Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 131477 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ardes Bonaventura
"Tesis ini menganalisis tentang perlindungan hukum yang diberikan kepada pembeli beritikad baik yang dirugikan, serta bagaimana akibat hukum yang timbul dari perjanjian jual beli yang mengandung cidera janji. Permasalahan yang dibahas adalah cidera janji berupa perbuatan melawan hukum yang dilakukan AHM dan S selaku penjual dalam jual beli yang dibuktikan dengan Akta Jual Beli Nomor 175/Bgl/XI/AJB/2019. Atas perbuatan tersebut, MJ selaku pembeli mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Bangil dengan Putusan Nomor 37/Pdt.G/2020/PN Bil. Namun, penjual mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya yang tercatat dalam Putusan Nomor 305/PDT/2021 PT SBY dilanjutkan dengan kasasi ke Mahkamah Agung yang tercatat sebagai Putusan Nomor 1513 K/Pdt/2022 yang kemudian ditolak permohonan kasasinya. Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Dalam kasus ini, perlindungan hukum melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 1513 K/Pdt/2022 sudah cukup diberikan kepada MJ dibuktikan dengan putusan yang berpihak pada pembeli beritikad baik dan menjatuhkan sanksi ganti rugi kepada AHM dan S atas kerugian, baik materiil dan imateriil yang dialami oleh MJ. Di sisi lain, terdapat ketidaksesuaian akibat hukum yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung dengan jenis perbuatan yang dilakukan oleh AHM dan S. Dalam kasus ini, baik Pengadilan Negeri Bangil, Pengadilan Tinggi Surabaya, hingga Mahkamah Agung menyatakan bahwa perbuatan tergugat terbukti merupakan perbuatan melawan hukum. Namun, putusan sanksi yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung justru berupa ganti rugi kerugian secara penuh beserta dengan bunga, yang mana putusan ganti rugi Tesis ini menganalisis tentang perlindungan hukum yang diberikan kepada pembeli beritikad baik yang dirugikan, serta bagaimana akibat hukum yang timbul dari perjanjian jual beli yang mengandung cidera janji. Permasalahan yang dibahas adalah cidera janji berupa perbuatan melawan hukum yang dilakukan AHM dan S selaku penjual dalam jual beli yang dibuktikan dengan Akta Jual Beli Nomor 175/Bgl/XI/AJB/2019. Atas perbuatan tersebut, MJ selaku pembeli mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Bangil dengan Putusan Nomor 37/Pdt.G/2020/PN Bil. Namun, penjual mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya yang tercatat dalam Putusan Nomor 305/PDT/2021 PT SBY dilanjutkan dengan kasasi ke Mahkamah Agung yang tercatat sebagai Putusan Nomor 1513 K/Pdt/2022 yang kemudian ditolak permohonan kasasinya. Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Dalam kasus ini, perlindungan hukum melalui Putusan Mahkamah Agung Nomor 1513 K/Pdt/2022 sudah cukup diberikan kepada MJ dibuktikan dengan putusan yang berpihak pada pembeli beritikad baik dan menjatuhkan sanksi ganti rugi kepada AHM dan S atas kerugian, baik materiil dan imateriil yang dialami oleh MJ. Di sisi lain, terdapat ketidaksesuaian akibat hukum yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung dengan jenis perbuatan yang dilakukan oleh AHM dan S. Dalam kasus ini, baik Pengadilan Negeri Bangil, Pengadilan Tinggi Surabaya, hingga Mahkamah Agung menyatakan bahwa perbuatan tergugat terbukti merupakan perbuatan melawan hukum. Namun, putusan sanksi yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung justru berupa ganti rugi kerugian secara penuh beserta dengan bunga, yang mana putusan ganti rugi tersebut biasanya merupakan akibat hukum dari perbuatan wanprestasi.

