Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 174875 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firda Annisa
"Latar belakang: Hormon tiroid berperan dalam regulasi metabolisme glukosa. Kondisi hipertiroid menyebabkan perubahan fungsi sel beta pankreas, percepatan pengosongan lambung, dan gangguan absorpsi glukosa di usus yang menyebabkan kelainan metabolisme glukosa hingga terjadinya resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas. Tujuan: Mengetahui korelasi kadar hormon tiroid dengan resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas pada pasien penyakit Graves fase toksik. Metode: Penelitian ini menggunakan desain potong lintang untuk menilai HOMA-IR dan HOMA-B pada pasien penyakit Graves fase toksik. Penelitian dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo dari Januari 2019 hingga Agustus 2020. Kriteria inklusi penelitian ini yaitu pasien penyakit Graves usia 18-65 tahun, belum menerima terapi obat antitiroid atau sudah diberikan terapi obat selama maksimal 1 bulan dan masih dalam fase toksik. Analisis data menggunakan korelasi Pearson. Hasil: Dari total 38 pasien dengan kecurigaan penyakit Graves, 2 pasien dieksklusi dari penelitian karena hasil TRAb negatif. Pada studi ini ditemukan bahwa tidak terdapat korelasi antara kadar T4 bebas dengan resistensi insulin (r 0,208 ; p 0,298) dan disfungsi sel beta pankreas (r 0,215 ; p 0,928) pada pasien penyakit Graves fase toksik. Tidak ditemukan juga korelasi antara TSH dan T3 total dengan resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas. Didapatkan korelasi yang kuat dan bermakna antara HOMA-IR dan HOMA-B (r 0,991 ; p 0.000). Kesimpulan: Tidak didapatkan korelasi antara kadar hormon tiroid (T4 bebas, T3 total, dan TSH) dengan resistensi insulin dan disfungsi sel beta pankreas.

Background: Thyroid hormones play a significant role in glucose metabolism. Hyperthyroid cause changes in pancreatic beta cell function, accelerated gastric emptying, and impaired glucose absorption in the intestine which cause abnormality in glucose metabolism, resulting in insulin resistance and pancreatic beta cell dysfunction. Aim: To determine correlation of thyroid hormone with insulin resistance and pancreatic beta cell dysfunction in toxic phase Graves’ disease patients. Method: This study is a cross-sectional study to assess HOMA-IR and HOMA-B in toxic phase Graves’ disease patients. The research was conducted at Cipto Mangunkusomo Hospital from January 2019 to August 2020. Inclusion criteria for this study were Graves’ disease patients aged 18-65 years, never received anti-thyroid medication or anti-thyroid medication had been given for maximum of 1 month and patient still in the toxic phase. Data analysis used Pearson correlation. Results: From 38 patients suspected with Graves’ disease, 2 patients were excluded from the study because of negative TRAb results. This study found there was no correlation between free T4 levels and insulin resistance (r 0,208; p 0,298) and pancreatic beta cell dysfunction (r 0,215; p 0,928) in toxic phase Graves’ disease patients. There was also no correlation found between TSH and total T3 with insulin resistance and pancreatic beta cell dysfunction. A strong and significant correlation was found between HOMA-IR and HOMA-B (r 0,991; p 0.000). Conclusion: There was no correlation between thyroid hormone (free T4, total T3, and TSH) and insulin resistance. Thyroid hormones also did not correlate with pancreatic beta cell dysfunction."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rizqi Najla Humaira
"Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan penyakit gangguan metabolik dengan jumlah penderita yang tergolong tinggi baik di dunia maupun di Indonesia. Salah satu faktor risiko dari diabetes mellitus adalah obesitas. Obesitas dapat menyebabkan akumulasi lemak yang memicu kondisi diabetes melalui disfungsi sel beta dan resistensi insulin. Indeks yang dapat digunakan untuk mengukur akumulasi lemak adalah indeks lipid accumulation product (LAP). Sejauh ini, indeks LAP ditemukan berkaitan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 pada berbagai populasi. Meskipun demikian, penelitian yang menelusuri hubungan antara indeks LAP dengan disfungsi sel beta dan resistensi insulin sebagai penyebab diabetes mellitus tipe 2 masih terbatas.
