Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 172516 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sally Novita Nia
"Dalam konsep hukum tanah nasional di Indonesia, konsep jual beli tanah harus disertai dengan penerbitan akta otentik oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah. Berdasarkan jual beli tanah nasional, peran PPAT sangat diperlukan dalam pembuatan akta otentik. PPAT wajib membuat akta dengan menghadirkan kedua belah pihak dalam kegiatan jual beli tanah, yaitu pihak penjual dan pihak pembeli serta kuasanya apabila ada. Penelitian ini berdasarkan studi putusan nomor 178/PDT/2021/PT MKS. Adapun rumusan masalah yang dimuat dalam penelitian ini yaitu dampak tidak berlaku mengikatnya sebagian akta jual beli nomor 191/JB/BM/VIII/2004 atas objek tanah sengketa dan bangunan perumahan diatasnya dan bagaimana seharusnya putusan hakim terhadap kasus nomor 178/PDT/2021/PT MKS atas objek tanah hak milik yang belum terbayar lunas sepenuhnya namun telah diagunkan dan dibangun perumahan diatasnya. Adapun dampak dari tidak berlaku mengikatnya akta jual beli nomor 191/JB/BM/VIII/2004 tersebut akan dibuatnya akta jual beli baru oleh PPAT. Sedangkan seharusnya dalam putusan nomor 178/Pdt/2021/PT MKS tersebut akta jual beli dalam kasus ini harus dibatalkan secara keseluruhan bukan hanya sebagian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu doktrinal dengan tipologi penelitian yang digunakan untuk menjawab pokok permasalahan adalah eksplanatoris deskriptif. Hasil akhir penelitian menyimpulkan bahwa akta otentik yang dibuat oleh PPAT dapat berubah menjadi tidak mengikatnya sebagian akta jual beli bagi sertipikat hak milik yang telah dicatatkan peralihan haknya di Badan Pertanahan Nasional dikarenakan adanya putusan yang inkrah.

In the concept of national land law in Indonesia, the concept of buying and selling land must be accompanied by the issuance of an authentic deed by the Land Deed Officer (PPAT). Based on national land buying and selling regulations, the role of a Land Deed Officer is crucial in creating authentic deeds The PPAT is obligated to create the deed by involving both parties in the land transaction, namely the seller and the buyer, as well as their representatives if applicable. This research is based on a study of decision number 178/PDT/2021/PT MKS. The formulation of the  problem contained in this research is the impact of the non- binding of the sales and purchase deed number 191/JB/BM/VIII/2004 on the disputed land object and the residential buildings on it and how the judge's decision should be regarding case number 178/PDT/2021/PT MKS on the land object that is not fully paid but has been mortgaged and has housing built on it. The impact of the non-binding of the sales and purchase deed number 191/JB/BM/VIII/2004 will result in the creation of a new sales and purchase deed by the PPAT. Meanwhile, in decision number 178/Pdt/2021/PT MKS, the sale and purchase deed in this case must be canceled in its entirety, not just partially. The research method used in this study is doctrinal with the research typology used to answer the main problem is descriptive explanatory. The final result of the study concluded that the authentic deed made by PPAT could turn into not binding part of the sale and purchase deed for the title certificate that had been reversed at the National Land Agency due to the judge's decision that is Inviolable (Inkracht Van Gewijsde)."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Yeane Marlina
"Artikel ini membahas mengenai permasalahan implikasi hukum terhadap perjanjian, akta kuasa menjual dan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris/PPAT (Studi Kasus: Putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 57/Pdt.G/2018/PN.Dps. Tahun 2018). Pokok permasalahan tesis ini adalah akibat hukum dan tanggung jawab Notaris selaku PPAT dalam pembuatan perjanjian, dimana salah satu pihak memberikan cap jempol di surat-surat yang tidak dibacakan dan dijelaskan isinya oleh Notaris dan/atau PPAT, kemudian terbit perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli. Jenis penelitian yang Penulis lakukan adalah yuridis normatif, sifat penelitiannya deskriptif analitis, teknik pengumpulan datanya melalui studi kepustakaan dan dokumen, teknik analisis datanya secara kualitatif, serta cara pengambilan kesimpulannya dengan silogisme melalui logika deduktif. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa akibat hukum atas perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli yang dibuat oleh Notaris dan/atau PPAT yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Mengenai tanggung jawab Notaris selaku PPAT dalam pembuatan perjanjian jual beli, akta kuasa menjual dan akta jual beli, dari segi hukum perdata, Notaris dan/atau PPAT dihukum untuk membayar seluruh biaya perkara yang timbul secara tanggung renteng, dan dalam kedudukannya sebagai Notaris dan/atau PPAT tersebut dapat dikenakan sanksi administratif.