This thesis analyzes the legal protection provided to bona fide purchaser who are disadvantaged, as well as the legal consequences arising from sale and purchase agreements containing breach of promise. The issue discussed is breach of promise in the form of unlawful acts committed by AHM and S as sellers in a sale and purchase transaction evidenced by Deed of Sale and Purchase Number 175/Bgl/XI/AJB/2019. Following these actions, MJ as the buyer filed a lawsuit against the Bangil District Court with Decision Number 37/Pdt.G/2020/PN Bil. However, the seller appealed to the Surabaya High Court as recorded in Decision Number 305/PDT/2021 PT SBY, which was then followed by a cassation appeal to the Supreme Court recorded as Decision Number 1513 K/Pdt/2022, which subsequently rejected the cassation appeal. This thesis is compiled using the doctrinal research method. In this case, legal protection through Supreme Court Decision Number 1513 K/Pdt/2022 has been adequately provided to MJ, evidenced by a verdict favoring the bona fide purchaser and imposing compensation sanctions on AHM and S for the losses, both material and immaterial, suffered by MJ. On the other hand, there is a discrepancy between the legal consequences imposed by the Supreme Court and the type of actions taken by AHM and S. In this case, the Bangil District Court, the Surabaya High Court, and the Supreme Court declared that the defendant's actions were proven to be unlawful. However, the compensation ruling imposed by the Supreme Court is in the form of full compensation for damages along with interest, which typically constitutes the legal consequence of a breach of contract."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Enrian Yaurin Abdilla
"Meningkatnya transaksi jual beli satuan rumah susun atau apartemen melalui Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanpa pembuatan Akta Jual Beli (AJB) dan pemberian Hak Milik Satuan Rumah Susun telah menimbulkan keraguan akan keabsahan hukum PPJB sebagai dasar kepemilikan bagi pembeli. Situasi ini sangat beresiko bagi pembeli untuk mengalami kerugian jika pihak pengembang mengalami kepailitan. Sebagaimana ditemukan pada kasus di Putusan Mahkamah Agung Nomor 1459 K/PDT.SUS-PAILIT/2021. Para pembeli Apartemen CL yang beritikad baik terhadap pengembang PT MTP yang dinyatakan pailit. Kepailitan tersebut berakibat kepada usaha mereka dalam hal ini apartemen CL. Sehingga, berdampak bagi para penghuni apartemen yang telah mereka beli secara lunas akan ikut dieksekusi oleh Kurator. Penelitian hukum ini adalah berbentuk doktrinal, tipologi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitis, dengan menggunakan data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jual beli satuan rumah susun atau apartemen yang didasarkan pada PPJB yang telah dibayar lunas serta unit apartemen sudah diserahterimakan, berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diakui sah dan memiliki kekuatan hukum. Pada proses kepailitan yang dialami PT MTP, kedudukan hukum pembeli merupakan pihak yang mana berhak atas suatu prestasi dari developer yang belum dipenuhi sehingga hal itu dikategorikan sebagai utang sehingga pembeli dapat dimasukkan sebagai kreditur konkuren dalam proses kepailitan developer

The increasing number of transactions for the sale and purchase of condominium units or apartments through Preliminary Sale and Purchase Agreements without the creation of Sale and Purchase Deeds and the granting of Ownership Rights to Condominium Units has raised doubts about the legal validity of PPJB as a basis for ownership for buyers. This situation poses a high risk for buyers, who may suffer losses if the developer goes bankrupt. This issue was observed in the case of Supreme Court Decision Number 1459 K/PDT.SUS-PAILIT/2021. The buyers of CL Apartments, who acted in good faith towards the developer MTP Ltd, were affected by the developer's bankruptcy. This bankruptcy impacted their business, including CL Apartments, leading to the potential execution of fully paid apartments by the curator, thus affecting the residents. This legal research is doctrinal in nature, using a prescriptive research typology and secondary data, which includes primary and secondary legal materials. The findings indicate that the sale and purchase of condominium units or apartments based on a fully paid PPJB, where the apartment unit has been handed over, is legally recognized and holds legal force according to the Civil Code. During the bankruptcy process of MTP Ltd, the legal standing of buyers is as parties entitled to a performance from the developer that has not been fulfilled, categorizing this as debt, making the buyers concurrent creditors in the developer's bankruptcy process."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nabila Shafira Karenina