Metode
Studi observasional dengan desain potong lintang ini menggunakan data sekunder dengan merekrut populasi orang dewasa nondiabetes pada tahun 2018 dan 2019. Pada subjek tersebut, pemeriksaan antropometri dan pengambilan darah dilakukan untuk memperoleh kadar glukosa darah puasa, insulin puasa, dan trigliserida. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji korelasi dan regresi linier untuk melihat hubungan antara indeks LAP dengan fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin setelah disesuaikan oleh variabel perancu.
Hasil
Penelitian ini melibatkan 81 subjek dewasa nondiabetes dengan usia 51,54 ± 7,29 tahun. Ditemukan korelasi positif yang signifikan (p<0,01) antara lipid accumulation product (LAP) dengan fungsi sel beta pankreas (r = 0,39) dan resistensi insulin (r = 0,44). Setelah dilakukan penyesuaian variabel perancu pada analisis multivariat, indeks LAP tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin.
Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara indeks LAP dan fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin pada populasi dewasa nondiabetes. Dibutuhkan studi lebih lanjut untuk menentukan kausalitas pada asosiasi tersebut.

Introduction
Diabetes mellitus is a metabolic disorder with high prevalence worldwide, including Indonesia. One of the risk factors for diabetes mellitus is obesity, which can lead to fat accumulation causing diabetes through beta cell dysfunction and insulin resistance. Lipid accumulation product (LAP) is an index used to measure fat accumulation. LAP has been found to be associated with the occurrence of type 2 diabetes mellitus in various populations. However, studies investigating between LAP index and beta cell dysfunction and insulin resistance as causes of type 2 diabetes mellitus are still limited.
Method
This cross-sectional observational study used secondary data to recruit nondiabetic adults in 2018 and 2019. Anthropometric measurements and blood samples were taken. Statistical analysis was conducted using correlation test and linear regression to examine the relationship between LAP index and pancreatic beta cell function and insulin resistance after adjusting for confounding variables.
Results
This study involved 81 nondiabetic adult subjects with an average age of 51.54 ± 7.29 years old. Significant positive correlation (p<0.01) was found between LAP index and beta cell function (r = 0.39) dan resistensi insulin (r = 0.44). After adjusting for confounding variables in multivariate analysis, the LAP index did not show a significant relationship with beta cell function and insulin resistance.
Conclusion
This study demonstrated a significant association of LAP index with beta cell function and insulin resistance in nondiabetic adult population. Further research is needed to determine causality.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucie Widowati
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2003
T39588
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yassir
"LATAR BELAKANG. Progresifitas penurunan sekresi insulin sudah terjadi sebelum individu didiagnosis sebaai DM tipe-2 baru karena kelelahan sel beta pankreas untuk mengatasi resistensi insulin. Efek glukotoksisitas, Iipotoksisitas dan amiloidosis pada sel beta pankreas menyebabkan proses tersebut terus berlanjut walaupun pasien telah diterapi dengan baik. Berbagai penelitian memperlihatkan sebagian besar penyandang DM tipe-2 baru ditemukan dengan fungsi sel beta pankreas yang sudah rendah. Populasi tersebut lebih cepat mengalami kegagalan terapi dibandingkan populasi dengan fungsi sel beta pankreas yang masih baik akibat progresifitas penurunan sekresi insulin yang lebih cepat, sedangkan resistensi insulin dalam tingkatan yang sama. Akibatnya prevalensi kegagalan mencapai kontrol glukosa darah yang baik menjadi tinggi pada populasi tersebut, dan merupakan salah satu penyebab komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular yang semakin meningkat. Di poliklinik diabetes RSCM dan berbagai puskesrnas di Jakarta, sebagian besar penyandang DM tipe-2 sulit untuk mencapai kontrol glukosa darah yang baik dan tingginya prevalensi komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular. Apakah populasi tersebut sudah berada dalam fungsi sel beta pankreas yang rendah? Penelitian ¡ni bertujuan untuk mengetahui gambaran fungsi sel beta pankreas melalui
perhitungan HOMA-B dan resistensi insulin melalui perhitungan HOMA-IR pada
subyek penyandang DM tipe-2 baru yang berobat di poliklinik diabetes RSCM.
