Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 199240 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nurul Fatin
"Inkontinensia urin merupakan masalah kesehatan yang umum terjadi pada lansia. Lansia mengalami penurunan fungsi sistem tubuh salah satunya adalah perkemihan. Permasalahan ini dapat ditangani dengan berbagai macam intervensi diantaranya adalah intervensi senam kegel dan bladder training yang menjadi terapi lini pertama dalam penanganan masalah inkontinensia urin. Tujuan dari penelitian ini adalah peneliti dapat memberikan gambaran asuhan keperawatan masalah inkontinensia urin dengan senam kegel dan bladder training. Hasil yang didapatkan selama 3 minggu melakukan intervensi adalah terdapat penurunan derajat inkontinensia urin dari sedang ke ringan dengan menggunakan kuesioner ISI dan perubahan interval serta frekuensi berkemih sebelum dan sesudah dilakukannya intervensi. Intervensi ini dapat dilakukan di panti werdha untuk mengurangi angka kejadian inkontinensia urin di panti werdha.

Urinary incontinence is a common health problem in the elderly. The elderly experience a decline in body system functions, one of which is urination. This problem can be treated with various interventions, including Kegel exercises and bladder training, which are the first line therapy in treating urinary incontinence problems. The aim of this research is that researchers can provide an overview of nursing care for urinary incontinence problems using Kegel exercises and bladder training. The results obtained during the 3 weeks of intervention were a decrease in the degree of urinary incontinence from moderate to mild using the ISI questionnaire and changes in the interval and frequency of urination before and after the intervention. This intervention can be carried out in nursing homes to reduce the incidence of urinary incontinence in nursing homes.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, David Oktavianus
"Latar Belakang :
ICS merekomendasikan latihan Kegel, sebagai terapi konservatif untuk mengatasi inkontinensia urin tekanan untuk dilakukan selama 12 minggu. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa latihan kegel selama 4, dan 8 minggu dapat memperbaiki gejala inkontinensia, kualitas hidup, dan meningkatkan kekuatan otot dasar panggul.
Tujuan :
Mengetahui gambaran perbaikan gejala subjektif dan objektif, peningkatan kekuatan otot dasar panggul, perbaikan derajat keparahan dan perbaikan kualitas hidup wanita penderita inkontinensia urin tekanan yang menjalani antara latihan Kegel yang 4, 8, dan 12 minggu
Metode:
55 subjek terdiagnosis inkontinensia urin tekanan (berdasarkan nilai (QUID >4) dan tes pembalut positif 60 menit) diberikan latihan Kegel di Poliklinik Rehabilitasi Medik RSCM selama 12 minggu. Pengumpulan data, seperti kuesioner UDI-6; tes pembalut 60 menit; dan kuesioner IIQ-7 akan dicatat oleh subjek penelitian dalam buku kegiatan 4, 8, dan 12 minggu. Selain itu, evaluasi biofeedback(Myomed 932) dari kekuatan serat otot lambat dan serat otot cepat dilakukan setiap 2 minggu untuk menilai perbaikan.
Hasil:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan bermakna antara skor UDI-6 dan IIQ-7 subjek sebelum latihan dan setelah latihan 4, 8, dan 12 minggu (uji Wilcoxon; p<0.05). Selain itu, adanya perbedaan yang signifikan pada kekuatan serat otot lambat dan serat cepat antara sebelum latihan dengan pasca latihan 8 minggu dan sebelum latihan dengan pasca 12 minggu. (dengan uji Wilcoxon; p <0.05).
Kesimpulan :
Latihan Kegel yang dilakukan dengan durasi minimal 8 minggu dapat memperbaiki gejala, kekuatan otot dasar pangul dan kualitas hidup wanita dengan inkontinensia urin tekanan.

Introduction :
Kegel exercise is recommended by ICS, as a conservative therapy to improve stress urinary incontinence for 12 weeks. However, several studies have shown that Kegel exercise for 4 and 8 weeks can improve symptoms of incontinence, quality of life and increase pelvic floor muscle strength.
