Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140680 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wihda Aisarul Azmi
"Kemunculan resistensi parasit terhadap obat antimalaria, seperti artemisinin, sulfadoksin, dan piperakuin, menjadi tantangan besar dalam eliminasi malaria di negara-negara endemik, termasuk Indonesia. Hal ini meningkatkan urgensi pengembangan obat antimalaria baru yang dapat membunuh parasit sensitif dan resisten. Penggunaan model parasit Plasmodium berghei resisten diperlukan untuk merepresentasikan keberagaman populasi alami parasit ke skala laboratorium. Seleksi P.berghei resisten dilakukan melalui Repeated Incomplete Treatment (RIcT) dengan memaparkan dosis terapeutik obat pada parasit tanpa menyelesaikan pengobatan. Metode ini menyerupai kondisi kegagalan pengobatan berulang yang memicu terbentuknya resistensi pada parasit. Siklus pengobatan mencit dan pemulihan parasit dilakukan berulang sampai fenotipik resisten parasit teramati. Setelah empat regimen RIcT berbeda dilakukan, fenotipik resisten P.berghei terhadap artemisinin belum ditemukan. Pertumbuhan parasit tidak dapat ditekan selama pemberian obat pada siklus 2 berlangsung. Namun analisis molekuler target gen k13 tidak menunjukkan terbentuknya mutasi. Fenotipik resisten parasit terhadap sulfadoksin belum diperoleh setelah 3-4 siklus RIcT. RIcT sub-klon parasit menemui kondisi yang sama. Analisis molekuler target gen dhps tidak menujukkan keberadaan mutasi. Menariknya, gametositemia terjadi pada siklus terakhir RIcT. Kondisi ini meningkatkan risiko transmisi parasit ke nyamuk. RIcT piperakuin tidak dapat dilanjutkan setelah 2 siklus berlalu dikarenakan parasit habis selama pengobatan. Fenotipik resisten parasit tiga obat antimalaria pada eksperimen RIcT belum ditemukan

The emergence of antimalarial drug resistance, such as artemisinin, sulfadoxine, and piperaquine, is an enormous hindrance to malaria elimination in endemic countries, including Indonesia. This increases the urgency in novel antimalarial drug development to obtain antimalarial drugs that are effective in clearing sensitive and resistant parasites. The use of a resistant Plasmodium berghei parasite model can represent the variety of parasites spreading in natural populations to a laboratory scale. The selection of P.berghei-resistant model was done through Repeated Incomplete Treatment (RIcT) by exposing a therapeutic dosage of the antimalarial drug to the parasites without finishing the treatment. This method mimics repeated treatment failure that induces resistance in parasites. The cycles of drug treatment and parasite recovery were repeated until phenotypic resistance was observed. After four different RIcT regimens, the parasite’s phenotypic resistance to artemisinin has not yet been observed. The parasite growth keeps rising during treatment in cycle 2. However, no mutation was found in k13 gene. Parasite phenotypic resistance to sulfadoxine has not been identified after 3-4 RIcT cycles. RIcT in sub-clone parasite faced the same situation. Molecular analisys at the target gene dhps did not show any mutation. Interestengly, gametocytemia was observed at the last cycle of RIcT. This condition increases the risk of parasite transmission into the mosquitoes. RIcT piperaquine could not be continued after 2 cycles duet o parasite clearance during drug treatment. Phenotypic resistant of the parasite to 3 of the antimalarial drugs used in this RIcT experiment is not yet observed."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farahana Kresno Dewayanti
"Artemisinin-based Combination Theraphy (ACT) telah digunakan sebagai terapi utama untuk mengobati malaria falciparum tanpa komplikasi di Indonesia sejak 2004. Dihydroartemisinin-piperaquine (DHP) diangkat sebagai terapi utama untuk semua kasus malaria tanpa komplikasi sejak tahun 2016, termasuk kasus malaria vivax.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi polimorfisme nukleotida tunggal pada class domain propeller gen diantara kasus malaria tanpa komplikasi yang disebabkan Plasmodium vivax dari Provinsi Jambi dan Papua, Indonesia. IsolatP. vivax diambil dari April 2016 hingga April 2018. Melalui deteksi kasus aktif dan pasif malaria vivax tanpa komplikasi, sebanyak 41 isolat dari Provinsi Jambi dan 55 isolat dari Provinsi Papua terekrut pada penelitian ini. Domain propeller gen pvk12 diamplifikasi dengan metode nested PCR lalu disekuensing untuk mengevaluasi polimorfisme nukleotida tunggal.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan tidak ditemukan polimorfisme domain propeller pada kodon M448, T517, F519, I568, D605, D691, dan I708 dari seluruh isolat yang diteliti. Polimorfisme pada kodon S578Y dari domain propeller gen pvk12 ditemukan pada satu isolat dari Provinsi Jambi.