METODOLOGI. Dirancang studi potong lintang dengan analisis deskriptif. Prosedur yang dilakukan adalah subyek dipuasakan selama 10 jam lalu diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa dan insulin puasa. Dari hasil tersebut dilakukan penghitungan HOMA-B dan HOMA-IR.
HASIL. Telah dilakukan pengambilan data terhadap 100 subyek. Nilai median usia 52 tahun. 51% dan subyek mempunyai riwayat keluarga DM dan sebagian besar subyek adalah obes sebanyak 54%. Sebagian besar subyek dalam kelompok nilai HOMA-B yang sangat rendah yaitu kurang dari 25 pmol/mmol sebanyak 55% dengan nilai median 17,14 pmol/mmol, dan dalam kelompok nilai HOMA-IR yang rendah yaitu kurang dari 3 pmol-mmol/l2 scbanyak 61% dengan niai median 245 pmol-mmol/l2.
SIMPULAN. Sebagian besar penyandang DM tipe-2 baru di poliklinik diabetes RSCM adalah obes dan manpunyai riwayat keluarga DM. Sebagian besar subyek berada dalam kelompok fungsi sel beta pankreas dan resistensi insulin yang rendah.

BACKGROUND. The declining of insulin secretion already happened before the patent diagnosed type 2 diabetic, caused by beta cell pancreas failure in order to compensate insulin resistance. The glucotoxicity and lipotoxicity effect combined with amyloidosis onì beta cell pancreas caused continuing declining process progessiveIy even though the patient has been treated. Most of the previous studies showed that many new type 2 diabetic patients have already had low beta cell finction. This population failed to achieve targeted therapy faster than population with good beta cell function, because faster the declining of insulin secretion. However, innsulin resistance was almost constant. Because of that, prevalence of failed to achieve good blood glucose control were high and one of the mechanisms cause micro and macro vascular complication will increase. Many type 2 diabetic who attended in endocrine metabolic clinic in Cipto Mangunkusumo hospital and Primary Health Care in Jakarta failed to achieve good blood glucose control and there were high incidence of macro and micro vascular complication We hypothesized that many new type 2 diabetIc patients in endocrine metabolic clinic in Cipto Mangunkusumo have already had low beta cells function. We investigated the profile of beta cells function by calculated IIOMA-13 and insulin resistance by calculated ROMA-IR in new type 2 diabetic patients who attenckxl in endocrine metabolic clinic ¡n Cipto Mangunkusumo hospital.
METHOD. A descriptive-cross sectional study was conducted. After 10 hours fasting, new type 2 diabetic patients were checked for fasting blood glucose and fasting insulin concentration. Based on those numbei, The HOMA-B and HOMA-IR were calculated.
RESULT. Based on the results of 100 patients. Median value of age was 52 years old. 51% of the subjects had family history of diabetic and most of them were obese in 54% subjects. Most of the subjects were in lower HOMA-B value less than 25 Pmol/mmol in 55% of the subiects with median NOMA-B vahe was 17,14 pmol/mmol and wese in lower HOMA-IR less than 3 pmol-mmol,I2 in 61% of the subjects with median HOMA-ER value was 2,45 pmol-mmol/12 groups.
CONCLUSION. Many new type 2 diabetic patients, who attended in endocrine metabolic Clinic in Cipto Mangunkusumo hospital, were obese and have already had family history of diabetic. Most of the subjects were in low pancreas beta cell function and insulin resistance groups."
2007
T23366
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Didi Kurniadhi
"Latar belakang: Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Diluar dari faktor risiko konservatif yang sudah diketahui berhubungan PJK ternyata didapatkan pula sejumlah faktor non konservatif yang berhubungan dengan PJK, salah satu faktor risiko yang paling menonjol adalah resistensi insulin. Data penelitian yang melihat peranan dan hubungan antara resistensi insulin dengan kejadian dan beratnya PJK masih menjadi kontrovesi, dimana sejumlah penelitian menunjukkan hasil yang bertentangan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran nilai resistensi insulin pada pasien PJK dan tersangka PJK yang menjalani angiografi koroner dan korelasi antara resistensi insulin dengan beratnya PJK, yang dinilai dengan derajat stenosis arteri koroner.
