Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 175224 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dinda Zahra Ghaisani Usdi
"Artikel ini mengkaji intervensi pemerintah Indonesia dalam ekspresi budaya melalui studi kasus pelarangan lagu pop “cengeng” di TVRI pada tahun 1988. Di era Orde Baru, kontrol pemerintah tidak hanya terbatas pada bidang ekonomi dan politik, tetapi juga mencakup bidang kebudayaan. Pemerintah berusaha membentuk sikap budaya yang mendukung pembangunan nasional, seperti semangat dan disiplin. Intervensi pun akan dilakukan jika ada unsur budaya yang dianggap tidak sejalan dengan kepentingan pembangunan. Hal pernah terjadi sebagai respon dari meledaknya suatu lagu. Intervensi pun lakukan dengan melarang lagu pop yang dianggap "cengeng" dan melemahkan moral publik. Penelitian ini menghasilkan beberapa temuan penting terkait hubungan antara negara dan budaya. Pertama, penelitian ini menunjukkan bahwa negara bukanlah aktor netral dalam ranah budaya. Kedua, penelitian ini menyoroti peran musik sebagai alat kontrol sosial dan politik. Ketiga, penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan budaya dapat digunakan untuk mempromosikan atau menekan ekspresi budaya tertentu. Berlandaskan dari beberapa penelitian sebelumnya yang menunjukan adanya upaya pemerintah dalam mengintervensi bidang kebudayaan, penelitian ini menganalisis lebih dalam peran pemerintah dalam mempengaruhi selera musik masyarakat. Penelitian ini menggunakan metodologi sejarah yang mencakup penelusuran sumber, kritik sumber, interpretasi sumber, dan historiografi. Data didapatkan melalui dokumen arsip, surat kabar yang memuat wawancara dengan musisi seperti Adie M.S dan Obbie Mesakh, serta buku-buku yang relevan.

This study examines the Indonesian government's intervention in cultural expression through a case study of the ban on "cengeng" (whiny) pop songs on TVRI in 1988. During the New Order era, government control extended beyond the economic and political realms to encompass the cultural sphere. The government sought to cultivate cultural attitudes that supported national development, such as ‘development spirit’ and discipline. Interventions were also implemented when cultural elements were deemed to be out of line with development interests, as exemplified by the explosion of sentimental songs in 1988. The popularity of these songs was perceived by the government as potentially undermining public morale. The ban highlights the significant role of the government in shaping public cultural preferences and the power of music as a tool for social and political control. This study yields several crucial insights into the relationship between the state and culture. The study yields several key findings regarding the relationship between the state and culture. First, it demonstrates that the state is not a neutral actor in the cultural sphere. Second, it underscores the role of music as a tool for social and political control. Third, it suggests that cultural policy can be used to promote or suppress certain cultural expressions. Building on existing research on government intervention in cultural development, this study delves deeper by analyzing the government's influence on musical preferences. It employs a historical methodology, utilizing source tracing, criticism, interpretation, and historiography. Data was gathered through archival documents, newspaper articles featuring interviews with musicians Adie M.S. and Obbie Mesakh, and relevant books.`"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rafi Afdan Muhammad
"Penelitian ini memiliki fokus mengenai pengaruh lagu pop pada perkembangan budaya populer Indonesia dalam kurun waktu tahun 1962 hingga 1976. Penelitian menggunakan metode ilmu sejarah yang terdiri atas tahap heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Sebagai pendukung penelitian turut digunakan disiplin ilmu kajian budaya. Budaya populer adalah budaya yang diproduksi secara massal untuk konsumsi massal. Kebudayaan ini berasal dari negara-negara Barat yang selanjutnya menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Masuknya budaya populer Barat ke Indonesia ditandai dengan diputarnya lagu-lagu Barat di radio pada periode 1950-an. Musik Barat yang masuk ke Indonesia mengalami hibriditas untuk menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat. Proses hibriditas tersebut selanjutnya mendorong kemunculan musisi-musisi pop Indonesia pada periode 1960-an seperti Koes Bersaudara dan Lilis Suryani. Keduanya berhasil mendorong perkembangan budaya populer Indonesia pada periode 1970-an melalui lagu-lagu pop yang mereka nyanyikan. Hasil temuan penelitian ini adalah bagaimana musik pop yang berasal dari Barat bisa berkembang di Indonesia. Kalangan remaja memiliki peran penting dalam perkembangan musik pop sebagai budaya populer. Selain itu, menarik untuk diketahui bagaimana perbedaan sikap pemerintah Orde Lama dan Orde Baru terkait musik pop yang dipandang sebagai budaya Barat. Budaya populer Indonesia cenderung mengalami kemajuan setelah musik pop berkembang pesat.

