Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 180837 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Intan Cantik Binar Nurani
"Tulisan ini menganalisis pengaturan Unit Karbon sebagai Efek dalam praktik perdagangan karbon di Indonesia dengan melihat karakteristik yang melekat pada Unit Karbon dan bagaimana Unit Karbon diperlakukan di praktiknya. Tulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal untuk mengumpulkan data. Pada dasarnya, Unit Karbon sebagai Efek telah ditetapkan secara Undang-Undang, namun apabila dilihat dari segi karakteristik antara Unit Karbon dan Efek keduanya memiliki persamaan, yaitu dapat dialihkan, dapat diperdagangkan, dan melekat sebuah hak. Meskipun demikian, ada perbedaan antara Unit Karbon dan Efek, yaitu tidak adanya hak kebendaan jaminan yang melekat pada Unit Karbon. Sifat Unit Karbon yang berbeda dengan Efek, menjadikan Unit Karbon dalam praktiknya tidak dapat diperlakukan sama dengan Efek secara keseluruhan. Selain itu, Unit Karbon dan Efek juga memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda dalam praktiknya, dimana Unit Karbon lebih seperti biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk memenuhi kewajiban pengurangan emisi dan melakukan pengimbangan emisi, sedangkan Efek memiliki kegunaan sebagai instrumen investasi.

This research was conducted to analyze the regulation of Carbon Units as securities on the carbon trading practices in Indonesia by looking at the inherent characteristics of carbon units and how Carbon Units are treated in practice. This research utilizes the doctrinal research method to collect data. Carbon Units as securities have been defined by law, however, when comparing the features of Carbon Units and securities, they are similar in that they are both transferable, tradable, and attached with rights. However, there are some differences between Carbon Units and securities, particularly regarding the attached security rights on Carbon Units. The nature of Carbon Units, which are different from securities, means that in practice, Carbon Units cannot overall be treated in the same way as securities. In addition, Carbon Units and securities also have different purposes, where Carbon Units resemble expenses that companies must bear to meet their emission reduction commitments and offset their emissions, while securities are used as an investment instrument."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Indra Dewan Tara
"Tulisan ini menganalisis tentang permasalahan dan pencegahan permasalahan dalam pelaksanaan bursa karbon di Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Permasalahan dalam pelaksanaan bursa karbon dapat meliputi permasalahan seperti yang terjadi dalam pasar modal pada umumnya, seperti manipulasi pasar dan penipuan. Manipulasi pasar dapat terjadi dalam pelaksanaan transaksi bursa karbon, contohnya painting the tape, cornering the market, dan marking the close. Kemudian pfvenipuan dapat terjadi dalam penerbitan unit karbon PTBAE-PU dan SPE- GRK. Selain itu, permasalahan khusus bursa karbon seperti yang di alami negara yang lebih dahulu menjalankan bursa karbon dapat dimungkinkan terjadi juga dalam pelaksanaan bursa karbon di Indonesia, seperti greenwashing, double counting, penipuan, dan kejahatan komputer yaitu peretasan komputer untuk mencuri kredit karbon. Kerangka hukum dalam pencegahan permasalahan-permasalahan tersebut dapat diketahui dari UU Pasar Modal sebagaimana telah diubah oleh UU PPSK dan Peraturan Bursa Efek Indonesia, yang melarang tindakan manipulasi pasar dan penipuan. Perpres 98/2021, Pemerintah mensyaratkan adanya pihak ketiga independen selaku verifikator maupun validator. Selain itu, pihak yang melakukan penipuan dapat dibekukan maupun dicabut akreditasinya oleh lembaga KAN. Permasalahan greenwashing pencegahannya melalui UU Perlindungan konsumen yang mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang barang dan jasa yang ditawarkan. Permasalahan penghitungan ganda pencegahannya melalui pencatatan unit karbon pada SRN PPI sebelum ditransaksikan, selain itu adanya kewajiban pelaporan yang ketat oleh pelaku usaha. Terakhir, permasalahan peretasan komputer untuk mencuri kredit karbon, pencegahannya dapat diketahui dengan adanya perjanjian antara PBK dan Kustodian Sentral Efek Indonesia, dimana KSEI memiliki fungsi sebagai jasa penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek serta menerapkan teknologi keamanan seperti enkripsi data, sistem otentikasi yang kuat, dan pemantauan aktivitas yang mencurigakan.