This article discusses the legal implications of the agreement, the power of attorney to sell and the deed of sale made by a Notary / PPAT (Case Study: Decision of the Denpasar District Court Number 57 / Pdt.G / 2018 / PN.Dps. 2018). The main problem of this thesis is the legal consequences and the responsibility of the Notary Public as the PPAT in making the agreement, where one party gives a thumbprint on the letters which are not read and the contents are explained by the Notary and / or PPAT, then a sale and purchase agreement is issued, the power of attorney to sell and deed of sale and purchase. The type of research that the author does is normative juridical, descriptive analytical nature of the research, data collection techniques through literature and document studies, qualitative data analysis techniques, and how to draw conclusions with syllogism through deductive logic. The results showed that the legal consequences of the sale and purchase agreement, the deed of sale authorization and the deed of sale and purchase made by a Notary and / or PPAT who were proven to have committed an illegal act, were declared invalid and null and void by law. Regarding the responsibilities of the Notary Public as a PPAT in making a sale and purchase agreement, the deed of power of attorney to sell and the sale and purchase certificate, in terms of civil law, the Notary and / or PPAT are punished to pay all case costs incurred jointly and in their position as a Notary and / or The PPAT may be subject to administrative sanctions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhona Indah Lestari
"Jual beli tanah secara adat masih sering terjadi khususnya di daerah yang belum terdapat banyak PPAT. Peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan di hadapan pejabat berwenang dapat menimbulkan berbagai permasalahan di kemudian hari oleh karena tidak ada bukti autentik sebagai bukti yang sah. Salah satu permasalahan yang dapat timbul adalah ketika kemudian hari ternyata pembeli yang telah melakukan jual beli hak atas tanah secara adat mendapati bahwa objek tanahnya ditempati pihak ketiga yang telah melakukan jual beli di hadapan PPAT. Dalam penelitian ini dianalisis dan ditelaah mengenai penerapan asas terang dalam jual beli secara adat dan kekuatan hukum jual beli tanah yang dilakukan secara adat ketika adanya jual beli dengan PPAT serta akibat hukum dari sertipikat yang telah terbitkan dengan menggunakan studi kasus dalam Putusan Nomor 135 K/Pdt/2021. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal dengan tipe penelitian eksplanatoris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jual beli tanah yang dilakukan secara adat tersebut asas terangnya tidak terpenuhi jika dilihat dari sisi hukum adat maupun hukum tanah nasional. Meskipun dalam jual beli tersebut telah memenuhi prinsip-prinsip hukum adat lainnya yaitu tunai juga riil. Berdasarkan bukti yang telah diberikan di pengadilan, Hakim menyatakan jual beli secara adat tersebut sah dan mengikat secara hukum dan akta jual beli yang dibuat di hadapan PPAT setelahnya menjadi batal demi hukum. Akta yang dibuat oleh PPAT dinyatakan tidak mengutamakan asas kehati-hatian dan pihak ketiga bertentangan dengan asas kepatutan, serta tidak bersikap hati-hati dalam mencari tahu kepastian dari pemilik tanah, sehingga akta tersebut menjadi batal demi hukum. Batalnya akta jual beli tersebut tidak serta merta membatalkan sertipikat, karena harus ada permohonan pembatalan terlebih dahulu oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap sebagai dasar pembatalan sertipikat.

