Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 168579 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vibol Ban
"Accurate electron beam dosimetry is crucial for effective radiotherapy treatment. This study aimed to validate modified electron beam calibration methods through a comprehensive cross-calibration analysis against the established IAEA TRS-398 and AAPM TG-51 protocols. A Varian Trilogy linac with electron beam energy of 6, 9, 12, 15, and 18 MeV was used to perform dosimetric assessments using cylindrical (FC65-G and CC13) and parallel-plate (PPC40) ion chambers. The sequential method was employed for cross-calibration at 18 MeV, with each chamber alternatively serving as the reference and field chambers according to TRS-398 (yielding calibration correction factor ) and TG-51 (yielding calibration correction factor ) protocols. The ratios of and compared to the calibration correction factors from Indonesian SSDL ( ) ranged from 0.990 to 1.020. Absorbed doses to water per monitor unit (cGy/MU) were calculated at maximum absorption depths. For modified calibration methods, the values of and yielded absorbed dose values between 0.977 – 1.005 cGy/MU and 0.980 – 1.009 cGy/MU, respectively. Dose ratios of the modified methods compared to TRS-398 ranged from 0.982 to 1.010, while ratios compared to TG-51 varied between 0.985 and 1.021. The average absorbed dose to water using and ranged from 0.984 – 0.996 cGy/MU and 0.986 – 0.997 cGy/MU, respectively. The results were also compared with previous studies to demonstrate that the modified calibration methods closely align with the established protocols, with discrepancies within the IAEA’s ±2% tolerance threshold. The study highlights the importance of cross-calibration in ensuring the accuracy and reliability of modified electron beam calibration methods. These findings suggest that the modified approaches can serve as effective alternatives to traditional protocols, potentially enhancing dosimetric precision and flexibility in clinical radiotherapy settings.

Dosimetri berkas elektron yang akurat sangat penting untuk perawatan radioterapi yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk memvalidasi metode kalibrasi berkas elektron yang dimodifikasi melalui analisis kalibrasi silang yang komprehensif terhadap protokol IAEA TRS-398 dan AAPM TG-51. Linac Trilogi Varian dengan energi berkas elektron 6, 9, 12, 15, dan 18 MeV digunakan untuk melakukan penilaian dosimetri menggunakan ruang ion silinder (FC65-G dan CC13) dan pelat paralel (PPC40). Metode sekuensial digunakan untuk kalibrasi silang pada 18 MeV, dengan masing-masing kamar ionisasi berperan sebagai referensi dan lapangan menurut protokol TRS-398 (menghasilkan faktor koreksi kalibrasi ) dan TG-51 (menghasilkan faktor koreksi kalibrasi ). Rasio dan dibandingkan dengan faktor koreksi kalibrasi dari SSDL Indonesia ( ) berkisar antara 0,990 hingga 1,020. Dosis serap pada medium air per unit monitor (cGy/MU) dihitung pada kedalaman maksimum. Untuk metode kalibrasi termodifikasi, nilai dan menghasilkan nilai dosis serap masing –masing antara 0.977 – 1.005 cGy/MU dan 0.980 – 1.009 cGy/MU. Rasio dosis metode termodifikasidibandingkan dengan TRS-398 berkisar dari 0,982 ke 1,010, sementara rasio dibandingkan dengan TG-51 bervariasi antara 0.985 dan 1,021. Rata-rata dosisserap untuk menggunakan air dan berkisar masing-masing dari 0.984 – 0.996 cGy/MU dan 0.986 – 0.997 cGy/MU. Hasilnya juga dibandingkan dengan penelitian sebelumnya untuk menunjukkan bahwa metode kalibrasi termodifikasii sangat selaras dengan protokol yang ditetapkan, dengan perbedaan dalam ambang toleransi ±2% IAEA. Studi ini menyoroti pentingnya kalibrasi silang dalam memastikan akurasi dan keandalan metode kalibrasi berkas elektron yang dimodifikasi. Temuan ini menunjukkan bahwa pendekatan yang dimodifikasi dapat berfungsi sebagai alternatif yang efektif untuk protokol tradisional, berpotensi meningkatkan presisi dosimetrik dan fleksibilitas dalam pengaturan radioterapi klinis."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zahrahaq Muhammad
