Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 147718 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Stella Inarma
"Penelitian ini menganalisis bagaimana pertimbangan hukum yang menolak dan mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama sebelum diterbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2023 (“SEMA No. 2 Tahun 2023”) serta kedudukan SEMA No. 2 Tahun 2023 terhadap permohonan pencatatan perkawinan beda agama. Penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Pencatatan perkawinan sahnya perkawinan tidak lepas dari syarat sah menurut agama (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan). Sedangkan, Pasal 35 huruf a Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan menyatakan bahwa pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan. Ketentuan ini telah memberi kesempatan adanya penetapan perkawinan beda agama yang kontradiktif dengan Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan. Kemudian lahirlah perbedaan keputusan hakim dalam menentukan permohonan perkawinan beda agama. Sebagian pertimbangan hukum menganggap bahwa perkawinan beda agama tidak sah untuk dilakukan dengan berdasar pada Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan. Di sisi lain, pertimbangan hukum yang digunakan adalah pertimbangan hukum yang digunakan adalah pasal-pasal yang mensiratkan tidak adanya larangan atas dilakukannya perkawinan beda agama. Kedudukan SEMA No. 2 Tahun 2023 tidak dapat berlaku surut membuat status perkawinan beda agama yang dilangsungkan sebelum diterbitkannya SEMA No. 2 Tahun 2023 tetap mendapatkan hak sebagaimana mestinya. SEMA No. 2 Tahun 2023 menjadi jawaban dari adanya kekosongan dan ketidakpastian hukum terkait aturan perkawinan beda agama di Indonesia. Meskipun hierarki SEMA dalam peraturan perundang-undangan masih belum jelas, namun SEMA No. 2 Tahun 2023 tetap dapat dijadikan pedoman bagi hakim untuk tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama.

This study analyzes how legal considerations reject and grant applications for registration of interfaith marriages before the issuance of Supreme Court Circular Letter Number 2 of 2023 ("SEMA No. 2 of 2023") and the position of SEMA No. 2 of 2023 regarding applications for registration of interfaith marriages. This study was compiled using a doctrinal research method. Registration of a valid marriage cannot be separated from the requirements for validity according to religion (Article 2 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 concerning Marriage). Meanwhile, Article 35 letter a of Law No. 23 of 2006 concerning Population Administration states that registration of marriages also applies to marriages determined by the Court. This provision has provided an opportunity for the determination of interfaith marriages that contradict Article 2 of the Marriage Law. Then there was a difference in the judge's decision in determining applications for interfaith marriages. Some legal considerations consider that interfaith marriages are not valid to be carried out based on Article 2 paragraph 1 of the Marriage Law. On the other hand, the legal considerations used are the legal considerations used are the articles that imply that there is no prohibition on interfaith marriages. The position of SEMA No. 2 of 2023 cannot be applied retroactively, making the status of interfaith marriages that took place before the issuance of SEMA No. 2 of 2023 still get the rights as they should. SEMA No. 2 of 2023 is the answer to the legal vacuum and uncertainty regarding the rules on interfaith marriages in Indonesia. Although the hierarchy of SEMA in the laws and regulations is still unclear, SEMA No. 2 of 2023 can still be used as a guideline for judges not to grant requests for registration of interfaith marriages."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devika Hadianti Deliana
"Selama ini, perkawinan beda agama memiliki kekosongan hukum sebab tidak ada peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur secara tegas mengenai perkawinan tersebut. Sahnya perkawinan menurut Pasal 2 UU Perkawinan dikembalikan kepada agama masing-masing mempelai. Namun, dari keenam agama di Indonesia tidak ada yang menyarankan umatnya untuk menikah dengan pasangan yang berbeda agama. Pasal 35 UU Adminduk juga hanya mengatur secara administrasi bahwa perkawinan tersebut dapat dicatatkan. Kekosongan hukum ini terus berlanjut hingga Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA 2/2023 yang berisi larangan bagi hakim untuk mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan beda agama. Dalam skripsi ini, Penulis membahas bagaimana keterikatan SEMA 2/2023 kepada hakim dan apa yang terjadi jika hakim melanggar aturan tersebut. Penulis juga membahas bagimana pengaturan perkawinan beda agama di Indonesia baik sebelum maupun setelah SEMA 2/2023 berlaku. Penelitian ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal. Pada penelitian ini, Penulis juga melakukan analisis perbandingan terhadap dua penetapan, yaitu Penetapan Nomor 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr dan Penetapan Nomor 40/Pdt.P/2024/Pn Wgp yang diputus dengan amar penetapan berbeda. Penetapan Nomor 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr amarnya adalah kabul sedangkan   pada Penetapan Nomor 40/Pdt.P/2024/Pn Wgp, hakim memutuskan untuk menolak. Penulis menganalisis pertimbangan hakim yang digunakan pada masing-masing penetapan dan  mengaitkannya dengan SEMA 2/2023 mengingat kedua perkara tersebut terjadi setelah SEMA 2/2023 diundangkan. Terhadap Penetapan Nomor 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr, pertimbangan hakim tidak menyebutkan aturan agama atau pandangan dari tokoh keagamaan dalam memandang perkawinan beda agama Para Pemohon serta tidak menghiraukan kehadiran SEMA 2/2023. Sedangkan pada Penetapan Nomor 40/Pdt.P/2024/Pn Wgp, pertimbangan hakim telah didasarkan pada aturan agama Para Pemohon dan SEMA 2/2023.