"Tesis ini menganalisis tentang kedudukan pembeli dalam peralihan hak atas tanah dengan PPJB berlapis yang berkaitan dengan pencatatan dalam daftar umum dan sertipikat hak atas tanah, serta penerapan prinsip itikad baik terhadap pembeli dalam PPJB berlapis dengan kausa pengakuan utang dan harga belum lunas setelah dikuasai fisiknya. Permasalahan yang dibahas adalah penentuan kriteria pembeli yang beritikad baik dan bentuk perlindungan yang diberikan kepadanya dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 4136 K/Pdt/2022. PPJB sebagai perjanjian awalan digunakan untuk mengikat penjual dan pembeli dalam sebuah transaksi sebelum dilanjutkan ke pembuatan AJB. PPJB berlapis adalah saat sebuah bidang tanah dan/atau bangunan dibebankan sebagai objek hukum dalam 2 (dua) buah akta PPJB yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Keberadaan PPJB berlapis tidak sesuai dengan hukum yang berlaku dan berpotensi untuk diperkarakan sebab mengundang kerugian dari pihak pembeli yang beritikad baik. Sehingga perlindungan harus diberikan kepada pembeli beritikad baik sesuai dengan yang tercantum dalam SEMA Nomor 7 Tahun 2012 butir ke-XI. Tesis ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Dalam kasus ini, kedua pembeli dianggap tidak beritikad baik karena menjalankan PPJB berdasarkan kausa utang piutang dan seolah-olah telah menguasai fisik objek tanah meskipun belum melunasi pembayaran.

This thesis analyzes the position of buyers in the transfer of land rights with layered PPJB which is related to recording in the public register and land rights certificates, as well as the application of the principle of good faith towards buyers in layered PPJB with the reasons for recognizing debt and the price has not been paid off after physical possession. The issues discussed are determining the criteria for buyers who have good intentions and the form of protection given to them in the Supreme Court Decision Number 4136 K/Pdt/2022. PPJB as a preliminary agreement is used to bind the seller and buyer in a transaction before proceeding to making the AJB. Layered PPJB is when a plot of land and/or building is charged as a legal object in 2 (two) different PPJB deeds at the same time. The existence of layered PPJBs is not in accordance with applicable law and has the potential to be sued because it invites losses from buyers who have good intentions. So protection must be given to buyers with good intentions in accordance with what is stated in SEMA Number 7 of 2012 point XI. This thesis was prepared using doctrinal research methods. In this case, the two buyers were deemed not to have good intentions because they carried out the PPJB based on debt and receivables and as if they had physical control of the land object even though they had not yet paid off the payment."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beatrix Tanjung
"Pembatalan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) atas pembelian satuan rumah susun (sarusun) oleh Pengadilan seharusnya memberikan perlindungan hukum terhadap calon pembeli yang telah melaksanakan kewajibannya. Hal ini disebabkan, pembatalan PPJB oleh Pengadilan atas wanprestasi yang dilakukan calon pembeli terhadap kelalaian dalam melakukan pembayaran atas iuran pengelolaan sarusun mengakibatkan calon pembeli kehilangan haknya atas pembelian sarusun yang telah dibayarkannya. Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai dasar pertimbangan hukum Majelis Hakim terhadap pembatalan PPJB sarusun; dan, perlindungan hukum terhadap calon pembeli yang sudah melaksanakan kewajibannya atas PPJB sarusun yang dibatalkan oleh Pengadilan yang dikaji berdasarkan Putusan. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian preskriptif. Hasil analisis adalah pembatalan PPJB tersebut didasarkan pada isi kesepakatan yang tertuang dalam PPJB dimana pertimbangan hukum Majelis Hakim menyatakan bahwa PPJB tersebut telah memenuhi syarat sahnya perjanjian sehingga PPJB tersebut wajib ditaati dan dilaksanakan para pihak. Padahal seharusnya Majelis Hakim dapat mempertimbangkan mengenai aturan yang berlaku pada saat PPJB tersebut dibuat selain mengacu pada KUHPerdata. Perlindungan Hukum terhadap calon pembeli yang sudah melaksanakan kewajibannya, antara lain; pemberian ganti rugi yang harus dilaksanakan PT AP selaku developer kepada Nyonya H dan PT AP seharusnya sudah tidak berhak lagi atas pengelolaan sarusun tersebut termasuk melakukan penuntutan atas biaya pengelolaan sarusun sebagaimana diatur dalam Pasal 69 PP 4/88. Adapun saran yang dapat diberikan berupa Majelis Hakim dalam memutuskan perkara pembatalan PPJB seharusnya lebih memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang telah melaksanakan kewajibannya. Pembeli sebaiknya ketika hendak membeli sarusun yang diikat dengan PPJB harus memahami, bahwa PPJB yang dibuat di hadapan notaris tersebut dapat menjadi dasar peralihan hak yuridis atas sarusun ketika seluruh syarat dalam PPJB terpenuhi.