This paper analyses the issues and preventive measures related to the implementation of a carbon exchange in Indonesia. This paper employs doctrinal legal research. The challenges in operating a carbon exchange may include issues similar to those in conventional capital markets, such as market manipulation and fraud. Market manipulation in carbon exchange transactions can manifest in practices like painting the tape, cornering the market, and marking the close. Fraud can occur in the issuance of PTBAE-PU and SPE-GRK carbon units. Additionally, specific issues related to carbon exchanges, as experienced by countries with established carbon markets, may also arise in Indonesia, such as greenwashing, double counting, fraud, and cybercrime, including hacking to steal carbon credits. The legal framework for preventing these issues can be derived from the Capital Market Law, as amended by the Financial Sector Development and Reinforcement Law, and the Indonesia Stock Exchange Regulations, which prohibit market manipulation and fraud. Presidential Regulation No. 98/2021 requires independent third-party verifiers and validators. Furthermore, entities engaging in fraud can have their accreditation suspended or revoked by the National Accreditation Committee (KAN). Prevention of greenwashing is addressed through the Consumer Protection Law, which mandates that businesses provide truthful, clear, and honest information about the goods and services offered. Double counting is prevented by recording carbon units in the National Registry System (SRN PPI) before transactions and imposing stringent reporting obligations on businesses. Lastly, the issue of computer hacking to steal carbon credits is mitigated through agreements between the PBK and the Central Securities Depository of Indonesia (KSEI), which functions as a securities storage and settlement service provider and implements security technologies such as data encryption, strong authentication systems, and monitoring of suspicious activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Az Zahra Sashe Azhar
"Dengan meningkatnya kesadaran global terhadap perubahan iklim dan pengurangan emisi karbon, perdagangan karbon menjadi instrumen penting untuk mencapai target emisi. Implementasi perdagangan karbon di Indonesia masih awal dan memerlukan regulasi lebih lanjut, terutama terkait sistem perpajakan. Beberapa negara telah mengimplementasikan perpajakan seperti pajak penghasilan, namun di Indonesia hal ini belum ditelaah lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah penghasilan dari perdagangan karbon melalui bursa karbon dan perdagangan langsung merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh), serta membandingkan ketentuan PPh atas penghasilan perdagangan karbon di Australia dan Brazil yang bisa diadopsi oleh Indonesia. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan mengkaji regulasi, literatur, data sekunder, serta benchmarking. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan perlakuan pajak antara transaksi bursa karbon dan perdagangan langsung, yang memengaruhi efektivitas perdagangan karbon di Indonesia serta terdapat objek PPh atas penghasilan perdagangan karbon. Penghasilan dari bursa karbon dapat dikenakan PPh final Pasal 4 ayat (2) yang juga sesuai dengan pengenaan pajak pada saham karena didefinisikan sebagai efek, sedangkan perdagangan langsung masih menjadi perdebatan terdapat potensi besar juga atas penerimaan keuntungan dari penjualan aset tersebut atau keuntungan yang dapat dikenakan PPh badan secara umum dengan tarif 22%. Benchmarking dengan Australia dan Brazil memberikan gambaran ketentuan PPh yang dapat diterapkan di Indonesia.