Objective:
To identify the improvement subjective and objective symptoms, increasing pelvic floor muscle strength, and improvement quality of life among women with stress urinary incontinence who performed kegel exercise 4, 8, and 12 weeks.
Method:
55 subjects were diagnosed with stress urinary incontinence (based on (QUID score >4) and positive result of pad test 60 minutes) and were given the Kegel exercise at RSCM for 12 weeks. Datas such as UDI-6, pad test 60 minutes, and IIQ-7 will be documented by each subject in the book for 4, 8, and 12 weeks. In addition, Pelvic floor muscle (slow and fast fibers twitch) were assessed by biofeedback (myomed 932) every 2 weeks.
Result:
The results show that there is a significant difference between the UDI-6 and IIQ-7 scores before, after 4, 8, and 12 weeks Kegel exercise. (Wilcoxon testp < 0.05).
In addition, there is a significant difference in the pelvic floor muscle strength (slow and fast fibers twitch) between before with after exercise for 8 weeks Kegel exercise and between before and after 12 weeks Kegel exercise. (Wilcoxon test; p <0.05).
Conclusion:
Performing Kegel exercise with a minimum duration of 8 weeks can improve symptoms, pelvic floor muscle strength and quality of life for women with stress urinary incontinence.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Monika
"Latar belakang : Inkontinensia urin merupakan salah satu permasalahan eliminasi yang sering dialami oleh lansia yang berdampak pada fisik, psikologis, dan sosial ekonomi. Deteksi dini dan pendidikan kesehatan terkait kesehatan perkemihan dapat meningkatkan motivasi dan pemahaman akan pentingnya mencari pertolongan kesehatan. Bladder training dan latihan kegel dapat menurun keluhan inkontinensia urin, tetapi masih sedikit studi terkait pelaksanaan di keluarga dan komunitas.
Tujuan : mengidentifikasi efek dari intervensi LASMINIT deteksi dini, pendidikan kesehatan terkait kesehatan perkemihan, bladder training, dan lantihan kegel disertai buku panduan dan catatan monitoring dalam meningkatkan perilaku kesehatan dan mengurangi keluhan inkontinensia urin di keluarga dan komunitas.
Metode : desain evidence based practice. Dengan sampel sebanyak 42 lansia di komunitas. Intervensi LASMINIT dilakukan selama 12 minggu.
Hasil : studi ini menunjukkan adanya perubahan perilaku pengetahuan, sikap dan keterampilan lansia baik di keluarga maupun di komunitas yang signifikan setelah diberikan intervensi p = 0,0001 dan keluhan inkontinensia urin juga mengalami perubahan yang signifikan p= 0,0001 , dimana frekuensi berkemih menjadi 7 kali sehari, frekuensi mengompol menjadi 1x seminggu, dan interval berkemih meningkat menjadi 3 jam.
Kesimpulan : Terdapat perubahan perilaku yang mengarah lebih baik dan penurunan keluhan inkontinensia urin setelah pelaksanaan intervensi LASMINIT. Komponen keterampilan dan interval berkemih mengalami perubahan yang besar, hal ini disebabkan karena motivasi dan adanya dukungan dari keluarga dan teman sebaya selama menjalani intervensi.

Background Urinary incontinence is the most frequent elimination problems experienced by the elderly who has physical, psychological, and socioeconomic impacts. Early detection and health education related to urinary health can increase motivation and understanding of the importance of seeking health care. Bladder training and Kegel exercises can decrease urinary incontinence symptoms, but there are still few studies related to implementation in family and community.
Objective to determine the effects of LASMINIT interventions early detection, health education related to urinary health, bladder training, and kegel incontinence with guidebooks and monitoring records in improving health behavior and reducing urinary incontinence symptoms in families and communities.
Method evidence based practice design. With a sample of 42 elderly in the community. LASMINIT interventions are conducted for 12 weeks.