Artemisinin-based combination therapy (ACT) has been adopted as first line therapy for uncomplicated falciparum malaria in Indonesia since 2004. Dihydroartemisininpiperaquine (DHP) has been adopted as first line therapy for all uncomplicated malaria cases in Indonesia since 2016.
The present study aims is to evaluate the single nucleotide polymorphisms in propeller domain gene among uncomplicated of Plasmodium in Jambi and Papua Provinces, Indonesia. The P. vivax isolates were collected from April 2016 to April 2018. A total of 41 P. vivax isolates from Jambi and 55 isolates from Papua were collected from uncomplicated vivax malaria cases enrolled through active and passive case detections. Amplification by nested PCR used to amplify gene propeller domain and sequencing is used to evaluate single nucleotide polymorphism.
The overall results indicated that no polymorphisms of propeller domain pvk12 gene at codon M448, T517, F519, I568, D605, D691, and I708 were observed in all isolates. Polymorphism at codon S578Y of propeller domain gene was found in one isolate from Jambi Province.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"[Munculnya fenomena resistensi dari berbagai obat malaria yang telah digunakan untuk melawan penyakit malaria merupakan suatu ancaman bagi dunia kesehatan untuk mencari terobosan baru dalam melawan penyakit malaria. Salah satunya dengan strategi pengobatan secara kombinasi. ACT (Artemisinin Combination Therapy) obat standar sebagai antimalaria. Ekstrak tanaman Akar Pasak Bumi (Eurycoma longifolia) diketahui memiliki potensi antimalaria. Dalam penelitian ini bertujuan menguji kombinasi ekstrak Akar Pasak Bumi (PB) dan ACT. Dengan menguji 2 dosis terdiri dari PB 60mg/kgBB tambah ACT 1.7 mg/kgBB; PB 75 mg/kgBB tambah ACT 1.7 mg/kgBB. Desain penelitian ini menggunakan eksperimental in vivo pada mencit (Mus musculus) yang terinfeksi Plasmodium berghei. Berdasarkan hasil analisa peningkatan parasitemia hari ke-4 menggunakan SPSS menunjukkan hasil tidak bermakna (p>0.05) pada kedua kelompok uji ketika dibandingkan dengan kontrol positif (ACT). Hal ini ditunjang dengan presentase inhibisi kedua kelompok (68.4%;54.46%) lebih kecil daripada kontrol positif (70%). Dapat disimpulkan bahwa kedua dosis kombinasi tidak bersifat sebagai antimalaria. Kombinasi dosis ekstrak akar pasak bumi 60 mg/kgBB dan ACT 1.7 mg/kgBB merupakan kelompok yang memiliki presentase daya hambat yang paling baik berdasarkan presentase daya hambat pada hari ke-4.;The emergence of the phenomenon of resistance from the malaria drug that has been used to combat malaria is a threat to the health of the world to search for new breakthroughs in the fight against malaria. One way by using combination treatment strategies. ACT (Artemisinin Combination Therapy) is a standard drug as anti-malaria. The extract of Pasak Bumi root (Eurycoma longifolia) had been known to have anti-malaria potency. This study aimed to test a combination of the extract of Pasak bumi root and ACT. By testing two doses consisting of PB 60 mg/kgBB and ACT 1.7 mg/kgBB; PB 75 mg/kgBB and ACT 1.7 mg/kgBB. Design of this study using an experimental in vivo in a mice (Mus musculus) infected by Plasmodium berghei. Based on the analysis of the increase in parasitemia day 4 using SPSS shows the results are not significant in both groups combination compared with positive control (ACT). It is supported with a percentage of inhibition of the two groups (68.4%;54.46%) is smaller than the positive control(70%). It can be concluded that both of doses combination is not as anti-malaria. Doses combination of PB 60 mg/kgBB and ACT 1.7 mg/kgBB has the best percentage of inhibition parasitemia, The emergence of the phenomenon of resistance from the malaria drug that has been used to combat malaria is a threat to the health of the world to search for new breakthroughs in the fight