Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 165458 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Murniati
"Latar Belakang:Tuberkulosis resisten obat (TB-RO) merupakan ancaman bagi seluruh dunia termasuk Indonesia, karena memerlukan waktu lama dan biaya yang besar dalam mengobati penyakit tersebut meskipun telah ditangani dengan baik. Data penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa terdapat kekambuhan TB-RO, tapi datanya sangat terbatas. Di Indonesia belum ada data tentang angka kekambuhan TB-RO.
Tujuan: Mengevaluasi pasien TB resisten obat (TB-RO) pasca pengobatan yang datang kontrol pada bulan ke 6, 12, 18, dan 24 di RSUP Persabatan Jakarta.
Metode: Penelitian menggunakan desain penelitian potong lintang terhadap pasien TB-RO yang telah dinyatakan sembuh dan pengobatan lengkap yang datang kontrol di poli MDR RSUP Persahatan Jakarta mulai bulan April 2017 sampai Desember 2017. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan foto toraks dan biakan sputum. Mencatat data pengobatan dan hasil-hasil pemeriksaan terkait data yang diperlukan dalam dalam rekam medis pasien.
Hasil: Didapatkan 60 subjek penelitian dengan rerata usia 42,3 + 12,5 tahun, berjenis kelamin laki-laki 31 (51,7%) dan perempuan 29 (48,3%), dengan rerata IMT 21,75+ 4,34. Dari hasil foto toraks didapatkan gambaran dominan lesi luas dan hasil kultur sputum semua pasien yang diteliti tidak ditemukan pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis.
Kesimpulan: Tidak ditemukan kekambuhan pada pasien TB resisten obat yang yang telah dinyatakan sembuh dan pengobatan lengkap yang datang kontrol pasca pengobatan di RSUP Persahabatan Jakarta.

Objective: This study aimed to evaluate DR-TB patients which was biannually performed for two-years (e.g. at the 6th, 12th, 18th, and 24th mos) after treatment completion.
Methods: This cross-sectional study involved DR-TB patients completing their treatment at Persahabatan General Hospital Jakarta, Indonesia, between April and December 2017. The post-treatment evaluation during the 6th, 12th, 18th, and 24th mos included clinical, chest x-ray (CXR) and sputum culture examination.
Results: Sixty patients were observed in this study, 31 (51.7%) were males and 29 (48.3%) were females. The mean age was 42.3+12.5 yo and the mean body mass index was 21.75+4.34. Fourty nine (81.7%) patients showed extensive lesions per CXR and none of the patient showed Mycobacterium tuberculosis growth per sputum culture.
Conclusion: There was no recurrence of DR-TB from patients completing their treatment at Persahabatan General Hospital Jakarta, Indonesia during two-years post-treatment evaluation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stefanus Imanuel Setiawan
"Tuberkulosis TB merupakan salah satu penyakit pembunuh yang kerap menjadi masalah besar di dunia dan diperburuk oleh masalah efek samping obat yang berdampak pada terhentinya pengobatan pasien TB. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengkaji hubungan antara efek samping OAT dengan keberlanjutan pengobatan TB. Studi ini dilakukan dengan desain penelitian analitik menggunakan studi cross-sectional dengan melibatkan 172 data rekam medis penderita TB paru dewasa yang diobati dan mendapatkan efek samping di RSCM selama tahun 2014.
Pada penelitian ini didapatkan 73,8 pasien mendapatkan efek samping minor dan 26,2 mengalami efek samping minor. Jenis efek samping minor yang muncul didominasi oleh gangguan gastrointestinal 34 dan jenis efek samping mayor didominasi hepatitis yang diinduksi oleh obat 60 . Penelitian ini menunjukkan terdapatnya hubungan yang bermakna antara variabel jenis efek samping dengan keberlanjutan terapi OR, 9,33; 95 CI, 4,20-20,72.

Tuberculosis TB is one of top infectious diseases killer and remains as a major health problem worldwide. Moreover, the TB treatment adverse effects are able to escalate the treatment default. This study aimed to evaluate the correlation between anti TB drug adverse reactions and treatment default. A cross sectional study was performed with a total of 172 medical record data of adult pulmonary TB patients who were treated with first line anti TB drugs in Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital during 2014 and experienced adverse reaction.