PPJB's cancellation of the purchase of flats by the Court should provide legal protection for prospective buyers who have carried out their obligations. This is due to the cancellation of the PPJB by the Court for the default made by the prospective buyer for negligence in making payments for the management fees for the apartment causing the prospective buyer to lose his rights to purchase the apartment he has paid. The issues raised in this study are regarding the basis for the legal considerations of the Panel of Judges regarding the cancellation of the flat PPJB; and, legal protection for prospective buyers who have carried out their obligations on the PPJB flat which was canceled by the Court which was reviewed based on the Decision. To answer these problems, normative legal research methods are used with the type of prescriptive research. The result of the analysis is that the cancellation of the PPJB is based on the contents of the agreement contained in the PPJB where the legal considerations of the Panel of Judges state that the PPJB has fulfilled the legal requirements of the agreement so that the PPJB must be obeyed and implemented by the parties. Even though the Panel of Judges should have considered the rules that were in effect at the time the PPJB was made besides referring to the Civil Code.Legal protection for prospective buyers who have carried out their obligations, including; compensation that must be carried out by PT AP as the developer to Mrs. H and PT AP should no longer have the right to manage the flat, including prosecuting costs for managing the flat as stipulated in Article 69 PP 4/88. As for the advice that can be given in the form of a panel of judges in deciding the case for the cancellation of the PPJB, it should provide more legal protection to parties who have carried out their obligations. Buyers should when they want to buy a flat that is tied to the PPJB must understand that the PPJB made before the notary can be the basis for the transfer of juridical rights to the flat when all the conditions in the PPJB are met."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandira Vinzka Cahyagita
"Penelitian ini membahas dan menganalisis mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak dalam peralihan hak atas tanah. Permasalahan dalam penelitian mengenai kekuatan hukum kuasa mutlak serta bagaimana tanggung jawab Notaris/PPAT terhadap akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak tersebut. PPAT adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta-akta autentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik satuan rumah susun, atau membuat alat bukti mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah yang akan dijadikan dasar pendaftarannya. PPAT seharusnya lebih cermat dan teliti dalam memeriksa dokumen sebelum pembuatan akta tersebut. Pokok permasalahan dalam penelitian ini bahwa PPAT membuat akta jual beli berdasarkan kuasa mutlak sehingga perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang dilarang dikarenakan perbuatan tersebut merupakan penyelundupan hukum. Metode penelitian yang digunakan dalam adalah yuridis normatif yang dilakukan dengan menganalisis dan menelaah norma hukum yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa peralihan hak atas tanah melalui akta jual beli yang dibuat berdasarkan kuasa mutlak menjadi batal demi hukum dan Notaris/PPAT harus bertanggung jawab dengan sanksi yang dapat diberikan.