This research has focus about pop song`s influence in the development of Indonesian popular culture from 1962 to 1976. The research using method of history that consists stage of heuristic, criticism, interpretation and historiography. As a research supporting studies, cultural studies will be used too. Popular culture is a culture that mass produced for mass consumption. This culture comes from Western countries then spread to various countries, including Indonesia. The entry of popular culture in Indonesia was marked by the Western pop songs that plays on the radio in the 1950s. Western pop music that entered Indonesia subsequently experienced hybridity to adapt to society condition. The process then encourages emergence of Indonesian pop musicians in the 1960s, such as Koes Bersaudara and Lilis Suryani. Both of them success developing Indonesian popular culture in the 1970`s through their pop songs. The result of this research is how pop music that comes from Western can develops in Indonesia. Adolescents have an important role in the development pop music as popular culture. It is also interesting to know how differences Old Order and New Order attitude towards pop music which is seen as Western culture. Indonesian popular culture tends to experience progress after pop music has developed rapidly."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
"Musik pop merupakan salah satu musik legendaris di dunia. Hampir semua orang pecinta musik dari dahulu hingga zaman sekarang menggemari musik pop yang diperkirakan telah lahir sejak era 60-an. Di Indonesia, musik pop merupakan musik yang paling dicintai oleh penikmatnya. Koes Plus sebagai pelopor grup musik pop di Indonesia tidak akan pernah dilupakan hingga saat ini. Setelah menghilangnya Koes Plus, maka muncul lagi generasi musik pop berikutnya. Belakangan ini perhatian kita sudah benar-benar teralihkan dengan hadirnya Boy Band dan Girls Band grup musik pop inovasi baru di era tahun ini disebut musik ala Korean Pop (K-pop). Terinspirasi dari grup musik Korea, dengan menyanyi bersama, menari secara kompak dan berpenampilan dengan gaya rambut, pakaian dan kostum mirip seperti band Korea. Grup musik pop baru ini sering tampil di layar kaca maupun di berbagai kesempatan."
JNANA 18:2 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rorissa Rossiana Austin
"[ABSTRACT
The term ?boy/girl bands? first appeared in the U.S in early 1950s. Along with boy/girl bands from Europe, they reached their golden era in 1990s. The existence of Western boy/girl bands influenced Eastern countries to also create boy/girl bands. Nowadays, people can see that Korea takes over the popularity of boy/girl bands through the global phenomenon called ?K-Pop? (Korean Pop). Then, Indonesia follows this global phenomenon by imitating the Korean boy/girl bands. This paper shows that Indonesian boy/girl bands? appearance, including their fashion, performance and music, resemble Korean boy/girl bands in many aspects. It also discusses how Indonesian boy/girl bands use Bahasa Indonesia to communicate with their audience and keep their identity in spite of the Korean and Western influence.