127 patients 73.8 were experiencing minor adverse reaction and 45 patients 26.2 were experiencing mayor adverse reaction. The adverse reaction was dominated by gastrointestinal disorders 34 and drug induced hepatitis 60. There was a significant correlation between adverse reactions of anti TB drug and the treatment default cases OR, 9.33 95 CI, 4.20 20.72 p.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70355
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Galuh Zhafirah Rahmita
"Tuberkulosis Resisten Obat (TB RO) merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang sudah resisten terhadap obat lini pertama. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia karena penularannya sangat cepat dan morbiditasnya cukup tinggi. Banyaknya obat yang digunakan dalam pengobatan TB RO menyebabkan kemungkinan munculnya reaksi obat tidak diinginkan (ROTD). ROTD dapat menjadi salah satu faktor penyebab ketidakpatuhan pasien dan pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil pengobatan. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis hubungan antara ROTD dengan kepatuhan dan hasil pengobatan TB RO. Desain studi yang digunakan adalah cross sectional dengan data dari rekam medis pasien di RS UI periode 1 April 2022–28 Februari 2023. Analisis data menggunakan uji Chi Square. Dari 65 pasien ditemukan pasien yang mengalami ROTD sebanyak 62 pasien yang didominasi oleh pasien laki-laki, usia produktif, tidak memiliki penyakit penyerta, serta pasien yang menggunakan paduan pengobatan jangka panjang. Hasil Uji Chi Square untuk ROTD dengan kepatuhan menunjukkan nilai p=0.373 (p>0.05) dan untuk ROTD dengan hasil pengobatan didapatkan nilai p=0.120 (p>0.05). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara ROTD dengan kepatuhan dan hasil pengobatan pasien tuberkulosis resisten obat di Rumah Sakit Universitas Indonesia.

Drug Resistant Tuberculosis is a disease caused by Mycobacterium tuberculosis which is resistant to the first-line drugs. This disease is still a health problem worldwide because of its fast transmission and high morbidity rate. The large number of drugs used to treat Drug Resistant Tuberculosis causes the possibility of Adverse Drug Reactions (ADRs). ADRs can be one of the factors causing patient non-compliance and can ultimately affect treatment outcomes. This study aimed to analyze the relationship between ADRs with adherence and treatment results of Drug Resistant Tuberculosis. The research design used was cross sectional with medical record data of Drug Resistant Tuberculosis patients at University Indonesia Hospital from April 1, 2022, until February 28, 2023. Data analysis used the Chi Square test. From 65 patients, 62 patients with ADRs were found, dominated by male patients, adult patients with no comorbidities, and patients who used long-term combination medication. The results of the Chi Square Test ADRs with adherence showed a value of p=0.373 (p>0.05) and for ROTD with treatment results obtained p=0.120 (p>0.05). From this study, it can be concluded that there is no relationship between ADRs with Adherence and Treatment Result of Drug Resistant Tuberculosis Patients at University of Indonesia Hospital."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hera Afidjati
"Latar belakang: Kompleksitas pengobatan TB RO berupa durasi pengobatan yang panjang, penggunaan beberapa obat lini kedua, toksisitas obat, dan interaksi obat akibat multidrug use dapat menyebabkan efek samping pengobatan pada pasien. Hal ini dapat mengurangi efektivitas pengobatan dan memengaruhi luaran pengobatan TB RO. Tujuan: Untuk melihat efek samping obat/kejadian tidak diinginkan terhadap luaran pengobatan TB RO.
Metode: Penelitian observasional dengan desain kohort retrospektif ini dilakukan di RSUP Persahabatan, Jakarta. Sumber data adalah data sekunder dari sistem informasi tuberkulosis (SITB) yang melibatkan pasien TB RO yang menjalani pengobatan di tahun 2021 – 2023. Metode sampling berupa total sampling. Analisis data bivariat antara KTD dengan luaran pengobatan TB RO berupa Cox regresi dan uji Log-Rank, yang kemudian dilanjutkan dengan analisis multivariat menggunakan Extended Cox Regresi.
