Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 46864 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saphira Rashida Khairunnisa
"Penelitian ini bertujuan menjelaskan tentang proses konstruksi konsep diri penggemar melalui aktivitas konsumsi produk yang dipasarkan artis Korea Selatan. Studi-studi terdahulu telah menjelaskan bahwa artis Korea Selatan dalam penjualan produk mempengaruhi keputusan membeli penggemar. Keputusan membeli penggemar menjadi bagian dari bentuk aktualisasi diri yang dibentuk oleh sifat loyal dan disertai faktor psikologis dan sosial. Namun, studi-studi sebelumnya cenderung membahas aktivitas konsumsi penggemar yang melibatkan sisi psikologisnya tanpa menganalisis secara mendalam dari sisi sosiologis khususnya mengenai interaksi penggemar dengan lingkungan sosialnya dalam proses terbentuknya konsep diri. Dengan menggunakan teori interaksionisme simbolik oleh George H. Mead, interaksi sosial membantu penggemar mengkomunikasikan identitasnya, menginternalisasikan makna dari orang lain, hingga merefleksikan pandangannya pada diri sendiri dan bagaimana ingin dilihat orang lain. Hasil temuan penelitian menyatakan aktivitas konsumsi produk tidak hanya didasari karena memiliki simbol, namun juga dapat menjadi perantara dalam merepresentasikan diri sebagai seorang penggemar yang kemudian memunculkan keinginan seperti apa dirinya terlihat di lingkungan sosial, seperti penggemar yang mendukung idola, kolektor, loyal, dan penggemar yang berhasil bertemu idola. Selain itu, penilaian dari lingkungan sosial pada diri penggemar, antara lain seperti antusias, heboh, ambisius, dan sebagainya. Peneliti berargumen bahwa penggemar mempresentasikan image-nya melalui konsumsi produk yang dipasarkan artis Korea Selatan berkaitan pada proses terbentuknya konsep dirinya. Selain itu, kehadiran orang lain dari lingkungan sosial membantu penggemar mengetahui identitasnya, mempersuasi, menuntut, dan menilai diri penggemar, di mana hal ini juga memberikan kontribusi pada proses pembentukan konsep dirinya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melalukan wawancara mendalam, observasi, studi literatur, serta menggunakan photo elicitation dan photovoice pada proses pengambilan data pada individu yang merupakan penggemar artis Korea Selatan.

This research aims to explain the process of constructing fans' self-concept through consumption activities of products marketed by South Korean artists. Previous studies explain that South Korean artists can influence fans' purchasing decisions. Fans' purchasing decisions are part of a form of self-actualization that is shaped by loyal traits and accompanied by psychological and social factors. However, previous studies tend to discuss fan consumption activities involving the psychological side without analyzing in depth from a sociological side, especially regarding fan interactions with their social environment in the process of forming self-concept. Using the theory of symbolic interactionism by George H. Mead, social interaction helps fans communicate their identity, internalize meaning from people, and reflect on their views of themselves and how they want to be seen by others. The research findings state that product consumption activities are not only based on having symbols, but can also be an intermediary in representing oneself as a fan which then gives rise to desires for what one looks like in the social environment, such as fans who support idols, collectors, loyalists, and fans who managed to meet an idol. Apart from that, fans' assessments of the social environment include enthusiasm, excitement, ambition, and so on. Researchers argue that fans present their image by consuming products marketed by South Korean artists in connection with forming their self-concept. Apart from that, the presence of other people from the social environment helps fans know their identity, persuade, demand, and evaluate themselves, which also contributes to forming their self-concept. This research uses qualitative methods by conducting in-depth interviews, observations, literature studies, photo elicitation, and photovoice in the data collection of individual South Korean artist fans."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frida Aryani Antari Putri
"Kasus yang dibahas adalah mengenai proses pembentukan self image dari wanita di Korea Selatan yang berprofesi sebagai public figure. Secara umum, public figure wanita di Korea Selatan memiliki kebutuhan untuk tampil cantik. Hal tersebutlah yang membuat mereka melakukan apa saja untuk dapat membuat diri mereka tampak menarik seperti yang diharapkan oleh masyarakat. Dalam beberapa kasus, terdapat public figure yang memutuskan untuk bunuh diri jika dirinya tidak dapat terllihat cantik. Pertanyaan yang saya ajukan adalah, sejauh mana seorang wanita di Korea Selatan memiliki self esteem yang rendah terkait denga operasi plastik yang dilakukannya, atau bahkan hingga mencoba untuk bunuh diri jika dirinya tidak dapat terlihat cantik? Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan data sekunder dari media online. Kesimpulan yang didapat dari wawancara di media online antara andministrator media online tersebut dengan salah seorang wanita Korea Selatan adalah bahwa tampil cantik bagi seorang public figure di Korea Selatan merupakan nilai penting khususnya dalam pembentukan self image yang baik bagi orang lain.