Interfaith marriages  has long faced  a legal vacuum in Indonesia due to the absence of  explicit statutory regulations governing such marriages. The validity of a marriage, according to Article 2 of the Marriage Law, is referred back to the perspective religions of the spouses. However, none of the six recognized religions in Indonesia recommend their followers to marry someone of a different faith. Article 35 of the  Civil Registration Law only administratively regulates that such marriages can be registered. This legal vacuum, persisted until the Supreme Court issued Circular Letter (SEMA) 2/2023, which  prohibits judges from granting applications for the registration of interfaith marriages. This thesis discusses the binding force of SEMA 2/2023 on judges and the consequences if a judge violates this rule. The authors also discusses how interfaith marriage is regulated in Indonesia, both before and after the implementation of SEMA 2/2023. This research employs a doctrinal research method. In this study, The Author also conducts a comparative analysis of two court rulings, namely Ruling Number 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr and Ruling Number 40/Pdt.P/2024/Pn Wgp, which were decided with different stipulations. Ruling Number 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr granted the petition, while Ruling Number 40/Pdt.P/2024/Pn Wgp, the judge decided to reject the petition.  The author analyzes the judges’ considerations used in each ruling and connects them to SEMA 2/2023, considering both cases occurred after SEMA 2-2023 was promulgated. Regarding Ruling Number 423/Pdt.P/2023/Pn Jkt.Utr, the judge’s considerations were not mentioned on religious rules or views from religious figures in viewing interfaith marriages of the Petitioners and disregarded the existence of SEMA 2/2023. Meanwhile, in Ruling Number 40/Pdt.P/2024/Pn Wgp, the judge’s considerations were based on the religious rules of the Petitioners and SEMA 2/2023."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2025
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Noval Pahlevi
"Mengenai perkawinan beda agama tidak diatur secara jelas, yang mana UU Perkawinan sendiri mengembalikan lagi kepada agama dan kepercayaannya masing-masing yang hendak melaksanakan perkawinan. Mayoritas agama yang diakui di Indonesia sendiri melarang perkawinan beda agama, namun perkawinan beda agama masih marak terjadi, setidaknya sampai sebelum terbitnya SEMA 2/2023 yang isinya melarang Hakim untuk mengabulkan permohonan pencatatan yang didaftarkan ke pengadilan. Dalam skripsi ini, Penulis membahas mengenai pengaturan perkawinan beda agama sebelum dan sesudah keluarnya SEMA 2/2023. Untuk mendukung pembahasan, Penulis melakukan analisis terhadap Penetapan Nomor 423/Pdt.P/2023/PN.Jkt.Utr terkait dengan permohonan perkawinan yang dikabulkan setelah keluarnya SEMA 2/2023. Penulis menggunakan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis agar dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang Penulis angkat dalam penelitian ini. Dari penelitian ini bisa disimpulkan bahwa SEMA 2/2023 tidak mengatur juga secara jelas bahwa perkawinan beda agama karena kembali lagi kepada UU Perkawinan, yang jelas adalah bahwa Hakim dilarang untuk mengabulkan permohonan yang diajukan ke pengadilan untuk tujuan kepastian hukum. Oleh karena itu, menurut Penulis perkawinan beda agama sebaiknya dihindari karena dari segi pencatatannya rumit, terlebih setelah terbitnya SEMA 2/2023.

