Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 65016 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Alifiar Fattati
"Suami dan istri memiliki hak yang sama terhadap harta bersama, hal tersebut menyebabkan perbuatan hukum yang dilakukan oleh suami atau istri terhadap harta bersama harus mendapat persetujuan kedua belah pihak, termasuk dalam melakukan perbuatan hibah. Kenyataannya masih ditemukan hibah suatu harta bersama yang dilakukan tanpa persetujuan pasangan kawin sebagaimana kasus pada Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 127/Pdt.G/2023/PN Ptk. Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah tentang akibat hukum terhadap hibah atas harta bersama tanpa persetujuan pasangan kawin yang telah menjadi harta peninggalan waris penerima hibah, dan cara agar gugatan penggugat dalam Putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 127/Pdt.G/2023/PN Ptk dapat diterima. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal yang dilakukan melalui studi kepustakaan guna mengumpulkan bahan perundang-undangan dan teori hukum yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan hasil analisis maka dapat dijelaskan bahwa Akta Hibah yang dibuat oleh PPAT dapat dibatalkan atau tidak mempunyai kekuatan mengikat karena pihak yang melakukan hibah tidak berwenang, disebabkan perbuatan hibah terhadap harta bersama tanpa persetujuan dari istri. Hasil analisis kasus kedua terkait cara agar gugatan penggugat dalam kasus dapat diterima adalah dapat diajukan gugatan baru dengan memperhatikan siapa saja pihak yang ditarik sebagai Tergugat termasuk ahli waris yaitu sebanyak 29 orang beserta alat bukti hukumnya.

Husbands and wives have the same rights to joint property, this causes legal actions carried out by husbands or wives against joint property to be approved by both parties, including in making grants. In fact, there are still grants of joint property made without the consent of the married couple as in the case of Pontianak District Court Decision Number 127/Pdt.G/2023/PN Ptk. The problem raised in this study is about the legal consequences of grants of joint property without the consent of a married couple that has become the inheritance of the grantee's inheritance, and how to make the plaintiff's claim in Pontianak District Court Decision Number 127/Pdt.G/2023/PN Ptk acceptable. This research uses doctrinal methods conducted through literature studies to collect statutory materials and legal theories which are then analyzed qualitatively. Based on the results of the analysis, it can be explained that the Grant Deed made by PPAT can be canceled or does not have binding force because the party making the grant is not authorized, due to the act of granting joint property without the consent of the wife. The results of the analysis of the second case related to how the plaintiff's claim in the case can be accepted is that a new lawsuit can be filed by paying attention to who the parties are drawn as Defendants including heirs, namely 29 people along with legal evidence."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Danny Andria I Istomo
"Status hukum seseorang menunjukkan kedudukanya di dalam lalu lintas hukum suatu masyarakat. Kepastian mengenai status hukum diperoleh dengan melakukan pendaftaran dan pencatatan atas peristiwa yang berhubungan dengan kehidupan pribadi seseorang yang menentukan status hukum tersebut. Pencatatan antara lain perkawinan dan perceraian yang telah mengalami unifikasi yaitu dikeluarkannya UU No 1 Tahun 1974 serta PP No 9 Tahun 1975."
Universitas Indonesia, 1987
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wifka Rahma Syauki
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dialektika hubungan pada pasangan perkawinan beda usia antara perempuan dengan laki-laki yang berusia lebih muda. Peneliti menggunakan Teori Dialektika Hubungan yang dikemukakan oleh Baxter dan Montgomery (1989) untuk mendeskripsikan dengan mendalam bagaimana dialektika yang terjadi pada pasangan dan bagaimana pasangan menegosiasi ketegangan tersebut. Penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan paradima konstruktivis.