With the increasing global awareness of climate change and carbon emission reduction, carbon trading has become an important instrument to achieve emission targets. The implementation of carbon trading in Indonesia is still early and requires further regulation, especially regarding the taxation system. Some countries have implemented taxation such as income tax, but in Indonesia this has not been explored further. This study aims to analyze whether income from carbon trading through carbon exchanges and direct trading is an object of Income Tax (PPh), as well as compare the provisions of Income Tax on carbon trading income in Australia and Brazil that can be adopted by Indonesia. The research uses a qualitative descriptive approach by reviewing regulations, literature, secondary data, and benchmarking. The results show differences in tax treatment between carbon exchange transactions and direct trading, which affect the effectiveness of carbon trading in Indonesia and the object of income tax on carbon trading income. Income from carbon exchange can be subject to final income tax Article 4 paragraph (2) which also corresponds to the tax imposition on shares because it is defined as securities, while direct trading is still debatable, there is also a large potential for receiving profits from the sale of these assets or profits that can be subject to general corporate income tax at a rate of 22%. Benchmarking with Australia and Brazil provides an overview of income tax provisions that can be applied in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asputia Damayanti
"Dampak perubahan iklim terhadap lingkungan dan manusia, lebih luas telah menjadi ancaman terhadap stabilitas ekonomi dunia. Perdagangan karbon hadir sebagai salah satu upaya untuk menjaga keseimbangan antara dampak lingkungan dan perekonomian global. Tata laksana perdagangan karbon yang diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 sangat penting bagi Indonesia karena memberikan kontribusi dalam penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Perdagangan karbon dilaksanakan melalui mekanisme bursa karbon yang telah diluncurkan pada pertengahan 2023 lalu. Aktivitas bursa karbon hanya menunjukkan kinerjanya pada hari pertama peluncuran, setelah itu bursa karbon terus menunjukkan penurunan hingga stagnansi perdagangan akibat tidak tersedianya unit karbon. Berbasis regulated market, maka kinerja perdagangan karbon juga ditentukan oleh perangkat regulasi, khususnya tata laksana nilai ekonomi karbon pada tingkat Kementerian/Lembaga yang terkait dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika implementasi kebijakan perdagangan karbon di Indonesia dan penguatan apa yang dapat dilakukan untuk mendorong kinerja perdagangan karbon. Melalui metode penelitian deskriptif kualitatif dan teknik analisis arketipe sistem drifting goals, hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika implementasi kebijakan perdagangan karbon disebabkan adanya resistensi pelaku usaha dan konflik kepentingan antar Kementerian/Lembaga, sehingga terjadi penurunan target nasional. Untuk mendorong pencapaian target nasional, penguatan perlu dilakukan sebagai tindakan korektif yaitu dengan inovasi tata kelola soft steering dan peran dukungan legislatif.

Climate change impact on the environment and humans has become a broader threat to world economic stability. Carbon trading act as an effort to maintain a balance between the environmental and global economy impacts. Implementation of carbon trading regulated through Presidential Regulation Number 98 of 2021 is crucial for Indonesia as it contributes to market-based mitigation of climate change at the global level towards sustainable economic recovery. Carbon trading is carried out through a carbon exchange mechanism which was launched in mid-2023. Carbon exchange activity only showed its performance on the first day of launch, and carbon exchange continued to show a decline until trading stagnated afterwards due to the unavailability of carbon units. Driven by regulated market, carbon trading performance is determined by regulatory instruments, especially the implementation of economic value of carbon in the Ministries/Institutions level as regulated in Indonesia's Nationally Determined Contribution (NDC). For such backgrounds, this research aims to analyze the dynamics of carbon trading policy implementation in Indonesia and what reinforcement can be done to encourage carbon trading performance. Through qualitative descriptive research methods and drifting goals system archetype analysis techniques, the results show that the dynamics of carbon trading policy implementation are caused by resistance from business actors and conflicts of interest between Ministries/Institutions, which resulting in declining national targets. To encourage the achievement of national targets, reinforcement needs to be carried out as a corrective action, through soft steering governance innovations and the role of legislative support."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif Fiansyah
"Penelitian ini bertujuan menganalisis dan membandingkan kerangka hukum perdagangan karbon di Uni Eropa, China, dan Indonesia dengan fokus pada dua aspek utama: kerangka hukum dan kebijakan karbon di UE dan China, serta potensi adopsi dan penyempurnaan regulasi Indonesia berdasarkan pembelajaran dari kedua entitas tersebut. Menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan komparatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia telah membangun fondasi regulasi perdagangan karbon melalui Peraturan Presiden No. 98/2021, UU No. 7/2021, UU No. 4/2023, dan Permen LHK No. 21/2022, dengan fokus utama pada sektor kehutanan dan penerapan nilai ekonomi karbon. UE, dengan EU Emissions Trading System (EU ETS) yang mapan sejak 2005, menawarkan model komprehensif multisektor dengan mekanisme penyesuaian karbon lintas batas/carbon border adjustment mechanism (CBAM). Sementara itu, China meluncurkan ETS nasional pada 2021 dengan pendekatan berbasis intensitas karbon (carbon intensity), fokus awal pada sektor pembangkit listrik, dan rencana perluasan bertahap. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun Indonesia telah membuat kemajuan signifikan, masih ada ruang untuk penyempurnaan regulasi perdagangan karbon. Adopsi praktik terbaik dari UE dan China, disesuaikan dengan konteks nasional, dapat memperkuat efektivitas sistem perdagangan karbon Indonesia dalam mendukung pencapaian target pengurangan emisi dan pembangunan berkelanjutan. Rekomendasi ini diharapkan berkontribusi pada pengembangan dan penegakan hukum perdagangan karbon di Indonesia yang lebih komprehensif, efektif, dan selaras dengan tren global.

