Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 158697 dokumen yang sesuai dengan query
cover
R. A. Windu Cahyaningrum Handayani Notonagoro Suryaningrat
"

Latar Belakang: Peningkatan tekanan intrakranial adalah kondisi medis serius yang membutuhkan deteksi cepat dan penanganan yang tepat untuk mencegah komplikasi seperti herniasi otak. Baku emas pengukuran tekanan intrakranial bersifat invasif dan memerlukan sumber daya dan fasilitas yang memadai. Metode non invasif berupa pengukuran diameter selubung saraf optikus (ONSD) berkembang sebagai alternatif dalam menilai tekanan intrakranial. Tujuan: mengevaluasi peran rasio ONSD terhadap diameter bola mata (ED) dalam mendeteksi tanda–tanda peningkatan tekanan intrakranial menggunakan CT dan MRI. Metode: Studi observasional analitik dengan data sekunder dari CT dan MRI kepala-leher periode Januari 2022–Januari 2024, terdiri atas 21 pasien dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial (kasus) dan 21 pasien kontrol. Analisis bivariat menilai perbedaan rerata ONSD dan rasionya terhadap ED pada kelompok kasus dan kontrol. Hasil: Rerata usia ± simpang baku (SB) pasien sekitar 44±11 tahun pada kelompok kasus dan 46±13 tahun pada kelompok kontrol. Rerata ONSD secara signifikan lebih tinggi pada kelompok dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan kontrol baik pada CT (6,05 mm vs. 3,61 mm; p<0,01) maupun MRI (5,36 mm vs. 3,47 mm; p<0,001). Rasio ONSD terhadap ED secara signifikan lebih tinggi pada kelompok dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial dibandingkan kontrol baik pada CT (0,255 vs. 0,151; p<0,01) maupun MRI (0,228 vs. 0,150; p<0,001). Analisis kurva ROC menunjukkan nilai AUC yang sangat baik untuk kedua parameter tersebut (AUC=1,000). Korelasi pengukuran ONSD dan rasionya terhadap ED menggunakan CT dan MRI juga menunjukkan korelasi positif yang tinggi (0,8 ≤ r ≤ 1; p<0,001). Kesimpulan: Rasio ONSD terhadap ED memiliki nilai diagnostik yang sangat baik dan memiliki potensi untuk digunakan secara luas dalam praktik klinis dalam mendeteksi tanda peningkatan tekanan intrakranial.


Background: Increased intracranial pressure is a serious medical condition that requires rapid detection and appropriate management to prevent complications such as brain herniation. Gold standard for measuring intracranial pressure is invasive and requires adequate resources and facilities. A non-invasive method involving the measurement of optic nerve sheath diameter (ONSD) has emerged as an alternative for assessing intracranial pressure. Objective: To evaluate the role of the ONSD-to-eye diameter (ED) ratio in detecting signs of increased intracranial pressure using CT and MRI. Method: An analytical observational study was conducted using secondary data from head-neck CT and MRI scans performed between January 2022 and January 2024. The study included 21 patients with signs of increased intracranial pressure (cases) and 21 control patients. Bivariate analysis assessed the differences in mean ONSD and its ratio to ED between the case and control groups. Results: The mean age ± standard deviation (SD) of patients was approximately 44±11 years in the case group and 46±13 years in the control group. The ONSD was significantly higher in the group with signs of increased intracranial pressure compared to controls, both on CT (6.05 mm vs. 3.61 mm; p<0.01) and MRI (5.36 mm vs. 3.47 mm; p<0.001). The ONSD-to-ED ratio was also significantly higher in the group with signs of increased intracranial pressure on both CT (0.255 vs. 0.151; p<0.01) and MRI (0.228 vs. 0.150; p<0.001). ROC curve analysis showed excellent AUC values for both parameters (AUC=1.000). Correlation between ONSD measurement and its ratio to ED using CT and MRI also demonstrated a high positive correlation (0.8 ≤ r ≤ 1; p<0.001). Conclusion: The ONSD-to-ED ratio has excellent diagnostic value and potential for widespread use in clinical practice for detecting signs of increased intracranial pressure.