Hasil: Dari 583 subjek yang diikutsertakan dalam penelitian ini, insidens luaran pengobatan tidak berhasil sebanyak 40,65%. Sebanyak 12,69% pasien mengalami efek samping berat. Sebagian besar efek samping terjadi pada fase intensif pengobatan TB RO (43,57%). Jenis efek samping yang paling sering dialami pada pasien adalah gangguan gastrointestinal (79,25%), gangguan muskuloskeletal (58,32%), dan gangguan saraf (49,40%). Efek samping berupa KTD berat/serius tidak memiliki asosiasi yang signifikan terhadap terjadinya pengobatan tidak berhasil berdasarkan hasil analisis Cox regresi bivariat (HR=0,823; 95% CI: 0,558-1,216; p=0,329) dan analisis multivariat Extended Cox regresi (setelah dikontrol oleh variabel kovariat). Probabilitas survival antara kelompok dengan KTD berat dan kelompok non-KTD berat tidak berbeda bermakna. Kesimpulan: pemantauan efek samping selama pengobatan TB RO berlangsung merupakan hal yang penting untuk menunjang keberhasilan pengobatan.

Background: The complexity of treating drug-resistant tuberculosis (DR TB) involves prolonged treatment duration, the use of several second-line drugs, drug toxicity, and drug interactions due to multidrug use, which can lead to adverse drug reactions in patients. These issues can reduce treatment effectiveness and affect treatment outcomes for DR TB.
Objective: To investigate the impact of adverse drug reactions/adverse events on DR TB treatment outcomes.
Methods: This observational study utilized a retrospective cohort design conducted at RSUP Persahabatan, Jakarta. The data source was secondary data from the tuberculosis information system (SITB) involving DR TB patients who underwent treatment between 2021 and 2023. The sampling method was total sampling. Bivariate data analysis between adverse events and TB RO treatment outcomes involved Cox regression and Log Rank tests, followed by multivariate analysis using Extended Cox Regression.
Results: Among the 583 subjects included in this study, the incidence of unsuccessful treatment outcomes was 40.65%. Severe adverse drug reactions were experienced by 12.69% of patients. Most adverse reactions occurred during the intensive phase of TB RO treatment (43.57%). The most common types of adverse reactions experienced by patients were gastrointestinal disorders (79.25%), musculoskeletal disorders (58.32%), and neurological disorders (49.40%). Severe/serious adverse reactions did not have a significant association with unsuccessful treatment outcomes based on the results of the bivariate Cox regression analysis (HR=0.823; 95% CI: 0.558-1.216; p=0.329) and the multivariate Extended Cox regression analysis (after adjusting for covariate variables). The survival probability between the group with severe adverse reactions and the non- severe adverse reactions group did not differ significantly.
Conclusion: Monitoring adverse drug reactions during DR TB treatment is crucial to support the success of the treatment.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Orri Baskoro
"Latar Belakang: Bedaquiline merupakan salah satu regimen pengobatan baru tuberkulosis resisten obat yang dianggap lebih efektif namun dengan tingkat mortalitas yang masih kontroversial. Hingga saat ini masih belum ada data mengenai efektivitas maupun keamanan bedaquiline pada pasien TB resisten obat dengan komorbid DM. Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat pengaruh status DM pasien tuberkulosis resisten obat terhadap hasil pengobatan regimen yang mengandung bedaquiline.
Tujuan: Mengetahui pengaruh status DM terhadap hasil pengobatan bedaquiline selama 6 bulan pada pasien TB resisten obat.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dari rekam medis pasien Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan sejak tahun 2016 hingga tahun 2019. Didapatkan sebanyak 76 pasien yang menyelesaikan pengobatan regimen bedaquiline selama 24 minggu. Data kemudian dievaluasi menggunakan uji chi-square dan regresi logistik dengan pernyesuaian terhadap faktor perancu usia dan jenis kelamin menggunakan SPSS.
Hasil: Uji chi-square menunjukkan kelompok DM berisiko mengalami kematian 4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan kelompok non-DM secara bermakna (p=0,044). Pada uji multivariat, tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara status DM dengan keberhasilan pengobatan maupun kematian pasien dengan regimen bedaquiline. Namun, didapatkan jenis kelamin pria menurunkan keberhasilan pengobatan bedaquiline hingga 5 kali lipat.
Kesimpulan: Tidak ditemukan hubungan yang bermakna secara statistik antara kondisi DM pada pasien TB resisten obat terhadap keberhasilan dan kematian pengobatan dengan regimen bedaquiline.