Hasil dari pernelitian menunujukkan bahwa dialektika hubungan internal antar individu maupun eksternal pasangan dengan lingkungan terjadi karena adanya konstruksi budaya terkait usia suami yang seharusnya lebih tua dari istri. Masalah usia jarang sekali diutarakan pada dialektika internal, hal itu disebabkan adanya komitmen perkawinan yang selalu pasangan jaga. Pada level eksternal pasangan masih terus mendapat stereotip sehingga mereka sering kurang terbuka masalah usia keculai pada orang terdekat.

This research aims to understand the dialectic of the age difference marriage couple between a woman and a younger man. Using Relational Dialectic by Baxter and Montgomer (1989) the researcher wan to describe how the dialectic in the relationship and how the couple negotiate it. This is a qualitative research with constructivist paradigm.
The result of the research indicates that the relational dialectic between internal and external occur due to age related cultural construction that a husband should older than his wife. The age difference rarely expressed in the internal dialectic, it is due to the commitment of marriage that couple always keep. At the external level, the couple continues get a stereotype that cause the couple are closed about the age issues."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
T44400
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryani
"ABSTRACT
Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa hibah adalah perjanjian dengan mana pemberi hibah diwaktu hidupnya dengan cuma- cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu barang guna keperluan penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Secara hukum, hibah dapat dilakukan oleh siapapun yang cakap menurut hukum. Skripsi ini membahas mengenai Putusan Mahkamah Agung Nomor 1745 K/Pdt/2014 yang mengangkat kasus penghibahan suatu harta bersama yang dilakukan oleh seorang ayah kepada anak-anaknya tanpa adanya persetujuan dari si ibu atau mantan istri setelah terjadi perceraian. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif guna menjawab permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini yaitu mengenai sah atau tidaknya penghibahan tersebut dengan memperhatikan pertimbangan Majelis Hakim. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa penghibahan terhadap harta bersama harus mendapat persetujuan dari pihak suami dan pihak istri sepanjang tidak ada perjanjian pemisahan harta. Oleh karena itu, apabila terjadi suatu penghibahan terhadap harta bersama yang dilakukan tanpa adanya persetujuan dari salah satu pihak, maka hibah tersebut menjadi batal demi hukum karena telah bertentangan dengan Pasal 36 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan.

ABSTRACT
Article 1666 The Civil Code states that a grant is an agreement which the grantor with his own will in his life time handed over something to the grantee receiving the surrender purposely and irrevocably. By law, grants may be made by anyone who is proficient under the law. This thesis discusses the Supreme Court Decision Number 1745 K PDT 2014 which raises the case of granting by a father on joint property to his children which is done without the approval of the mother or ex wife. This research is conducted by using the normative juridical method to answer the issues raised in this writing that is whether or not the grant is valid by considering the consideration of the Panel of Judges. The result of this research concludes that grant to joint property must get approval from husband and wife side as long as there is no agreement of separation of property. Therefore, in the event of a grant to a joint property made without the consent of either party, the grant becomes null and void because it is contrary to Article 36 Paragraph 1 of the Marriage Law."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewa Gede Yudi Putra Wibawa
"Penelitian ini membahas mengenai keabsahaan pengalihan harta bersama dengan isteri pertama melalui persetujuan isteri kedua dalam akta jual beli tanah serta implikasinya terhadap pembeli tanah yang bersangkutan sebagaimana hal tersebut terjadi dalam perkara yang diputus oleh Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 2273K/PDT/2021. Secara garis besar harta bersama A berupa tanah telah dialihkan oleh almarhum suaminya semasa hidupnya tanpa persetujuan A tetapi dengan persetujuan isteri lain secara dibawah tangan yang melampirkan akta nikah dan akta-akta lainnya, namun A tidak pernah mengetahui perkawinan tersebut. A mengajukan gugatan terhadap C karena telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyatakan Akta Jual Beli batal demi hukum, namun Majelis Hakim menolak gugatan. Dalam membahas permasalahan tersebut digunakan metode penelitian doktrinal dengan analisis kualitatif. Adapun pembahasan yang diperoleh yaitu keabsahan pengalihan tanah SHM Nomor 2588 terkesan menggantung, di satu sisi Majelis Hakim menyatakan A berhak atas tanah SHM Nomor 2588 sedangkan Majelis Hakim menyatakan harus ada putusan pengadilan yang menyatakan terjadi pemalsuan terhadap identitas penjual tanah SHM Nomor 2588 dan merekomendasikan menggugat kepada penjual yang tidak berhak, akan tetapi penjual yaitu suaminya telah meninggal, yang semestinya Majelis Hakim menangguhkan pemeriksaan perkara untuk diteruskan kepada pejabat yang berwenang menuntut dugaan pemalsuan tersebut berdasarkan Pasal 138 Ayat (7) HIR dan Pasal 138 Ayat (8) HIR untuk mengetahui pihak yang harusnya digugat oleh A. Kepada C diberikan perlindungan hukum karena telah beritikad baik dalam membeli obyek jual beli tanah yang sesuai dengan prosedur/tata cara yang berlaku sehingga jual beli dianggap sah.

