkan putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Tingkat Kasasi maka sertipikat hak atas tanah tetap milik penggugat atau kembali menjadi milik penggugat."

This thesis discusses about transition of land rights based on counterfeit selling power of attorney. This research is normative juridical research with analytical descriptive. The results of the study are the legal consequences of the sale and purchase agreement of land rights that contain elements of oversight, then the agreement is canceled and there is an explanation in Article 1321 and Article 1449 of the Civil Code; Notary/PPAT as a public official who makes authentic deeds regarding land can assist in the process of recovering certificates of land rights that have been canceled due to illegal sale by reporting to the National Land Agency regarding the results of the decision of the State Administrative Court at the Cassation level. Changes to the restoration of ownership certificates of land rights are simply written in the mutation column by providing a statement based on the decision of the Cassation Court of the State Administrative Court, the certificate of the right to the land belongs to the plaintiff or returned to the plaintiff."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T54270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Archam
"Indonesia setelah ditinggalkan oleh penjajah memiliki ungang-undanga yang mengatur bidang pertanahan yaitu Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria kemudian di tahun 1997 lahir Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Kedua peraturan perundang- undangan tersebut diciptakan untuk melindungi dan menjamin kepada rakyat khususnya bagi pemegang hak atas tanah agar status kepemilikan atas tanah tidak tumpang tindih atau terjadi perselisihan /sengketa. Namun kenyataannya yang terjadi di masyarakat banyak sengketa pertanahan khususnya menyangkut kepemilikan baik itu menyangkut identitas pemelik maupun letak dan lokasi tanah. Yang lebih serng terjadi di masyarakat adalah menyangkut identitas pemilik hak atas tanah. Berdasarkan itu Penulis tertarik terhadap study kasus yang dialami oleh MIRSAD SUDARGO di Pengadilan Negeri Cibinong dan YANDIH S di Pengadilan Negeri Tngerang masing-masing terjadi pada tahun 2006, untuk dijadikan sebagai bahan tesis ini. Dalam kedua kasus tersebut diatas kepemilikan hak atas tanah beralih kepada orang lain tanpa diketahui oleh pemiliknya atau si pembeli tanah. Bagaimanan hal itu bisa terjadi? Mengapa Undang-undang Nomor : 5 tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah Nomor : 24 tahun 1997 tidak bisa melindungi pemegang hak atas tanah. Berdasarkan literatur dan sumber-sumber yang Penulis peroleh dilapangan, Penulis bermaksud memberikan suatu ide atau usulan yang dituangkan dalam tesis ini yang memungkinkan untuk bisa dilaksanakan dengan harapan sengketa kepemilikan hak atas tanah dapat berkurang dimasa-masa yang akan datang.