Regarding interfaith marriages, the Marriage Law itself returns to the religion and beliefs of each person who wants to get married. The majority of recognized religions in Indonesia prohibit interfaith marriages, but interfaith marriages were still rampant, at least until the issuance of SEMA 2/2023, which prohibits judges from granting applications for registration registered with the court. In this thesis, the author discusses the regulation of interfaith marriages before and after the issuance of SEMA 2/2023. To support the discussion, the author analyzes Stipulation Number 423/Pdt.P/2023/PN.Jkt.Utr related to the marriage application granted after the issuance of SEMA 2/2023. The author uses normative juridical research which is descriptive analytical in order to find answers to the problems that the author raises in this study. From this research, it can be concluded that SEMA 2/2023 does not clearly regulate interfaith marriages because it returns to the Marriage Law, what is clear is that Judges are prohibited from granting applications submitted to the court for the purpose of legal certainty. Therefore, according to the author, interfaith marriages should be avoided due to the complexity of recording, especially after the issuance of SEMA 2/2023."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anisya Ramdlonaning
"Over kapasitas Lapas di Indonesia menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Data Kemenkumham bahwa 51% penghuninya adalah kasus narkotika dan 90% dari kasus narkotika tersebut hanya penyalah guna narkotika bagi diri sendiri. Pemidanaan merupakan hasil dari peradilan pidana. Dalam peradilan pidana terdiri dari penyidik, JPU dan hakim sebagai aparat penegak hukum (APH). Dalam penelitian ini akan menganalis implementasi ambang batas dan persyaratan rehabilitasi bagi penyalah guna narkotika yang tertuang dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2010. Jenis penelitian kualitatif dengan tipe penelitian analisis kebijakan menggunakan metode Multiple Perspective Analysis yang mengambil 3 perspektif yaitu dari kebijakan publik (UU Narkotika dan SEMA Nomor 4 Tahun 2010), Pelaku Kebijakan (penyidik,jaksa dan hakim) dan lingkungan kebijakan (dampak implementasi). Hasil penelitian bahwa ambang batas bukanlah tolak ukur APH dalam melakukan pemidanaan/rehabilitasi. Akan tetapi semua penyalah guna berapapun barang buktinya akan ditangkap. APH baik penyidik, jaksa dan hakim tidak melaksanakan perintah UU Narkotika dan SEMA Nomor 4 Tahun 2010 yaitu merehabilitasi penyalah guna narkotika bagi diri sendiri. Adanya kewenangan yang besar yang diberikan kepada penyidik untuk dapat menempatkan penyalah guna ke tempat rehabilitasi akan tetapi tidak dilaksanakan. Justru terjadi penyalahgunaan kewenangan dengan menangkap dan menahan penyalah guna narkotika bagi diri sendiri. Selain itu JPU meneruskan dengan menggunakan pasal pengedar didalam UU Narkotika (pasal 112) untuk semua penyalah guna agar bisa ditahan. Dan hakim tidak ada yang berani memutus rehabilitasi apabila JPU tidak menuntut rehabilitasi. Hakim sebagai penerjemah keadilan didalam masyarakat pada akhirnya juga tidak melaksanakan kewajibannya (pasal 127 ayat 2) dan kewenangannya (pasal 103). Tidak adanya kolaboratif diantara APH dalam sistem peradilan pidana yang seharusnya terpadu. APH memiliki pemahaman dan kepentingan sendiri. Filosofis tujuan dibentuknya UU Narkotika dan SEMA Nomor 4 tahun 2010 yaitu kesehatan untuk penyalah guna tidak dilaksanakan. Sedangkan putusan yang muaranya di pengadilan nyatanya bergantung dari pemberkasan, penyidikan di kepolisian dan kejaksaan.