"This study analyzes the accuracy of the estimated time-integrated activity coefficient (eTIAC) in Reduced-Time-Points (RTP) fitting using the Bayesian method with biokinetic data of [177Lu]Lu-PSMA-617 in kidneys. Data were collected at 1,24,48,72, and 168 hours (h) post-injection (p.i.) from 10 metastatic Hormone-Sensitive Prostate Cancer (mHSPC) patients as All-Time-Point (ATP) data. The two-, three-, and four-TP combinations in the RTP method are extracted from ATP. Data were fitted using sum-of-exponential (SOE) functions. ATP fitting provided parameters, and scaled data variance, used to calculate reference TIAC (rTIAC) and prior information for RTP fitting. Three methods were investigated: The effect of variance weighting (absolute [BFa] mean and median estimated fractional standard deviation [eFSD], and relative [BFr] variance weighting); Optimal TP in RTP fitting; The effect of the blood circulation rate parameter (lambda bc) in SOE function. Calculated root-mean-square errors (RMSE) by comparing eTIAC to rTIAC. Results: BFa median eFSD was the best variance weighting. The optimal TP was 48 h p.i. The best RTP fitting combinations were two-TP, three-TP, and four-TP is [1h,72h], [1h,24h,72h], [1h,24h,72h, 68h] with RMSE 3.28%, 1.9%, and 0.89%, respectively. The addition of the lambda bc had RMSE difference below 0.5%. The RTP method with optimal time points accurately calculates eTIAC.

Penelitian ini menganalisis akurasi estimasi time-integrated activity coefficient (eTIAC) dalam Reduced-Time-Points (RTP) fitting menggunakan metode Bayesian dengan data biokinetik [177Lu]Lu-PSMA-617 di ginjal. Data dikumpulkan pada 1, 24, 48, 72, dan 168 jam (h) pasca injeksi (p.i.) dari 10 pasien metastatic Hormone-Sensitive Prostate Cancer (mHSPC) sebagai data All-Time-Point (ATP). Kombinasi dua, tiga, dan empat TP dalam metode RTP diekstrak dari ATP. Data di fitting menggunakan fungsi sum-of-exponential (SOE). ATP fitting menghasilkan parameter dan Scaled data variance, yang digunakan untuk menghitung referensi TIAC (rTIAC) dan informasi awal untuk RTP fitting. Tiga metode yang diselidiki: Efek pembobotan varians (absolut [BFa] rerata dan median estimated fractional standard deviation [eFSD], dan Pembobotan relatif [BFr]); TP optimal dalam RTP fitting; Efek parameter laju sirkulasi darah (lambda bc) dalam fungsi SOE. Perhitungan root-mean-square errors (RMSE) membandingkan eTIAC dengan rTIAC. Hasil: BFa median eFSD adalah pembobotan varians terbaik. TP optimal adalah 48 h p.i. Kombinasi RTP fitting terbaik adalah dua-TP, tiga-TP, dan empat-TP adalah [1h, 72h], [1h, 24h, 72h], [1h, 24h, 72h, 168h] dengan RMSE 3,28%, 1,9%, dan 0,89%, berturut-turut. Penambahan lambda bc memiliki perbedaan RMSE di bawah 0,5%. Metode RTP dengan TP optimal dapat secara akurat menghitung eTIAC."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rachman
"Translasi radiofarmaka dari hewan percobaan ke dosis manusia merupakan tugas yang menantang karena variasi biologis antar spesies dan kurangnya standarisasi dalam dosimetri kedokteran nuklir. Studi ini berfokus pada pengaruh seleksi model terhadap perhitungan dosis yang diserap radiasi pada kasus translasi biokinetik dari hewan ke manusia. Penelitian ini menggunakan data biokinetik rata-rata dan individu dari studi radiofarmaka 177Lu-OPS201 pada hewan dan manusia dengan menggunakan model Sum of Exponential (SoE). Analisis Goodness of Fit (GoF) dan corrected Akaike Information Criterion (AICc) digunakan untuk seleksi model. Model