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sony Sutrisno
"ABSTRAK
Latar belakang dan tujuan : Saraf optikus merupakan saraf kranial kedua yang mempersarafi bola mata dan diselubungi oleh selubung saraf optikus. Pelebaran selubung saraf optikus pada umumnya disebabkan peningkatan tekanan intrakranial. Deteksi dini peningkatan tekanan intrakranial sangatlah kritikal tetapi sering kali sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan pemeriksaan tekanan intrakranial secara invasif bukan merupakan pemeriksaan yang rutin dikerjakan dan terdapat keterbatasan alat. Karena itu, pemeriksaan MRI sequence T2WI fat suppressed dapat membantu dalam mengevaluasi peningkatan tekanan intrakranial melalui pengukuran selubung saraf optikus dengan cara non-invasif. Metode : Penelitian dilakukan dengan desain potong lintang untuk mengetahui rasio normal selubung saraf optikus terhadap saraf optikus anak berdasarkan pengukuran MRI menggunakan data primer di Departemen Radiologi RSCM mulai bulan September 2015 sampai Juli 2016, dengan jumlah sampel 20. Pengukuran dilakukan dengan jarak 3 mm di belakang bola mata. Hasil : Rasio selubung saraf optikus dibandingkan saraf optikus pada anak adalah 1,83 dengan simpang baku 0,06. Rerata diameter selubung saraf optikus pada anak-anak adalah 4,41 mm dengan simpang baku 0,16 dan rerata diameter saraf optikus pada anak-anak adalah 2,41 dengan simpang baku 0,15. Kesimpulan : Nilai normal rasio selubung saraf optik terhadap saraf optik pada anak-anak dapat digunakan sebagai parameter non-invasif untuk evaluasi tekanan intrakranial.

ABSTRACT
Background and Objective Optic nerve is innervate both eyes and covered by a sheath. Widening of the optic nerve sheath are mainly due to increased intracranial pressure. Early detection is critical but difficult to do. This is because the invasive intracranial pressure measurement is not a routine examination done. Therefore, MRI T2WI fat suppressed can be very helpful in evaluating the increased intracranial pressure. Methods The study was conducted with a cross sectional design to determine the normal ratio of optic nerve sheath against optic nerve in children based on MRI measurement using primary data at the Department of Radiology RSCM, from September 2015 until July 2016, with total sample is 20. Measurements were made at 3 mm behind the eyeball. Results The ratio of the optic nerve sheath against optic nerve in children is 1.83 with 0.06 standard deviations. The mean diameter of the optic nerve sheath in children are 4.41 mm with 0.16 standard deviations and the mean diameter of the optic nerve in children is 2.41 with 0.15 standard deviations. Conclusions Normal ratio of the optic nerve sheath against the optic nerve in children can be used as parameters for evaluation of non invasive intracranial pressure."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58862
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nella Anggraini
"ABSTRAK
Nervus optikus merupakan saraf kranial kedua, mempersyarafi bola mata, yang terdiri dari selubung dan serabut nervus optikus didalamnya Diameter nervus optikus dapat bervariasi dipengaruhi oleh berbagai sebab yaitu ras, etnik, jenis kelamin atau karena sebab lain yaitu inflamasi, tumor, trauma ataupun penekanan nervus optikus akibat massa disekitarnya. Selubung nervus optikus dapat dinilai rasionya dan dapat dipengaruhi nilainya bila terdapat peningkatan tekanan intrakranial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rerata nervus optikus serta rasio selubung dan nervus optikus dengan pemeriksaan MRI pada usia lebih dari 18 tahun sejumlah 64 nervus optikus dari 32 pasien (16 laki-laki dan 16 perempuan) untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara laki-laki dan permpuan. Pasien dianamnesis tidak terdapat riwayat trauma orbita, sakit mata yang menyebabkan penurunan lampang pandang, dan dilakukan pemeriksaan visus yang mambaik setelah dilakukan uji pinhole. Pasien juga tidak terdapat kelainan pada orbita atau massa pada intrakranial pada