Background: Bedaquiline is a new drug-resistant tuberculosis treatment regimen that is said to be more effective but still with a controversial mortality rate. Currently, there are no clinical data regarding the effectiveness and safety of bedaquiline in patients with diabetes melitus. This study was carried out to see the effect of DM on bedaquiline treatment outcome in drug-resistant tuberculosis patient.
Objective: To determine the impact of DM status on the outcome of 6-month bedaquiline treatment in drug-resistant tuberculosis patient.
Methods: This study is a retrospective cohort study from the medical records of patients at the Persahabatan General Hospital from 2016 to 2019. There were 76 patients who had finished a 24 week bedaquiline regimen treatment. The data were then evaluated using the chi-square test and logistic regression with adjustment for age and gender using SPSS.
Results: The chi-square test showed a statistically significant 4 times risk of death in the DM group compared to non-DM group (P = 0.044). In the multivariate analysis, there was no statistically significant association between DM status and treatment success or death of patients with the bedaquiline regimen. However, it is found that the male gender has a risk of reduced treatment succes up to 5 times.
Conclusion: There was no statistically significant relationship between DM status and the bedaquiline regimen treatment success and mortality
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andini Ayu Lestari
"
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Diperkirakan pada tahun 2021 terdapat 10,6 juta orang yang terinfeksi tuberkulosis. Indonesia merupakan salah satu negara yang masuk dalam 20 negara dengan beban TB, TB MDR/RR, dan TB HIV tertinggi di dunia berdasarkan estimasi jumlah kasus hasil modelling yang dilakukan WHO. Angka inisiasi pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat meningkat dari tahun 2020-2022, namun pasien yang terdiagnosis tuberkulosis resistan obat tidak dapat segera mendapatkan pengobatan di fasilitas kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui durasi keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat, serta pengaruh faktor sistem kesehatan dan faktor pasien terhadap keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat di Indonesia tahun 2020-2022. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan sampel pasien tuberkulosis resistan obat yang memulai pengobatan tahun 2020-2022 dan dilaporkan ke sistem informasi tuberkulosis. Penelitian ini menggunakan metode regresi logistik multilevel dengan sumber data sekunder dari Sistem Informasi Tuberkulosis dan Profil Kesehatan Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan rerata durasi keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat meningkat dari tahun 2020-2022; faktor sistem kesehatan yang mempengaruhi keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat antara lain rasio rumah sakit, metode diagnosis baseline, dan wilayah pendampingan komunitas; sedangkan faktor pasien yang mempengaruhi keterlambatan pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat yaitu jenis kelamin, domisili pasien, riwayat pengobatan OAT suntik, jenis fasilitas kesehatan pertama yang dikunjungi, dan jumlah kunjungan ke fasilitas kesehatan. Perluasan penggunaan cartridge XDR pada alat TCM diperlukan untuk mengetahui resistansi fluorokuinolon sehingga pasien yang terdiagnosis resistan obat dapat segera diobati dan perlunya penguatan kolaborasi antara fasilitas kesehatan, dinas kesehatan, dan organisasi komunitas dalam mendukung pengobatan pasien tuberkulosis resistan obat.

Tuberculosis is still a health problem in the world. It is estimated that in 2021 there will be 10.6 million people infected with tuberculosis. Indonesia is one of the 20 countries with the highest burden of TB, MDR/RR TB and HIV TB in the world based on the estimated number of cases resulting from modeling conducted by WHO. The rate of initiation of treatment for drug-resistant tuberculosis patients increased from 2020-2022, however, patients diagnosed with drug-resistant tuberculosis cannot immediately receive treatment at health facilities. This study aims to determine the duration of delays in treatment of drug-resistant tuberculosis patients, as well as the influence of health system factors and patient factors on delays in treatment of drug-resistant tuberculosis patients in Indonesia in 2020-2022. This study used a cross-sectional design with a sample of drug- resistant tuberculosis patients who started treatment in 2020-2022 and reported to the tuberculosis information system. This research uses a multilevel logistic regression method with secondary data sources from the Tuberculosis Information System and the Indonesian Health Profile. The results of the study show that the average duration of delay in treatment for drug-resistant tuberculosis patients increased from 2020-2022; health system factors that influence delays in treatment of drug-resistant tuberculosis include hospital ratios, baseline diagnosis methods, and community assistance areas; Meanwhile, patient factors that influence delays in treatment for drug-resistant tuberculosis patients are gender, patient domicile, history of injectable drugs, type of first health facility visited, and number of visits to health facilities. Expanding the use of XDR cartridges in GenExpert is needed to determine fluoroquinolone resistance so that patients diagnosed with drug resistance can be treated immediately and there is a need to strengthen collaboration between health facilities, health services and community organizations in supporting the treatment of drug-resistant tuberculosis patients."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismulat Rahmawati
"Latar belakang: Tatalaksana tuberkulosis resistan obat membutuhkan obat antituberkulosis suntik lini kedua yang menyebabkan efek samping ototoksik menetap. Penelitian ini bertujuan mengetahui prevalens ototoksik pada pasien tuberkulosis resistan obat dan faktor-faktor yang berhubungan.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang pada pasien TB resistan obat yang sedang mendapat obat kanamisin atau kapreomisin sebagai bagian paduan obat pada pengobatan tahap awal periode Januari-September 2017 di RSUP Persahabatan. Ototoksik ditentukan berdasar kriteria American Speech Language and Hearing Association (ASHA) tahun 1994 dengan membandingkan nilai audiometri dasar sebelum pengobatan dan saat penelitian.