Over-capacity of prisons in Indonesia is an unresolved problem. Data from the Ministry of Law and Human Rights shows that 51% of residents are narcotics cases and 90% of these narcotics cases are only narcotics abusers for themselves. Punishment is the result of criminal justice. In criminal justice, it consists of investigators, prosecutors and judges as law enforcement officers (APH). This research will analyze the implementation of thresholds and rehabilitation requirements for narcotics abusers as stipulated in SEMA Number 4 of 2010. This type of qualitative research with the type of policy analysis research uses the Multiple Perspective Analysis method which takes 3 perspectives, namely from public policy (Narcotics Law and SEMA Number 4 of 2010), Policy Actors (investigators, prosecutors and judges) and the policy environment (implementation impact). The results of the study show that the threshold is not a benchmark for APH in carrying out punishment/rehabilitation. However, all abusers regardless of the evidence will be arrested. APH, both investigators, prosecutors and judges, did not carry out the orders of the Narcotics Law and SEMA Number 4 of 2010, namely to rehabilitate narcotics abusers for themselves. There is great authority given to investigators to be able to place abusers in rehabilitation places, but this is not implemented. In fact, there is abuse of authority by arresting and detaining narcotics abusers for themselves. In addition, the prosecutor continued to use the drug dealer article in the Narcotics Law (Article 112) for all drug users to be arrested. And no judge has the courage to decide on rehabilitation if the prosecutor does not demand rehabilitation. Judges as interpreters of justice in society ultimately do not carry out their obligations (article 127 paragraph 2) and their authority (article 103). There is no collaboration between APHs in the criminal justice system which should be integrated. APH has its own understanding and interests. The philosophical aim of establishing the Narcotics Law and SEMA Number 4 of 2010, namely health care for abusers, was not implemented. Meanwhile, decisions that end in court depend on filings, investigations by the police and the prosecutor's office."
Jakarta: Sekolah Kajian dan Stratejik Global Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hezekiel Melanthon Sumantoro
"Kepailitan terhadap developer apartemen banyak menimbulkan pro dan kontra karena dinilai merugikan konsumen yang hanya menjadi Kreditor konkuren. Pada akhir 2023, Mahkamah Agung mengeluarkan SEMA 3/2023 yang mana salah satu isinya adalah menyatakan pembuktian perkara pailit dan PKPU terhadap developer apartemen tidak dapat dibuktikan secara sederhana sebagaimana dalam Pasal 8 ayat (4) UUKPKPU. Dalam skripsi ini, Penulis membahas mengenai ketentuan pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU terhadap developer apartemen pada SEMA 3/2023 dengan menganalisisnya dari segi UUKPKPU dan Hukum Kepailitan secara umum serta dikaitkan berdasarkan kasus-kasus kepailitan dan PKPU yang terjadi terhadap developer apartemen. Skripsi ini juga menganalisis SEMA 3/2023 sebagai sebuah peraturan dan keberlakuannya dalam perkara kepailitan dan PKPU. Penulis menggunakan penelitian dalam bentuk yuridis normatif yang bersifat deskriptif analitis untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang Penulis temukan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa SEMA 3/2023 yang mengatur mengenai pembuktian tidak sederhana pada perkara kepailitan dan PKPU terhadap developer apartemen bertentangan dengan UUKPKPU serta Hukum Kepailitan secara umum. SEMA 3/2023 juga telah melanggar prinsip kebebasan hakim dalam memutus suatu perkara sebagaimana dalam UUKH dan UUMA. Kehadiran SEMA 3/2023 bukanlah solusi bagi penyelesaian atas kerugian konsumen ketika developer apartemen pailit, melainkan hanya menambah masalah baru akibat upaya hukum bagi Kreditor, baik konsumen maupun non-konsumen, serta Debitor itu sendiri dibatasi. Selain itu, kehadiran SEMA 3/2023 dapat menimbulkan disparitas putusan terhadap developer apartemen yang akan menimbulkan ruang abu-abu atas parameter dari pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan dan PKPU, khususnya terhadap developer apartemen. Penulis berkesimpulan bahwa untuk melindungi konsumen yang mengalami kerugian akibat developer apartemen pailit bukan dengan cara membuat developer apartemen tersebut tidak dapat pailit atau PKPU, melainkan mengatur perihal mekanisme khusus atas permohonan pailit dan PKPU terhadap developer apartemen atau pengaturan mengenai perlindungan konsumen selama proses kepailitan, khususnya dengan memperhatikan hak-hak konsumen sebagaimana dalam UUPK.