Metode: Resistensi insulin dinilai dengan menggunakan HOMA IR sedangkan beratnya derajat stenosis koroner dinilai dengan sistem skoring dari Gensini.
Hasil: Sebanyak 39 subyek yang menjalani angiografi koroner karena PJK dan tersangka PJK mengikuti penelitian ini. Nilai HOMA IR pada penelitian ini tidak mengikuti distribusi normal, dengan nilai median 4,63 (0,73 – 26,9). HOMA IR menunjukkan korelasi yang bermakna dengan beratnya derajat stenosis arteri koroner dengan arah korelasi positif dan kekuatan korelasi sedang (r: 0,44, p < 0,05). Korelasi ini tetap bermakna meskipun telah dilakukan penyesuaian dengan sejumlah variabel perancu.
Kesimpulan: Terdapat korelasi bermakna antara resistensi insulin dengan beratnya PJK yang dinilai dengan Gensini skor."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rivaldi Ardiansyah
"Latar belakang. Profil hormon tiroid belum banyak dipelajari pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik (SNI). Prevalens disfungsi tiroid pada anak dengan SNI di Indonesia belum jelas. Beberapa studi mempunyai hipotesis bahwa hipotiroidisme pada SNI dapat terjadi akibat peningkatan ekskresi protein pengikat hormon tiroid dan hormon tiroid. Terapi steroid merupakan salah satu faktor yang memengaruhi terjadinya hipotiroidisme.
Tujuan. Mengetahui angka kejadian hipotiroidisme pada anak dengan SNI aktif dan remisi.
Metode. Penelitian potong lintang yang dilakukan pada 103 pasien sindrom nefrotik idiopatik berusia 1-18 tahun di RSCM. Prevalens abnormalitas hormon tiroid adalah sebanyak 15,5% mengalami hipotiroidisme overt, 1,9% mengalami hipotiroidisme sekunder, 1,9% mengalami hipotiroidisme subklinis, 47,6% mengalami low-T3 syndrome, 10,7% mengalami low-T3 dan low-T4 syndrome dan sebanyak 22,3% subjek dengan status eutiroid. Sebanyak 16/103 subjek pada penelitian ini mengalami hipotiroidisme overt. Pada penelitian ini, seluruh subjek yang mengalami hipotiroidisme overt tersebut berasal dari kelompok SNI aktif. Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara status SNI aktif dengan kejadian hipotiroidisme overt dengan nilai p <0,001. Pada penelitian ini, 13/16 subjek yang mengalami hipotiroidisme overt tersebut mengalami hipoalbuminemia Secara statistik terdapat hubungan bermakna antara hipoalbuminemia pada SNI dengan kejadian hipotiroidisme overt dengan nilai p <0,001. Rasio protein/kreatinin urin sewaktu berkorelasi negatif dengan kadar T3, T4, dan T4 bebas serum (r=-0,563, p=<0,001; r=-0,586, p=<0,001; r=-0,405, p=<0,001), secara berturut-turut. Rasio protein/kreatinin urin sewaktu berkorelasi positif dengan kadar TSH serum (r=0,618, p=<0,001).
Kesimpulan. Prevalens abnormalitas hormon tiroid pada anak dengan SNI adalah sebanyak 15,5% mengalami hipotiroidisme overt. Proteinuria masif dan hipoalbuminemia merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipotiroidisme pada pasien anak dengan SNI. Pemeriksaan penapisan hipotiroidisme overt (TSH dan T4 bebas) dapat dilakukan pada kelompok SNI fase aktif dan/atau kelompok SNI yang mengalami hipoalbuminemia.