The case discussed here is about the process of building a self image of a woman in South Korea, who had a profession as a public figure. In general, a public figure women in South Korea have some needs to be beautiful. That’s why for that reason, they will do everything, just for making them attractive as such those expected by it's society. Another way around, they will do suicide trial if they didn't get the opportunity to be beautiful. My question here is, how far a woman in South Korea have feeling of low self-esteem regarding of doing some plastic surgery, or even trying to do suicide if she could not get the opportunity to be attractive? The methode I use here is by collecting secondary data from media online. At last, I get the conclusion from the interview in media online that for a public figure in South Korea, being beauty is an important value especially in forming a good self image to be seen by other people.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Victoria Ardirachmaputri
"Visualisasi yang estetis menjadi salah satu daya tarik bagi penggemar musik Korean Pop (K-Pop). Ketertarikan penggemar ditunjukkan melalui keinginan untuk menirukan gaya busana artis K-Pop dengan menggunakan pakaian dan aksesori yang mirip dengan mode busana yang dikenakan idolanya. Artis K-Pop menggunakan produk dari merek terkemuka serta mengeluarkan official merchandise dengan warna, bentuk, dan logo yang mencirikan identitasnya. Penggunaan produk replika menjadi cara alternatif bagi penggemar untuk dapat melakukan peniruan mode busana dengan harga terjangkau. Penggemar mengunggah foto diri menggunakan pakaian dan aksesori replika pada media sosial sebagai bentuk penguatan identitas diri sebagai penggemar. Jurnal ini menggunakan metode studi literatur untuk mengulas bentuk identitas yang ditampilkan penggemar ketika menggunakan pakaian dan aksesori replika K-Pop. Penulis menemukan bahwa penggunaan pakaian dan aksesori replika bertujuan untuk memenuhi tujuan spesifik produk yang berkaitan dengan kepuasan yang didapatkan individu secara emosional. Penggemar menggunakan pakaian dan aksesori K-Pop untuk menunjukkan identitas dirinya sebagai penggemar K-Pop di lingkungannya. Dengan demikian, produk replika K-Pop digunakan untuk menunjukkan atribut yang dapat memperkuat identitas diri sebagai penggemar dalam lingkungannya.
Aesthetic visualization is one of the attractions for Korean Pop (K-Pop) fans. Fans try to mimic the fashion style by using clothes and accessories that are similar to their idol fashion. K-Pop artists use products from luxury brands and release official merchandise with colors, shapes, and logos that characterize their identities. This makes the use of counterfeit products an alternative way to imitate K-Pop artists fashion at affordable prices. Fans upload photos of themselves using K-Pop products on social media to strengthening their identity as fans. This journal uses the literature study method to review the form of identity displayed by fans when using K-Pop counterfeit products. The writer found that the use of K-Pop counterfeit products aims to meet the specific objectives of the product, which is to get emotional satisfaction. Fans use K-Pop products to show their identity as K-Pop fans in their neighborhood. Thus, K-Pop counterfeit products are used to show attributes that can strengthen self-identity as fans in their environment."
2019: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Indhina Saraswati
"Media dan Globalisasi merupakan dua hal yang tak mudah untuk dipisahkan. Dalam hal ini ekspansi industri media, yang dimiliki negara-negara besar, mengakibatkan media global, dan pada saat yang sama globalisasi bisa membuat industri media lokal menjadi go global, seperti K-pop. Dominasi budaya Korea tidak hanya disebarkan melalui media tapi juga institusi pendidikan yang dilakukan melalui student exchange di Korea.