Bankruptcy against apartment developers has raised many pros and cons because it’s considered detrimental to consumers who are only concurrent Creditors. At the end of 2023. The Supreme Court issued SEMA 3/2023 which one of the contents is to state that the evidentiary of bankruptcy and PKPU cases against apartment developers cannot be proven simply as in Article 8 paragraph (4) UUKPKPU. In this thesis, the author discusses the provision of non-simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases against apartment developers in SEMA 3/2023 by analyzing it in terms of UUKPKPU and Bankruptcy Law in general, and also related based on bankruptcy and PKPU cases that occurred against apartment developers. This thesis also analyzes SEMA 3/2023 as a regulation and its applicability in bankruptcy and PKPU cases. The author employs normative juridical research with descriptive-analytical characteristics to address the issues found. The results research indicate that SEMA 3/2023, which regulates non-simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases against apartment developers contradicts with UUKPKPU and Bankruptcy Law in general. SEMA 3/2023 has also violated the principle of freedom of judges in deciding a case as stipulated in UUKH and UUMA. The presence of SEMA 3/2023 is not a solution to the losses suffered by consumers when an apartment developers goes bankruptcy, rather, it creates new problems by limiting the legal recourse available to Creditors, both consumers and non-consumers, as well as the Debtor it self. Furthermore, the presence of SEMA 3/2023 may lead to disparity in decisions against apartment developers which will create a gray area over the parameters of simple evidentiary in bankruptcy and PKPU cases, especially against apartment developers. The author concludes that to protect consumers who have suffered losses due to bankruptcy of apartment developers is not by making the apartment developer unable to file for bankruptcy or PKPU, but by regulating a special mechanism for bankruptcy and PKPU petition against apartment developers or regulating consumer protection during the bankruptcy process, especially by paying attention to consumer rights as outlined in UUPK."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Hukum-MA, 1979
347.01 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Dep. Hukum-MA RI, 1986
347.01 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Adillah Yuswanti
"Perkawinan tidak tercatat ialah perkawinan yang secara material telah memenuhi ketentuan sesuai dengan maksud Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan tetapi tidak memenuhi ketentuan ayat 2 Pasal tersebut jo Pasal 10 ayat 3 PP Nomor 9 Tahun 1975. Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, maka administrasi kependudukan yang di dalamnya mengatur mengenai pencatatan sipil diharapkan dapat memberikan pemenuhan hak administratif seperti pelayanan publik serta perlindungan yang berhubungan dengan dokumen kependudukan tanpa adanya perlakuan yang diskriminatif. Dalam konteks pencatatan perkawinan, banyak istilah yang digunakan untuk menunjuk sebuah perkawinan yang tidak tercatat, ada yang menyebut kawin di bawah tangan, kawin siri, kawin modin, dan kerap pula disebut kawin kiyai.
Metode yang digunakan adalah yuridis empiris, yaitu suatu penelitian disamping melihat aspek hukum positif juga melihat pada penerapannya atau praktek di lapangan. Banyak perdebatan mengenai hal tersebut karena mengakibatkan disahkan atau tidak perkawinan oleh Para Pihal yang melakukan perkawinan beda agama. Dalam kasus yang telah ditetapkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Bogor, terdapat dua penetapan yang berbeda mengenai permohonan pencatatan perkawinan beda agama.
Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif kualitatif, yaitu setelah data terkumpul kemudian dituangkan dalam bentuk uraian logis dan sistematis, selanjutnya dianalisis untuk memperoleh kejelasan penyelesaian masalah, kemudian ditarik kesimpulan secara deduktif, yaitu dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat khusus.
Berdasarkan penelitian dari kedua putusan hakim, diperoleh hasil bahwa Penulis lebih menyetujui Penetapan Hakim Nomor 111/Pdt.P/PN.Bgr, karena UU 1/1974 tidak secara tegas mengatur perkawinan beda agama, Pasal 35 huruf a dapat dijadikan sebagai pemenuhan secara administratif dalam hal pencatatan perkawinan.