This research discusses the legality of transferring joint asset with the first wife through the consent of the second wife in the deed of sale and purchase of the land and the implications for the purchaser of the land that happened in a case decided by the Supreme Court through Decision Number 2273K/PDT/2021. A's joint asset in the form of the land was transferred by her late husband during his lifetime without A's consent but with the consent of another wife who attached a marriage certificate and other certificates, but A never knew about the marriage. A filed a lawsuit against C because he had committed an unlawful act and declared the sale and purchase deed null and void, but the Judges rejected the lawsuit. In discussing these problems using doctrinal research method with qualitative analysis. The results of this research are the validity of the transfer of the land of SHM Number 2588, the Judges stated that A had the right of the land of SHM Number 2588, while the Judges stated that there must be a court decision stating that there was falsification of the identity of the seller of the land of SHM Number 2588 and recommending suing the seller who is not have the right, but the seller, namely her husband, had died, the Judges should have postponed the examination of the case to be forwarded to the official authorized to prosecute the alleged forgery based on Article 138 Paragraph (7) HIR and Article 138 Paragraph (8) HIR to find out which party should be sued by A. C is given legal protection because he has good faith in buying the land of SHM Number 2588 with the procedures, so that the sale and purchase are considered valid."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bifi Enggawita
"Putusnya perkawinan karena perceraian memiliki konsekuensi hukum bagi berbagi aset bersama. Sebagai konsekuensi hukum dari pembagian aset bersama setelah putusan pengadilan terjadi yaitu terjadi pengalihan hak baik dengan cara dijual membeli atau memberikan dalam properti bersama. Pengalihan aset bersama setelah perceraian harus dilakukan dengan persetujuan kedua belah pihak yaitu mantan istri dan mantan suami, namun belum selesai harus dan ada tindakan melawan hukum. Pokok bahasan dari pencipta merupakan akibat hukum dari jual beli dan pemberian harta kekayaan secara bersama-sama oleh satu orang pihak setelah perceraian dan menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor: 1808 K / Pdt / 2017. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis normatif dengan mengkaji ketentuan peraturan perundang-undangan didukung oleh hasil wawancara. Konsekuensi hukum pengalihan aset bersama setelah bercerai tanpa persetujuan kedua belah pihak (mantan suami dan mantan istri) batal demi hukum yang dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung Nomor: 1808 K / Pdt / 2017 yang menyatakan bahwa dilakukan pengalihan hak secara sepihak batal demi hukum. Jadi seharusnya para pihak siapa yang akan mengalihkan harta bersama setelah perceraian dengan menjualnya pembelian atau hibah harus mendapat persetujuan kedua belah pihak.