After being left by colonialist, Indonesia has a law provision regulating the area of land, namely Law Number 5 of 1960 on Basic Agrarian Law; furthermore in 1997 the Government issued a Government Regulation Number 24 of 1997 on Land Registration. Both laws were provided to give protection and assurance for the people, particularly the holders of land rights, so that the status of land ownership will not overlap an resulting in conflicts / disputes. But it turns out that many land disputes occur in society, particularly those pertaining to the ownership, both related to the identity of the owner and the location of the land. The most common problem on society is related to the identity of the owner of land rights. Accordingly, the Author was interested in case studies which were experienced by MIRSAD SUDARGO in Cibinong District Court and YANDIH S in Tangerang District Court, took place in 2006 respectively to be used as the materials of this thesis. In both cases, the ownership of land rights had been transferred to another person without being noticed by the owner or those who bought the land. How did it happen? Why the Law Number 5 of 1960 and Government Regulation Number 24 of 1997 could not protect the holders of land rights. Based on literatures and other sources that obained by the Author from the field, the Author intends to give an idea or suggestions as provided in this thesis which might be implemented, with the hope that land ownership disputes can be reduce in the future."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31496
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Adi Putera
Bandung: Mandar Maju, 1990
346.04 PAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Parlindungan, Adi Putera
Bandung: Mandar Maju, 1994
346.04 PAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Sahat H.M. Tua
"Pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia mulai pertengahan 1997 daya beli masyarakat untuk membeli tanah beserta bangunan yang didirikan di atas tanah yang dibeli menurun disebabkan melambung tingginya harga bahan-bahan bangunan. Menghadapi krisis ekonomi saat itu, Menteri Negara Perumahan Dan Pemukiman Republik Indonesia menerbitkan surat yang memungkinkan badan usaha di bidang pembangunan perumahan dan permukinan dapat menjual kaveling tanah matang ukuran.
Kemungkinan tersebut dapat menimbulkan berbagai permasalahan seperti kemungkinan batal atau dapat dibatalkan Surat Pengikatan Jual Beli yang dilakukan antara Badan Usaha di bidang pembangunan perumahan dengan pembeli yang telah lewat waktu tidak mendirikan bangunan di atas tanah yang dibeli. Demikian juga mengenai perlindungan hukum bagi pembeli apabila pada saat masa berlaku Hak Guna Bangunan berakhir pendaftarannya belum dilaksanakan.
Sehubungan dengan permasalahan di atas telah dilakukan penelitian yuridis-normatif dengan tipe penelitian eksplanatoris-fact finding menggunakan data sekunder yang meliputi bahan hukum Primer dan bahan hukum Sekunder dengan analisis metode kualitatif sehingga hasil penelitian bersifat eksplanatoris-analitis.
Pada saat terjadinya pengikatan jual beli kavling tanah matang berlangsung atas adanya kebutuhan yang sama antara badan usaha pengembang perumahan dan permukiman sebagai penjual yang membutuhkan dana dengan menjual kavling tanah matang kepada masyarakat dan pembeli yang menginginkankan memiliki kavling tanah matang. Hal itu melahirkan kewajiban untuk melindungi kepentingan pembeli sebagai calon pemegang hak atas tanah yang baru. Berkaitan dengan perlindungan hukum bagi para pembeli apabila pada saat masa berlaku Hak Guna Bangunan berakhir pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dibelinya belum dilaksanakan, mengingat proses penandatanganan akta jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah belum terlaksana, pembeli belum dapat menjadi pihak yang berhak mengajukan permohonan perpanjangan masa"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T36876
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Siswanto
"Analisis yang dilakukan dalam penulisan ini adalah mengenai penguasaan Hak Milik oleh Warga Negara Asing berdasarkan "Nominee Arrangeraent". Persoalan muncul karena Hak Milik bukanlah hak yang dapat dikuasai oleh Warga Negara Asing tapi Warga Negara Asing tersebut tetap ingin menguasai Hak Milik. Maka dibuatlah "Nominee Arrangement" agar Warga Negara Asing bisa menguasai Hak Milik. Yang menjadi pokok permasalahan adalah Bagaimanakah hukum di Indonesia menyelesaikan sengketa tanah yang terjadi karena penguasaan tanah Hak Milik oleh Warga Negara Asing berdasarkan "Nominee Arrangement" dan Apakah Putusan Mahkamah Agung Nomor 2236 K/Pdt/2004 dalam memutus sengketa tersebut sudah benar. Untuk menjawab permasalahan hukum dalam kasus yang dimaksud maka dilakukan penelitian normati£ yang bersifat deskriptif analitis untuk menggambarkan teori-teori hukum dalam praktek dan pelaksanaannya berkenaan dengan permasalahan yang ada.
Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa penyelesaian sengketa apabila ada warga Negara asing yang memiliki Hak Milik berdasrkan "Nominee Arrangement" menurut hukum di Indonesia adalah cacat hukum oleh karena itu dapat dibatalkan. Putusan Mahkamah Agung Nomor 2236 K/Pdt/2004 sudah tepat, karena perbuatan hukum pemindahan Hak Milik berdasarkan "Nominee Arrangement" adalah cacat hukum dan karenanya dibatalkan oleh putusan pengadilan."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37602
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Lourdesta Febriana
"ABSTRAK
Praktek jual beli yang dilakukan dengan menggunakan akta di bawah tangan yang dilegalisasi menyebabkan dilanggarnya ketentuan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang mengatur bahwa peralihan ha katas tanah harus dibuktikan dengan akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Akta Tanah. Salah satu kasus terjadi pada P yang membeli sebidang tanah dari PT G yang dibuktikan dengan akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris X. Hal ini menyebabkan P kehilangan haknya. Oleh sebab itu, bagaimana pelaksanaan peralihan hak atas tanah dengan akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris yang masuk ke dalam boedel pailit. Bagaimana tanggung jawab Notaris terhadap pelaksanaan peralihan ha katas tanah dengan akta di bawah tangan yang dilegalisasi oleh Notaris yang masuk ke dalam boedel pailit. Penelitian ini  menggunakan metode penelitian yuridis normatif, tipologi penelitian deskriptif, dengan jenis data sekunder, berupa bahan hukum promer, sekunder, dan tersier, serta alat pengumpulan data menggunakan studi dokumen, dengan metode analisa data kualitatif dan hasil penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian, yaitu jual beli yang dilakukan dengan akta di bawah tangan yang dilegalisasi adalah tidak sah. Notaris juga memiliki tanggung jawab jabatan untuk menjaga kestabilan hukum dan menjamin terciptanya kepastian hukum dengan melakukan penyuluhan hukum.

ABSTRACT
It is common in Indonesia where sell-purchase activity is done under the privately made deeds signed before and attested by notary. This shows a violation which subsequently regulated in the Government Regulation Number 24 of 1997, regarding Land Registration, which stipulates that the sale of land must be proven by a deed made by and in front of the Land Drafting Officer (PPAT), as based on Article 37 paragraph (1) PP No. 24/1997. For example,  P who bought some property from PT. G has a privately made deed signed before and attested by notary X, will cause her to lose her right as an owner. Therefore, it is needed to understand the application as well as the implementation of the land use right transfer under the private deed signed by notary who gets involve with the boedel pailit. This research contains of the normative legal research which uses the law as foundation of norm, the author describes the case, seek, and process a variety of data from the document study to generate a report of research findings. The specifications of this study are descriptive analysts, because this study is expected to obtain data that clearly illustrate what is discussed in this research. While the data obtained from this research will be analyzed using qualitative methods, namely analysis of data without using statistical formulas because the data used are not in the form of numbers. Thus, what is used is only by logical explanation of the sentence based on the rules and opinions of experts. The results showed that the sell-purchase activity which privately made deed signed before and attested by notary is illegal. Furthermore, the notary has responsibilities to maintain and to ensure the concept of legal certainty by conducting legal counseling."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>