Pertanyaan penelitiannya adalah apakah kesempatan belajar di sana, selama dua bulan, akan mengubah identitas pelajar Indonesia? Teori utama dalam research paper ini adalah teori Identitas Stuart Hall. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, dengan metode kualitatif dan pendekatan Social Constructivsm dilengkapi dengan obeservasi partisipan dan wawancara mendalam terhadap pelajar yang juga K-pop-ers berat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa identity ke-Indonesiaan dibentuk melalui nilai dan norma dan pengalaman informan masa lalu. Peran orang tua, dan lingkungan sosial serta self identity merupakan faktor kuat dalam menentukan lunturnya identitas ke-Indonesia-an seseorang.

Media and globalization often constitute one unsepararable item. The vast expansion of media owned by big and developed countries has given birth to the new phenomenon of globalized media, which in turn has pushed local media to go global, for example K-pop. K-Pop, as one form of Korean culture is not only disemminated through media but also by educational institution, through exchange programs to Korea.
The research question is whether the opportunity to study there, for two months, will change the identity of Indonesian students? The main theory in this research paper is Stuart Hall's Identity theory. The method used is qualitative method by social constructivism approach through the participation of observations equipped with indepth interview. Selection of informants was conducted purposively against students who were also heavy K-pop-ers.
The results show that the indonesian identity is formed through the values and norms and past experiences of the informants. The role of parents, and the social environment and self-identity is a powerful factor in determining whether such identity will be challenged to diminish or remain solid.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T48578
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prawinda Putri Anzari
" ABSTRAK
Tesis ini adalah mengenai budaya matrilineal yang dikemas secara simbolis melalui suatu adat istiadat, di mana posisi perempuan dalam keluarga ditinggikan, tetapi pada saat yang sama itu justru membuat perempuan menjadi subordinasi. Penelitian ini dilakukan pada tradisi budaya tunggu tubang yang merupakan budaya lokal di Semende, Sumatra Selatan. Di Semende, perempuan menerima hak istimewa untuk mempertahankan dan mengelola warisan keluarga, termasuk mengelola lahan pertanian mereka. Namun, perempuan yang menjaga kelestarian adat diawasi oleh laki-laki sehingga terjadi penyimpangan adat. Ironisnya, perempuan dengan status tunggu tubang merasakan tugas yang mereka rasakan bukan sebagai beban tetapi dedikasi kepada keluarga yang mereka lakukan dengan sepenuh hati. Oleh karena itu pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana konstruksi sosial yang terbentuk dalam diri perempuan tunggu tubang dalam memaknai status dan peranan mereka dalam adat.Tesis ini menggunakan teknik wawancara mendalam untuk pengumpulan data melalui dua informan kunci yang dipilih berdasarkan kriteria. Hasil dari penelitian ini adalah, dalam proses konstruksi sosial realitas di diri perempuan tunggu tubang dikomunikasikan melalui pemahaman terhadap nilai Islam serta struktur adat yang mengharuskan laki-laki memimpin seorang wanita. Hal ini kemudian berdampak kepada ketidaksetaraan gender yang terjadi karena pada akhirnya perempuan tunggu tubang terkesan hanya menjadi status simbol semata di mana mereka memiliki kekuasaan untuk mengelola harta warisan, tetapi tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan peran bagi diri mereka sendiri.

< b>ABSTRACT
<>br>
This thesis focused in matrilineal culture, in which women have higher standing in the family but at the same time they are only figureheads. The research is being done in Tunggu Tubang culture, a local culture in Semende, South Sumatera. In Semende, women have an exclusive right to maintain and utilize the family rsquo s inheritance, including the farming field. However, these Tunggu Tubang women are supervised by men, so this resulted in anomaly in Tunggu Tubang culture. Ironically, Tunggu Tubang women think that it is not a burden at all, they carry out their task wholeheartedly, for it is a dedication to the family. Therefore, the research rsquo s inquiry is how is the social construction that is formed inside Tunggu Tubang women in order to realize their statuses and roles in Tunggu Tubang culture.The main data collection technique in this research was by using deep interview, in which two informants were chosen based on criteria. The result of this research was Tunggu Tubang women was using their comprehension in Islamic culture and the tradition where men lead the women to process the social realism construction inside themselves. Therefore, gender inequality occurred because Tunggu Tubang women only became the figureheads. It rsquo s true they had the power to maintain the family rsquo s inheritance but they didn rsquo t have the power to decide their own fates."