f_2 (t)=A_1 e^(-(λ_1+λ_phys )t) terpilih sebagai model terbaik untuk mencit, babi, dan manusia. Penggunaan data biokinetik rata-rata menghasilkan %wAICc sebesar 50,01%, TIAC referensi sebesar 5,41±0,29 jam (manusia), 1,35±0,07 jam (mencit), dan 2,23±0,17 jam (babi). Sementara penggunaan data biokinetik individu menghasilkan %wAICc sebesar 84,00%, TIAC referensi sebesar 5,41±0,24 jam (manusia), 1,35±0,07 jam (mencit), dan 1,68±0,12 jam - 2,85±0,28 jam (babi). Metode regresi linear dan allometric scalling digunakan dalam proses translasi biokinetik radiofarmaka 177Lu-OPS201 dari hewan ke manusia. Hasilnya, model terbaik dengan data biokinetik rata-rata dapat memprediksi TIAC sebesar 5,45±0,03 jam dan akurasi 99,20% mendekati referensi (regresi linear) dan TIAC prediksi sebesar 3,97±1,01 jam dan akurasi 73,50% mendekati referensi (allometric scalling).

The translation of radiopharmaceuticals from experimental animals to human doses is a challenging task due to biological variations between species and lack of standardization in nuclear medicine dosimetry. This study focuses on the influence of model selection on the calculation of radiation absorbed dose in the case of biokinetic translation from animals to humans. This study used average and individual biokinetic data from the 177Lu-OPS201 radiopharmaceutical study in animals and humans using the Sum of Exponential (SoE) model. Goodness of Fit (GoF) analysis and corrected Akaike Information Criterion (AICc) were used for model selection. The model f_2 (t)=A_1 e^(-(λ_1+λ_phys )t) was selected as the best model for mice, pigs and humans. The use of average biokinetic data resulted in %wAICc of 50.01%, reference TIAC of 5.41±0.29 hours (human), 1.35±0.07 hours (mice), and 2.23±0.17 hours (pigs). Meanwhile, the use of individual biokinetic data resulted in a %wAICc of 84.00%, a reference TIAC of 5.41±0.24 hours (human), 1.35±0.07 hours (mice), and 1.68±0.12 hours - 2.85±0.28 hours (pigs). Linear regression and allometric scaling methods were used in the process of translating the biokinetics of radiopharmaceutical 177Lu-OPS201 from animals to humans. As a result, the best model with average biokinetic data can predict TIAC of 5.45±0.03 hours and 99.20% accuracy close to the reference (linear regression) and predicted TIAC of 3.97±1.01 hours and 73.50% accuracy close to the reference (allometric scalling)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cica Yulinar
"Dalam kalibrasi keluaran berkas elektron linear accelerator (LINAC) medis mengikuti protokol TRS-398 IAEA atau AAPM TG-51. Pada tahun 2020, muncul penelitian tentang modifikasi kalibrasi keluaran berkas elektron, didapatkan hasil bahwa modifikasi kalibrasi tersebut memiliki ketidakpastian yang lebih rendah daripada protokol AAPM TG-51. Kemudian, sebagai pembanding telah dilakukan penerapan modifikasi kalibrasi keluaran berkas elektron berdasarkan TRS-398 dan memberikan hasil yang masih di bawah toleransi yang diperbolehkan. Pada penelitian ini akan dilakukan penerapan modifikasi kalibrasi dan dibandingkan dengan protokol AAPM TG-51 dan TRS-398. Kalibrasi berkas elektron dilakukan pada energi 6, 8, 10, 12, dan 15 MeV dari Linear Accelerator Elekta Synergy Platform dan Versa HD. Bacaan muatan akan dihitung oleh kamar ionisasi PTW 30013, IBA CC13, and Exradin A11. Dosis di kedalaman referensi dihitung dengan tiga metode, sesuai dengan AAPM TG 51, TRS 398, dan menggunakan modifikasi kalibrasi keluaran berkas elektron. Dosis di kedalaman maksimum dinyatakan dalam dosis per monitor unit (cGy/MU). Rata-rata rasio dosis serap menggunakan modifikasi kalibrasi dan TRS-398 adalah 1,004. Rata-rata rasio dosis serap menggunakan modifikasi kalibrasi dan TG-51 adalah 1,009. Hasil tersebut di bawah batas toleransi (±2%) berdasarkan IAEA TRS-398.