against malaria. One way by using combination treatment strategies. ACT (Artemisinin Combination Therapy) is a standard drug as anti-malaria. The extract of Pasak Bumi root (Eurycoma longifolia) had been known to have anti-malaria potency. This study aimed to test a combination of the extract of Pasak bumi root and ACT. By testing two doses consisting of PB 60 mg/kgBB and ACT 1.7 mg/kgBB; PB 75 mg/kgBB and ACT 1.7 mg/kgBB. Design of this study using an experimental in vivo in a mice (Mus musculus) infected by Plasmodium berghei. Based on the analysis of the increase in parasitemia day 4 using SPSS shows the results are not significant in both groups combination compared with positive control (ACT). It is supported with a percentage of inhibition of the two groups (68.4%;54.46%) is smaller than the positive control(70%). It can be concluded that both of doses combination is not as anti-malaria. Doses combination of PB 60 mg/kgBB and ACT 1.7 mg/kgBB has the best percentage of inhibition parasitemia]"
[;Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budy Alamsjah
"Tujuan: Untuk memahami mekanisme terjadinya resistensi terhadap obat antituberkulosis dengan mempergunakan pendekatan epidemiologik genetik.
Bahan dan metode penelitian:
Disain penelitian : kasus - kontrol.
Tempat: Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, Rumah Sakit Umum dr. M. Jamil, Sumatera Barat dan Rumah Sakit Umum dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar. Laboratorium Mikrobiologi FKUI, Jakarta, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Jakarta dan Laboratorium Bioteknologi Universitas Padjajaran, Bandung.
Lama penelitian: 8 bulan ( Januari 2002 - Agustus 2002 ).
Subjek penelitian: Masing-masing 279 sampel dahak yang sensitif dan resisten INH serta 36 sampel dahak yang sensitif dan resisten rifampisin.
Bahan: sampel dahak yang dikirim dari ketiga rumah sakit tersebut, diperiksa silang di laboratorium mikrobiologi FKUI, Jakarta, lalu diadakan pemeriksaan PCR dan sequencing di Lembaga Eijkman dan laboratorium BioteknoIogi Universitas Padjajaran, Bandung. Disamping itu dilakukan wawancara untuk mendapatkan keterangan mengenai kepatuhan berobat dan pengobatan yang tidak optimal. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan analisis uji statistik.
Hasil: Prevalensi resistensi terhadap INH dari ketiga propinsi berkisar dari 11,9 % sampai 15,6 %, prevalensi resistensi terhadap rifampisin berkisar dari 1,3 % sampai 1,6 % dan prevalensi resistensi ganda berkisar dari 0,6 % sampai 1,3 %, M. tuberculosis yang mengalami mutasi padagen katG dari ketiga propinsi didapatkan sebesar 60,2 % dan mempunyai kemungkinan risiko resisten terhadap INH sebesar 32,6 kali bila dibandingkan dengan M. tuberculosis yang tidak mengalami mutasi pada gen katG. M. tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin dari ketiga propinsi menunjukkan bahwa semua M tuberculosis tersebut mengalami mutasi padagen rpoB, dimana mutasi gen rpoB pada kodon 516 (16,6 %), kodon 526 (63,8 %), kodon 529 dan kodon 531 masing-masing sebesar 5,5 %. Hal ini dapat dikatakan bahwa M. tuberculosis dari ketiga propinsi yang resisten terhadap INH dan rifampisin mengalami beraneka ragam jenis mutasi (diversity). Di ketiga propinsi, ketidakpatuhan penderita tuberkulosis berobat didapatkan sebesar 56,3 % pada M. tuberculosis resisten terhadap INH dan 75 % M. tuberculosis yang resisten terhadap rifampisin. 65,9 % penderita tuberkulosis yang mendapatkan pengobatan monotherapy mengalami resisten terhadap INH dan 75 % penderita tuberkulosis yang mendapatkan pengobatan tidak optimal mengalami resisten terhadap rifampisin. Mutasi baru gen rpoB pada kodon 529 ditemukan 2 buah yang berasal dari propinsi Jakarta dan propinsi Sumatera Barat. Mutasi baru ini tidak mempunyai dampak klinik dan biologis karena kedua kodon tersebut menyandi asam amino yang lama yaitu arginin.