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lumbantobing, Yolanda Nabasa
"Saat ini, semakin banyak perusahaan yang menggunakan selebritas asal Korea Selatan untuk mempromosikan produknya. Hal ini dilakukan karena selebritas asal Korea Selatan dianggap dapat menciptakan kesan kedekatan personal dengan para penggemar mereka, atau yang secara ilmiah disebut sebagai hubungan parasosial. Penelitian terdahulu telah menemukan bahwa hubungan parasosial berhubungan dengan perilaku konsumen, seperti intensi pembelian dan pembelian impulsif. Pembelian impulsif juga ditemukan berhubungan dengan materialisme seseorang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara hubungan parasosial dan pembelian impulsif pada penggemar selebritas asal Korea Selatan dan apakah materialisme berperan sebagai moderator pada hubungan tersebut. Sebanyak 359 penggemar selebritas asal Korea Selatan yang berusia 20 – 25 tahun mengikuti penelitian ini. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara daring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan parasosial memprediksi pembelian impulsif pada penggemar selebritas asal Korea Selatan (B= 0.33, SE= 0.04, p<0.01), akan tetapi materialisme ditemukan tidak memoderasi hubungan tersebut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan perusahaan dalam merancang strategi pemasaran produk untuk meningkatkan penjualan dan di sisi lain meningkatkan literasi konsumen, termasuk penggemar selebritas asal Korea Selatan, untuk lebih sadar dan berhati-hati ketika membeli produk yang dipromosikan oleh idolanya.

Currently, an increasing number of companies are using South Korean celebrities to promote their products. This is done because South Korean celebrities are believed to create a sense of personal closeness with their fans, known scientifically as parasocial relationships. Previous studies have found that parasocial relationships are related to consumer behavior, such as purchase intention and impulsive buying. Impulsive buying has also been found to be related to an individual's materialism. This study aims to investigate the relationship between parasocial relationships and impulsive buying among fans of South Korean celebrities, and whether materialism plays a moderating role in this relationship. A total of 359 fans of South Korean celebrities, aged 20-25, participated in this study. The research was conducted by distributing an online questionnaire. The results of the study indicate that parasocial relationships predict impulsive buying among fans of South Korean celebrities (B= 0.33, SE= 0.04, p<0.01). However, materialism was found to not moderate this relationship. The findings of this study are expected to provide insights for companies in designing marketing strategies to increase sales, while also enhancing consumer literacy, including among fans of South Korean celebrities, to be more aware and cautious when purchasing products promoted by their idols."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Verawati Dewi Susanti
"Kejadian stunting masih menjadi masalah kesehatan anak-anak bahkan hingga remaja. Dampak stunting khususnya pada remaja dapat memengaruhi mereka di sekolah dan kemungkinan juga berpengaruh pada konsep diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kejadian stunting dengan konsep diri remaja di Jakarta Selatan. Desain penelitian ini adalah analitik korelatif cross-sectional dengan menggunakan tabel z-score tinggi badan menurut usia (TB/U) dari WHO dan kuesioner Piers-Harris Childrens Self-Concept Scale 2nd Edition (Piers-Harris 2). Penelitian ini dilakukan pada 143 responden yang dipilih dengan menggunakan cluster, stratified dan random sampling pada sekolah di 10 Kecamatan yang berada di Jakarta Selatan. Hasil penelitian ditemukan 5,6% remaja di Jakarta Selatan mengalami stunting dan 64,3% memiliki konsep diri yang negatif. Selain itu, tidak ada hubungan yang bermakna antara kejadian stunting dengan konsep diri remaja di Jakarta Selatan. Konsep diri yang positif terdapat pada domain behavioral adjustment dan happiness and satisfaction. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pelayanan kesehatan untuk lebih meningkatkan upaya penanganan stunting hingga pada masa remaja juga kepada sekolah agar dapat mengadakan dan/atau meningkatkan program-program yang berfokus pada pengembangan konsep diri peserta didik.