Customary land buying and selling still often occurs, especially in areas where there are not many PPATs. Transfer of land rights that is not carried out in the presence of an authorized official can cause various problems in the future because there is no authentic evidence as valid evidence. One of the problems that can arise is when later it turns out that the buyer who has carried out the customary sale and purchase of land rights finds that the land object is occupied by a third party who has carried out the sale and purchase before the PPAT. In this research, the application of the principle of clarity in customary buying and selling is analyzed and studied and the legal strength of land buying and selling carried out customarily when there is a sale and purchase with a PPAT as well as the legal consequences of certificates that have been issued using case studies in Decision Number 135 K/Pdt /2021. This research uses a doctrinal method with an explanatory research type. The results of the research show that the principles of buying and selling land carried out according to custom are clearly not fulfilled when viewed from the perspective of customary law and national land law. Even though the buying and selling has complied with other customary law principles, namely cash is also real. Based on the evidence provided in court, the judge declared that the customary sale and purchase was valid and legally binding and the sale and purchase deed made before the PPAT was subsequently null and void. The deed made by PPAT was stated to not prioritize the principle of prudence and the third party was contrary to the principle of propriety, and was not careful in seeking confirmation from the land owner, so that the deed became null and void. The cancellation of the sale and purchase deed does not necessarily cancel the certificate, because there must be a request for cancellation first by the interested party by attaching a court decision that has permanent legal force as the basis for canceling the certificate."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brigitha Elra Yustisia
"Profesi Notaris erat kaitannya dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Fungsi dan peran notaris serta PPAT ialah memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyuluhan hukum serta menjaga kepentingan pihak yang terkait. Dalam menjalankan tugasnya Notaris dan PPAT tidaklah lepas dari aturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Notaris dan PPAT ditunjuk dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai pejabat umum yang membuat akta otentik seperti yang ditentukan oleh undang-undang. Dalam menjalankan tugasnya telah memiliki peraturan masing-masing mengenai tata cara yang tertuang dalam peraturan jabatannya. Dalam prakteknya, masih banyak pelanggaran dalam melaksanakan jabatan yang mempunyai akibat hukum bagi akta yang dibuatnya. Undang-Undang Jabatan Notaris menunjuk Menteri untuk melakukan pengawasan terhadap Notaris dan dalam melaksanakan pengawasannya, Menteri membentuk. Majelis Pengawas Notaris. Pada dasarnya kedua jabatan tersebut hanya membedakan tugas pokok dalam pembuatan akta otentik, namun subjek kedua jabatan tersebut adalah satu, yaitu seorang Notaris yang juga menjabat sebagai PPAT. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan analisis data secara kualitatif. Dari hasil analisis dapat ditarik kesimpulan bahwa Notaris/ PPAT harus memperhatikan prosedur dan ketentuan yang berlaku dalam pembuatan akta dimana objek jual beli masih dalam boedel waris serta pengawasan PPAT dapat dilakukan oleh Majelis Pengawas Notaris dalam hal terjadinya pelanggaran dalam menjalankan jabatannya.