Results this study showed a significant change in the behavior knowledge, attitudes and skills of the elderly in the family and community after intervention p 0.0001 and urinary incontinence was also significantly altered p 0.0001 , Where the frequency of urination to 7 times a day, the frequency of leakage to 1 times a week, and the urinary interval increased to 3 hours.
Conclusions There are better behavioral changes and decreased urinary incontinence after LASMINIT interventions. Components of skills and voiding intervals undergo major changes, due to motivation and support from family and peers during the intervention."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Rafika
"Latar Belakang: Inkontinensia urin (IU) merupakan salah satu masalah kesehatan dengan prevalensi dan beban yang cukup tinggi di dunia. Inkotinensia urin tekanan (SIU) merupakan salah satu bentuk inkontinensia urin dengan prevalensi di Indonesia berkisar antara 14,57-52%. Latihan otot dasar panggul merupakan salah satu pencegahan dan tatalaksana yang direkomendasikan untuk inkontinensia urin. Namun, perbandingan antara efektivitas latihan yang dilakukan selama masa kehamilan dan pasca persalinan belum pernah dilakukan sebelumnya.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas latihan otot dasar panggul pada masa kehamilan dan setelah persalinan sebagai pencegahan dan pengobatan terhadap terjadinya inkontinensia urin tekanan yang menetap pasca persalinan.
Metode: Dilakukan penelitian dengan desain uji klinis acak terkontrol dan kerangka konsep etiologik. Populasi penelitian yaitu semua ibu hamil dengan gejala inkontinensia urin tekanan. Dalam kurun waktu penelitian didapatkan sampel sebanyak 70 ibu hamil dengan gejala inkontinensia urin tekanan pasca persalinan yang dibagi dalam kelompok tanpa intervensi, kelompok latihan otot dasar panggul sejak masa kehamilan, dan kelompok latihan otot dasar panggul pasca persalinan. Data dianalisis dengan metode analisis bivariat kategorik tidak berpasangan dua kelompok.
Hasil: Dari hasil penelitian ini, didapatkan adanya hubungan yang bermakna pada ibu hamil yang diberikan latihan otot dasar panggul baik sejak masa kehamilan (p-value = 0.002) maupun pasca persalinan (p-value = 0.006) dengan penurunan proporsi kejadian inkontinensia urin tekanan menetap pasca persalinan. Namun, tidak didapatkan adanya perbedaan hasil yang bermakna secara statistik antara kelompok ibu hamil yang diberikan latihan otot dasar panggul sejak masa kehamilan dengan yang diberikan latihan pasca persalinan (p-value = 1.000).
Kesimpulan: Pada penelitian ini tidak didapatkan adanya perbedaan yang bermakna antara latihan otot dasar panggul pada masa kehamilan dan setelah persalinan. Namun, latihan otot dasar panggul pada masa kehamilan dan setelah persalinan terbukti efektif dalam pencegahan dan pengobatan terhadap terjadinya inkontinensia urin tekanan yang menetap pasca persalinan dibandingkan dengan yang tidak melakukan.

Background: Urinary incontinence (UI) is one of the problematic health problems with high prevalence and monetary burden in the world. Stress urinary incontinence is one form of UI with a prevalence of 14.57 -52% in Indonesia. Pelvic floor muscle training (PFMT) is one of its recommended preventive and curative measures. Nevertheless, comparison between PFMT initiated during pregnancy period and postpartum period has never been studied before.
Objective: This study aims to determine the effectiveness of pelvic floor muscle exercises during pregnancy and after childbirth as prevention and treatment of the occurrence of persistent postpartum urinary incontinence.
Method: A randomized controlled trials with an etiological conceptual framework was done in this study. The study population were all pregnant women with symptoms of urinary incontinence. In the study period, a sample of 70 pregnant women with symptoms of postpartum urinary incontinence consisting of no-intervention group, pregnancy PFMT group, and postpartum PFMT group. The data were analyzed by two groups of unpaired categorical bivariate analysis methods.