pemeriksaan MRI kepala. Selanjutnya dilakukan penambahan sekuen sesuai aksis nervus optikus potongan koronal T2 supresi lemak untuk menilai rasio selubung dengan nervus optikus, potongan parasagital kanan kiri T1 supresi lemak untuk pengukuran diameter nervus optikus segmen intraorbita dan intrakanalikular, serta potongan aksial T2 untuk pengukuran segmen intrakranial. Statistik deskriptif disajikan berupa rerata dengan simpangan baku nervus optikus serta rasio selubung dengan nervus optikus. Rerata diameter selubung nervus optikus intraorbita dewasa normal bagian proksimal 4,54 mm (SD 0,28 mm), bagian tengah (mid) 3,49 mm (SD 0,19 mm), bagian distal 3,26 mm (SD 0,17 mm), nervus optikus intrakanalikular 3,03 mm (SD 0,17 mm), nervus optikus intrakranial 4,22mm (SD 0,32 mm), diameter nervus optikus bagian proksimal 2,54 mm (SD 0,28 mm). Rerata rasio normal selubung dengan nervus optikus adalah 1,81:1 (SD 0,11). Pada statistik analitik dengan uji t tidak berpasangan tidak terdapat perbedaan yang bermakna diameter selubung dan nervus optikus antara laki-laki dibandingkan perempuan.

ABSTRACT
Optic nerve as the second cranial nerve which inervates the eye balls, consists of nerve sheath and optic nerve fibers within. Optic nerve diameter varies, and is influienced by various factors namely age, ethnicity, gender or other conditions such as inflammation, tumor, trauma or mass pressing the optic nerve. Nerve sheath and optic nerve ratio can be measured and is influenced by increase of intracranial pressure. The aim of this research is to determine the mean optic nerve diameter and sheath-optic nerve ratio by MRI on subjects older than 18 years, of 64 optic nerves and 32 patients (16 male and 16 female) to determine the difference of male and female. Patient is interviewed to ensure no history of orbital trauma nor orbital disease which decrease the visual field, and improvement of visus on pinhole test. Only patient with no orbital nor intracranial mass on MRI examination is included in this research. Further additional MR sequence is acquired on coronal optic nerve plane on T2 fat suppression sequence, parasagital plane on T1 fat suppression to measure intraorbital and intracanalicular optic nerve diameter, and T2 axial to measure intracranial segment. Descriptive statistic is provided as mean with standard deviation of optic nerve diameter as well as sheath to optic nerve ratio. Intraorbital segmen of optic nerve sheath diameter of normal adult on proximal side is 4,54 mm (SD 0,28 mm), middle part 3,49 mm (SD 0,19 mm), distal part 3,26 mm (SD 0,17 mm), intracanalicular segment optic nerve 3,03 mm (SD 0,17 mm), intracranial segment of optic nerve 4,22 mm (SD 0,32 mm), proximal optic nerve diameter 2,54 mm (SD 0,28 mm). Mean of normal nerve to sheath ratio is 1,81:1 (SD 0,11). Analytic statistic which utilize unpaired t test demonstrate no difference of male and female optic nerve and nerve sheath diameter."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firdaus Muallim
"Latar Belakang :Peningkatan TIK adalah keadaan darurat medis yang berpotensi menimbulkan iskemia serebral, herniasi otak dan kematian. Penyebab TIK meningkat diantaranya trauma dengan edema serebral, perdarahan intrakranial dan tumor. Pengawasan TIK diperlukan untuk mencegah kematian pascabedah kraniotomi, salah satunya dengan evaluasi DSSO. Metode pemeriksaan TIK ini bersifat noninvasive dan belum umum dilaporkan terhadap pasien cedera otak traumatik pascabedah kraniotomi.Tujuan :Mengetahui hubungan DSSO terhadap peningkatan tekanan intrakranial pasca bedah kraniotomi pada pasien cedera otak traumatikMetode :Penelitian dengan design cross sectional. Pengambilan sampel secara consecutive terhadap pasien trauma kepala yang telah menjalani bedah kraniotomi. Pemeriksaan DSSO dilakukan untuk menilai diameter selubung saraf optik. pemeriksaan Transcranialdoppler dilakukan untuk mengetahui pulsatilityindex PI sehingga dapat ditentukan nilai tekanan intrakranial dengan rumus GoslingIndex TIK= 11,1x PI -1,43 . Uji independent T