The dissolution of a marriage due to divorce has legal consequences for it share assets together. As a legal consequence of sharing the assets together after the court verdict occurs, there is a transfer of rights either by sale or purchase or by giving away in joint property. Transfer of joint assets after divorce must be carried out with the consent of both parties, namely the ex-wife and ex-husband, but it must not be completed and there are actions against the law. The subject matter of the creator is the legal consequence of buying and selling and giving of assets jointly by one person parties after the divorce and analyzing the Supreme Court Decision Number: 1808 K / Pdt / 2017. The research method used by the author is normative juridical by reviewing the provisions of laws and regulations supported by the results of interviews. The legal consequence of transferring joint assets after divorce without the consent of both parties (ex-husband and ex-wife) is null and void which is strengthened by the decision of the Supreme Court Number: 1808 K / Pdt / 2017 which states that the transfer of rights is unilaterally null and void by law. So, the parties who will transfer the joint property after the divorce by selling it, a purchase or a grant, must have the consent of both parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ramadanti Suyandina Purwanto
"Tesis ini membahas tentang harta bersama pasca perceraian yang masih dijadikan sebagai jaminan utang. Dalam Pasal 35 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) menyebutkan bahwa harta bersama merupakan harta yang diperoleh selama perkawinan, dan dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam (KHI) menyebutkan bahwa janda atau duda yang bercerai masing-masing berhak menerima seperdua bagian dari harta bersama sepanjang tidak di perjanjikan lain dalam perjanjian kawin. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan harta bersama pasangan suami-isteri yang telah bercerai yang harta bersama seharusnya dibagi masih menjadi jaminan utang di Bank, serta hubungannya dengan nilai utang yang melebihi nilai objek yang dijadikan jaminan. Metode penelitian yang digunakan analisis yuridis normatif, bersifat deskriptif analitis, dengan pendekatan kualitatif. Hasil yang didapat penulis adalah meskipun suami-isteri telah bercerai seluruh harta bersama akan dibagi dua, dan berikut utang yang ada. Utang yang melebihi nilai jaminan merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak meskipun telah bercerai, sehingga kedua belah pihak harus tetap menanggung utang tersebut. Peran Notaris dalam hal ini perlu memperhatikan dan menjalankan pasal 16 Undang-Undang Jabatan Notaris.

This thesis discusses the marital property after the divorce that is still used as a debt warranty. Article 35 of Law No. 1 of 1974 on Marriage (UUP) states that marital property is a wealth obtained during marriage, and in Article 97 of the Compilation of Islamic Law (KHI) states that divorced widows or divorcedes are each entitled to receive one half of marital property as long as it is not in another agreement in the marriage agreement. The subject matter of this research is about the position of marital property of spouses and divorced couples whose common property should be divided into debt guarantees in the Bank, as well as their relationship with the value of the debt that exceeds the value of the collateral object. The Research Method used in writing this thesis is Juridical Normative, with Descriptive Analysis, with a qualitative approach. The results obtained by the author are that although the husband and wife have divorced all the marital property will be divided into two, and the following debts. Debt that exceeds the value of collateral is an obligation that must be fulfilled by both parties despite the divorce, so both parties must still bear the debt. In this case, a Notary must obey the clause 16 section in the Notary Billet Act."
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T51002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stephany Marisa Endianita
"Harta bersama dalam perkawinan adalah harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung tanpa mempermasalahkan darimana harta tersebut berasal. Jika salah satu pihak ingin mengalihkan harta bersama maka hams mendapat persetujuan dari pasangannya. Hal ini tidak menjadi masalah apabila perkawinan berjalan sesuai dengan maksud dan tujuan dari perkawinan yaitu membentuk suatu mmah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun dalam kenyataanya perkawinan terkadang tidak berjalan dengan baik sehingga berakhir dengan perceraian. Salah satu akibat dari perceraian yang sering menjadi masalah adalah mengenai pembagian harta bersama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengenai pengaturan harta bersama dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan akibat hukum dari harta bersama yang tidak dibagi apabila setelah terjadi perceraian salah satu pihak mengalihkan harta bersama tersebut pada putusan Mahkamah Agung Nomor 2301 KlPdtJ2007 dan putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 552IPdt.G/2013lPn.Dps. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder, diantaranya peraturan perundang-undangan dan buku yang berkaitan dengan perkawinan.
Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa dalam hal terjadi perceraian mengenai harta bersama diatur menurut hukum yang berlaku pada saat suami istri melangsungkan perkawinan. Jika pembagian harta bersama diajukan ke pengadilan maka Majelis Hakim yang memutus perkara mendasarkan pertimbangan hukumnya pada Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia karena dalam UU No. 111974 maupun peraturan pelaksanaannya tidak mengatur lebih lanjut mengenai pembagian harta bersama. Akibat dari harta bersama yang tidak dibagi setelah terjadi perceraian dan harta bersama tersebut dialihkan kepada pihak lain tanpa persetujuan pasangannya maka hakim diberikan kewenangan untuk dapat memberikan putusan yang waj ar dan adil.

Marital property is everything earned or acquired by either spouse during marriage regardless of who paid for it. Property jointly owned by husband and wife cannot be diverted nor sold by one without the consent of the other. In this case, marital property would not be a problem at the beginning because the purpose of getting married is to live happily and the love that each other and to the almighty god. But in the event that the marriage has come to an end, the problems after that is who owns what during the marriage.
The objective of this research is to dig deeper about the regulations of marital property in Law Nomor 1 of 1974 concerning Marriage and the consequential damages if the marital property is not properly divided or diverting the status of the property (analyzing Decision of Mahkamah Agung Nomor 2301K1Pdtl2007 and Decision Court Of Denpasar Nomor 552IPdt.G/2013lPn.Dps. This research is using a yuridis normative research method using secondary data, data for this research were collected and obtained by looking through regulations and books about marriage.
On the basis of the result of this research, it can be concluded that if the marriage ends in divorce, the problems about marital property should be solved according to the laws where the marriage took place. However, if either spouse file for marital property distribution the court will decide and considerate, based on the Supreme Court of Republic of Indonesia Juresprudence. Because neither in Law Nomor 1 of 1974 concerning Marriage nor the implementing regulations states on how the marital property should be divided. Therefore, the judge is given the authority to give a fair and acceptable verdict concerning the marital property due to divorce and diverted to other parties without the consent of the other.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43977
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Shabira Putri
"Skripsi ini membahas mengenai bagaimana harta bersama diatur baik dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 maupun Kompilasi Hukum Islam. Menurut Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam, pembagian harta bersama ditentukan setengah bagian untuk masing-masing suami istri, namun dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkalis No. 0282/Pdt.G/2015/PA. Bkls, hakim memutuskan bagian harta bersama yang berbeda dari apa yang ditentukan dalam Kompilasi Hukum Islam, yaitu 1/3 bagian untuk istri dan 2/3 bagian untuk suami. Berdasarkan hal tersebut, Peneliti mengajukan pokok permasalahan, yaitu: 1. Bagaimanakah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur mengenai harta bersama dan pembagiannya dalam hal terjadi perceraian?; 2. Apakah pertimbangan hukum hakim dalam Putusan Pengadilan Agama Bengkalis Nomor 0282/Pdt.G/2015/PA. Bkls sudah tepat berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam? Bentuk penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis.
Pada akhirnya, Peneliti memperoleh kesimpulan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyerahkan pengaturan mengenai pembagian harta bersama kepada hukumnya masing-masing, sedangkan Kompilasi Hukum Islam mengatur masing-masing suami istri mendapatkan setengah bagian dari harta bersama. Peneliti juga memperoleh kesimpulan bahwa pertimbangan hukum hakim dalam putusan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kurang tepat karena istri juga telah berkontribusi dengan baik dalam usaha mendapatkan harta bersama sehingga berhak untuk mendapat bagian harta bersama yang sama dengan suami.