Results: It was found that there was a significant association between pregnant women given pelvic floor muscle training (PFMT) both during pregnancy (p-value = 0.002) and postpartum (p-value = 0.006) with decline of persistent postpartum urinary incontinence proportion. However, there was no statistically significant difference of outcome found in the group of pregnant women given PFMT since pregnancy with those who were given after childbirth, p-value = 1,000.
Conclusion: In this study there was no significant difference of outcome between PFMT during pregnancy and after delivery. However, PFMT during pregnancy and after childbirth have been proven effective in the prevention and treatment of the occurrence of postpartum urinary incontinence compared with those who did not.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58707
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surahman Hakim
"Inkontinensia urin tekanan (IUT) merupakan kondisi bocornya urin saat tekanan
intrabdominal meningkat. Tatalaksana konservatif seperti latihan kegel (LK) yang
merupakan pilihan pertama dalam penanganan kasus IUT. Namun, terdapat
hambatan seperti kepatuhan yang buruk serta ketidakmampuan pasien
mengontraksikan otot panggul, ketika menjalani program LK sehingga mengalami
kegagalan dan berlanjut pada tindakan operasi. Penelitian ini bertujuan menyusun
buku panduan LK untuk membantu kepatuhan pasien dalam melakukan LK dan
menganalisis luaran subjektif, klinis, kepatuhan, serta kekuatan kontraksi otot dasar
panggul pada pasien yang berlatih LK selama 12 minggu. Penelitian ini memiliki
desain eksplorasi sequential mixed-method research yang terdiri atas penelitian
kualitatif dan penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif bertujuan menyusun buku
panduan LK baku menggunakan tahapan analyze, design, development,
implementation, and evaluation (ADDIE) dan penelitian kuantitatif
mengujicobakan buku panduan LK tersebut dalam praktik klinis dan dievaluasi
efektivitasnya dalam menangani IUT. Penelitian berlangsung sejak Agustus 2020
sampai September 2022, di berbagai rumah sakit seperti RS dr.
CiptoMangunkusumo, RS Fatmawati, RSCM Kintani, RS Buah Hati Ciputat dan
Pamulang, RS Prikasih, dan RS YPK Mandiri. Luaran yang dievaluasi pada
penelitian kuantitatif adalah gejala subjektif yang diukur berdasarkan kuesioner
IIQ-7 dan UDI-6, gejala klinis yang diukur berdasarkan 1-hour pad test, kekuatan
otot dasar panggul dengan perineometer, dan kepatuhan pasien. Buku panduan LK
berhasil disusun menggunakan metode ADDIE dan diujicobakan pada tahap
penelitian kuantitatif. Subjek penelitian adalah 178 pasien IUT dari berbagai rumah
sakit dan 148 berhasil mengikuti penelitian hingga selesai. Setelah 12 minggu LK
terdapat perbaikan gejala subjektif, gejala klinis, dan kekuatan otot panggul yang
bermakna. Tidak ada perbedaan gejala subjektif yang bermakna antara kelompok
intervensi dan kontrol. Terdapat perbedaan gejala klinis, kekuatan otot dasar
panggul, dan kepatuhan yang bermakna pada kelompok intervensi dan kontrol.
Buku panduan LK yang berhasil disusun menggunakan metode ADDIE berhasil
meningkatkan gejala subjektif, klinis, kekuatan otot panggul, dan kepatuhan pasien
IUT dalam melakukan LK. Jika dibandingkan kontrol, pasien yang menggunakan
buku panduan LK memiliki perbaikan gejala klinis, peningkatan kekuatan otot
panggul, dan peningkatan kepatuhan yang bermakna.