dilakukan untuk mengetahui perbedaan rerata DSSO terhadap TIK meningkat. Uji ROC dilakukan untuk mengetahui cut off point, sensitifitas dan spesifisitas DSSO.Hasil :Terdapat 40 subjek trauma kepala yang menjalani bedah kraniotomi. Jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki 57,5 , perdarahan intraserebral adalah bentuk cedera otak yang terbanyak 57,7 dan subdural hematoma 30 . Rerata DSSO adalah 5,46 SD 0,80 dan TIK 12,60 mmHg SD 4,80 pasien pascabedah kraniotomi. Perbandingan antara Nilai DSSO TIK meningkat 6,06 mm SD 0,66 menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan TIK normal rerata 5,20mm SD 0,72 dimana nilai P menunjukkan perbedaan signifikan P=0,001 . Nilai DSSO>5,40 memiliki sensitifitas 91,7 dan spesifisitas 64,3 dalam menentukan TIK meningkat pascabedah kraniotomi.Kesimpulan :DSSO berperan dalam peningkatan TIK pasca bedah kraniotomi. Kata kunci :DSSO, TIK, kraniotomi

Background The increased of ICP is a medical emergency that potentialy cause cerebral ischemia, brain herniation and death. The cause of increasing ICP including trauma with cerebral edema, intracranial hemorrhage and tumor. Observation of ICP is needed to prevent death after craniotomy surgery. One of the methods to observe ICP is using ONSD. This method is a noninvasive method for evaluate the increased of ICP but has not been commonly reported in patient with traumatic brain injury after craniotomy surgery.Objectives Tofind out the correlation between ONSD and the increased intracranial pressure post craniotomy surgery in patient with traumatic brain injury.Method This research is using cross sectional design method. The sample is selected consecutively towards patient with traumatic brain injury after craniotomy surgery. The ONSD examination is performed to determine the diamater of optic nerve sheath. The transcranial doppler examination is performed to determine the pulsatility index PI that can be used to know the value of ICP with Gosling index ICP 11,1 x PI 1,43 . Independent T test is performed to determine the mean difference of ONSD and the increased of ICP, the ROC test is performed to determine cut off point of ONSD 39 s sensitivity and specificity.Results There were 40 head trauma subjects who have undergone craniotomy. The most common sex were male 57.5 , intracerebral hemorrhage was the most common form of brain injury 57.7 and subdural hematoma 30 . The mean ONSD was 5.46 SD 0.80 and ICP 12.60 mmHg SD 4.80 in postoperative craniotomy patients. Comparison between ONSD and ICP show, there rsquo s increasing ONSD values 6.06 mm SD 0.66 for increasing ICP subject and it has higher values than the normal average ICP with 5.20 mm SD 0.72 . P values showed significant differences P 0.001 of ONSD and ICP. The value of ONSD 5.40 has sensitivity of 91.7 and specificity of 64.3 to determining increased ICP post craniotomy surgery.Conclusion ONSDhas role for the increased of ICP post craniotomy surgery."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Aryanti
"Peningkatan tekanan intrakranial merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa. Perawat berperan dalam manajemen peningkatan tekanan intrakranial. Tingkat pengetahuan perawat berpengaruh terhadap kualitas manajemen peningkatan Tekanan Intrakranial. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengetahuan perawat tentang manajemen peningkatan tekanan intrakranial. Rancangan penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional yang melibatkan 49 perawat di Ruang Neurologi, Stroke Unit, dan Bedah Saraf RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dengan metode total sampling. Hasil penelitian menunjukan mayoritas responden berpengetahuan kurang (59,2%). Ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan tingkat pengetahuan perawat tentang manajemen peningkatan Tekanan Intrakranial (p=0,048). Analisa data menggunakan Chi Square. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi untuk evaluasi meningkatkan kompetensi perawat dalam manajemen peningkatan tekanan intrakranial.