This study discusses and analyzes the legal power of absolute power in the transfer of land rights. Problems in research regarding the legal power of absolute power of attorney and how is the responsibility of the Notary/PPAT regarding the sale and purchase deed made based on this absolute power of attorney. PPAT is a public official who is authorized to make authentic deeds regarding certain legal actions regarding land rights or apartment ownership rights, or to make evidence regarding certain legal actions regarding land rights that will be used as the basis for registration. PPAT should be more careful and thorough in checking documents before making the deed. The main problem in this study is that the PPAT makes a sale and purchase deed based on absolute power of attorney so that the act is a prohibited act because the act is legal smuggling. The research method used in this research is normative juridical which is carried out by analyzing and examining relevant legal norms. The results of this study indicate that the transfer of land rights through a sale and purchase deed made based on absolute power of attorney is null and void and the Notary/PPAT must be responsible for the sanctions that can be given."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maxwell Kurniadi
"Pipil adalah salah satu bentuk dari surat pengenaan pajak atas tanah yang dianggap sebagai hak lama terhadap kepemilikan atas tanah sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria oleh masyarakat adat. Hak lama atas tanah yang minim informasi kepemilikannya dan tidak tercatat di Badan Pertanahan Nasional sering kali menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan untuk menguasai tanah secara “legal” dengan melakukan penipuan dalam pada salah satu syarat pendaftaran tanah untuk pertama kali. Perbuatan melawan hukum ini dilakukan pelaku dengan tujuan untuk meraup keuntungan melalui jual beli tanah kepada pihak ketiga selaku pembeli beritikad baik yang tidak mengetahui kebenaran sesungguhnya atas tanah tersebut dan mengakibatkan kerugian baik kepada pembeli maupun pemilik tanah sebenarnya. Oleh karena itu, tulisan ini menganalisis bagaimana kedudukan pihak ketiga beritikad baik dalam suatu sengketa jual beli tanah serta akibat hukum terhadap Sertipikat Hak Milik No. 1073/Desa Bunga Mekar dan Sertipikat Hak Milik No. 1074/Desa Bunga Mekar yang cacat hukum akibat penipuan pada pendaftaran pertama kali pada studi kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3540M/Pdt/2019. Penelitian ini menggunakan metode penelitian ilmu hukum doktrinal yang bersifat preskriptif dengan menggunakan metode penelitian normatif kualitatif berdasarkan studi dokumen. Prinsip itikad baik memberikan suatu perlindungan hukum terhadap pihak yang menerapkannya dengan memenuhi persyaratan jual beli yang ditentukan oleh undang-undang telah dipenuhi walaupun pada kenyataannya jual beli tersebut mengandung cacat hukum. Hasil produk hukum berupa Sertipikat Hak Milik No. 1073/Desa Bunga Mekar dan Sertipikat Hak Milik No. 1074/Desa Bunga Mekar dibatalkan demi hukum karena terjadinya kecacatan hukum dan Pipil No. 936, Persil No. 127b, Klas III kembali menjadi satu-satunya hak atas tanah yang pada tanah tersebut.

Pipil is a form of tax imposition letter on land which is considered an old right to land ownership before the enactment of Law Number 5 of 1960 concerning Agrarian Principles by indigenous peoples. Old land rights with minimal ownership information and not registered with the National Land Agency often become easy targets for criminals to control land "legally" by committing fraud in one of the land registration requirements for the first time. This unlawful act was carried out by the perpetrator with the aim of making a profit through buying and selling land to a third party as a buyer in good faith who did not know the real truth about the land and resulted in losses to both the buyer and the actual land owner. Therefore, this paper analyzes the position of a third party in good faith in a land sale and purchase dispute and the legal consequences of the Certificate of Ownership No. 1073/Village Bunga Mekar and Certificate of Ownership No. 1074/Bunga Mekar Village which is legally flawed due to falsification of documents during the first registration in the case study of Supreme Court Decision Number 3540M/Pdt/2019. This research uses prescriptive doctrinal legal research methods using qualitative normative research methods based on document studies. The principle of good faith provides legal protection for parties who apply it by fulfilling the terms of sale and purchase determined by law even though in reality the sale and purchase contains legal defects. The resulting legal product is a Certificate of Ownership No. 1073/Village Bunga Mekar and Certificate of Ownership No. 1074/Desa Bunga Mekar was canceled by law due to legal defects and Pipil No. 936, Plot No. 127b, Class III again becomes the only land right on that land."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zunah Zahraa