The incidence of stunting is still a health problem for children and even adolescent. The impact of stunting, especially in adolescents, can affect them in school and possibly influence their self-concept. This study aims to determine the relationship between the incidence of stunting and the self-concept of adolescents in South Jakarta Region. The design of this study was correlative analytic cross-sectional using the z-score height for age tables from WHO and Piers-Harris Childrens Self-Concept Scale 2nd Edition questionnaire (Piers-Harris 2). This study was conducted on 143 respondents who were selected using clusters, stratified and random sampling at schools in 10 sub-districts located in South Jakarta Region. The results of the study found 5.6% of adolescents in South Jakarta Region were stunted and 64.3% had a negative self-concept. In addition, there was no significant relationship between the incidence of stunting and the self-concept of adolescents in South Jakarta Region. Positive self-concepts are found in the behavioral adjustment and happiness and satisfaction domains. Furthermore, the results of this study are expected to be useful for health services to further improve stunting management efforts until adolescence also for schools to be able to hold and/or improve programs that focus on developing students self-concept."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhealma Nuhasti Avicena Fabian
"Mengoleksi merupakan salah satu budaya penggemar K-Pop. Photo card selama dua tahun terakhir menjadi komoditas koleksi yang paling banyak diminati di dalam fandom K-Pop. Bersamaan dengan tingginya minat koleksi photo card, muncul perubahan perilaku penggemar yang menjadi obsesif dan protektif terhadap photo card. Penelitian ini ditujukan untuk melihat perubahan perilaku konsumsi dan pemaknaan oleh penggemar terhadap photo card serta budaya penggemar mengoleksi photo card. Penelitian ini dilakukan dengan menganalisis keterlibatan emosional pada perubahan perilaku penggemar. Data yang diperoleh menjelaskan mengenai bagaimana perilaku penggemar dalam menjalankan dan memaknai aktivitas budaya penggemar koleksi photo card. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang mencakup wawancara mendalam secara daring dan kajian pustaka. Informan yang terlibat merupakan penggemar K-Pop yang turut berpartisipasi menjadi kolektor photo card selama dua tahun terakhir. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku konsumsi yang dilakukan penggemar K-Pop dalam budaya penggemar koleksi photo card, dilakukan atas hubungan emosional, seperti hubungan parasosial, yang terbentuk pada penggemar terhadap idola dan sesama penggemar. Keterlibatan emosional dan perilaku konsumsi juga menjadi sesuatu yang saling berhubungan dan berpengaruh dalam pembentukan pola perilaku dan pemaknaan baru oleh penggemar terhadap photo card.

One aspect of K-Pop fan culture is collecting. Photo cards for the last two years have become the most sought-after collections in the K-Pop fandom. Along with becoming a collection of interests, comes a shift in obsessive fan behavior and protective photo cards. This study is aimed at looking at changes in consumption behavior and meaning among photo card fans and the culture of collecting photo cards. This research was conducted by analyzing the emotional interactions of changes in fan behavior. The data obtained explains the behavior of fans in carrying out and interpreting the cultural activities of photo card collections. This study uses a qualitative method, which includes in-depth interviews and literature reviews. Informants involved are K-Pop fans who participated as photo card collectors for the last two years. The results show that the consumption behavior of K-Pop fans in the fan culture of photo card collections is based on emotional relationships, such as parasocial relationships, which are formed by fans towards idols and fellow fans. Involvement and consumption behavior are also interconnected and influential in the formation of new behavior patterns and meanings by fans of photo cards."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Varia Putri
"ABSTRAK
Kesuksesan dan popularitas boyband Korea Selatan bernama Wanna One tidak hanya semata-mata hasil kerja keras dari para anggota Wanna One saja, tetapi juga berkat adanya keterlibatan penggemar dalam berperilaku terhadap Wanna One sebagai media personae. Jurnal ini menganalisis perilaku penggemar terhadap Wanna One berdasarkan empat proses keterlibatan penonton terhadap media personae, yaitu transportasi, interaksi parasosial, identifikasi, dan pemujaan worship . Tujuan penulisan jurnal ini adalah untuk menjelaskan perilaku penggemar terhadap Wanna One berdasarkan empat proses keterlibatan penonton terhadap media personae. Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalah metode deskriptif kualitatif. Pengumpulan sumber data diperoleh melalui studi kepustakaan. Hasil temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku penggemar terhadap Wanna One berbeda berdasarkan proses keterlibatan penonton terhadap media personae yang telah dialami.