Increased intracranial pressure is a life threatening condition. Nurses have a role in management of increased intracranial pressure. The knowledge level of nurses influence quality in management of increased intracranial pressure. This study aimed to identify the factors that knowledge level of nurses about the management of increased Intracranial Pressure. This study used descriptive correlation design with cross sectional method, which involved 49 nurses, in the Neurology Room, Stroke Unit, and Neurosurgery at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo using the total sampling method. The results showed a majority of respondents have less knowledge 59,2%. There is a significant association between the education level and of knowledge level about management of increased intracranial pressure p=0,048. The statistical test used the Chi Square test. This study could provide informations to increase nurses competencies in the management of increased intracranial pressure."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilujeng Mugi Sri Mulyaningsih
"Tekanan tinggi intrakranial TTIK merupakan salah satu penentu prognosis pada pasien dengan kasus pada sistem neurologi seperti stroke dan trauma kepala karena dapat menyebabkan morbiditas atau bahkan mortalitas pada pasien. Pengetahuan yang cukup pada perawat akan berhubungan dengan kualitas dan keamanan intervensi keperawatan yang diberikan pada pasien dengan tekanan tinggi intrakranial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan perawat RS Pusat Otak Nasional tentang penanganan pasien dengan tekanan tinggi intrakranial. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan metode penelitian cross-sectional pada 73 perawat di ruang Critical Care Unit CCU , High Care Unit HCU , dan Instalasi Gawat Darurat IGD IGD RS Pusat Otak Nasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 75, 34 responden yang diteliti memiliki pengetahuan cukup tentang penanganan pasien dengan tekanan tinggi intrakranial. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya dengan topik pengetahuan perawat atau penelitian dengan topik tekanan tinggi intracranial dan agar dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan perawatTekanan tinggi intrakranial TTIK merupakan salah satu penentu prognosis pada pasien dengan kasus pada sistem neurologi seperti stroke dan trauma kepala karena dapat menyebabkan morbiditas atau bahkan mortalitas pada pasien. Pengetahuan yang cukup pada perawat akan berhubungan dengan kualitas dan keamanan intervensi keperawatan yang diberikan pada pasien dengan tekanan tinggi intrakranial. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan perawat RS Pusat Otak Nasional tentang penanganan pasien dengan tekanan tinggi intrakranial. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan metode penelitian cross-sectional pada 73 perawat di ruang Critical Care Unit CCU , High Care Unit HCU , dan Instalasi Gawat Darurat IGD IGD RS Pusat Otak Nasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 75, 34 responden yang diteliti memiliki pengetahuan cukup tentang penanganan pasien dengan tekanan tinggi intrakranial. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya dengan topik pengetahuan perawat atau penelitian dengan topik tekanan tinggi intracranial dan agar dapat menjadi salah satu sumber informasi bagi rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan perawat

Increased intracranial pressure is one factor that can show patient prognosis in neurologic cases like stroke and brain injury because it can cause morbidity and mortality in patient. Good knowledge in nurses will influence quality and safety of nursing intervention to people with increased intracranial pressure. The purpose of this research is to know knowledge of nurse in RS Pusat Otak Nasional about treatment of increased intracranial pressure. This research design is descriptive with cross ndash sectional method and the respondents in this research are 73 nurses from Critical Care Unit CCU Room, High Care Unit HCU Room, and Emergency Room. The result of this research shows that 75,34 respondents has enough knowledge about patient treatment with increased intracranial pressure. This research expected can be resource for another research with topic nurse rsquo s knowledge or another research with topic increased intracranial pressure and to become one of information sources for hospitals to increase knowledge for nurses in their hospital."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Zainal Irvan