Hasil: Sebanyak 72 pasien ikut pada penelitian ini. Ototoksik didapatkan pada 34 pasien (47,2%). Ototoksik pada bulan pertama pengobatan yaitu 5 subjek (14,7%) dan 19 subjek 56 tanpa keluhan gangguan pendengaran. Ototoksik lebih sering didapatkan pada penggunaan kanamisin (47,9%) dibandingkan kapreomisin (36,8%). Terdapat berhubungan bermakna antara faktor usia dan ototoksik dengan peningkatan risiko sebesar 5 pada setiap penambahan usia 1 tahun, p=0,029 aOR:1,050 IK95% (1,005-1,096). Kelompok subjek dengan komorbid DM dan peningkatan kreatinin serum didapatkan prevalens ototoksik lebih tinggi meskipun tidak bermakna secara statistik. Faktor jenis kelamin, IMT, riwayat penggunaan OAT suntik, status HIV dan total dosis obat juga tidak didapatkan hubungan bermakna dengan ototoksik.
Kesimpulan: Ototoksik merupakan efek samping yang sering terjadi pada pengobatan fase awal pasien TB resistan obat. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan untuk mengetahui hubungan faktor risiko dengan lebih baik.

Background: The treatment of drug resistance tuberculosis needs second line injection antituberculosis drug that associated with irreversible ototoxic. The aim of this study is to know the prevalence of ototoxicity in tuberculosis drug resistance patients and the contributing factors. Methods: This is a cross sectional study among drug resistance TB patients who receive kanamysin or capreomycin as a part of drug regimen during intensive phase in January to September 2017 at Persahabatan hospital. Ototoxic defined according to American Speech Language and Hearing Association (ASHA) 1994 criteria by comparing baseline audiometric examination before treatment with current result.
Results: Seventy two patients were included in this study. The prevalence of ototoxicity was found in 34 patients (47,2%). Ototoxic found in 5 subjects (14,7%) during the first month of treatment and 19 subjects 56 without hearing disturbance complain. Ototoxic in kanamisin group (47,9%) is more frequent compared with capreomisin (36,8%). Ototoxicity was associated with age, the risk increases 5 every 1 year older p=0,029 aOR:1,050 IK95% (1,005-1,096). The prevalences of ototoxicity are higher in diabetes and increasing serum creatinin patients but statistically not significance. Sex, body mass index, the history of using injectable antiTB drug, HIV status and total dosis were not associated with ototoxicity.