Notary profession is closely related to land deed officer or PPAT. Both a notary and a PPAT have functions and roles in public service as well as conducting legal counseling and maintaining interest of related parties. As public officials who seal authentic deeds, a notary and a PPAT are bonded to PPAT, Notary, and Civil Code appointed in Article 1868 of Civil Code which regulates procedures of notary and PPAT duties. However, violations, which bring legal consequences to deeds a notary or a PPAT ratifies, are often encountered during task enforcement. According to law on notary, Law and Human Rights Minister is appointed to supervise notaries through Notary Supervisor Assembly. A notary and a PPAT basically are the same subjects, though main duty in drawing up authentic deeds differs. This thesis employs normative-juridical method with qualitative data analysis. Based on analysis, a notary or a PPAT should notice procedures and provisions in designing deeds in which sale and purchase object is still in boedel inheritance, and duty procedure violation is supervised by Notary Supervisor Assembly."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43930
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Carolina
"Kepastian hukum dalam setiap peralihan tanah sebagai akibat dari transaksi jual beli hak atas tanah sangatlah penting. Oleh karena itu, Undang-Undang Pokok Agraria mewajibkan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak karena jual beli tersebut. Pada prakteknya, di Kecamatan Bermani Ulu Kabupaten Rejang Lebong terdapat praktek jual beli tanah yang belum bersertipikat. Tanah yang belum bersertipikat adalah tanah yang sama sekali belum pernah didaftarkan di kantor pertanahan. Praktek jual beli tersebut banyak dilakukan dihadapan kepala desa bersifat tunai, nyata dan terang. Tesis ini membahas bagaimana proses pencatatan kepemilikan hak atas tanah berdasarkan Surat Keterangan Kepala Desa serta kekuatan hukum terhadap surat keterangan tanah tersebut jika dibandingkan denga akta yang dikeluarkan PPAT. Metode yang digunakan adalah metode yuridis empiris dan spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat preskriptif analitis.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa proses pencatatan kepemilikan hak atas tanah pada Desa Kampung Melayu terbilang mudah yaitu dengan menghadapnya para pihak kepada kantor desa beserta saksi-saksi lalu kemudian dilakukan pengukuran batas- batas tanah oleh kepala dusun, baru kemudian kemudian kepala Desa mengeluarkan Surat Keterangan Pemindahan Hak. Kedudukan surat jual beli di bawah tangan itu sepanjang menurut Kepala Kantor Pertanahan adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, maka ia dapat dijadikan dasar untuk melakukan pendaftaran tanah pertama kali dan pastinya harus dilengkapi dokumen pendukung lainnya sebagaimana yang telah disebutkan dalam Peraturan KBPN Nomor 1 Tahun 2010.

Legal certainty in any transfer of land as a result of buying and selling transactions of land rights is very important. Therefore, the Basic Agrarian Law obliges to register the transfer of rights due to such sale and purchase. In practice, in Bermani Ulu District, Rejang Lebong Regency, there is a practice of buying and selling land that has not been certified. Land that has not been certified is land that has never been registered at the land office. The practice of buying and selling is mostly carried out in front of the village head in cash, real and clear. This thesis discusses the process of recording land ownership rights based on a village head's certificate and the legal force of the land certificate when compared to the deed issued by the PPAT. The method used is empirical juridical method and the specifications used in this study are analytical prescriptive. Based on the results of the research, it can be seen that the process of recording ownership of land rights in Kampung Melayu Village is fairly easy, namely by facing the parties to the village office along with witnesses, then measuring the boundaries of the land by the head of the hamlet, then the village head issues a Certificate of Transfer of Rights. The position of the sale and purchase letter under the hand, as long as according to the Head of the Land Office it is correct and can be accounted for, then it can be used as a basis for conducting the first land registration and of course it must be equipped with other supporting documents as mentioned in KBPN Regulation Number 1 of 2010."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oktaviani Nurul Suci
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya suatu perbuatan hukum jual beli hak atas tanah warisan yang seharusnya dilaksanakan dengan melibatkan ahli waris lainnya yang berhak atas tanah waris tersebut. Ahli waris memiliki hak yang sah terhadap warisan tertentu dan peralihan hak tersebut harus dilakukan dengan benar sesuai dengan hukum yang berlaku. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah  kekuatan akta jual beli atas perbuatan penjualan yang dilakukan salah satu ahli waris yang tidak melibatkan ahli waris lainnya dan korelasi Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 dengan Pasal 19 ayat (2) UUPA terkait hak ahli waris jika dikaitkan dengan Putusan No. 359/Pk/Pdt/2020. Untuk menjawab permasalahan tersebut penelitian ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Data yang digunakan adalah data sekunder. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka diperoleh simpulan bahwa kekuatan akta jual beli yang tidak melibatkan ahli waris lainnya yang sah sebagai pihak dalam akta menjadikan akta tersebut menjadi cacat hukum dimana sejak awal perbuatan jual beli dianggap tidak pernah ada. Pasal 32 ayat (2) PP Nomor 24 Tahun 1997 dan UUPA menimbulkan ketidaksesuaian dikarenakan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 terdapat jangka waktu seseorang untuk mengajukan keberatan sedangkan dalam UUPA pemberian surat-surat sebagai tanda bukti hak berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, bukan mutlak sebagai sistem publikasi negatif.