ABSTRAK
Istilah ?boy/girl band? pertama kali muncul di Amerika pada awal era 1950an. Bersama dengan boy/girl band dari Eropa, mereka mencapai era keemasannya pada tahun 1990an. Eksistensi boy/girl band Barat memberi pengaruh pada negara Timur untuk ikut memproduksi boy/girl band. Saat ini, semua orang dapat melihat bagaimana Korea mengambil alih popularitas boy/girl band melalui fenomena global yang disebut ?K-pop? (Korean Pop). Lalu Indonesia sebagai salah satu negara Timur, mengikuti fenomena global tersebut dengan mengikuti boy/girl band dari Korea. Artikel jurnal ini membahas bagaimana penampilan boy/girl band dari Indonesia, termasuk fashion, pertunjukkan diatas panggung, dan musik, menyerupai boy/girl band Korea. Artikel jurnal ini juga membahas bagaimana boy/girl band Indonesia menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan penggemar mereka yang sekaligus untuk menjaga identitas mereka ditengah pengaruh Korea dan Barat., Istilah ‘boy/girl band’ pertama kali muncul di Amerika pada awal era 1950an. Bersama dengan boy/girl band dari Eropa, mereka mencapai era keemasannya pada tahun 1990an. Eksistensi boy/girl band Barat memberi pengaruh pada negara Timur untuk ikut memproduksi boy/girl band. Saat ini, semua orang dapat melihat bagaimana Korea mengambil alih popularitas boy/girl band melalui fenomena global yang disebut ‘K-pop’ (Korean Pop). Lalu Indonesia sebagai salah satu negara Timur, mengikuti fenomena global tersebut dengan mengikuti boy/girl band dari Korea. Artikel jurnal ini membahas bagaimana penampilan boy/girl band dari Indonesia, termasuk fashion, pertunjukkan diatas panggung, dan musik, menyerupai boy/girl band Korea. Artikel jurnal ini juga membahas bagaimana boy/girl band Indonesia menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan penggemar mereka yang sekaligus untuk menjaga identitas mereka ditengah pengaruh Korea dan Barat.]"
2015
MK-PDF
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Vera V. Syamsi
"Ketika The Beatles mulai dikenal Iuas dan menjadi idola banyak kaum muda di Inggris, kaum mapan di sana mengecamnya dan melarang pemutaran lagu dari kelompok tersebut. Larangan itu terjadi karena kaum mapan merasa adanya ancaman atas otoritas dan wibawa mereka, sementara -sebaliknya- bagi kaum marjinal (dalam hal ini kaum muda dan kelas pekerja) The Beatles merupakan tempat menaruh harapan untuk mendapat kebebasan dan kesempatan yang pada akhirnya adalah perhaikan taraf hidup. Tetapi ternyata sikap `permusuhan' clari kaum mapan itu tidak berlangsung lama dan bahkan pada akhirnya The Beatles di kooptasi dan dipergunakan oleh mereka (dalam hal ini pemerintah) sebagai identitas budaya bangsa tersebut. Selain itu, kelompok musik rock 'n roll itu menimbulkan banyak perubahan dan mengilhami banyak hal Baru tidak saja di Inggris tetapi juga di banyak negara lain di dunia. Karena itu menjadi sangat menarik untuk dianalisa dan diteliti lebih lanjut ideologi apa saja yang berkontestasi dibalik perubahan yang terjadi. Untuk itu penelitian ini dilakukan melalui perspektif kajian budaya dengan pusat perhatian pada momen representasi dan produksi budaya / budaya produksi serta konsumsi. Sedangkan perangkat yang dipergunakan adalah Semiotik yang termuat dalam konsep Mitos yang dikemukakan oleh Roland Barthes.

At the time of its emergence, The Beatles was received with two different reactions; a very enthusiastic and warm welcome by the youth and a very strong objection by parents, teachers and government. The Beatles brought to the surface many things that people didn't realize before and caused many changes. To the youth, it symbolizes freedom, an outlet of expression, a time to be the center of the attention; to the working class people The Beatles was a hope for the eradication of the invisible restriction wrapping them (known as class division) and a medium to go to the higher plane in the society; and to the Establishment The Beatles was an alarm of threat to the power and authority they possessed. With so many interests and ideologies took part behind the sky rocketing popularity of the band, it is very interesting to observe further the phenomenon which later involved many people in the United Kingdom and also the world. More interestingly, the attitudes first showed by the elite group of people called the Establishment has eventually changed. Not only did they accept the group but also now they co-opt the group as nation's cultural identity. Clearly there has been a big change in the society, and this thesis would like to investigate the contesting ideologies behind the change and the circumstance in Britain's present society through cultural studies approach with the focus on moments of Representation and Production / Consumption using Semiotics theory in the concept of Mythology set forward by Roland Barthes."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2003
T10891
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Nurfadhilah
"ABSTRAK
Makalah ini menjelaskan mengenai budaya penggemar yang berkembang dalam industri musik Korea atau dikenal sebagai K-Pop. Budaya penggemar salah satunya muncul sebagai respon dari fanservis yang biasa dilakukan dalam grup K-pop. Fanservis ini erat kaitannya dengan skinship padahal Korea termasuk negara yang cukup konservatif mengenai hubungan antar sesama jenis. Pada kesimpulan penelitian ini ditemukan bahwa tindakan skinship antar pria dapat diterima oleh masyarakat Korea dan dikategorikan sebagai bromance. Ikatan bromance ini kemudian menginspirasi penggemar dalam memproduksi sebuah hasil budaya yang dikenal dengan istilah fanproduct dengan konten bromance di dalamnya. Penelitian mengenai bromance dalam budaya K-pop dan respon penggemar dengan berupa fanproduct ini merupakan penelitian kualitatif yang bersumber dari berbagai jurnal, artikel dan juga video variety, konser ataupun video idola lainnya.