"Fokus dari penelitian ini adalah berkaitan dengan tanah yang berstatus bekas hak barat (dalam hal ini tanah eigendom) yang dimohonkan haknya melalui jual beli. Berdasarkan ketentuan di dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 2/PMK.06/2020 tentang Penyelesaian Aset Bekas Milik Asing/Tionghoa terhadap tanah- tanah yang harus diselesaikan terlebih dahulu status hukum menjadi barang milik negara atau daerah maka selanjutnya hak atas tanah dapat dipindahkan kepada pihak ketiga melalui jual beli yang dilakukan di hadapan pejabat pembuat akta tanah. Pembuatan akta jual beli yang telah dilangsungkan sesuai dengan prosedur berdasarkan ketentuan undang-undang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, melekat kepada pihak pembeli. Apabila di kemudian hari terjadi sengketa atas tanah tersebut maka pihak pembeli dapat dinyatakan sebagai beritikad baik karena tidak mengetahui adanya cacat terhadap objek yang dimilikinya. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini ialah tentang mekanisme yang harus ditempuh untuk memperoleh tanah yang masih berstatus aset bekas milik asing/tionghoa berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Selain itu juga perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik yang mengajukan permohonan hak melalui jual beli tanah di hadapan pejabat pembuat akta tanah. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian yuridis normatif di mana data dikumpulkan melalui studi pustaka (studi dokumen) dan dianalisis secara kualitatif. Dari penelitian ini dapat dinyatakan bahwa untuk menjamin kepastian hukum seharusnya penerapan prinsip kehati- hatian oleh suatu anggota instansi pemerintahan sangat diperlukan. Di samping itu, dibutuhkan pula adanya kerjasama antar instansi pemerintahanyang satu dengan lainnya agar tidak menyebabkan kerugian bagi pembeli tanah yang sudahmelakukan jual beli sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

The focus of this research is related to land with former western rights status (in this case eigendom land) whose rights are applied for through buying and selling. Provisions in the Regulation of the Minister of Finance of the Republic of Indonesia Number 2/PMK.06/2020 concerning Settlement of Foreign/Chinese-Owned Former Assets on land that must be resolved first with legal status becoming state property, then land rights can be transferred to third parties through a sale and purchase agreement. carried out before the official making the land deed. The making of the sale and purchase deed that has been carried out in accordance with the procedures based on the provisions of the law has perfect evidentiary power, in accordance with the buyer. If later there is a dispute over theland, the buyer can be declared as having good faith because he is not aware of any defects in the desired object. The problem raised in this research is about the mechanism that must be achieved to obtain land that is still a foreign-owned asset based on the legal provisions in force in Indonesia. In addition, there is also legal protection for buyers with good intentions who submit applications through the sale and purchase of land in the presence of land certificate officials. To answer these problems, a normative juridical research method was used in which data were collected through literature study and analyzed qualitatively. From this research, it can be stated that to ensure legal certainty, the application of the precautionary principle by a member of a government agency is very necessary. In addition, there is also a need for cooperation between government agencies with one another so as not to cause harm to land buyers who have made salesand purchases in accordance with the provisions of the laws and regulations in force in Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanry Ichfan Adityo
"Pada praktiknya terdapat ketidakcermatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menyusun akta jual beli tanah yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan. Hal tersebut menimbulkan akibat hukum dinyatakannya pembatalan akta dimuka pengadilan atau akta tersebut yang pada awalnya memiliki kekuatan hukum sempurna menjadi akta yang hanya mempunyai kekuatan hukum dibawah tangan. Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui jenis pertanggungjawaban PPAT selaku pejabat umum ketika melakukan kelalaian dalam menjalankan tugasnya. Metode penulisan tesis ini menggunakan yuridis normatif dan bertumpu pada data sekunder yang disajikan secara deskriptif analitis. Hasil penulisan menunjukkan bahwa suatu akta yang dinyatakan cacat hukum karena kesalahan, kelalaian maupun karena kesengajaan. PPAT dapat dimintai pertanggungjawabannya baik secara administratif, perdata maupun pidana. Adapun bentuk perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik yang tidak mengetahui adanya cacat yang melekat pada tanah yang dibelinya, dapat mengajukan gugatan kepada untuk menuntut pengembalian hak atas tanahnya serta dapat menuntut ganti kerugian yang terdiri dari biaya, rugi dan bunga.