This research is motivated by the existence of a legal act of buying and selling rights to inherited land which should be carried out that involved by other heirs who have the rights to the inherited land. Heirs have legal rights to certain inheritances and the transfer of these rights must be carried out correctly in accordance with applicable law. The main problem in this research is the strength of the sale and purchase deed for the act of sale, carried out by one of the heirs which does not involved other heirs in the sale and purchase action and the correlation of Article 32 paragraph (2) of PP Number 24 of 1997 with Article 19 paragraph (2) of the UUPA regarding the rights of heirs if related to Decision no. 359/Pk/Pdt/2020. To answer these problems, this research was prepared using doctrinal research methods. The data used is secondary data. Based on the research carried out, it was concluded that the strength of the sale and purchase deed which does not involve other legal heirs as parties to the deed makes the deed legally flawed where from the start the sale and purchase act is considered to have never existed. Article 32 paragraph (2) of PP Number 24 of 1997 and UUPA has creates a discrepancy, because in PP Number 24 of 1997 there is a time period for a person to submit an objection, whereas in UUPA the provision of letters as proof of rights applies as a strong means of proof, not as an absolute negative publication system."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Febrini Shalshalillah Rianto
"Pada prinsipnya Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) hak atas tanah dibuat karena belum terpenuhinya unsur-unsur untuk terjadinya suatu perbuatan hukum jual beli. Oleh karena itu, jual beli yang dilakukan oleh penjual maupun pembeli harus memenuhi kewajibannya masing-masing yang memenuhi unsur jual beli. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tanggung jawab hukum penjual yang telah membuat PPJB namun kemudian mengagunkan objek jual beli sebagai jaminan kepada pihak lain; dan perlindungan hukum kepada pembeli yang beriktikad baik terhadap pembebanan hak tanggungan atas sertipikat tanah yang telah dibuatkan PPJB. Penelitian hukum ini disusun menggunakan metode penelitian doktrinal dengan tipe penelitian eksplanatoris. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang diperoleh melalui studi dokumen guna menjawab permasalahan yang diangkat berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis yang didapat, penjual melanggar perjanjian dan melanggar unsur iktikad baik dalam perjanjian yang telah dibuat, sehingga menimbulkan kerugian terhadap pembeli. Dalam kasus ini penjual harus bertanggung jawab mengganti kerugian yang ditimbulkan olehnya. Di samping itu Notaris yang terkait dalam kasus ini dinyatakan lalai dengan tidak memberikan penyuluhan hukum terhadap pihak terkait dalam proses pembuatan perjanjian. Selain itu Notaris melakukan kelalaian karena tidak memegang Sertipikat Hak Milik penjual No. 3322 yang mana hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Jabatan Notais yang mengatakan bahwa Notaris harus saksama dan menjaga kepentingan para pihak dalam perbuatan hukum. Akibat kelalaian Notaris tersebut menimbulkan kerugian pada pembeli yang beriktikad baik, sehingga perlu diberikan perlindungan hukum kepada pihak pembeli karena pembeli telah memenuhi kewajibannya. Perlindungan tersebut diberikan dalam bentuk ganti rugi kepada pembeli.