This research aims to analyze and compare the legal frameworks for carbon trading in the European Union, China, and Indonesia, focusing on two main aspects: the current carbon trading legal frameworks in the EU, China, and Indonesia, and the potential adoption and improvement of Indonesian regulations based on lessons learned from these two entities. The research findings indicate that Indonesia has established a foundation for carbon trading regulations through Presidential Regulation No. 98/2021, Law No. 7/2021, Law No. 4/2023, and Ministry of Environment and Forestry Regulation No. 21/2022, with a primary focus on the forestry sector and the implementation of carbon economic value. The EU, with its well-established Emissions Trading System (EU ETS) since 2005, offers a comprehensive multi-sector model with a Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM). Meanwhile, China launched its national ETS in 2021 with a carbon intensity-based approach, initially focusing on the power generation sector, with plans for gradual expansion. This study concludes that although Indonesia has made significant progress, there is still room for improvement in carbon trading regulations. Adopting best practices from the EU and China, adapted to the national context, can strengthen the effectiveness of Indonesia's carbon trading system in supporting emission reduction targets and sustainable development. These recommendations are expected to contribute to the development and enforcement of more comprehensive, effective, and globally aligned carbon trading laws in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonia Ayu Anya Azwar
"Dalam mencapai cita-cita Net Zero Emission pada tahun 2060, peralihan penggunaan Energi Baru Terbarukan semakin meningkat. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki potensi pengembangan PLTS yang sangat besar senilai 112.000 GWp, ditambah dengan biaya instalasi yang semakin menurun sekitar 78% dari tahun 2015 hingga 2022. Hal ini menjadikan pengembangan PLTS di Indonesia menjadi alternatif EBT yang menarik guna mereduksi emisi karbon di Indonesia dan mencapai Net Zero. Tidak hanya berfokus pada penghijauan, agar produktivitas dan perekonomian tetap meningkat, kebijakan pasar karbon juga menjadi alternatif kebijakan baru yang dapat mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi hijau. Dengan instrumen-instrumen tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika dan kompleksitas adopsi PLTS di Indonesia dengan pemanfaatan perdagangan karbon menggunakan metode sistem dinamis sebagai metode yang tepat untuk menganalisis suatu sistem yang kompleks.

In achieving the goal of Net Zero Emission by 2060, the transition to the use of New Renewable Energy is increasing. As a tropical country, Indonesia has the potential for the development of Solar Power Plants (PLTS) on a large scale, amounting to 112,000 GWp, alongwith installation costs decreasing by around 78% from 2015 to 2022. Thus, the development of PLTS in Indonesia become attractive alternative for reducing carbon emissions in the country and achieving Net Zero. Not only focusing on greening, but to ensure productivity and economic growth, carbon market policies also become a new alternative that can support Indonesia's transition to a green economy. With these instruments, this research aims to analyze the dynamics and complexity of PLTS adoption in Indonesia through the utilization of carbon trading using the dynamic system method as an appropriate approach for analyzing a complex system."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naifah Uzlah Istya Putri
"Peningkatan urgensi isu perubahan iklim dalam sistem internasional tidak terlepas dari peran aktor-aktor pasar, sehingga memunculkan solusi iklim berbasis pasar — terutama dalam bentuk perdagangan karbon. Negosiasi dalam Protokol Kyoto hingga Perjanjian Paris turut membahas konsep perdagangan karbon, dan realisasinya telah diimplementasikan dan direncanakan di berbagai yurisdiksi. Dengan melakukan penelusuran terhadap literatur berskala internasional yang telah melalui peer-review, tinjauan pustaka ini berupaya untuk memetakan dan menganalisis 52 literatur yang relevan dengan menggunakan metode taksonomi. Tulisan ini akan menjawab rumusan permasalahan utama, yakni bagaimana perkembangan perdagangan karbon dikaji dalam literatur dan kerangka pemikiran hubungan internasional? Hasil pemetaan literatur menunjukkan adanya konsensus mengenai diskursus iklim dan lingkungan, aspek ekonomi, posisi Uni Eropa, serta sikap skeptis terhadap integritas lingkungan dalam konteks perdagangan karbon. Sementara itu, terdapat perdebatan di antara para akademisi mengenai evaluasi perdagangan karbon sebagai kebijakan lingkungan, potensi linking, peran sektor swasta, dan posisi negara berkembang. Analisis penulis menghasilkan sebuah sintesis umum bahwa pembahasan tentang perdagangan karbon dalam hubungan internasional telah melebur dalam diskursus iklim, dengan kekhasan perdebatan tentang hubungan Utara-Selatan, aspek ekonomi dan pembangunan, serta peran aktor non-negara. Penulis juga menemukan adanya celah penelitian berdasarkan tema dan konteks waktu penulisan, tema yurisdiksi yang dibahas, dan paradigma pemikiran yang digunakan.