Genetic Epidemiological and Risk Factor Of M. Tuberculosis For Being Resistant To INH And Or RifampicinObjective of the Study: To understand the mechanisms of resistance to antituberculosis drugs by genetic epidemiological study.
Methods and materials of the study:
Study design: Case - control study.
Location: Persahabatan Hospital (Jakarta), M. Jamil General Hospital (West Sumatra), Wahidin Sudirohusodo General Hospital (South Sulawesi), Microbiology Laboratory FKUI (Jakarta), Eijkman Institute for biology molekuler (Jakarta) and Padjadjaran University Biotechnology Laboratory (West Java).
Duration of study: 8 months ( January 2002 - August 2002 ).
Subject: 279 samples sputum each that were sensitive and resistant to NH, 36 sample sputum each that were sensitive and resistant to rifampiscin.
Material of study: - Sputum sample from three hospitals were sent to Microbiology Laboratory FKUI for crosschecking. Subsequently PCR examination and sequencing were performed in Eijkman Institute and Padjadjaran University Biotechnology Laboratory. In addition interviews were conducted to obtain information about patient compliance and optimal treatment. All data were subjected to statistical analysis.
Results: Resistance prevalence to INH from three provinces range from 11.9 % to 15.6 %; resistance prevalence to rifampicin 1.3 % to 1.6 % and multidrug resistant prevalence: 0.6 % to 1.3 %. Mutation on gene katG M. tuberculosis from three provinces were 60.2 % and have a probability resistance risk to INH 32.6 times compared to M. tuberculosis that didn't have mutation on gene katG. All M. tuberculosis resistant to rifampicin isolated from three provinces have a mutation on gene rpoB, on codon 516 (16.66 %), codon 526 (63.8%), codon 529 and codon 531 respectively 5.5 %. This situation showed that M. tuberculosis from three provinces resistant to INH and rifampicin have a diversity mutant, In the three provinces, non compliance from tuberculosis patient - were 56.3 % of M. tuberculosis resistant to INH and 75 % of M. tuberculosis resistant to rifampicin. INH monotherapy result in 65.9 % resistance and sub optimal treatment result in 75 % resistance to rifampicin. Two new mutations have been found in gene rpoB codon 529 from Jakarta and West Sumatra. And this new mutant has no clinical and biology impact because the two codons encode amino acid was same, is arginine.
Conclusions: Resistance prevalence to NH and or rifampicin in three provinces is significantly high despite a good health infrastructure. If this problem occurs in other provinces with difference geographic characteristic, demographic, socioeconomic and health infrastructure, most probably the resistance prevalence to INH and or rifampicin will be much be more pronounced. The development of resistance of M. tuberculosis to INH and or rifampicin is influenced by mutation on gene encoding enzyme catalase peroxidase (katG) and RNA Polymerise ( rpoB ). Non-compliance and sub optimal treatment are selection factors for katG and rpoB mutant.