"Meningitis criptococus yang disebabkan oleh infeksi jamur Cryptococcus neoformans tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan kematian di antara klien dengan sistem kekebalan tubuh yang menurun khususnya di negara berkembang. Meningitis criptococus merupakan infeksi jamur yang paling umum dari sistem saraf pusat dan menjadi infeksi oportunistik yang serius pada klien dengan HIV/AIDS lanjut. Masalah keperawatan yang sering muncul adalah perubahan kesadaran akibat penurunan perfusi jaringan cerebral karena inflamasi dan peningktan tekanan intrkranial. Intervensi keperawatan mandiri yang dapat diberikan adalah dengan memberikan posisi elevasi kepala 30o, posisi ini dapat memfasilitasi aliran darah vena sehingga dapat mempertahankan oksigen otak dan mepertahankan tekanan intrkranial yag berdampak pada perfusi jaringan serebral yang adekuat. Hasil intervensi posisi elevasi kepala 30o pada klien meningit criptococus dengan HIV AIDS dapat mengurangi tingkat kegelisahan klien. Hasil ini menunjukan bahwa posisi elevasi kepala 30o dapat meningkatkan perfusi jaringan otak tetapi harus diberikan bersamaan dengan tindakan kolaboratif lainnya. Perawat juga perlu memperhatikan kontraindikasi ketika memberikan posisi elevasi 30o


Cryptococcal meningitis caused by fungal infections of Cryptococcus neoformans remains a major cause of morbidity and death among patients with a decreased immune system especially in developing countries. Cryptococcal meningitis is the most common fungal infection of the central nervous system and becomes a serious opportunistic infection in patients with advanced HIV/AIDS. Nursing problems that often arise are changes in consciousness due to decreased perfusion of cerebral tissue due to inflammation and increased intranranial pressure. The mandatory obedient intervention that can be given is by giving a head elevation position of 30o, this position can facilitate venous blood flow so that it can maintain brain oxygen and maintain intracranial pressure which impacts on perfusion of adequate cerebral tissue. The results of the intervention position of the head elevation of 30 degrees in patients with cryptococcal mening with HIV AIDS can reduce the level of client anxiety. These results indicate that a 30 degree head elevation position can improve brain tissue perfusion but should be given in conjunction with a collaborative medication. Nurses need to pay attention to contraindications when giving an elevation position of 30 degrees

"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putu Wira Angriyasa
"ABSTRAK
Metode standar dalam mendapatkan informasi mengenai kondisi tekanan dalam rongga kepala atau tekanan intrakranial (TIK) seseorang adalah dengan melakukan pengukuran secara langsung menggunakan alat ICP monitoring. Untuk menggunakan alat tersebut, perlu dilakukan pembedahan pada kepala pasien. Selain membutuhkan biaya yang relatif mahal, dalam beberapa kasus, pembedahan pada kepala memiliki tingkat risiko yang tinggi. Untuk mengatasi hal tersebut, dalam skripsi ini dijelaskan metode alternatif untuk mendapatkan kondisi TIK secara tidak langsung dengan memanfaatkan konsentrasi Superoksida Dismutase (SOD), Katalase, Nikotinamida Adenin Dinukleotida Fosfat (NADPH), dan Malondialdehid (MDA) sebagai penanda stress oksidatif. Dengan menggunakan data-data tersebut, TIK akan diklasifikasikan dalam kondisi normal, rendah, atau tinggi. Untuk tujuan klasifikasi, digunakan metode Support Vector Machines Sequential dan keakuratannya dibandingkan dengan metode Fuzzy C Means.