The increasing urgency of the climate change in the international system is inseparable from the role of market actors, giving rise to market-based climate solutions — especially in the form of carbon trading. Negotiations in the Kyoto Protocol to the Paris Agreement have also incorporated the concept of carbon trading, and its realization has been implemented and planned in various jurisdictions. By conducting a search of peer- reviewed international literatures, this literature review seeks to map and analyze 52 relevant literatures using the taxonomic method. This paper will answer the formulation of the main problem, namely, how is the development of carbon trading studied in the literature and framework of international relations? The results of the literature mapping show that there is a consensus regarding the climate and environmental discourse, economic aspects, the position of the European Union, and skepticism about environmental integrity in the context of carbon trading. Meanwhile, debate among academics have revolved around the evaluation of carbon trading as an environmental policy, the potential of linking, the role of the private sector, and the position of developing countries. The author's analysis results in a general synthesis that discussions about carbon trading in international relations have merged into the climate discourse, with the particularity of debates on North-South relations, economic and development aspects, and the role of non-state actors. The author also finds that there are several research gaps based on the theme and context of writing, the jurisdictional themes that have been discussed, and the thought paradigms being used."
2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Kirana Cinta Lembayung
"Kebijakan pajak karbon merupakan salah satu instrumen ekonomi yang digunakan untuk mengatasi dampak perubahan iklim. Indonesia menjadi salah satu negara yang akan mengimplementasikan pajak karbon setelah UU HPP diterbitkan tahun 2021. Namun, implementasi kebijakan pajak karbon terus mengalami penundaan hingga saat ini belum ada kejelasan terkait waktu penerapannya yang menunjukkan bahwa terdapat hambatan dalam prosesnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hambatan dalam proses implementasi pajak karbon di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data studi lapangan wawancara dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga faktor yang menghambat proses implementasi kebijakan pajak karbon. Berdasarkan desain kebijakan dan administrasi perpajakan, terdapat hambatan terkait kepastian dari besaran tarif pajak, kejelasan point of taxation dari dasar pengenaan pajak, belum adanya mekanisme perhitungan pajak, serta belum dirilisnya peraturan turunan dan peta jalan pajak karbon. Selanjutnya, terkait kesiapan stakeholder dan infrastruktur, terdapat hambatan terkait belum ada mekanisme untuk menyelaraskan tiap sistem yang dibangun masing-masing kementerian dan belum ada SDM untuk menghitung emisi karbon. Terakhir, hambatan politik, sosial, dan ekonomi dapat dilihat dari pengaruh bisnis dalam sistem politik yang mempengaruhi keputusan top leadership, adanya penolakan publik dari pelaku usaha, dan ketidakpastian kondisi ekonomi Indonesia pasca pandemi terhadap proses implementasi pajak karbon.