Recommendations: It is recommended to continue a similar study in the other provinces with difference geographic, demographic, socio economic, health infrastructure and also other study with mutant. For the Department of Health it is recommended to accelerate methods of early detection of tuberculosis cases that are sensitive or resistant to antituberculosis drugs and monitoring system to record and to report tuberculosis cases from other public health services e.g. Private practices, non government clinics, hospitals and institution to ensure continuous availability and quality of controlled drugs.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
D547
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronald Irwanto Natadidjaja
"Latar belakang : Infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata hingga saat ini masih termasuk kasus yang sering dijumpai dalam klinik. Infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata kerap kali dapat berakibat fatal. Data yang diperoleh di ruang rawat inap penyakit dalam RSCM menunjukkan lebih dari 200 kasus infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata sepanjang tahun 2010, dengan angka kejadian sepsis kurang lebih mencapai sekitar 10%. Manfaat diagnostik kausatif melalui temuan kultur kuman sebaiknya juga dinilai, karena pada kenyataannya, pemberian antibiotik sesuai temuan kultur kuman juga tidak sepenuhnya menjamin menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien, hal ini seringkali dimungkinkan oleh karena banyaknya kesalahan dalam pengambilan dan pelaporan hasil spesimen.
Tujuan : Mengetahui pola sensitifitas dan resistensi mikroorganisme aerob, pola penggunaan antibiotika, serta manfaat kultur pada infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata.
Metode : Penelitian merupakan studi kohort retrospektif dengan data sekunder pada pasien- pasien dengan infeksi kulit dan jaringan lunak komplikata yang masuk ke rawat inap penyakit dalam antara bulan Juli 2011 - Juli 2012.
Hasil : Diperoleh 90 subjek penelitian dengan temuan S. aureus dan S.epidermidis merupakan bakteri gram positif yang paling banyak dijumpai. Angka resistensi S. epidermidis terhadap oxacyllin yang dapat menjadi indikator tingginya Methycillin Resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE) mencapai 53,8%, sedangkan untuk Methycillin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) hanya 15,4%. Bakteri gram negatif yang terbanyak dijumpai adalah Pseudomonas sp yang mencapai 19,5% dari seluruh temuan kultur. Angka resistensi Pseudomonas sp terhadap cephalotin selaku indikator antibiotik beta laktam pada temuan ini mencapai 90%. Pada pemberian antibiotik empirik, kombinasi ampicillin-sulbactam dengan metronidazole menempati urutan tertinggi, yaitu mencapai 63,9%. Penggunaan antibiotik meropenem tunggal tampak mendominasi kelompok dengan eskalasi antibiotik Pada kelompok de-eskalasi antibiotik, 100% subjek diberikan antibiotik tunggal. Ciprofloxacin mendominasi pemberian antibiotik pada kelompok tersebut, yaitu mencapai 32,2% Penilaian manfaat kultur dilakukan dengan terlebih dahulu mengontrol faktor perancu, dan setelah mengontrol variabel perancu, secara statistik tidak ada perbedaan keberhasilan antara antibiotik empirik yang diberikan sesuai kultur dengan antibiotik empirik yang diberikan tidak sesuai kultur. OR pada penelitian ini adalah 0,45 dengan p > 0,05.
Simpulan : Angka resistensi terhadap antibiotik beta laktam yang ditunjukkan oleh bakteri gram positif dan gram negatif cukup tinggi, dengan penggunaan antibiotik empirik yang terbanyak adalah ampisulbaktam dan metronidazole. Penggunaan meropenem tunggal paling banyak dijumpai pada kelompok dengan eskalasi antibiotik, sementara ciprofloxacin tunggal merupakan antibiotik yang paling banyak dijumpai pada kelompok de-eskalasi antibiotik. Pada penelitian ini, secara statistik tidak ada perbedaan keberhasilan antara antibiotik empirik yang diberikan sesuai kultur dengan antibiotik empirik yang diberikan tidak sesuai kultur.

Background: Complicated skin and soft tissue infection is arising as a global problem in worldwide with high fatality rate that should urgently be treated in clinical practice. Cipto Mangunkusumo Hospital, Internal Medicine Ward data showed, there were more than 200 cases during 2010, with 10% sepsis incidence rate. The culture effectiveness should be evaluated, because there are still more bias which frequently happened in sample taking or reporting procedure. This condition evokes high morbidity and mortality.
Aim: To analyze the sensitivity and resistance pattern of aerobic microorganism, empiric antibiotic and culture using in complicated skin and soft tissue infection.
Methods: July 2011-July2012 retrospective cohort study with secondary data of complicated skin and soft tissue infection patients in Cipto Mangunkusumo Hospital Internal Medicine Ward.