Background. Thyroid hormone profiles in Indonesian pediatric idiopathic nephrotic syndrome (INS) patient has not been fully studied. The prevalence of hypothyroidism in INS has not been established. Nephrotic syndrome is a common kidney disease among children which is characterized by proteinuria, hypercholesterolemia, hypoproteinemia, and edema. The urinary losses of proteins including albumin, thyroid hormone and thyroid-binding globulin might affect the thyroid hormone levels in those children. Glucocorticoid might also affect the occurrence of hypothyroidism in INS patients.
Objectives. To evaluate the prevalence of hypothyroidism in active and remission pediatric INS patients.
Methods. In this cross-sectional study included 103 pediatric INS patients. The thyroid hormone profiles included serum levels of triiodothyronine (T3), thyroxine (T4), thyroid-stimulating hormone (TSH), and free T4.
Results. In this study we recruited 103 children aged 1-18 years with active and remission phase INS. Of the 103 patients, 15.5% had overt hypothyroidism, 1.9% had subclinical hypothyroidism, and had 47.6% low-T3 syndrome and 10.7% had low-T3 and low-T4 syndrome. Of the 16/103 patients, 16 had overt hypothyroidism. All subjects with overt hypothyroidism are active INS patients. There was significant relationship between active INS and overt hypothyroidism. There was also significant relationship between hypoalbuminemia and overt hypothyroidism. The urinary protein/ creatinine ratio was significantly negatively correlated with serum T3, T4, and free T4 levels (r=-0.563, P=<0.001; r=-0.586, P=<0.001; r=-0.405, P=<0.001, respectively) as well as it positively correlated with TSH levels (r=0.618, P=<0.001).
Conclusion. Overt hypothyroidisms was observed in 15.5% pediatric patients with active INS. Massive proteinuria and hypoalbuminemia are risk factors of overt hypothyroidism in INS patients. Thyroid profile should be evaluated routinely in active and/or hypoalbuminemia subset of patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Araminta Ramadhania
"ABSTRAK
Resistensi insulin adalah kondisi yang mendasari terjadinya diabetes melitus. Prevalensi diabetes melitus kian meningkat dari tahun ke tahun, termasuk di Indonesia. Proporsi penderita diabetes melitus ditemukan lebih tinggi pada perempuan. Perubahan fisiologis yang terjadi selama kehamilan merupakan salah satu penyebab terjadinya resistensi insulin dan resistensi insulin ini dapat bertahan hingga masa postpartum. Laktasi serta nutrien salah satunya seng, dapat memengaruhi resistensi insulin. Penelitian dengan desain potong lintang ini bertujuan menilai kadar seng serum dan korelasinya dengan resistensi insulin pada ibu laktasi di Jakarta. Pengambilan subjek dilakukan di Puskesmas Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara dan Grogol Petamburan, Jakarta Barat pada bulan Februari-April 2019. Sebanyak 75 orang ibu laktasi pada 3-6 bulan postpartum yang berusia 20-40 tahun direkrut menjadi subjek penelitian ini. Sekitar 76% (n=57) subjek memiliki kadar seng rendah dengan rerata sebesar 62,33±11,89 µg/dL. Resistensi insulin dinilai dengan menggunakan HOMA-IR (homeostasis model assessment-insulin resistance). Median HOMA-IR adalah 0,54 (0,22-2,21). Sebanyak 13,3% (n=10) subjek diprediksi mengalami resistensi insulin. Dilakukan uji korelasi antara kadar seng serum dengan HOMA-IR. Tidak ditemukan adanya korelasi bermakna antara kadar seng serum dengan HOMA-IR (r=0,003, p=0,977).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58660
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wendy Anne Miriam
"ABSTRAK
Prevalensi diabetes melitus (DM) di dunia semakin meningkat. Pada DM terjadi
penurunan sensitivitas jaringan yang dikenal dengan resistensi insulin, di mana
salah satu penyebabnya ialah akumulasi massa lemak (ML) tubuh. Akumulasi
ML, dapat terdistribusi di bagian subkutan abdomen (LSA) atau di antara rongga
dalam abdomen (LVA). Rasio LVA terhadap LSA merupakan perbandingan
distribusi ML pada kedua kompartemen tersebut. Masih menjadi kontroversi
kompartemen mana yang mempunyai korelasi dengan resistensi insulin. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara distribusi ML tubuh dengan
resistensi insulin pada laki-laki usia produktif dengan aktivitas sedang di
Indonesia. Penelitian dilakukan dengan rancangan potong lintang pada salah satu
pabrik di Bekasi dengan melibatkan 52 orang karyawan yang memenuhi kriteria
penelitian dan terpilih secara simple random sampling serta bersedia