In principle, the Agreement for Sale and Purchase (PPJB) of land rights is made because the elements for the occurrence of a legal act of sale and purchase have not been fulfilled. Therefore, the sale and purchase carried out by the seller and buyer must fulfill their respective obligations that fulfill the elements of sale and purchase. This study aims to analyze the legal responsibility of a seller who has made a PPJB but then pledges the object of sale and purchase as collateral to another party; and legal protection to buyers who are in good faith against the encumbrance of mortgage rights on land certificates that have been made PPJB. This legal research is prepared using doctrinal research methods with explanatory research types. This research uses secondary data consisting of primary legal materials and secondary legal materials obtained through document studies to answer the problems raised in relation to the problems in this research. Based on the results of the analysis obtained, the Seller violated the agreement and violated the element of good faith in the agreement that had been made, causing losses to the Buyer. In this case, the Seller must be responsible for compensating the losses caused by him. In addition, the Notary involved in this case was declared negligent by not providing legal counseling to related parties in the process of making the agreement. In addition, the Notary was negligent in not holding the Seller's certificate of title No. 3322, which is not in accordance with the provisions of the UUJN which states that the Notary must be careful and safeguard the interests of the parties in legal actions. As a result of the Notary's negligence, the good faith purchaser was harmed, so it is necessary to provide legal protection to the purchaser because the purchaser has fulfilled his obligations. The protection is given in the form of compensation to the Buyer."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Guntur Priyombodo
"ABSTRAK
Sebagai peraturan pelaksanaan UUPA dan penyempurna Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 1961, sesungguhnya PP 24/1997 dapat memberikan kepastian hukum
bagi pihak-pihak yang memiliki dan menguasai tanah dengan itikad baik. Pengadilan
merupakan langkah hukum terakhir jika terjadi perselisihan tentang hak atas tanah setelah
penyelesaian dengan cara musyawarah atau mediasi tidak menyelesaikan permasalahan.
Penelitian ini bermaksud melakukan pengkajian atas permasalahan kekuatan hukum
sertipikat yang yang diproses melalui Akta Jual Beli yang dibuat di hadapan PPAT, Surat
Keterangan Hibah yang tidak didaftarkan di Kantor Pertanahan serta Sertipikat Hak Atas
Tanah No. 2150/Lkp dan Akta Jual Beli tanah tersebut yang dibatalkan dalam Putusan
Pengadilan Tinggi Tanjung Karang No. 40/Pdt./2012/PT.TK. Penelitian menggunakan
metode pendekatan yuridis normatif berdasarkan ketentuan dan teori yang berkaitan
dengan pemindahan hak atas tanah dengan fokus pada pemindahan hak melalui jual beli
dan hibah. Kesimpulan hasil penelitian, Sertifikat hak atas tanah memiliki kekuatan
pembuktian yang kuat dengan makna, keseluruhan yang diterangkan dalam sertipikat
harus dianggap benar adanya kecuali jika dibuktikan sebaliknya di pengadilan dengan alat
bukti yang lain; Surat Keterangan Hibah bukan merupakan bukti hak atas tanah yang
dilindungi oleh undang-undang tetapi hanya dianggap sebagai bukti tertulis berupa
perjanjian di bawah tangan serta Sertipikat Hak Atas Tanah No. 2150/Lkp dan Akta Jual
Beli tanah tersebut dapat dibatalkan dalam Putusan Pengadilan Tinggi Tanjung Karang
No. 40/Pdt./2012/PT.TK dengan pertimbangan, para tergugat telah melakukan perbuatan
melawan hukum, sertipikat-sertipikat dan AJB atas tanah objek sengketa batal demi
hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta menyatakan bahwa objek sengketa
adalah milik sah Penggugat. Disarankan PPAT menyertakan saksi yang diyakini dapat
memberikan penjelasan untuk mengungkap kebenaran keberadaan para pihak; Perkaban
Nomor 8 Tahun dijadikan momentum bagi PPAT untuk memperoleh data yang cukup
lengkap dalam pembuatan Akta Pemindahan Hak atas tanah.