The electron beam output calibration follows the IAEA TRS-398 or AAPM TG-51 protocols. Muir proposed electron beam dosimetry modification and provided a lower deviation than AAPM TG-51. The modified calibration was applied based on TRS-398 and obtained results still below the permissible tolerance. This study aimed to compare the absolute calibration output based on IAEA TRS-398, AAPM TG-51, and modified calibration. Beam calibration at energies of 6, 8, 10, 12, and 15 MeV were carried out with Synergy Platform and Versa HD linear accelerator. Charge reading measurement is obtained using ionization chamber PTW30013, IBACC13, and ExradinA11. Electron beam dosimetry follows the AAPM TG-51, TRS-398, and modified calibration were performed to measure the dose at the maximum depth and expressed in dose/monitor unit (cGy/MU). The average absorbed dose ratio using the modified calibration and TRS-398 is 1,004. The average absorbed dose ratio using the modified calibration and TG-51 is 1,009. The results are below the tolerance limit (±2%) based on IAEA TRS-398. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abel Mangoro
"

Dosimetri elektron ionometrik dalam fantom plastik yang setara dengan air telah diterapkan menggunakan beragam standar untuk pengukuran dosis serapan terhadap air, seperti protokol IAEA TRS-398 dan AAPM TG-51. Pawiro dkk. menggunakan metode kalibrasi yang dimodifikasi untuk berkas elektron pada berbagai akselerator linier (LINAC) sesuai dengan protokol IAEA TRS-398, menggunakan beberapa kamar ionisasi dalam fantom air, dan mencapai hasil yang memuaskan. Penelitian ini menilai metode kalibrasi LINAC yang dimodifikasi untuk berkas elektron megavolt dalam hantu padat RW3 dibandingkan terhadap fantom air. Penelitian ini menggunakan energi 6, 9, 12, 15, dan 18 MeV keluaran akselerator linier Varian Trilogy. Pembacaan muatan dilakukan menggunakan ruang ionisasi IBA PPC40, CC13, dan FC65G, semuanya terhubung ke elektrometer IBA. Faktor penskalaan kedalaman dan pengaruh yang dirancang khusus untuk hantu padat RW3 telah diterapkan. Perhitungan dosis menggunakan formula untuk kalibrasi berkas elektron yang dimodifikasi, dengan mengintegrasikan faktor kQ yang direvisi dari penelitian sebelumnya. Dosis radiasi yang diserap berkas elektron dinyatakan dalam dosis per unit monitor (cGy/MU). Penelitian ini berfokus pada penerapan metode kalibrasi yang dimodifikasi untuk keluaran berkas megavolt Varian Trilogy Accelerator, memanfaatkan air dan fantom padat RW3 sesuai TRS- 398 pedoman. Dosis serap radiasi rata-rata sedikit berbeda bergantung pada jenis fantomdan protokol. Pengukuran dosis serapan terhadap air untuk ruang ionisasi IBA PPC40, CC13, dan FC65G menunjukkan hasil yang konsisten, berada dalam kisaran ketidakpastian relatif 0,3% hingga 1,2%. viii University of Indonesia Temuan ini menunjukkan bahwa pengukuran sejalan dengan toleransi yang diizinkan yang diuraikan oleh TRS-398, yaitu dalam kisaran ±2%. Khususnya, hasil yang diperoleh melalui metode kalibrasi yang dimodifikasi untuk berkas elektron pada hantu padat RW3 menunjukkan keakuratan, dengan perbedaan dalam kisaran ±2% dibandingkan dengan pengukuran hantu ai