menandatangani informed consent. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan
Oktober 2014, meliputi data karakteristik demografi, status gizi, asupan makan,
komposisi tubuh, distribusi ML tubuh, rasio LVA : LSA dan penilaian resistensi
insulin melalui pemeriksaan HOMA-IR. Hasil penelitian didapatkan subjek
mempunyai rerata indeks massa tubuh (IMT) 25,36 kg/m2 dengan sebagian besar
subjek mempunyai IMT di atas normal. Rerata persentase ML tubuh subjek
sebesar 20,03% dengan lebih dari separuh subjek (51,9%) mempunyai persentase
ML dalam batas normal. Rerata luas LVA subjek sebesar 101,04 cm2 dan LSA
163,83 cm2 sedangkan rasio LVA : LSA mempunyai rerata 0,62, di mana seluruh
subjek mempunyai nilai rasio LVA : LSA normal. Nilai tengah HOMA-IR
sebesar 1,62. Terdapat korelasi yang cukup kuat antara LVA (r=0,381) dengan
HOMA-IR dan LSA (r=0,404) yang bermakna secara statistik (p<0,05) sedangkan
pada rasio LVA : LSA terhadap HOMA-IR didapatkan korelasi cukup yang
berlawanan arah (r=-0,222) namun tidak bermakna secara statistik (p>0,05).
Berdasarkan hasil ini, dapat disimpulkan bahwa LSA lebih berperan untuk
terjadinya resistensi insulin pada laki-laki usia produktif dengan aktivitas fisik
sedang di Indonesia.

ABSTRACT
Prevalence of diabetes mellitus (DM) in the world is steady growing. In DM
population less tissue sensitivity to insulin are well known, in which one of the
causes is the accumulation of fat mass. Fat mass distributed in the subcutaneous
adipose tissue (SAT) or in the visceral adipose tissue (VAT). The ratio of VAT to
SAT is a comparison of distribution of the fat mass in the both compartments,
because it is still a matter of controversy, which compartment has correlation with
insulin resistance. The aim of this study is to determine body fat distribution in
productive age male with moderate activity in Indonesia and its correlation with
insulin resistance. The study was conducted with a cross-sectional design in one
factory in Bekasi, involving 52 employees who met the inclusion criteria and
selected by simple random sampling and were willing to sign an informed
consent. Data collection was carried out in October 2014, included data on
demographic characteristics, nutritional status, nutrient intake, body composition,
body fat distribution, ratio VAT : SAT and assessment of insulin resistance by
HOMA-IR. The results showed subjects had a mean body mass index (BMI)
25.36 kg / m2 with most subjects had a BMI above the normal. The mean
percentage of fat mass subject is 20.03% with more than half of the subjects
(51.9%) had a percentage fat mass within normal values. Wide averages VAT
subject of 101.04 cm2 and SAT 163.83 cm2 while ratio VAT : SAT has a mean of
0.62, where the whole subject has normal values ratio VAT: SATwhile the
median of HOMA-IR is 1.62. There is a fairly strong correlation between VAT (r
= 0.381) with HOMA-IR and SAT (r = 0.404) were statistically significant (p
<0.05), while there were inverse correlation of VAT : SAT ratio with HOMA-IR
(r=-0.222), but not statistically significant (p> 0.05). Based on these results, we conclude that the SAT has a role for the development of insulin resistance in men
of productive age with moderate physical activity in Indonesia"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasnawati Amqam
"ABSTRAK
Penggunaan jangka panjang insektisida klorpirifos (CPF) akan menimbulkan efek
pada Thyroid Stimulating Hormone (TSH) dan hormon-hormon tiroid
(triidiotironin/T3 dan tirotoksin/T4). Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
insektisida CPF terhadap kadar TSH dan hormon-hormon tiroid pada petani sayur
dari tinjauan aspek genetik populasi. Studi ini dilakukan dengan desain potong
lintang. Terdapat 273 petani sayur yang menjadi subjek, yang diambil pada tiga
populasi suku, yaitu Jawa, Sunda, dan Makassar. Terdapat variasi genetik
paraoxonase 1 (PON1) pada ketiga populasi dan alel Q banyak ditemukan pada
semua populasi. PON1 dapat menjadi prediktor terjadinya gangguan pada kadar
hormon-hormon tiroid dan TSH. TCP sebagai metabolit CPF merupakan biomarker
kemampuan metabolisme individu terhadap CPF. Pada masyarakat petani yang
terpajan klorpirifos, TCP urin yang tidak terdeteksi berperan dalam terjadinya kadar
FT3 rendah dan kadar TCP urin yang rendah berperan dalam terjadinya kadar FT4
tertil rendah dan kadar TSH tinggi. Efek CPF terhadap ketiga hormon ini diduga
terjadi melalui mekanisme terganggunya sistem neurotransmitter dan proses
deyodinasi pada perifer dan hati.