ABSTRACT
As a rule implementing the PPAT (Land Deed Official) and perfecter of Government
Regulation No. 10 of 1961, the real PP 24/1997 to provide legal certainty for the parties
who own and control the land in good faith. Court is the last legal step in case of a dispute
about land rights after the completion of the way of consultation or mediation does not
resolve the problem. This study intends to review the legal power issues certificates that
are processed through the Sale and Purchase Agreements made before PPAT. Certificate
Grants are not registered at the Land Office and Land Rights Certificate No. 2150/Lkp
and the Sale and Purchase Agreements are canceled land in Cape Coral High Court
Decision No. 40/Pdt./2012/PT.TK. Research using normative juridical approach based on
the terms and theories relating to the transfer of land rights with a focus on the transfer of
rights through purchase and grants. The conclusions, land rights certificates have strong
probative force with meanings, which are explained in the entire certificate must be
considered true unless proven otherwise in court with other evidence; Grant Certificate is
not an evidence of land rights are protected by law legislation but only considered as
written evidence in the form of an agreement under hand and Certificat of Land Rights
No. 2150/Lkp and Sale Deed land can be canceled in Cape Coral High Court Decision
No. 40/Pdt./2012/PT.TK consideration, the defendant has committed an unlawful act,
certificate of AJB’s (Deed of Sale) object of dispute over land null and void and have no
legal effect, and declare that the legitimate object of dispute is the property of the Plaintiff
. PPAT is advisable to include a witness who is believed to give an explanation to reveal
the truth of the existence of the parties ; Perkaban (Head Of National Land Regulation)
No. 8 as a momentum for PPAT to obtain sufficient data to complete the manufacture of
the Deed of Transfer of Rights to land."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antika Insani Khamillia
"Akta notaris adalah akta otentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang sebagaimana yang diatur dalam berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Jo. Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Dalam perbuatan hukum jual beli, para pihak sering membuat perjanjian pendahuluan yang bernama Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Namun dalam prakteknya kerap kali terjadi pelanggaran yang dilakukan Notaris dalam Pembuatan Akta PPJB salah satunya yaitu dijadikan sebagai pengikatan jaminan dalam Perjanjian Hutang Piutang seperti yang dilakukan oleh Notaris dalam putusan Majelis Pengawas Pusat Notaris Tanggal 28 Januari 2010 No. 01/B/Mj.PPN/VIII/2010 dan Putusan Majelis Pengawas Wilayah Notaris Jawa Barat No.129/MPW-JABAR/2007. Oleh karena itu Majelis Pengawas Notaris memberikan Sanksi administratif yaitu pemberhentian sementara.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian normatif dengan melengkapi data, maka dilakukan penelitian yuridis, normatif yaitu dengan cara melakukan penelitian kepustakaan untuk memperoleh data sekunder. Dari hasil analisa dapat diketahui bahwa Akta PPJB digunakan sebagai pengikatan jaminan dalam Perjanjian Hutang Piutang tidaklah tepat karena tidak sesuai dengan tujuan dibuatnya PPJB yaitu sebagai perjanjian pendahuluan akan jual beli. Pelanggaran yang dilakukan Notaris dalam kesalahan pembuatan akta tersebut dapat dikenai sanksi administratif berdasarkan UUJN dan kode etik Notaris dan pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri serta dapat pula menuntut di ranah hukum pidana.

Notary Deed is an Authentic Deed that made by or in the presence of Notary accordings to the form and manners that regulated by law as ruled in the Article 1 Subsection (1) Act Number 30 Year 2004 concerning Notary connected by Article 1868 Civil Code. In the Sale and Purchase Lawful Act, most of the parties are often make a Binding for Sale and Purchace Agreement as a preliminary agreement. But there are often of Misscounduct of the Notary in the practice, one of them is Binding for Sale and Purchace Agreement is used as a Collateral in Loan Agreement as did by Notary in Decision of Notary Central Supervisory Council dated 28 January 2010 Number 1/B/Mj.PPN/VIII/2010 and Decision Of Notary West Java Region Supervisory Council Dated 12 March 2007 Number 129/MPW-Jabar/2007. Therefore Notary Supervisory Council hand down administrative sanctions that is temporary discharge.