Ionometric electron dosimetry within water-equivalent plastic phantoms has been applied utilizing diverse standards for absorbed dose to water measurement, such as the IAEA TRS-398 and AAPM TG-51 protocols. Pawiro et al. utilized modified calibration methods for electron beams on various linear accelerators (LINAC) according to the IAEA TRS-398 protocol, using multiple ionization chambers within a water phantom, and achieved satisfactory results. This research assesses LINAC modified calibration methods for megavolts electron beams within an RW3 solid phantom in comparison to those within a water phantom. The study utilized 6, 9, 12, 15, and 18 MeV energies from a Varian Trilogy linear accelerator. Charge readings were taken using IBA PPC40, CC13, and FC65G ionization chambers, all connected to an IBA electrometer. Depth and fluence scaling factors specifically designed for the RW3 solid phantom were implemented. The dosage computation employs a formula for modified electron beam calibration, integrating the revised kQ factor from prior research. The absorbed radiation dose of the electron beam is expressed in terms of dose per monitor unit (cGy/MU).This study focused on implementing a modified calibration method for Varian Trilogy Accelerator's megavolt beam outputs, utilizing water and RW3 solid phantoms as per TRS-398 guidelines. The average absorbed radiation dose varies slightly across threechamber measurements on the accelerator, depending on phantom type and protocol. Absorbed dose to water measurements for IBA PPC40, CC13, and FC65G ionization chambers show consistent results, falling within a relative uncertainty range of 0.3% to 1.2%. These findings indicate that measurements align with permissible tolerance outlined by TRS-398, within ±2%. Particularly, results obtained through modified calibration method for electron beams in RW3 solid phantom demonstrate accuracy, with discrepancies within ±2% compared to water phantom measurements"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Badarudin Hakim
"ABSTRAK
Tuberkulosis TB merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di Negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit ini umumnya menyerang paru-paru karena kuman TB mencari tempat yang terdapat tekanan oksigen tinggi. Pendeteksian yang paling cepat dilakukan adalah pemeriksaan citra x-ray toraks dibandingkan dengan menggunakan metode tuberculin skin test TST dan pewarnaan cepat asam yang membutuhkan waktu lebih lama. Diagnosa citra ini sering terkendala karenat tenaga spesialis radiologi tidak menyebar rata pada setiap fasilitas kesehatan, untuk mengatasi hal itu diperlukan bantuan computer untuk mendeteksi citra tersebut yang sering disebut computer aided diagnostis CAD . Metode menggunakan pendekatan fitur tekstur dimotivasi oleh pemeriksaan rutin citra x-ray toraks abnormal yang cenderung menunjukkan perubahan salah satunya perubahan tekstur konten. Data yang digunakan pada penelitian ini diambil dari website Open-I yaitu dataset Montgomery County dan Shenzen. Sistem ini dimulai dengan segmentasi citra dengan metode k-means clastering, yang kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi fitur. Ekdtraksi fitur dilakukan dengan metode Discrete Wavelet Transform DWT dan Gray Level Co-Occurance Matrix GLCM . Hasil dari ekstraksi fitur dilakukan klasifikasi untuk mengelompokkan citra yang terdapat TB dan yang bebas TB. Hasil akhir klasifikasi dibandingkan antara metode ekstraksi DWT, GLCM , dan penggabungan keduanya. Akurasi klasifikasi yang didapat dengan metode DWT sebesar 92,86 untuk dataset Montgomery County dan 93,94 untuk dataset Shenzen. Metode GLCM menghasilkan akurasi sebesar 85,71 untuk dataset Montgomery County dan 75,76 untuk dataset Shenzen. Sedangkan penggabungan dari keduanya menghasilkan akurasi 96,43 untuk dataset Montgomery County dan 93,94 untuk dataset Shenzen. Dari nilai akurasi tersebut dapat diketahui bahwa pengabungan kedua metode menghasilkan akurasi yang paling baik kemudian disusul metode DWT dan metode GLCM memiliki nilai akurasi paling kecil.