ABSTRACT
Long-term use of chlorpyrifos (CPF) insecticide will affects Stimulating Thyroid
Hormone (TSH) and thyroid hormones (triidiotironin/T3 and tirotoksin/ T4). This
study aimed to assess the effect of insecticide CPF on levels of TSH and thyroid
hormones of the vegetable farmers as the reviews of population genetic aspects. This
study was conducted with a cross-sectional design. There were 273 vegetable farmers
as subjects, taken in three population, namely Java, Sunda, and Makassar. There was
genetic variation of paraoxonase 1 (PON1) in a population of in the three populations
and Q alleles found in all populations. PON1 may be a predictor of causing
interference to the levels of thyroid hormones and TSH. TCP as CPF metabolite was
a biomarker of individual metabolic capabilities toward CPF. In exposed CPF
farming communities, undetected TCP urine played a role in occurrence of low FT3
levels while low levels of TCP urine play a role for lower tertile FT4 level and high
TSH level. CPF effect to the hormones possiblyoccured through the mechanism of
disruption of neurotransmitter system and deiodinase process in peripheral and liver"
2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Briliana Puspa Sabirin
"Latar Belakang: Beberapa studi menunjukkan karakteristik sindrom metabolik berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk pada pasien COVID-19. Hal ini meningkatkan pemikiran bahwa resistensi insulin (RI) mempunyai peran penting dalam memediasi keparahan penyakit.
Tujuan: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui proporsi dan karakteristik pasien COVID-19 yang terjadi RI, serta untuk menganalisa hubungan antara parameter RI ( HOMA-IR dan indeks TyG) dengan luaran klinis pasien COVID-19.
Metode: Dengan subjek penelitian sebanyak 288 orang, desain penelitian ini adalah studi potong lintang untuk hubungan antara parameter RI dengan derajat keparahan COVID-19, dan studi kohort retrospektif untuk hubungan antara parameter RI dengan perburukan derajat penyakit dan/atau mortalitas. Dilakukan analisa multivariat untuk mengetahui pengaruh variabel perancu pada hubungan tersebut.