The research method used is normative research methods to complete the data, then conducted juridical research, normative by doing library research to obtain secondary data. From the result of this research it is concluded that Binding for Sale and Purchace Agreement Deed that used as a Collateral in Loan Agreement is forbidden because it is not compatible with the purpose of the Binding for Sale and Purchace Agreement Deed made of that is as preliminary Agreement in Sale and Purchace Agreement. The Misscounduct of the Notary in the tort of the making Binding for Sale and Purchace Agreement Deed may be charged to administrative sanction based on Notary Act and Notary Code of Ethics and for the aggrivied parties can apply civil action to the Disctict Court and may also sue in criminal law.
"
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39258
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marvin
"Praktik yang sedang marak terjadi adalah kehadiran penghadap palsu yang didukung dengan dokumen palsu sebagai dasar pembuatan akta autentik. Penelitian ini mengangkat kasus yang terjadi sebagaimana tertuang dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 371/Pid.B/2021/PN.Jkt.Sel., di mana dalam putusan tersebut Notaris memberikan keterangan sebagai saksi dalam kasus terkait penghadap palsu dan dokumen palsu untuk pembuatan akta perjanjian pengikatan jual beli. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang membuat akta autentik seringkali diduga turut berperan atas praktik pembuatan akta dengan kepalsuan tersebut yang dilakukan secara bersama-sama dengan penghadap palsu dan/atau pihak yang melakukan kejahatan. Kepalsuan yang dituangkan dalam akta autentik menimbulkan permasalahan terhadap akibat hukum dari Akta Notaris yang ditandatangani oleh penghadap palsu dan berdasarkan keterangan palsu penghadap serta tanggung jawab Notaris terhadap Akta Notaris yang dibuatnya dengan penghadap palsu beserta dengan keterangan palsu penghadap. Kedua permasalahan tersebut dianalisis dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dengan pendekatan analisis kualitatif yang dilakukan secara preskriptif. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa akta Notaris tersebut adalah batal demi hukum karena dibuat oleh penghadap palsu dan berdasarkan dokumen palsu untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Sementara tanggung jawab Notaris yang terbukti melanggar atau merugikan pihak lain atas akta yang dibuatnya, dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana, perdata, administratif, maupun kode etik profesi. Untuk meminimalisasi kekeliruan atau pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh Notaris khususnya dengan kehadiran penghadap palsu dan dokumen palsu dalam pembuatan akta, Notaris harus beritikad baik yang tercermin dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

The practice that is currently happening is the presence of fake appearers who are supported by fake documents as the basis for making an authentic deed. This study raises cases that occurred as stated in the District Court Decision Number 371/Pid.B/2021/PN.Jkt.Sel., in which the Notary gave testimony as a witness in cases related to false appearers and false documents for making a deed of agreement. sale and purchase engagement. Notaries as public officials who are authorized to make authentic deeds are often suspected of having played a role in the practice of making such fake deeds which are carried out together with false witnesses and/or parties who commit crimes. The falsity set forth in the authentic deed creates problems with the legal consequences of the Notary Deed signed by the false appearer and based on the false statement of the appellant and the Notary's responsibility for the Notary Deed he made with the false appearer along with the false statement of the appearer. The two problems were analyzed using juridical-normative research methods with a qualitative analysis approach that was carried out prescriptively. From the results of the study, it was found that the Notary deed was null and void because it was made by a fake appearer and based on a fake document to carry out a legal action. Meanwhile, the responsibility of a Notary who is proven to have violated or harmed other parties for the deed he made, can be held accountable for criminal, civil, administrative, or professional code of ethics. In order to minimize errors or violations that may be committed by a Notary, especially with the presence of fake appearers and fake documents in the making of the deed, the Notary must have good intentions which are reflected by referring to the provisions of the applicable laws and regulations."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>