This thesis focuses on how joint assets are regulated, both in Law No. 1 of 1974 and Compilation of Islamic Law. According to the Article 97 of Compilation of Islamic Law, the division of joint assets are determined half portions for each husband and wife, but the Bengkalis Religious Court Judgment No. 0282/Pdt.G/2015/PA.Bkls gave a different portion from what has been determined in Compilation of Islamic Law, 1/3 for the wife and 2/3 for the husband. Based on the preceding, the Writer formulated and discussed the following problems: 1. How Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law regulates the joint asset and its distribution as a result of divorce?; 2. Is the judge in the Bengkalis Religious Court Judgment No. 0282/Pdt.G/2015/PA.Bkls had a proper legal considerations based on Law No. 1 of 1974 on Marriage and the Compilation of Islamic Law? This research is in the form of a normative juridical with the type of descriptive analytical research.
At the end, the Writer arrived at the conclusion that Law No. 1 of 1974 handed regulations regarding the joint assets division to the respective laws, while the Compilation of Islamic Law regulates that each husband and wife get half of the joint assets. The Writer also came to the conclusion that the judge?s legal considerations in the judgment discussed in this research are less proper because the wife has contributed well in the attempt to gain the joint assets so she is entitled to get a same portion of the joint assets with her husband.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63748
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Nachita
"Tesis ini meneliti mengenai akibat hukum perceraian antara suami isteri terhadap harta bersama yang belum dibagi yang menjadi objek dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli. Dalam pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas harta bersama yang belum dibagi, diperlukan persetujuan dari mantan isteri atau suami, apabila tidak ada persetujuan maka akan menimbulkan kerugian bagi pihak yang tidak setuju itu. Dalam penelitian ini, penulis mengangkat 2 (dua) pokok permasalahan, yang pertama adalah bagaimana akibat hukum perceraian suami isteri terhadap harta bersama yang belum dibagi yang menjadi objek dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli? Lalu yang kedua adalah bagaimana tanggungjawab Notaris atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagaimana dalam putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor: 02/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2015? Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang menekankan pada norma-norma hukum tertulis dengan pendekatan yuridis yang mempergunakan sumber data sekunder, digunakan untuk menganalisa berbagai peraturan perundang-undangan di bidang hukum perkawinan dan jabatan Notaris, buku-buku dan artikel-artikel yang mempunyai korelasi dan relevan dengan permasalahan yang akan diteliti.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, akibat hukum yang terjadi atas pembuatan Perjanjian Pengikatan Jual Beli ini adalah dirugikannya pihak isteri sebagai orang yang turut memiliki hak atas objek tersebut dan dirugikannya pihak pembeli dalam perjanjian tersebut. Lalu tanggungjawab Notaris atas Perjanjian Pengikatan Jual Beli yang dibuatnya adalah dijatuhkannya sanksi administratif berupa teguran tertulis yang dijatuhkan oleh Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta karena Notaris terbukti melanggar Pasal 16, 39 dan 47 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Jabatan Notaris.

This thesis examines the legal consequences of a divorce between husband and wife to the undivided joint marital property that being an object on sale and purchase agreement. In making a sale and purchase agreement of undivided joint marital property, the consent of the spouses is required, if the consent is none, it will cause a losses to the disagreed party. In this study, the authors raised two main ideas, first, how is the effect of a divorce between husband and wife to the undivided joint marital property that being an object on sale and purchase agreement? The second is how the responsibility of Notary on the sale and purchase agreement as mentioned in Putusan Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris Provinsi DKI Jakarta Nomor: 02/PTS/Mj.PWN.Prov.DKIJakarta/III/2015? The research method that will be used in this study is juridical-normative.
The results of this study indicate that, the legal consequences of making this sale and purchase agreement is the disadvantage of the wife as the person who also has the right to the object and also disadvantage of the buyer in the agreement. Then the responsibility of the Notary on the Sale and Purchase Agreement he made is an administrative sanction in the form of written warning imposed by the Majelis Pemeriksa Wilayah Notaris DKI Jakarta because the Notary was proven to violate Articles 16, 39 and 47 Law Number 2 Of 2014 Concerning Amendment to Law Number 30 Of 2002 Concerning Jabatan Notaris.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
T48926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>