Marriage not registered is marriage has materially complied with in accordance with the intent of Article 2 paragraph 1 of Marriage Act, but does not meet the provisions of paragraph 2 of that Article in conjunction with Article 10, paragraph 3 PP No. 9 of 1975. With the enactment of Law No. 23 of 2006, the population administration in which governs the civil registry is expected to provide the fulfillment of administrative rights as well as the protection of public services related to civil documents without discrimination. In the context of the registration of marriages, many terms used to designate a marriage that is not listed, there is a mention under the hand marriage, marriage siri, married muezzin, and often also called marriage Kyai.
The method used is empirical juridical, is a study in addition to seeing the positive aspects of the law also look at the implementation or practice in the field. A lot of debate about that because lead was passed or not marriage by the pihal who perform interfaith marriage. In cases that have been set by District Court Judge Bogor, there are two different determination regarding listing application interfaith marriage.
The data analysis technique used is descriptive qualitative, ie after the data collected is then poured in the form of a logical and systematic description, then analyzed to obtain clarity problem solving, then the conclusions drawn deductively, from things that are common to the things that are special.
Based on the research of both the judge's ruling, the result that the author is approved Determination Judge No. 111 / Pdt.P / PN.Bgr, because the Law 1/1974 does not expressly regulate interfaith marriage, Article 35 letter a can be used as an administrative compliance in terms of registration of marriages.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T42908
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Nailil Muna Dinura
"Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah menerbitkan Surat Edaran Kepala BPOM Nomor 5 Tahun 2023 tentang Pedoman Kualifikasi Pemasok Bahan Obat. Tujuan tugas khusus ini bertujuan untuk menganalisis kesenjangan (GAP) antara kualifikasi pemasok bahan obat menurut Surat Edaran Kepala BPOM Nomor 5 Tahun 2023 dan prosedur tetap di PT. CKD Otto Pharmaceuticals. Metode yang digunakan dalam pembuatan tugas khusus ini adalah metode observasional dengan design Cohort. Data diambil secara konkrit terhadap data sekunder yaitu data Standar Operasional atau Peraturan Tetap PT CKD OTTO Pharmaceuticals. Pada proses pengambilan data dilakukan dengan metode total sampling. Kemudian hasil disajikan secara deskriptif. Hasil yang diperoleh dari hasil gap analysis setelah dibandingkan dengan standar operasional prosedur (SOP) yang berlaku adalah secara keseluruhan PT CKD OTTO Pharmaceuticals sudah memenuhi atau sesuai dengan surat edaran Kepala BPOM nomor 5 tahun 2023 Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker di Industri PT CKD OTTO Pharmaceuticals yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa seluruh aspek pada Standar Operasional (SOP) PT. CKD OTTO Pharmacheuticals telah sesuai dengan Surat Edaran Kepala BPOM nomor 5 tahun 2023 terkait kualifikasi pemasok bahan baku obat.

The Food and Drug Supervisory Agency (BPOM) has issued Circular Letter from the Head of BPOM Number 5 of 2023 concerning Qualification Guidelines for Suppliers of Medicinal Ingredients. The purpose of this special assignment aims to analyze the gap (GAP) between the qualifications of medicinal ingredient suppliers according to the Circular Letter of the Head of BPOM Number 5 of 2023 and the permanent procedures at PT. CKD Otto Pharmaceuticals. The method used in making this special assignment was an observational method with a cohort design. Data was taken concretely from secondary data, namely data on Operational Standards or Permanent Regulations of PT CKD OTTO Pharmaceuticals. The data collection process was carried out using the total sampling method. Then the results are presented descriptively. The results obtained from the gap analysis results after being compared with the applicable standard operating procedures (SOP) are that overall PT CKD OTTO Pharmaceuticals has complied with or complies with circular letter from the Head of BPOM number 5 of 2023. Based on the results of Pharmacist Professional Work Practices in PT CKD OTTO Pharmaceuticals Industry What has been done can be concluded that all aspects of PT's Operational Standards (SOP). CKD OTTO Pharmacheuticals is in accordance with the Circular Letter of the Head of BPOM number 5 of 2023 regarding the qualifications of suppliers of medicinal raw materials

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>