ABSTRACT
This paper describes the growing fanculture in the Korean music industry or known as K Pop. One of the reason this fanculture emerged was the response in fanservice which commonly performed within K pop groups. Fanservice is closely related to skinship besides Korea is a fairly conservative country about same sex relationship. In the conclusion this study has found that skinship acts between mens are acceptable in Korean people and categorized as bromance. This bromance tie then inspires fans to creating a cultural product which known as fanproduct. This study about bromance in K pop culture and the fan responses by creating a fanproducts used a qualitative research method which sourced from various journals, articles and also variety videos, concerts or other idol rsquo s videos"
2017
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Kusuma Siriani
"Dalam beberapa tahun terakhir popularitas K-Pop berkembang dengan pesat di seluruh dunia. Seiring dengan hal tersebut, banyak grup K-Pop baru yang lahir dan jumlahnya terus meningkat setiap tahunnya. Banyaknya grup K-Pop yang ada sekarang membuat persaingan menjadi lebih ketat dan dibutuhkan strategi sendiri untuk mempromosikan grup mereka masing-masing kepada publik.
Makalah ini bertujuan untuk menganalisis penggunaan marketing public relations yang dilakukan oleh grup K-Pop Seventeen sebagai strategi untuk mempromosikan grup mereka. Seventeen sendiri merupakan salah satu grup K-Pop yang memiliki popularitas cukup tinggi dan dikenal oleh talenta anggotanya yang biasa memproduksi lagu sendiri hingga dijuluki self-produce idol.
Analisis penggunaan strategi marketing public relations dilakukan melalui desk research dan hasilnya menunjukkan bahwa Seventeen telah menjalankan strategi push, pull, dan pass marketing public relations, yaitu dengan melakukan penampilan di berbagai acara musik, membuat video challenge di TikTok, mengadakan showcase comeback dan fansign¸ melakukan konferensi pers dan wawancara dengan berbagai majalah, dan masih banyak yang lainnya.

In recent years, the popularity of K-Pop has risen incredibly all around the world. Due to the rising popularity of K-Pop, many new K-Pop groups were born and the number continues to increase every year. With many K-Pop groups existing at the moment, the competition between them becomes tougher and they need to have their own strategy to promote themselves in order to get more known by the public.
This paper aims to analyze the application of marketing public relations strategy used by the K-Pop group Seventeen to promote their own group. Seventeen themselves is one of many K-Pop groups that have a high popularity and is known as a self-produced idol group by the public because of their ability to produce their own songs.
The analysis was done by desk research and the result shows that Seventeen has been using marketing public relations strategy to promote their group through push, pull, and pass strategy. The strategy has been carried in various activities, such as performing on music shows, making video challenges on TikTok, holding comeback showcases and fan-signing events, doing press conferences and interviews with various magazines, and many others.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Manuputty, Fionila Aliandra
"Grup K-Pop semakin menarik perhatian dunia dan berhasil memperoleh berbagai pencapaian internasional. Di balik kesuksesannya, industri ini membutuhkan penerapan strategi pemasaran yang tepat dan efektif, salah satunya marketing mix. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi marketing mix 7Ps yang digunakan dalam perilisan dan penjualan album studio K-Pop melalui media sosial. Studi ini difokuskan pada pada album studio Born Pink oleh grup K-Pop BlackPink. Melalui pendekatan studi kasus, penelitian ini menyelidiki penggunaan elemen-elemen marketing mix 7Ps (product, price, place, promotion, people, process, physical evidence) untuk mempromosikan dan memasarkan album studio Born Pink melalui postingan di Instagram dan YouTube BlackPink. Data dikumpulkan untuk mendukung efektivitas analisis melalui tinjauan literatur dan observasi. Hasil analisis memberikan wawasan tentang strategi marketing mix 7Ps dalam industri K-Pop dan menunjukkan bahwa BlackPink memaksimalkan elemen promosi dalam pemasaran album studio Born Pink.

The K-Pop group has been gaining global attention and achieving various international accomplishments. Behind its success, this industry requires proper and effective marketing strategies, one of which is the marketing mix. This research aims to analyze the 7Ps marketing mix strategies used in the release and sales of K-Pop studio albums through social media. The study focuses on the Born Pink studio album by the K-Pop group BlackPink. Through a case study approach, this research investigates the utilization of the 7Ps marketing mix elements (product, price, place, promotion, people, process, physical evidence) to promote and market the Born Pink studio album through Instagram and YouTube posts by BlackPink. Data was collected to support the effectiveness of the analysis through literature review and observation. The analysis results provide insights into the 7Ps marketing mix strategies in the K-Pop industry and demonstrate that BlackPink maximizes the promotion element in the marketing of Born Pink studio album.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989
781.635 98 APA
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Kim, Yoon-mi
Korean: Korean Culture and Information Service, 2011
781.63 KIM k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>