Stress Urinary Incontinence (SUI) is a condition in which urine leaks when intraabdominal pressure increases. Worldwide, many women have suffered from SUI. Conservative management, one of which is Pelvic Floor Muscle Training (PFMT), is the first choice in handling IUT cases. However, various obstacles, such as poor compliance and the inability of women to contract the pelvic muscles, are often encountered by women undergoing the PFMT program. They would be likely to fail and undergo surgery. This study aimed to create a PFMT Guidebook and evaluate the effectiveness in improving subjective, clinical, compliance, and pelvic floor muscle contraction of SUI women after twelve weeks. This study was an exploratory sequential mixed-method research design consisting of qualitative and quantitative research. This qualitative study aims to compile a standardized PFMT guidebook using the ADDIE stage and quantitative research to test the PFMT guidebook in clinical practice and evaluate its effectiveness in dealing with SUI. This process took place from August 2020 untill September 2022 in various hospital centers such as CiptoMangunkusumo Hospital, Fatmawati Hospital, Kintani RSCM, Buah Hati Pamulang and Ciputat Hospitals, Prikasih Hospital, and YPK Mandiri Hospital. The outcomes evaluated in this quantitative study were subjective symptoms measured by the IIQ-7 and UDI-6 questionnaires, clinical symptoms measured by the 1-hour pad test, pelvic floor muscle strength using a perineometer, and patient compliance. ADDIE method helped us to create a PFMT guidebook. There were 178 SUI women from various hospitals recruited. 148 of them successfully followed this study to completion. After 12 weeks of PFMT, compared to the control group, there was no difference in clinical symptoms. There were significant differences in clinical symptoms, pelvic floor muscle strength, and adherence between the intervention and study groups. The PFMT guidebook created using the ADDIE method improved subjective, clinical symptoms, pelvic muscle strength, and SUI patient compliance in performing PFMT. Compared with controls, patients who used the PFMT manual significantly improved clinical symptoms, increased pelvic muscle strength, and increased compliance."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
St. Louis: Mosby, 2000
616.62 URI
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Chairul Rijal
"ABSTRAK
Tujuan: untuk mengetahui prevalensi inkontinensia urin, sebaran tipe inkontinensia urin dan faktor-faktor risiko yang berhubungan pada wanita yang berusia diatas 50 tahun.
Metode: penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain potong lintang. Sebanyak 278 wanita berusia diatas 50 tahun yang tinggal di panti werdha, telah dilakukan wawancara secara terpimpin menggunakan kuesioner Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) yang telah diterjemahkan dan divalidasi. Hasil prevalensi inkontinensia urin disajikan dalam bentuk proporsi/persentase, sedangkan hubungan antara faktor risiko dengan kejadian inkontinensia urin dianalisa dengan uji chi square atau uji Fisher bila syarat uji chi square tidak terpenuhi, dan juga dilakukan uji multivariat.
Hasil: dari 278 subyek penelitian, didapatkan sebanyak 95 orang (34,2%) menderita inkontinensia urin. Dengan sebaran tipenya adalah sebagai berikut: inkontinensia urin tipe campuran 67 orang (70,5%), inkontinensia urin tipe tekanan 17 orang (17,9%) dan inkontinensia urin tipe desakan 11 orang (11,6%). Indeks massa tubuh (IMT) berlebih dan obesitas tidak memiliki hubungan dengan kejadian inkontinensia urin (p> 0,05), mungkin pada penelitian ini jumlah subyek dengan IMT berlebih dan obesitas jumlahnya terlalu kecil. Sedangkan faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan inkontinensia urin adalah: usia diatas 60 tahun (OR 7,79, p= 0,021), menopause >10 tahun (OR 5,08, p=0,004), dan multipara (OR 1,82, p=0,019). Pada saat dilakukan uji multivariat, faktor risiko usia diatas 60 tahun didapatkan menjadi tidak berhubungan dengan kejadian inkontinensia urin (p> 0,05). Hal ini disimpulkan bahwa faktor usia diatas 60 tahun bukan merupakan faktor tunggal akan terjadinya inkontinensia urin melainkan multifaktor.
Kesimpulan: penelitian ini mendapatkan angka prevalensi inkontinensia urin pada wanita yang tinggal di panti werdha adalah sebesar 34,2%. Sedangkan sebaran tipe inkontinensia urin adalah: inkontinensia urin tipe campuran 67 orang (70,5%), inkontinensia urin tipe tekanan 17 orang (17,9%) dan inkontinensia urin tipe desakan 11 orang (11,6%). Faktor-faktor risiko inkontinensia urin adalah: menopause >10 tahun dan multipara.