In practice there is an inaccuracy of the Land Deed Official (PPAT) in preparing the land sale and purchase that is not in accordance with the laws and regulations, resulting in losses for interested parties. This creates a legal consequence of the cancellation of the deed before the court or the deed which initially has perfect legal power to become a deed that only has legal force under the hand. The writing of this thesis aims to find out the type of PPAT accountability as a general official when doing negligence in carrying out their duties. The method of writing this thesis uses normative juridical and relies on secondary data presented descriptively analytically. The results of writing indicate that a deed is declared to be legally flawed due to errors, negligence or intentional. PPAT can be held accountable for administrative, civil and criminal matters. The form of legal protection for buyers in good faith who are not aware of any defects inherent in the land, they can file a lawsuit to demand the return of their land rights and can claim damages consisting of costs, losses and interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanry Ichfan Adityo
"Pada praktiknya terdapat ketidakcermatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam menyusun akta jual beli tanah yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga mengakibatkan kerugian bagi para pihak yang berkepentingan. Hal tersebut menimbulkan akibat hukum dinyatakannya pembatalan akta dimuka pengadilan atau akta tersebut yang pada awalnya memiliki kekuatan hukum sempurna menjadi akta yang hanya mempunyai kekuatan hukum dibawah tangan. Penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui jenis pertanggungjawaban PPAT selaku pejabat umum ketika melakukan kelalaian dalam menjalankan tugasnya. Metode penulisan tesis ini menggunakan yuridis normatif dan bertumpu pada data sekunder yang disajikan secara deskriptif analitis. Hasil penulisan menunjukkan bahwa suatu akta yang dinyatakan cacat hukum karena kesalahan, kelalaian maupun karena kesengajaan. PPAT dapat dimintai pertanggungjawabannya baik secara administratif, perdata maupun pidana. Adapun bentuk perlindungan hukum bagi pembeli beritikad baik yang tidak mengetahui adanya cacat yang melekat pada tanah yang dibelinya, dapat mengajukan gugatan kepada untuk menuntut pengembalian hak atas tanahnya serta dapat menuntut ganti kerugian yang terdiri dari biaya, rugi dan bunga.

There is an inaccuracy of the Land Deed Official (PPAT) in preparing the land sale and purchase that is not in accordance with the laws and regulations, resulting in losses for interested parties. This creates a legal consequence of the cancellation of the deed before the court or the deed which initially has perfect legal power to become a deed that only has legal force under the hand. The writing of this thesis aims to find out the type of PPAT accountability as a general official when doing negligence in carrying out their duties. The method of writing this thesis uses normative juridical and relies on secondary data presented descriptively analytically. The results of writing indicate that a deed is declared to be legally flawed due to errors, negligence or intentional. PPAT can be held accountable for administrative, civil and criminal matters. The form of legal protection for buyers in good faith who are not aware of any defects inherent in the land, they can file a lawsuit to demand the return of their land rights and can claim damages consisting of costs, losses and interest."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52228
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devinda Shabyla Maharani Putri Kurniawan
"Pembuatan Akta Pengikatan Jual Beli (PJB) harus memiliki itikad baik dari pengembang (developer) terhadap konsumen. Peran developer, konsumen dan Notaris sangat penting dalam PJB, karena berhubungan dengan hak dan kepastian para pihak yang terlibat. Developer harus memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian, termasuk penyerahan obyek perjanjian kepada konsumen. Pelaksanaan PJB harus dilakukan tanpa cacat yang tersembunyi, dan jika terdapat kesalahan atau kelalaian yang merugikan konsumen beritikad baik, konsumen berhak meminta pertanggungjawaban dari developer maupun notaris. Tanggung jawab ini memberikan pelindungan hukum kepada konsumen sebagai pembeli yang beritikad baik. Permasalahan hukum yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai (1) kekuatan hukum terhadap Pengikatan Jual Beli tanggal 13 Februari 2014 Nomor 25 dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1949 K/Pdt/2022; (2) tanggung jawab developer dan Notaris dalam pembuatan Pengikatan Jual Beli terhadap konsumen yang beritikad baik terkait dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 