Conclusion: Ototoxicity is common in intensive phase of drug resistance tuberculosis treatment. Further study needed to determine the association of contributing factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Bayu Seno Aji
"Berdasarkan data SITB per 2 Februari 2022, terdapat 8306 kasus TB-RR/MDR terkonfirmasi melalui pemeriksaan laboratorium. Keberhasilan pengobatan TB MDR di Indonesia tahun 2021 belum mencapai target dan termasuk rendah dibandingkan dengan global yaitu sebesar 45%. Penelitian bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan keberhasilan pengobatan pasien TB MDR di RSUP Persahabatan tahun 2019. Penelitian ini menggunakan desain studi kohort retrospektif. Penelitian menggunakan data sekunder dari rekam medis pasien TB MDR yang berobat di RSUP Persahabatan tahun 2019 yang dilihat sejak awal pengobatan hingga didapatkan hasil akhir pengobatan. Terdapat 273 sampel yang sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Data dianalisis menggunakan IBM SPSS Statistics 25 dengan uji chi-square, dengan RR untuk mengetahui derajat hubungan antar variabel dan dan p < 0,05 sebagai batas kemaknaan. Pada hasil analisis diketahui umur (p=0,000; RR=1,603 95CI% 1,251–2,055), jenis kelamin (p=0,749; RR=1,045 95CI% 0,798–1,369), pendidikan (p=0,165; RR=1,228 95CI% 0,929–1.634), pekerjaan (p=0,298; RR=0,893 95CI% 0,8723–1,103), status pernikahan (p=0,000; RR=1,932 95%CI 1,318–2,833), wilayah tempat tinggal (p=0,092, RR=1,288 95%CI 0,933–1,779), hasil pemeriksaan sputum awal (p=0,272; RR=1,126 95%CI 0,911–1,191), interval inisiasi pengobatan (p=0,021; RR=0,698 95%CI 0,494–0,986). Faktor yang memiliki hubungan signifikan secara statistik dengan keberhasilan pengobatan adalah umur, status pernikahan, dan interval inisiasi pengobatan.Based on SITB data as of February 2, 2022, there were 8306 confirmed cases of RR/MDR TB through laboratory tests. The success of MDR TB treatment in Indonesia in 2021 has not reached the target and is low compared to global, which is 45%. This study aims to identify factors associated with successful treatment of MDR TB patients at Persahabatan Hospital in 2019. This study used a retrospective cohort study design. The study used secondary data from the medical records of MDR TB patients who were treated at the Friendship Hospital in 2019 which were seen from the beginning of treatment until the final results of treatment were obtained. There were 273 samples that met the inclusion and exclusion criteria. Data were analyzed using IBM SPSS Statistics 25 with chi-square test, with RR to determine the degree of relationship between variables and p < 0.05 as the limit of significance. The results of the analysis showed that age (p=0.000; RR=1.603 95CI% 1.251–2.055), gender (p=0.749; RR=1.045 95CI% 0.798–1.369), education (p=0.165; RR=1.228 95CI% 0.929– 1.634), occupation (p=0.298; RR=0.893 95CI% 0.8723–1.103), marital status (p=0.000; RR=1.932 95%CI 1.318–2.833), area of ​​residence (p=0.092, RR=1.288 95%CI 0.933–1.779), results of initial sputum examination (p=0.272; RR=1.126 95%CI 0.911–1.191), treatment initiation interval (p=0.021; RR=0.698 95%CI 0.494–0.986). Factors that had a statistically significant relationship with treatment success were age, marital status, and treatment initiation interval."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jefman Efendi Marzuki HY
"Pendahuluan: Delamanid (DLM) merupakan obat baru tuberkulosis resistan obat (TB-RO) yang sudah digunakan di Indonesia sejak tahun 2019. DLM diketahui dapat menginhibisi kanal kalium hERG sehingga berpotensi menyebabkan pemanjangan interval QT hingga risiko Torsades de pointes (TdP). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan interval QTc pada pasien TB-RO yang mendapatkan paduan DLM dibandingkan dengan kelompok tanpa paduan DLM yakni shorter treatment regimens (STR) dengan injeksi di Indonesia.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif dengan menggunakan data sekunder di RSPG dan RSSA. Nilai interval QTc dan perubahan nilai interval QTc dari baseline (ΔQTc) akan dinilai selama 24 minggu.
Hasil: Peningkatan rerata interval QTc dan ΔQTc pada kelompok DLM dan STR dengan injeksi terjadi sejak minggu pertama pengobatan. Peningkatan interval QTc maksimum dan ΔQTc yang lebih kecil pada kelompok DLM dengan mean difference 18,6 milidetik (95%IK 0,3 sampai 37,5) dan 31,6 milidetik (95%IK 14,1 sampai 49,1). Proporsi pemanjangan interval QTc lebih kecil pada kelompok DLM dibandingkan STR dengan injeksi (RR= 0,62; 95%IK 0,42 sampai 0,93).