ABSTRACT
Aim: to identify the prevalence of urinary incontinence, the distribution of the type of urinary incontinence and and related risk factors in women older than 50 years.
Method: this is a descriptive study with cross sectional design. Two hundred and seventy eight women older than 50 years old living in nursing house were interviewed using the Questionnaire for Urinary Incontinence Diagnosis (QUID) that has been translated and validated previously. The prevalence result will be presented in the form of percentage; while the relationship between risk factors and the incidence or urinary incontinence will be analyzed using chi square test or Fisher’s exact test if the requirement for chi square test is not met, and multivariate analysis.
Result: Of 278 research subjects, we obtain 95 subjects (34,2%) suffering from urinary incontinence. And the distribution of the type is as follow: 67 subjects (70,5%) with mixed urinary incontinence, 17 (17,9%) with stress urinary incontinence and 11 subjects (11,6%) with urge incontinence. Overweight and obesity body mass index (BMI) are not related with the prevalence of urinary incontinence (p> 0,05), probably in this research the number of subjects with overweight and obesity is too small. While factors related to urinary incontinence are age older than 60 years (OR 7,79, p = 0,021), menopause ≥10 years (OR 5,08, p=0,004) and multiparity (OR 1,82, p = 0,019). When multivariate analysis was done, the risk factor age older than 60 years becomes not related to urinary incontinence (p>0,05). Thus it can be inferred that age older than 60 years is not a singular factor of urinary incontinence but rather a multifactor.
Conclusion: This study shows that the prevalence of urinary incontinence in women living in nursing home is 34,2%; while the distribution of the urinary incontinence is: 67 subjects (70,5%) with mixed urinary incontinence, 17 subjects with stress urinary incontinence (17,9%) and 11 subjects (11,6%) with urge urinary incontinence. Risk factors for urinary incontinence are: menopause ≥10 years and multiparity."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rinaldi
"ABSTRAK
Latar belakang:Berdasarkan International Continence Society(ICS), inkontinensia urin merupakan keluhan dari kebocoran urin sebagai hasil dari abnormalitas fungsi saluran kemih bagian bawah atau sekunder dari penyakit tertentu yang dapat mengganggu kehidupan perempuan secara fisik, psikologis, dan sosial. Pada tahun 2003, prevalensi inkontinensia urin pada perempuan di seluruh dunia sebesar 17-50% dengan jenis yang paling sering adalah jenis tekanan (50%). Hipermobilitas leher kandung kemih merupakan salah satu dasar patologi dari inkontinensia tipe tekanan. Kondisi hipermobilitas leher kandung kemih dan uretra dapat membantu lebih memahami patofisiologi dari inkontinensia urin tipe tekanan yang terjadi. Penelitian ini ditujukan untuk menilai hubungan profil pergerakan leher kandung kemih dengan prolaps kompartemen anterior vagina pada pasien dengan inkontinensia urin jenis tekanan pada pasien dengan prolaps organ panggul.
Metode:Studi ini memiliki desain potong lintang pada 112 subjek dengan riwayat POP yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang diambil pada penelitian ini adalah bladder neck descent(BND), retrovesical angle(RVA), Rotational urethra(RoU), funneling, titik Aa dan Ba pada POP-Q.
Hasil:Data penelitian menunjukan inkontinensia tipe tekanan terjadi pada 50% subjek dengan POP. Pada analisis data didapatkan perbedaan yang signifikan antara funneling, sudut RVA dan sudut RoU dengan kejadian inkontinensia urin. Cutoff sudut RVA didapatkan bernilai 130.570dengan sensitivitas 64,3% dan spesifisitas 55.4%. Cutoff sudut RoU didapatkan bernilai 41.560dengan sensitivitas 76,8% dan spesifisitas 67,9%. Hasil yang didapatkan menunjukan hubungan yang bermakna pada analisis multivariat.