ABSTRACT
Tuberculosis TB is one of the diseases that still occur in developing countries like Indonesia. This disease usually attacks the lungs because TB germs look for places that contain high oxygen. The quickest detection was the x ray thoracic image examination compared with the tuberculin skin test TST method and fast acid staining which took longer time. Image diagnoses that are often constrained by radiologist specialists do not spread on average at every Health facility, to gather what is needed computer help to detect what is often called computer assisted diagnostics CAD. Methods using the texture feature approach are motivated by routine x ray image inspection of the abnormal piston originating from each texture content . The data being reviewed by the Open I website is the Montgomery County and Shenzen datasets. This system starts with image segmentation with k means clustering method, which then continued with extraction feature. The feature extraction is performed by Discrete Wavelet Transform DWT method and Gray Level Co Occurance Matrix GLCM . The results of the extraction feature were performed to group the images that contained tuberculosis and the TB free ones. The final result between the DWT extraction method, GLCM, and the merging of both. The classification accuracy obtained by the DWT method is 92.86 for the Montgomery County dataset and 93.94 for the Shenzen dataset. The GLCM method obtained an accuracy of 85.71 for the Montgomery County dataset and 75.76 for the Shenzen dataset. The combination of both obtained 96.43 accuracy for the Montgomery County dataset and 93.94 for the Shenzen dataset. From the value of accuracy can be seen that the merging of both methods produce the best accuracy then followed by DWT method and GLCM method has the least accuracy value."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T51565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juhandi
"Salah satu indikator yang digunakan untuk rnengukur tingkat kemajuan fase awal pengobatan penyakit tuberkulosis, adalah kejadian konversi dimana seseorang yang semula terdeteksi sebagai penderita dengan BTA positif berubah setelah diobati menjadi BTA negatif. Kejadian konversi diharapkan terjadi tepat waktu sesuai dengan standar program untuk masing-masing kategori pengobatan, karena keterlambatan ditemukannya seorang penderita mencapai konversi pada fase awal pengobatan akan berpengaruh kepada keadaan penderita dan pola pengobatan selanjutnya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku berobat terhadap keterlambatan ditemukannya konversi pada akhir fase awal pengobatan penderita TB paru di Kota Tasikmalaya tahun 2001.
Rancangan penelitian yang dipergunakan yaitu kasus kontrol dengan jumlah sampel sebanyak 164 yang menurut perbandingan 1:1 terdiri dari 82 kasus dan 82 kontrol. Sampel adalah penderita TB paru berumur 15 tahun atau lebih yang mendapat pengobatan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shartcourse) kategori 1 dan 2, yang berobat ke puskesrnas di Wilayah Kota Tasikmalaya sejak 1 Januari 2001 sampai 31 Desember 2001 telah menyelesaikan fase awal pengobatan.
Kasus adalah sampel yang terlambat ditemukan konversi pada batas waktu fase awal pengobatan yaitu lebih dari 60 hari untuk kategori atau lebih dari 90 hari untuk kategori 2. Sedangkan kontrol adalah sampel yang mencapai konversi sesuai batas waktu fase awal pengobatan yaitu antara hari ke 53 - 60 untuk kategori 1 atau antara hari ke 83 - 90 untuk kategori 2.
Hasil penelitian dengan uji statistik multivariat regresi logistik, menunjukkan bahwa perilaku berobat penderita berpengaruh terhadap keterlambatan ditemukannya konversi pada akhir fase awal pengobatan TB paru dengan nilai rasio odds 3,75 dan 95%C1=1,83 ; 7,68. Artinya penderita TB paru yang berperilaku berobat kurang baik memiliki risiko 3,75 kali untuk mengalami keterlambatan ditemukannya konversi pada akhir fase awal pengobatannya dibanding dengan penderita TB paru yang berperilaku berobat baik. Pada penelitian ini tidak ditemukan variabel lain yang berinteraksi hanya ada satu variabel yang berpotensi sebagai pengganggu yaitu pelayanan petugas. Dengan demikian maka variabel-variabel covariat berpengaruh secara bebas terhadap keterlambatan ditemukannya konversi pada fase awal pengobatan penderita TB paru.