Result: There are 90 subjects with S. aureus and S. epidermidis as the highest finding of gram positive culture. S. epidermidis high resistance rate to oxacyllin indicates the high event of Methycillin Resistant Staphylococcus epidermidis (MRSE) infection which reaches 53,8%, for a while only 15,4% of S. aureus that present as Methycillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA).Pseudomonas sp that reaches 19,5% is the most frequent of gram negative culture finding. This finding show high indication for beta lactam resistant. The most frequent of empiric antibiotic using is ampicillin-sulbactam in combination with metronidazole that achieves 63,9%. Single meropenem and single ciprofloxacin treatment is a majority issue in group with antibiotic escalation and antibiotic de-escalation. The culture effectiveness is searched after confounding factors statistic reduction done. There are no statistic significant improve for success between appropriate culture based antibiotic and inappropriate culture based antibiotic, with 0,45 OR and p= 0,085.
Conclusion: High resistance to beta lactam showed by both gram positive and gram negative. Ampicillin-sulbactam in combination with metronidazole is the most frequent of empiric antibiotic using, with single meropenem and single ciprofloxacin as a majority use in antibiotic escalation and de-escalation group, and the appropriate culture based antibiotic and inappropriate culture based antibiotic success shows not statistically improve.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Puji Budi Setia Asih
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
D1761
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Telah dilakukan penelitian isolasi dan karakterisasi molekuler Plasmodium berghei yang resistan terhadap artemisinin in vivo. Penelitian bertujuan mengetahui keterkaitan polimorfisme gen pbatp6 dengan resistensi P. berghei terhadap artemisinin. Penelitian dilakukan di Lembaga Biologi Molekul Eijkman (LBME), Jakarta, selama 12 bulan (April 2006—Maret 2007). Empat isolat P. berghei yang resistan terhadap artemisinin pada dosis 15 dan 250 mg/kg berat badan berhasil diisolasi melalui pengobatan dosis subletal bertingkat selama tiga hari berturut-turut pada mencit galur BALB/c yang diinfeksi P. berghei. Uji resistensi obat yang dilakukan untuk membandingkan pola pertumbuhan parasit galur parental dan salah satu isolat yang resistan menunjukkan adanya peningkatan ED50 sebesar 2,8 kali lipat. Analisis molekuler dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) menggunakan primer forward PbATP6-F1 dan reverse PbATP6-R1 dan DNA sequencing menunjukkan adanya perubahan basa guanin menjadi adenin pada nukleotida ke-355 gen pbatp6. Perubahan tersebut mengakibatkan perubahan asam amino dari asam glutamat (E) menjadi lisin (K) pada residu ke-119 yang terletak pada domain transmembran M2 dari protein putatif PbATP6. Perubahan asam amino tersebut belum pernah dilaporkan sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan adanya kemungkinan polimorfisme gen pbatp6 yang diduga berperan pada resistensi P. berghei terhadap artemisinin."