Kesimpulan: Penelitian ini mengindikasikan paduan mengandung DLM cenderung lebih sedikit meningkatkan interval QTc dibandingkan kelompok STR dengan injeksi. Akan tetapi, pemantauan ketat risiko pemanjangan interval QT perlu dilakukan pada penggunaan obat yang berisiko memperpanjang interval QT.

Backgrounds: Delamanid (DLM) is a tuberculosis resistant (TB-RO) drug and has been used in Indonesia since 2019. It is known that DLM inhibits hERG potassium channel which has the potential to cause cardiac repolarization disorders such as QT prolongation which eventually leads to a risk of Torsades de pointes. This study aims to analyze the QTc interval changes in TB-RO patients who received the DLM-containing regimens compared to the shorter treatment regimens (STR) with injection in Indonesia.
Methods: This is a retrospective cohort study which uses secondary data at RSPG and RSSA. The value of the QTc interval and the changes in the value of the QTc interval from the baseline (ΔQTc) will be assessed for a period of 24 weeks.
Results: There are 31 subjects who received DLM-containing regimens and 76 subjects who received STR with injection. The mean QTc interval and ΔQTc in both groups occurred since the first week of treatment. The increase of QTc interval maximum and ΔQTc was smaller in the DLM group with a mean difference 18.6 miliseconds (95%CI 0.3 to 37.5) and 31.6 milliseconds (95%CI 14.1 to 49.1). The proportion of QTc interval prolongation was smaller in the DLM group (RR= 0.62; 95%CI 0.42 to 0.93
Conclusion: This study indicate that DLM-containing regimens is less likely to increase the QTc interval compared to the STR group with injection. However, close monitoring of the risk of QT prolongation needs to be carried out upon the use of QT prolonging drugs.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Linggom Kurniaty
"ABSTRAK
Latar belakang: Pasien Tuberkulosis TB paru basil tahan asam BTA positif merupakan sumber penularan dan perlu penanganan secara baik untuk memutus rantai penularan TB. Indonesia melakukan program Direct Observed Treatment Short-Course DOTS untuk menanggulangi TB sejak tahun 1995, namun angka kesakitan TB dan angka kematian TB masih tinggi. Salah satu komponen DOTS ialah Pengawas Menelan Obat PMO yang berperan agar semua pasien menelan obat dengan benar dan teratur sampai sembuh. Saat ini dari 1.645 rumah sakit RS di Indonesia yang sudah mengikuti program DOTS baru 30 . Pasien TB yang berobat ke RS berdasarkan data Kementrian Keseharan RI sebanyak 42 . Angka keberhasilan TB di RS saat ini sekitar 50 . Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kejadian efek samping obat dan peran PMO pasien TB paru terhadap keberhasilan pengobatan di Rumah Sakit Umum Pusat Persahabatan RSUP Persahabatan yang merupakan salah satu rumah sakit yang melaksanakan program DOTS. Metode: Dilakukan 2 pendekatan untuk dua tujuan yang berbeda yaitu: 1. Studi kohort retrospektif, mendata pasien TB paru BTA positif yang mendapatkan pengobatan kategori I dan melihat kejadian efek samping yang timbul serta hubungan kejadian Efek samping dengan hasil pengobatan. 2. Studi kohort prospektif intervensi, peneliti memberikan pendidikan singkat terhadap satu kelompok PMO. Peneliti akan melihat hubungan peran PMO berdasarkan tingkat pengetahuan PMO kuisioner pre-tes / sebelum intervensi dan post-tes / setelah intervensi dengan kepatuhan pasien berobat juga dengan keberhasilan pengobatan TB dan hubungan intervensi PMO dengan kepatuhan pasien berobat dan keberhasilan terapi. Data dianalisis dengan uji Chi-Squre /Fisher. Hasil: Pada pendekatan pertama didapatkan 174 subjek. Angka kejadian efek samping dialami oleh 60/174 34.5 subjek. Derajat efek samping minor lebih banyak dibanding mayor 46/60; 14/60 . Angka keberhasilan terapi TB kelompok yang mengalami kejadian efek samping ialah 39/55 70.9 dan kelompok tanpa kejadian efek samping ialah 49/79 62 . Hasil uji statistik Chi-Squre p=0.29, menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kejadian efek samping dengan keberhasilan terapi TB. Namun derajat efek samping berhubungan dengan angka keberhasilan pengobatan TB, RR 0.5 IK 95 0.2-1 p= 0.03 . Angka kepatuhan berobat kelompok dengan kejadian efek samping 73 40/55 dan kelompok tanpa efek samping ialah 65 50/77 . Pada pendekatan kedua, subjek penelitian ialah 94 PMO 47 diintervensi dan 47 kontrol . Tingkat