Carbon tax policy is one of the economic instruments used to address the impacts of climate change. Indonesia is one of the countries that will implement a carbon tax after issuing the HPP Law in 2021. However, the implementation of carbon tax policies continues to experience delays. Until now, there is no clarity regarding the implementation time, which indicates that there are obstacles in the process. This study aims to analyze the obstacles in the process of implementing carbon taxes in Indonesia. This study used a qualitative approach with data collection techniques, field and literature studies. The results of this study indicate that three factors hinder the process of implementing carbon tax policies. Based on the design of tax policies and administration, there are obstacles related to the certainty of the amount of the tax rate, the clarity of the point of taxation of the tax base, the absence of a tax calculation mechanism, and the release of derivative regulations and carbon tax roadmaps. Furthermore, regarding the readiness of stakeholders and infrastructure, there are obstacles related to the absence of a mechanism to align each system built by each ministry and the need for more human resources to calculate carbon emissions. Finally, political, social and economic obstacles can be seen from the influence of business in the political system, which influences top leadership decisions, public rejection, and the uncertainty of Indonesia's post-pandemic economic conditions regarding implementing a carbon tax."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danielle Tracie Primadi
"Hari ini, Indonesia menjadi salah satu negara yang akan mengimplementasikan perdagangan karbon guna mengatasi perubahan iklim. Perdagangan karbon ini sendiri masih menjadi hal yang sangat baru di Indonesia dimana Indonesia baru memiliki dua regulasi yang mengatur terkait pengimplementasian perdagangan karbon yakni Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Nomor 21 Tahun 2022. Peraturan Menteri Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon menyatakan bahwa perdagangan karbon ini nantinya akan dapat dilakukan di bursa efek atau penyelenggara perdagangan yang telah memperoleh izin usaha dari otoritas yang menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan. Dengan demikian, tulisan ini bertujuan untuk mengelaborasi lebih lanjut terkait bagaimana perdagangan karbon akan dilaksanakan serta implementasinya, dengan mengacu pada penerapan perdagangan karbon di Cina. Hingga saat ini, Cina merupakan salah satu negara yang sukses menerapkan perdagangan karbonnya. Oleh karena itu, penulis menganggap Cina pantas untuk dijadikan acuan dalam hal implementasi perdagangan karbon. Melalui penelitian penulis telah mencapai kesimpulan bahwa terdapat beberapa isu yang harus diperjelas lebih lanjut dalam hal penerapan perdagangan karbon. Pertama, terkait karakteristik dari unit karbon itu sendiri. Kedua, terkait tempat akan dilaksanakannya perdagangan karbon.

Today, Indonesia is one of the countries that will implement carbon trading in order to overcome climate change. Carbon trading itself is still a very new thing in Indonesia where Indonesia has only two regulations governing the implementation of carbon trading, namely Presidential Regulation Number 98 of 2021 and Ministerial Regulation Number 21 of 2022. Ministerial Regulation Number 21 of 2022 concerning Procedures for Implementing Values The Carbon Economy states that carbon trading will later be carried out on stock exchanges or trading operators that have obtained business licenses from the authorities that administer the regulatory and supervisory system. Thus, this paper aims to further elaborate on how carbon trading will be carried out and its implementation, with reference to the implementation of carbon trading in China. Until now, China is one of the countries that has successfully implemented carbon trading. Therefore, the authors consider China appropriate to be used as a reference in terms of implementing carbon trading. Through research the authors have reached the conclusion that there are several issues that must be further clarified in terms of implementing carbon trading. First, regarding the characteristics of the carbon unit itself. Second, related to where carbon trading will be carried out."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusnandar Prijadikusuma
"Tesis ini membahas share Indonesia yang rendah dalam perdagangan karbon internasional di pasar Protokol Kyoto dengan mekanisme pembangunan bersih / Clean Development Mechanism (CDM). Faktor internal Indonesia yaitu potensi sektor energi dan kehutanan, kepentingan serta kebijakan, dan faktor eksternal yaitu kepentingan negara Annex I dan responnya mempengaruhi posisi Indonesia dalam share perdagangan karbon internasional di pasar Protokol Kyoto tersebut.
Hasil Penelitian menyarankan bahwa pertama konsistensi dan komitmen bersama para pihak baik negara-negara Annex I maupun negara-negara non-Annex I dalam menghadapi perubahan iklim, kedua diperlukan kapasitas yang memadai baik pemerintah, pengembang, konsultan, institusi yang berwenang, perbankan dan asuransi, ahli hukum dan LSM untuk suksesnya proyek CDM. Tanpa kesiapan yang memadai maka kebijakan yang dibuat akan berdampak pada kurang maksimalnya hasil yang diperoleh sesuai dengan kepentingan politik dan ekonomi nasional Indonesia pada tataran global.

This thesis discusses about the low share of Indonesia in international carbon trading at Protokol Kyoto Market with clean development mechanism (CDM). This condition is influenced by internal and external factors. The internal factors in Indonesia are potential of energy and forestry sector, Indonesia interests and policies, while the external factors are the interest of Annex I countries and its response that affect the share position of Indonesia in international carbon trading at Protokol Kyoto market.
The first result of this study suggest that there must a consistency and commitment both from Annex I countries and non-Annex I countries to face of the climate change. The second is sufficient capacity was needed both from government, developers, consultants, institutional authorities, banking and insurance, legal experts and LSM to the success of this CDM project. Improper preparation would made the policy that has been made will make no significant result as the Indonesian national economical and political interest at the global level.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
T31930
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>