Universitas Indonesia, 2007
S31485
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isravani Valencia
"Provinsi DKI Jakarta umumnya mengandalkan tangki septik di perumahan dan IPAL permukiman di kawasan tertentu sebagai tempat pembuangan tinja setempat serta membuang cairan efluennya ke saluran drainase, tetapi penelitian mengenai kinerja penyisihan unsur AMR-nya masih minim. IPAL permukiman sebagai salah satu sistem pengolahan tinja setempat menciptakan kondisi yang kondusif bagi terjadinya akuisisi resistensi antarinang via transfer gen horizontal (HGT) berdasarkan kelimpahan nutrisi, kelimpahan mobile genetic elements (MGE) yang memfasilitasi HGT, proses pengolahan, kandungan logam berat sebagai tekanan selektif, dan variabel lain-lain. Dengan demikian, penelitian ini dilakukan untuk menganalisis prevalensi ARG dan MGE dengan metode High-Throughput Quantitative Polymerase Chain Reaction (HT-qPCR), tingkat reduksi atau peningkatan ARG dan MGE, serta hubungan antara logam berat dan MGE dengan ARG di IPAL permukiman. Sebanyak 8 dari 65 gen target masih terdeteksi di semua sampel unit final (n = 8). Salah satunya adalah crAss56 yang mengindikasikan bahwa efluen cairan IPAL permukiman menjadi potensial sumber diseminasi AMR di hilir. IPAL permukiman tidak menunjukkan kemampuan reduksi kelimpahan absolut gen 16S rRNA, MGE, ARG yang konsisten, bahkan salah satunya (ST4) mengamplifikasi semua gen-gen tersebut. Terlihat pola kelimpahan ARG berbeda antara IPAL permukiman terindikasi terbengkalai dengan yang beroperasional yang menyiratkan mekanisme pengolahan tertentu, seperti pengolahan biologis (aerobik, anaerobik, kombinasi) dan klorinasi, dapat berkontribusi dalam proliferasi ARG. Analisis korelasi Spearman menunjukkan korelasi signifikan secara statistik (p-value < 0.05) dengan arah positif antara mangan (Mn) vs. ARG (qacE∆1_3 > aph3-ib > ereA), seng (Zn) vs. ARG (aph3-ib > vanA > ereA > blaSHV11 > intl3 > qnrS2), serta MGE (intl3) vs. ARG (ereA > vanA > aph3-ib > blaSHV11 > qacE∆1_3 > qnrS2). Maka, korelasi tersebut menandakan intl3 memiliki potensial tinggi sebagai fasilitator HGT. Logam berat juga mungkin menginduksi HGT dan/atau menyeleksi dengan antibiotik secara bersamaan terhadap ARB. Maka, penemuan penelitian ini menyorotkan pentingnya diadakannya pemantauan AMR di berbagai sistem air limbah, khususnya black water.

The DKI Jakarta Province generally relies on septic tanks in residential areas and tenement wastewater treatment plants in certain areas as on-site feces disposal sites along with discharging their effluent water into drainage channels, but research on their AMR element removal performance is still limited. Tenement WWTPs as one of the on-site feces treatment systems create conditions that are conducive to the acquisition of resistance between hosts via horizontal gene transfer (HGT) based on the abundance of nutrients, the abundance of mobile genetic elements (MGE) which facilitate HGT, treatment processes, heavy metal content as selective pressure, and other variables. Thus, this research was conducted to analyze the prevalence of ARG and MGE using the High-Throughput Quantitative Polymerase Chain Reaction (HT-qPCR) method, the level of reduction or increase in ARG and MGE, as well as the relationship between heavy metals and MGE and ARG in tenement WWTPs. A total of 8 of the 65 target genes were still detected in all final unit samples (n = 8). One of them was crAss56 which indicated that tenement WWTP effluent water is a potential source of downstream AMR dissemination. Tenement WWTPs did not show a consistent ability to reduce the absolute abundance of 16S rRNA, MGE, ARG genes, in fact one of them (ST4) amplified all of these genes. It can be seen that the pattern of ARG abundance is different between tenement WWTP indicated to be abandoned and those that are operational, which implies that certain treatment mechanisms, such as biological treatment (aerobic, anaerobic, combined) and chlorination, can contribute to the proliferation of ARGs. Spearman correlation analysis showed a statistically significant correlation (p-value < 0.05) in the positive direction between manganese (Mn) vs. ARGs (qacE∆1_3 > aph3-ib > ereA), zinc (Zn) vs. ARGs (aph3-ib > vanA > ereA > blaSHV11 > intl3 > qnrS2), as well as MGEs (intl3) vs. ARGs (ereA > vanA > aph3-ib > blaSHV11 > qacE∆1_3 > qnrS2). Therefore, this correlation indicates that intl3 has high potential as a facilitator of HGT. Heavy metals may also induce HGT and/or co-select against ARBs with antibiotics. Thus, the findings of this study highlight the importance of monitoring AMR in various wastewater systems, especially black water."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syarifah Khodijah
"Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang masih menjadi tantangan besar, terutama di Indonesia. Peningkatan kasus Tuberkulosis Resisten Obat (TB RO) memerlukan penanganan yang efektif. Penelitian ini bertujuan mengembangkan sebuah Sistem Informasi Pemetaan untuk memetakan dan mengendalikan penyebaran kasus TB RO di Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kebutuhan, perancangan, pembangunan sistem, pengujian, dan evaluasi. Sistem yang dikembangkan memungkinkan pemetaan wilayah terdampak TB menggunakan data yang dilaporkan oleh petugas TB ke dalam Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem informasi pemetaan yang dikembangkan berhasil memberikan gambaran klastering kasus TB RO, mempermudah petugas kesehatan dalam penjangkauan dan pemantauan pasien, serta meningkatkan efektivitas program pencarian kasus aktif (Active Case Finding). Sistem ini juga mampu mengidentifikasi area dengan tingkat infeksi tinggi, sehingga intervensi dapat lebih tepat sasaran. Dengan demikian, sistem informasi ini menjadi alat yang berharga dalam penanggulangan TB di wilayah Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.