ABSTRACT
The standard method for getting information about Intracranial Pressure (ICP) is invasive measurement using ICP monitoring. For using that tool, perforation of cranial scalp of patient was needed. In addition to the expensive cost, in some case, this perforation has high risk. For handling this problem, the alternative method for getting ICP condition was explained in this skripsi, using the level of Superoxide Dismutase (SOD), Catalase (CAT), Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate (NADPH), and Malondialdehyde (MDA) such as oxidative stress indicators. Using these indicators, ICP would be classified in normal, low, and high condition. For classification purpose, Support Vector Machines Sequential was used as a classification method and the accuracy was compared with Fuzzy C-Means method."
Universitas Indonesia, 2011
S1955
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Nearly 80 short papers originating from the 14th International Symposium on Intracranial Pressure and Brain Monitoring held in Tuebingen, Germany, in September 2010 present experimental as well as clinical research data related to the naming topics of the conference. The papers have undergone a peer-reviewing and are organized in the following sections: methods of brain monitoring and data analysis, methods of invasive and non-invasive ICP assessment, the role of autoregulation, the role of tissue oxygenation and near-infrared spectroscopy, hydrocephalus/IIH imaging and diagnosis, management and therapy of hydrocephalus, management and therapy of traumatic brain injury, management and therapy of subarachnoid and intracranial hemorrhage, experimental approaches to acute brain disease. The book gives a good overview on the latest research developments in the field of ICP and related brain monitoring and on management and therapy of relevant acute brain diseases."
Wien: Springer, 2012
e20426499
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Sabrina Putri Kamilah
"Peningkatan tekanan intracranial (TIK) merupakan masalah utama pada pasien dengan tumor otak dan menyebabkan perfusi serebral tidak efektif. Tindakan definitif diperlukan untuk mengatasi masalah peningkatan TIK dengan pengangkatan tumor melalui kraniotomi. Pasca kraniotomi, masih terdapat risiko ketidakefektifan perfusi serebral karena risiko peningkatan TIK. Pasien pasca kraniotomi umumnya akan merasakan nyeri, mual, dan muntah sehingga berisiko untuk meningkatkan TIK. Karya ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis penerapan head-up 30 derajat dan pemantauan tekanan rata-rata arteri (MAP) sebagai upaya pencegahan peningkatan TIK pada pasien pasca kraniotomi di ruang rawat inap. Metode yang digunakan berupa laporan kasus terkait intervensi pemberian posisi Head-up 30 derajat dan pemantauan MAP yang dilakukan selama 3 hari. Hasil pemberian asuhan keperawatan selama tiga hari menunjukkan tidak adanya peningkatan TIK dan MAP berada dalam rentang normal.

Increased intracranial pressure (ICP) is a major problem in patients with cerebral tumors and causes cerebral perfusion to be ineffective. Definitive action is needed to address the problem of increased ICP with tumor removal through craniotomy. After craniotomy, there is still a risk of ineffectiveness of cerebral perfusion due to the risk of increased ICP. Post-craniotomy patients will generally feel pain, nausea, and vomiting so they are at risk for increasing ICP. This scientific paper aims to analyze the application of 30-degree positioning and monitoring of mean arterial pressure (MAP) as an effort to prevent increased ICP in post-craniotomy patients in the inpatient room. The method forms as a case report related to the intervention of giving a 30-degree Head-up position and monitoring of MAP carried out for 3 days. The results of providing nursing care for three days showed no increase in ICP and MAP was within the normal range.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>