ABSTRACT
The success and popularity of South Korean boyband, namely Wanna One is realizing not only because of Wanna One members rsquo hardwork, but also because of fans behavior involvement towards Wanna One as the media personae. This journal analyzes the behavior of fans towards Wanna One based on the four audience processes involvement with media personae, such as transportation, parasocial interaction, identification, and worship. The purpose of writing this journal is to explain the behavior of fans towards Wanna One based on the four audience processes involvement with the media personae. This Journal used descriptive qualitative research method. The collecting data of this research based on literature studies. The result of this research shows the differences of fans rsquo behavior towards Wanna One referring to the experience of audience involvement process with personae media."
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2018
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Melodi Aulia
"Kecanduan merupakan suatu istilah yang digunakan apabila sesuatu hal dilakukan secara berulang-ulang dengan frekuensi yang tidak sedikit dan akan memberikan dampak tersendiri. Dampak yang dimaksud dapat berupa dampak positif dan negatif. Kecanduan idol Korea yang sedang marak terjadi di masyarakat baik dalam negeri maupun luar negeri, tentulah tidak mengenal usia, termasuk ke remaja yang ada di Indonesia, di mana diusia remaja ini sedang berada di tahap perkembangan mencari identitas diri yang membuat dirinya merasa nyaman (Stuart, 2013). Kecanduan idol Korea ini dapat memengaruhi pembentukan konsep diri dan efikasi diri pada remaja. Bagi remaja yang menyukai idol Korea dan memiliki konsep diri serta efikasi diri yang tinggi, biasanya dalam berperilaku dan berpenampilan, ada campur tangan dari idol Korea yang dikagumi karena merasa idol Korea ini sebagai role model dalam menjalani kehidupan dan membentuk identitas diri mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara kecanduan idol Korea terhadap konsep diri dan efikasi diri pada remaja yang berdomisili di Jakarta. Penelitian dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan atau desain cross sectional dan dalam pengambilan data menggunakan teknik snowball sampling serta accidental sampling dengan jumlah responden sebanyak 387 responden berdasarkan penghitungan menggunakan rumus Lemeshow. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kecanduan idol Korea terhadap konsep diri pada remaja (p = < 0,001; α= 0,05). Maka dapat dikatakan pula hipotesis dalam penelitian ini adalah H0 ditolak dan Ha diterima. Selain itu,tidak terdapat hubungan yang bermakna antara kecanduan idol Korea terhadap efikasi diri pada remaja (p = 0,549; α= 0,05). Maka dapat dikatakan pula hipotesis dalam penelitian ini adalah Ha ditolak dan H0 diterima.

Addiction is a term used when something is done repeatedly with a frequency that is not small and will have its own impact. The impact in question can be in the form of positive and negative impacts. The addiction to Korean idols, which is currently rife in society both at home and abroad, certainly knows no age, including teenagers in Indonesia, where at this age they are in the developmental stage of looking for a self-identity that makes them feel comfortable (Stuart, 2013). This Korean idol addiction can affect the formation of self-concept and self-efficacy in adolescents. For teenagers who like Korean idols and have high self-concept and self-efficacy, usually in behavior and appearance, there is interference from Korean idols who are admired because they feel that Korean idols are role models in living life and forming their identity. This study aims to determine the relationship between Korean idol addiction to self-concept and self-efficacy in adolescents who live in Jakarta. The research was conducted using a quantitative method with a cross sectional approach or design and in collecting data using a snowball sampling technique and accidental sampling with a total of 387 respondents based on calculations using the Lemeshow formula. The results of this study indicate that there is a significant relationship between addiction to Korean idols and self-concept in adolescents (p = < 0.001; α = 0.05). So it can also be said that the hypothesis in this study is that H0 is rejected and Ha is accepted. In addition, there is no significant relationship between Korean idol addiction and self-efficacy in adolescents (p = 0.549; α = 0.05). So it can also be said that the hypothesis in this study is that Ha is rejected and H0 is accepted."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>