Hasil: Proporsi subjek yang terjadi resistensi insulin lebih kecil daripada yang tidak terjadi (berdasar: HOMA-IR: 42% vs 58%; indeks TyG:43% vs 57%), dan mempunyai karakteristik komorbiditas yang mendominasi adalah DM, sedangkan pada kelompok non resistensi insulin didominasi oleh HT. Pada hubungannya dengan derajat COVID-19 saat admisi, baik HOMA-IR dan indeks TyG secara signifikan lebih tinggi pada COVID-19 derajat berat (asimtomatik-ringan vs sedang vs berat: HOMA-IR=2,71 (1,68-4,02) vs 3,35 (2,06-5,73) vs 6,11 (3,35-10,43), p=0,001; indeks TyG=8,51 (SB 0,75) vs 8,81 (SB 0,73) vs 8,98 (SB 1,03), p=0,002). Perbedaan nilai yang signifikan ini juga didapatkan pada hubungannya dengan terjadinya perburukan (ya vs tidak: HOMA-IR=4,15 (2,89-6,59) vs 2,76 (1,74-4,91), p=<0,001; indeks TyG=8,92 (SB 0,78) vs 8,64 (SB 0,75), p=0,015). Pada analisis multivariat didapatkan indeks TyG berhubungan signifikan dengan derajat COVID-19 saat admisi (fully adjusted OR: 1,984 (1,020-3,860), p=0,044), namun pada HOMA-IR tidak didapatkan hubungan signifikan setelah dilakukan adjustment terhadap variabel perancu. Pada hubungan dengan terjadinya perburukan, baik HOMA-IR maupun indeks TyG tidak terbukti berhubungan signifikan setelah dilakukan adjustment terhadap variabel perancu.
Simpulan: Dari temuan bahwa karakteristik antara kelompok RI dan non-RI ternyata mayoritas serupa, belum menimbulkan perbedaan fenotip, menimbulkan pemikiran bahwa kondisi resistensi insulin yang terjadi adalah suatu resistensi insulin akut yang disebabkan COVID-19. Adanya RI yang bersifat akut ini harus diwaspadai oleh para klinisi yang merawat pasien COVID-19. Dengan adanya hubungan signifikan antara indeks TyG dengan derajat COVID-19 saat admisi, disimpulkan indeks TyG dapat menjadi petanda kelainan metabolik yang terjadi akibat infeksi COVID-19.

Background: Several studies show metabolic syndrome characteristics are associated with a worse prognosis in COVID-19 patients. This increases the idea that insulin resistance (IR) has an important role in mediating the severity of the disease.
Objective: This study was conducted to determine the proportion and characteristics of COVID-19 patients who the IR occur, as well as to analyze the relationship between IR markers (HOMA-IR and TyG index) with the clinical outcomes of COVID-19 patients
Methods: With 288 study subjects, the design of this study was a cross-sectional study for the association between IR parameters and COVID-19 severity, and a retrospective cohort study for the association between IR parameters and worsening degrees of disease and/or mortality. Multivariate analysis was carried out to determine the influence of confounding variables on the association.
Results: The proportion of subjects who occurred insulin resistance was smaller than those that did not occur (based on: HOMA-IR: 42% vs 58%; TyG index:43% vs 57%), and had a predominate comorbidity characteristic was DM, while in the non-insulin resistance group it was dominated by HT. In relation to the degree of COVID-19 at admission, both the HOMA-IR and the TyG index were significantly higher in severe degree COVID-19 (asymptomatic-mild vs moderate vs severe: HOMA-IR=2.71 (1.68-4.02) vs 3.35 (2.06-5.73) vs 6.11 (3.35-10.43), p=0.001; index TyG=8.51 (SB 0.75) vs 8.81 (SB 0.73) vs 8.98 (SB 1.03), p=0.002). This significant difference in values was also found in relation to the occurrence of aggravation (yes vs no: HOMA-IR=4.15 (2.89-6.59) vs 2.76 (1.74-4.91), p=<0.001; TyG index=8.92 (SB 0.78) vs 8.64 (SB 0.75), p=0.015). In the multivariate analysis, the TyG index was significantly associate with the degree of COVID-19 at admission (fully adjusted OR: 1.984 (1.020-3.860), p = 0.044), but in HOMA-IR there was no significant association after adjustments were made to the confounding variable. In association with the occurrence of aggravation, neither the HOMA-IR nor the TyG index proved to be significantly related after adjustments were made to the confounding variables.
Conclusions: From the findings that the characteristics between the IR and non-IR groups turned out to be mostly similar, not yet causing phenotype differences, it gave rise to the thought that the condition of insulin resistance that occurs is an acute insulin resistance caused by COVID-19. The existence of this acute RI must be aware by clinicians who treat COVID-19 patients. With the significant relationship between the TyG index and the degree of COVID-19 at the time of admission, it is concluded that the TyG index can be a map of metabolic abnormalities that occur due to COVID-19 infection.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>