Kesimpulan:Terdapat perbedaan yang bermakna antara sudut RVA, sudut RoU, dan riwayat funneling terhadap inkontinensia urin tipe tekanan pada perempuan dengan POP. Tidak terdapat perbedaan nilai penurunan Titik Aa, titik Ba, dan penurunan leher kandung kemih antara perempuan kontinensia dengan inkontinensia jenis tekanan. Sudut RVA, sudut RoU, dan riwayat funneling dapat digunakan untuk memprediksi terjadinya inkontinensia tipe tekanan pada subjek dengan POP.

ABSTRACT
Background:Stress type urinary incontinence is a pressure induced urinary leakage caused by functional abnormality of lower urinary tract or other disease that cause physical, psychological, and social disturbance in female. The prevalence of urinary incontinence is 17-50% around the world with 50% of them are stress type urinary incontinence. Bladder neck mobility is one of the main pathology of stress type urinary incontinence. Observation of bladder neck mobility and urethra in stress type incontinence may increase the understanding of the urinary incontinence pathophysiology. This study is aimed to quantify the relation between bladder neck mobility profile and anterior compartment vaginal prolapse with stress-type urinary incontinence in patient with pelvic organ prolapse.
Method:The study is a cross-sectional study with 112 subjects with history of pelvic organ prolapse and suits inclusion and exclusion criteria. Data obtained in this study are bladder neck descent (BND), retrovesical angle (RVA), rotational urethra (RoU), funneling, point Aa and Ba from POP-Q.
Results:This study found stress-type urinary incontinence in 50% subjects with POP. In this study, significant difference found in funneling, RVA, and RoU between female with and without urinary incontinence. Cutoff of RVA obtained from this study are 130.570with 64.3% sensitivity and 55.4% specificity. Cutoff of RoU obtained from this study are 41.560with 76,8% sensitivity and 67,9% specificity. Cutoff result shows significant correlation with stress type urinary incontinence on multivariate analysis.
Conclusion:There are significant difference in RVA, RoU, and funneling between female with and without stress type urinary incontinence. There are no significant difference in point Aa, point Ba, and bladder neck descent between female with and without urinary incontinence. Funneling, RVA, and RoU can predict incidence of stress type urinary incontinence in female with POP. "
[, , ]: 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Imam Ahmadi Farid
"ABSTRAK
Nama : Imam Ahmadi FaridNPM : 1406667463Program Studi/Divisi : Obstetri ndash; Ginekologi / Uroginekologi Rekonstruksi Judul: Prevalensi, karakteristik dan Faktor Risiko Terkait Pada Pasien Inkontinensia Urin Dalam Poliklinik Ginekologi Menggunakan Kuesioner Untuk Diagnosis Inkontinensia Urin QUID Versi Bahasa Indonesia Latar belakang: Inkontinensia urin tetap menjadi masalah kesehatan utama wanita karena dampaknya yang menghancurkan terhadap kualitas hidup. Namun, studi epidemiologi tentang inkontinensia urin UI di Indonesia sangat terbatas. Bisa jadi karena keluhan pasien yang kurang dilaporkan. Kami bertujuan untuk menentukan prevalensi, karakteristik dan faktor risiko UI di antara pasien ginekologi. Metode: Pasien mengunjungi klinik rawat jalan ginekologi di Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Umum, Jakarta, Indonesia yang ditawarkan untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Subyek yang memenuhi syarat melakukan wawancara untuk mengisi kuesioner QUID versi Bahasa Indonesia. Faktor terkait untuk stres inkontinensia urin SUI , mendesak inkontinensia urin UUI , dan kontinum urin campuran MUI diidentifikasi setelah analisis bivariat dan multivariat. Hasil: Prevalensi SUI, UUI, dan MUI masing-masing 4,3 , 3,0 , dan 2,7 di antara 400 subjek yang memenuhi syarat. Usia di atas 61 tahun, usia antara 51 hingga 60 tahun, tingkat pendidikan rendah, kelebihan berat badan, multiparitas, persalinan pervaginam dan keadaan menopause meningkatkan risiko untuk semua jenis UI. Pada analisis multivariat, usia yang lebih tua adalah faktor risiko paling signifikan untuk memiliki UI p = 0,000, OR 5,4 95 CI: 2,13-13,87 . Kesimpulan: Usia di atas 61 tahun, usia antara 51 hingga 60 tahun, tingkat pendidikan rendah, kelebihan berat badan, multiparitas, persalinan pervaginam dan menopause adalah faktor risiko untuk SUI, UUI, dan MUI. Umur adalah faktor terkait yang paling signifikan. Kata kunci: QUID Questionnaire, faktor risiko, inkontinensia urin.