1949 K/Pdt/2022. Permasalahan tersebut dijawab menggunakan metode penelitian doktrinal. Data yang digunakan adalah data sekunder serta wawancara sebagai data pendukung. Hasil analisis: (1) Akta PJB Nomor 25 tidak sah dan tidak berkekuatan hukum sehingga merugikan konsumen. Majelis hakim tidak tepat dalam menetapkan, bahwa konsumen melakukan perbuatan melawan hukum sebab konsumen terbukti beritikad baik, sesuai dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016. Sehingga ia berhak atas pelindungan hukum dimana menurut SEMA Nomor 7 Tahun 2012, konsumen dapat mengajukan penyelesaian sengketa melalui Peradilan Umum atau Alternative Dispute Resolution (ADR). Dapat juga melalui jalur pembuatan akta perdamaian ataupun jalur hukum pidana atas penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh developer; (2) developer tidak beritikad baik, sehingga harus bertanggung jawab atas unsur kesalahan untuk memberi kompensasi akibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata. Kemudian developer melakukan penipuan dan penggelapan dengan menjual tanah yang belum sepenuhnya dimilikinya tanpa menyebutkan status tanah dalam sengketa dan agunan bank. Dapat dipidana penjara paling lama empat tahun sesuai Pasal 378 dan 372 KUHPidana. Sementara itu, tanggung jawab Notaris terbatas pada aspek legalitas dan prosedur pembuatan akta, sehingga apabila Notaris dijadikan turut tergugat dalam suatu pengadilan, maka harus dilihat hubungan hukum Notaris dengan para pihak, terkait dengan pembatalan Akta PJB Nomor 25 akibat dari developer yang tidak melunaskan pembayaran harga tanah induk kepada pemilik tanah. Jika dapat dibuktikan bahwa kesalahan yang terjadi bukan disebabkan oleh Notaris, melainkan oleh kelalaian dari developer yang terlibat dalam transaksi, maka Notaris dapat dibebaskan dari tanggung jawab sebagai turut tergugat.

The preparation of the Deed of Sale and Purchase Binding (SPA) must have good faith from the developer (developer) to consumers. The role  of developers, consumers and Notaries is very important in SPA, because it relates to the rights and certainty of the parties involved. The developer must fulfill its obligations in accordance with the agreement, including the delivery of the object of the agreement to the consumer. The implementation of SPA must be carried out without hidden defects, and if there are errors or omissions that harm consumers in good faith, consumers have the right to hold the developer and notary accountable. This responsibility provides legal protection to consumers as buyers in good faith. The legal issues raised in this study are regarding (1) the legal force of the Sale and Purchase Binding dated February 13, 2014 Number 25 in Supreme Court Decision Number 1949 K/Pdt/2022; (2) the responsibility  of developers and  Notaries in making Sale and Purchase Binding to consumers in good faith related to Supreme Court Decision Number 1949 K/Pdt/2022. These problems are answered using doctrinal research methods. The data used are secondary data and interviews as supporting data. Analysis results: (1) SPA Deed Number 25 is invalid and has no legal force so as to harm consumers. The panel of judges is not appropriate in determining, that consumers commit unlawful acts because consumers are proven to have good faith, in accordance with the Supreme Court Circular (SEMA) Number 4 of 2016. So that he is entitled to legal protection where according to SEMA Number 7 of 2012, consumers can apply for dispute resolution through the General Court or Alternative Dispute Resolution (ADR). It can also be through the path of making peace deeds or criminal law channels for fraud and embezzlement committed by developers; (2)  the developer does not have good faith, so it must be responsible for the element of error to compensate for unlawful acts committed in accordance with Article 1365 of the Civil Code. Then  the developer commits fraud and embezzlement by selling land that he does not fully own without mentioning the status of the land in dispute and bank collateral. It can be sentenced to imprisonment for a maximum of four years according to Articles 378 and 372 of the Penal Code. Meanwhile, the Notary's responsibility is limited to the legality aspect and the procedure for making a deed, so if the Notary is made a defendant in a court, the Notary's legal relationship with the parties relationto the cancellation of SPA Deed Number 25 due to the developer not paying off the payment of the parent land price to the land owner must be studied. If it can be proven that the error occurred was not caused by the Notary, but by the negligence of the developer involved in the transaction, then the Notary can be released from responsibility as a co-defendant."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>