Tuberculosis (TB) remains a significant global health issue, particularly in Indonesia. The increasing incidence of Drug-Resistant TB (DR-TB) requires effective management strategies. This study aims to develop an Information Mapping System to map and control the spread of DR-TB cases in Mampang Prapatan Subdistrict, South Jakarta. The research employs a comprehensive approach including needs analysis, system design, development, testing, and evaluation. The developed system enables the mapping of TB-affected areas using data reported by TB officers into the Tuberculosis Information System (SITB). The study's findings indicate that the developed mapping information system successfully provides a visualization of DR-TB case clustering, facilitates healthcare workers in patient outreach and monitoring, and enhances the effectiveness of the Active Case Finding program. Furthermore, the system identifies high-infection areas, allowing for more targeted interventions. Thus, this information system proves to be a valuable tool in the TB control efforts in Mampang Prapatan Subdistrict, South Jakarta."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadira A`Dila
"Demi meningkatkan cakupan layanan serta keberhasilan pengobatan TB RO dilakukan perluasan penyediaan layanan TB RO pada fasilitas pelayanan kesehatan di 34 provinsi. Sejak tahun 2020, Indonesia berkomitmen mengimplementasikan sistem manajemen dan monitoring efek samping obat secara aktif (MESO-aktif) untuk pasien TB RO. Kejadian tidak diinginkan selama terapi pengobatan wajib dilaporkan dalam formulir pelaporan ESO. Analisis Kejadian Tidak Diinginkan Serius Tuberkulosis Resisten Obat di Rumah Sakit Universitas Indonesia Periode Desember 2022 – April 2023 dilakukan dengan melakukan pemantauan KTD pasien TB RO melalui SIMRS. Dari hasil analisis data Kejadian Tidak Diinginkan Serius Tuberkulosis Resisten Obat di Rumah Sakit Universitas Indonesia Periode Desember 2022 – April 2023 masih terdapat 21 Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) yang dialami 13 pasien sehingga Analisis KTD pasien TB RO yang telah dilakukan dapat dilanjutkan dan dilakukan secara rutin agar pelaporan KTD TB RO melalui Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) untuk meningkatkan implementasi MESO aktif di fasilitas pelayanan kesehatan dan mendukung program TBC Nasional dapat terlaksana dengan baik. 

In order to increase service coverage and the success of TB RO treatment, the provision of TB RO services has been expanded at health service facilities in 34 provinces. Since 2020, Indonesia has committed to implementing an active drug side effect management and monitoring system (MESO-active) for RO TB patients. Adverse events during medication therapy must be reported on the ESO reporting form. Analysis of Serious Adverse Events of Drug-Resistant Tuberculosis at the University of Indonesia Hospital for December 2022 – April 2023 was carried out by monitoring adverse events in RO TB patients via SIMRS. From the results of data analysis of Serious Adverse Events of Drug-Resistant Tuberculosis at the University of Indonesia Hospital for the period December 2022 – April 2023, there were still 21 Undesirable Events (KTD) experienced by 13 patients, so the adverse event analysis of RO TB patients that has been carried out can be continued and carried out routinely. So, reporting adverse TB RO events through the Tuberculosis Information System (SITB) to increase the implementation of active MESO in health service facilities and support the National TB program can be implemented well.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>