ABSTRACT

Abstract Nama Imam Ahmadi FaridNPM 1406667463Program Studi Divisi Obstetri ndash Ginekologi Uroginekologi Rekonstruksi Title Prevalence, characteristics and Related Risk Factors In Urinary Incontinence Patients In Gynecology Polyclinics Using Questionnaire For Urinary Incontinence Diagnosis QUID Indonesian Version Background Urinary Incontinence remains a main women rsquo s health problem due to its devastating impacts to the quality of life. However, the epidemiology study of urinary incontinence UI in Indonesia is very limited. It could be due to the under reported complaints of the patients. We aim to determine the prevalence, characteristics and risk factors of UI among gynecological patients. Methods Patients visited gynecological outpatient clinic at Cipto Mangunkusumo, General Hospital, Jakarta, Indonesia were offered to be participated in this study. Eligible subjects underwent interview to fulfill Indonesian version of QUID questionnaires. The associated factors for stress urinary incontinence SUI , urge urinary incontinence UUI , and mixed urinary continence MUI were identified after bivariate and multivariate analysis. Results The prevalence of SUI, UUI, and MUI were respectively 4.3 , 3.0 , and 2.7 among 400 eligible subjects. Age over 61 years old, age between 51 to 60 years old, low education level, overweight, multiparity, vaginal delivery and menopausal state were increased the risk for any types of UI. On multivariate analysis, older age was the most significant risk factor for having UI p 0.000, OR 5.4 95 CI 2,13 13,87 . Conclusion Age over 61 years old, age between 51 to 60 years old, low education level, overweight, multiparity, vaginal delivery and menopausal state were the risk factor for SUI, UUI, and MUI. Age was the most significant associated factor. Keywords QUID Questionnaire, risk factors, urinary incontinence "
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Stroke sering menimbulkan gangguan fungsi eliminasi yaitu inkontinensia urin urin. Pada psien stroke kondisi inkontinensia urin urin sering menimbulkan masalah baru yang akan memperberat kondisi pasien. Latihan berkemih atau bladder training dari penelitian Fanl, 1991 menunjukkan bahwa 50% dari sampel percobaannya menjadi mampu mengontrol kencing, dan 12 % menjadi total kontinen.
Pada penelitian ini, pengambilan data dilakukan selama tiga bulan dengan responden sebanyak 38 pasien stroke, dimana 19 sebagai kelompok intervensi, dan 19 sebagai kelompok kontrol Karakteristik responden sebagai berikut: jumlah pasien stroke Hemoragie di ruang intervensi 0,59 % dan stroke iskemi 0,41%. Di ruang Kontrol jumlah stroke Hemoragie 0,47 %, sedangkan stroke lskemia 0,53 %. Jika dibandingkan dengan usia, maka jumlah stroke Hemoragie dan lansia di ruang intervensi 0,21 %, di ruang kontrol 0,26 %.
Hasil dari penelitian menunjukan ada perbedaan yang bermakna terhadap masa pemulihan inkontinensia urin urin pada pasien yang bladder retraining-nya terprogram dengan baik dan yang tidak terprogram dengan baik. Pada ruangan intervensi jika tidak dibedakan jenis strokenya dan usisnya maka diperoleh lama Inkominensia urin rata-ratanya 13,11 hari, sedangkan di maka kontrol 22,7 hari. Setelah dianalisa dengan C 95% dengan uji T-test ternyata perbedaan ini bermakna dengan p= 0,012."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2000
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>