Untuk lebih efektifnya pengobatan TB paru, perlu pendekatan yang lebih baik melalui pengembangan komunikasi, informasi dan edukasi di antara petugas kesehatan, penderita dan Pengawas Makanan Obat (PMO), yang mengarah kepada pemberian motivasi kepada penderita agar memiliki perilaku berobat yang baik sesuai program.
Daftar Pustaka : 24 (1980 - 2001)

Influence of Treatment Behaviour to Late Have Been Met of Conversion at the End of the Intensive Phase of Pulmonary Tuberculosis Treatment in Tasikmalaya City, 2001One of indicator to determine the treatment response among sputum smear positive cases is sputum conversion, after initial phase. Sputum conversion event be hope not late but still remain in the range of normal time of treatment standard program. A late sputum conversion time during the intensive phase of treatment will affect the patients treatment.
The objective of the study is to know the influence of treatment behavior of the tuberculosis patient to late have been met of conversion at the end of the intensive phase of pulmonary tuberculosis treatment in Tasikmalaya City, 2001.
The research design used is case-control study where the total samples taken was 164. The comparison of cases and control is 1:1 where total cases 82 and total control 82. Samples were the Pulmonary Tuberculosis of 15 years old or more who obtained the therapy on DOTS strategy using the first and second category of tuberculosis drugs they took treatment at the Community Health Center since January 1 - December 31, 2001 untill conversion of the intensive phase of treatment.
A case is the sample who attended the sputum conversion more than 60 days for the intensive phase who took the first category of treatment and 90 days of the second category. The control is the sample who has the sputum conversion happened at the normal range of time of conversion which varies from 53 to 60 days for category I and 83 to 90 days for category II.
The result of the research after using logistic regression multivariate statistic test shown that treatment behavior will tend to the lateness of sputum conversion during the intensive phase with the odds ratio 3,75 and 95%CI=1,83 ; 7,68. It means that these who attend not good treatment behavior has 3,75 times the risk of the late sputum conversion than these who take a good treatment behavior. There was no interaction or confounding variables, therefore covariate variables have independently influences to the lateness of sputum conversion in the intensive phase of pulmonary tuberculosis treatment.
To make more effective of the pulmonary tuberculosis treatment, it is still needed for better approach like the best communication, information and education, between medical ability, tuberculosis patient and treatment observer, and a good motivation approach in order to have a good treatment behavior.
References : 24 (1980 - 2001)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12736
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugiyantari
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T39802
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Aprilia Mahfirotin
"Pengukuran standar dosimetri referensi berkas elektron di seluruh dunia hingga kini mengacu pada protokol IAEA TRS-398 dan AAPM TG-51. Kedua protokol ini tidak merekomendasikan penggunaan detektor silinder untuk kalibrasi berkas elektron pada energi rendah. Namun, perkembangan standar dosimetri ini terus dikembangkan guna meningkatkan akurasi kalibrasi dosimetri berkas elektron dalam bidang radioterapi. Terdapat penelitian terbaru yang didasarkan pada AAPM TG-51 yaitu modifikasi kalibrasi berkas elektron. Pada metode tersebut digunakan detektor silinder pada energi rendah dan faktor konversi kualitas berkas terbaru menggunakan simulasi Monte Carlo. Pada studi ini dilakukan implementasi modifikasi kalibrasi berkas elektron dengan energi sebesar 6, 8, 10, 12, dan 15 MeV. Berkas elektron yang digunakan berasal dari dua jenis linear accelerator yaitu Elektra Synergy Platform dan Versa HD. Hasil bacaan muatan diukur dengan detektor PTW 30013, IBA CC13, Extradin A1Sl, dan Extradin A11 yang terhubung pada elektrometer. Dosis serap elektron disajikan dalam bentuk dosis per monitor unit pada kedalaman maksimum (Zmax). Pada studi ini modifikasi kalibrasi dibandingkan dengan TRS-398 untuk mengetahui akurasi hasil pengukuran kalibrasi