pengetahuan pre-tes dan post-tes kedua kelompok seimbang. Pada post-tes tingkat pengetahuan yang baik ialah 88.9 di kelompok perlakuan dan 83.8 di kelompok kontrol. Pendidikan singkat yang diberikan pada kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang bermakna, RR 1.5 IK 95 1.026-2 p=0.028 terhadap peningkatan pengetahuannya PMO. Tidak ada hubungan tingkat pengetahuan dengan kepatuhan dan keberhasilan pengobatan TB p>0.5 . Hasil intervensi PMO menunjukkan ada hubungan dengan keberhasilan pengobatan TB yaitu; kelompok perlakuan 34/38 89 dan kelompok kontrol 25/44 57 , hasil uji statistik p < 0.05. Ada hubungan intervensi PMO dengan kepatuhan pasien berobat yaitu kelompok perlakuan 35/39 90 sedangkan kelompok kontrol 28/44 64 , p < 0.05. Kesimpulan: Angka kejadian efek samping 34.5 pengobatan TB di RSUP Persahabatan, dengan efek samping minor lebih banyak dari mayor. Keberhasilan pengobatan berhubungan dengan derajat efek samping yang dialami pasien. Tidak ada hubungan kejadian efek samping dengan kepatuhan berobat dan keberhasilan pengobatan TB pada penelitian ini. Tingkat pengetahuan pada kelompok yang diintervensi meningkat secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol. Ada hubungan intervensi PMO dengan keberhasilan pengobatan TB dan kepatuhan berobat.

ABSTRACT<>br>
Introduction Patients lung Tuberculosis TB with sputum smear positive are a source of transmission and need good treatment in order to break the chain of TB transmission. Indonesia conducted Directly Observed Treatment Short Course DOTS program to eradicate TB since 1995, but TB morbidity and mortality rates are still high. One component of DOTS is Directly Observed Treatment DOT which can play a role for all patients to swallow medication properly and regularly until healed. Currently registered hospital in Indonesia who have followed program DOTS are 30 . The TB patient treated at the hospital based on The Ministry of Health rsquo s data are 42 . TB Success rate in hospital is about 50 . This study was conducted to determine the association of adverse drug reaction and the role of DOT of pulmonary with the success of treatment in Persahabatan hospital which is one of the hospitals that implement DOTS program. Method Two different approaches were conducted for two different purposes 1. Retrospective cohort study, recording positive pulmonary TB patients receiving category I treatment to see adverse drug reaction and the incidence of adverse drug reaction with treatment outcomes. 2. A prospective cohort study, the researchers gave a short term intervention education to one group of DOT rsquo s. The researcher will look at PMO role relationship based on knowledge level of DOT pre test questionnaire pre intervention and post test after intervention and association intervention DOT with patien adherence and treatment success. Data were analyzed by Chi Squre and Fisher test. Result In the first approach 174 subjects were obtained. The incidens of adverse events was experienced by 60 174 34.5 subjects. The degree of minor adverse effects is greater than the major 46 60 14 60 . The success rate of TB therapy in the group with adverse drug reaction was 39 55 70.9 and in the group without adverse drug reaction was 49 79 62 . Chi Squre statistical test result p 0.29, indicating that there is no relationship between the incidens of adverse drug reaction with the success of TB therapy. However, the degree of adverse drug reaction is related to the success rate of TB treatment. However, the degree of side effects is related to the success rate of TB treatment, RR 0.5 IK 95 0.2 1 p 0.03 . Treatment compliance rates of adverse events group with 73 40 55 and the group without side effects was 65 50 77 . The second approach, the subject of the study was 94 DOT 47 interventions and 47 controls . At post test a good level of knowledge was 88.9 in the treatment group and 83.8 in the control group. The short education given to the treatment group showed significant results, RR 1.5 IK 95 1.026 2 p 0.028 to the increase of knowledge. There was no correlation between knowledge level with TB treatment adherence and success p 0.5 . PMO intervention Results showed an association with successful treatment of TB that is treatment group 34 38 89 and control group 25 44 57 , statistic test p "
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>