dosis serap berkas elektron. Hasil pengukuran faktor konversi kualitas berkas antara TRS-398 dengan modifikasi kalibrasi menghasilkan perbedaan sebesar 11,12%. Perbandingan dosis serap antara modifikasi kalibrasi terhadap TRS-398 (Dw) untuk detektor silinder sebesar 1,002 cGy/MU pada Synergy Platform dan 1,000 cGy/MU pada Versa HD sedangkan untuk detektor plan-paralel sebesar 1,013 cGy/MU pada Synergy Platform dan 1,014 cGy/MU pada Versa HD. Metode modifikasi kalibrasi menghasilkan variabilitas hasil yang baik berdasarkan hasil standar deviasi dari pengukuran dosis rata-rata yang diperoleh dari berbagai detektor sebesar 0,5% pada Synergy Platform dan 0,8% pada Versa HD. Oleh karena itu, metode modifikasi kalibrasi dapat meningkatan akurasi hasil pada detektor silinder yang lebih baik dan lebih sederhana untuk diterapkan secara klinis

The recently worldwide standard measurement of electron beam reference dosimetry refers to the protocols IAEA TRS-398 and AAPM TG-51. Neither of these protocols recommend the use of cylindrical chamber for electron beam calibration at low energies. However, the development of this dosimetry standard continues to improve the accuracy of electron beam dosimetry calibration in the radiation therapy. There is a recent study based on the AAPM TG-51, which is a modified calibration of electron beam. This method uses a low energy cylindrical chamber and the updated beam quality conversion factor using Monte Carlo simulation. In this study, the modified calibration was carried out with energies of 6, 8, 10, 12, and 15 MeV. The electron beam generated from two types of linear accelerator Elektra Synergy Platform and Versa HD. The results of charge readings were measured with PTW 30013, IBA CC13, Extradin A1Sl, and Extradin A11 connected to the electrometer. The absorbed dose to water for electron beam is expressed in dose per unit (cGy/MU) monitor at the maximum depth (Zmax). The result of beam quality conversion factor between TRS-398 with modified calibration showed a difference of 11,12%. The ratio of absorbed dose between modified calibration to TRS-398 (Dw) for cylindrical chamber resulted in an average of 1.002 cGy/MU on Synergy Platform and 1.000 cGy/MU on Versa HD while for plane-parallel chamber it was 1.013 cGy/MU on Synergy Platform and 1.014 cGy/MU on Versa HD. The modified calibration produces good variability in results based on the standard deviation of the average dose per monitor unit obtained from different chambers of 0.5% for Synergy Platform and 0.8% for Versa HD. Therefore, the modified calibration can improve the accuracy of the results on cylindrical chamber which is better and simpler to implement clinically."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiyo Junianto
"Tesis ini membahas pengendalian persediaan obat untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi investasi di SBU Garuda Sentra Medika (GSM). Disain penelitian adalah potong lintang dengan pendekatan kualitatif yang dibantu penghitungan. Hasil penelitian menunjukkan belum ada metode ilmiah untuk mengendalikan persediaan obat di Unit Farmasi GSM, ada kekosongan struktur organisasi, kebijakan dan prosedur kerja yang kurang, Tim Farmasi Terapi (TFT) yang belum sesuai dengan aturan yang berlaku, dan sistem informasi yang belum optimal. Saran yaitu mengevaluasi kebijakan dan prosedur kerja, memperbaiki struktur organisasi, membuat pedoman pengendalian persediaan obat yang tepat, pembentukan TFT sesuai aturan yang berlaku, dan mengembangkan sistem informasi.

This thesis discusses drug inventory control to improve effectiveness and efficiency of investment in SBU Garuda Sentra Medika (GSM). Study design is cross sectional with qualitative approach assisted by calculation. The results show there is no scientific method to control drug inventory in GSM Pharmacy Unit, lack of organizational structure, lack of policy and working procedures, Pharmacy Therapy Team (PTT) is not in accordance with the applicable rules, and lack of information system. Suggestions are evaluating policies and work procedures, fixing the organizational structure, establishing appropriate drug inventory control guidelines, establishing PTT according to applicable rules, and developing information system.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T48687
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>