Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191164 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rizki Alfiansyah
"Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa yang menjadi masa kritis dan rentan bagi setiap individu. Masa ini turut menjadi tantangan bagi individu dengan menghadirkan sejumlah konflik dan perubahan pada beragam aspek kehidupan, seperti halnya masalah peralihan, kebingungan identitas serta masalah psikologis lainnya. Salah satu kelompok yang terdampak atas hal ini ialah remaja yang tinggal di panti asuhan dengan segala kompleksitas masalah yang dihadapinya sebagai anak telantar. Sehubungan dengan ini, terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa segala tantangan yang dihadapi remaja dapat diatasi dengan tingkat kesejahteraan subjektif yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial yang dirasakan dari keluarga, pengasuh, dan teman sebaya serta tingkat optimisme dengan kesejahteraan subjektif pada remaja yang tinggal di Panti Asuhan Sosial Anak Putra Utama 3 Tebet. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan pengumpulan data melalui sebaran angket (kuesioner) dan penentuan sampel menggunakan teknik total sampling terhadap 63 responden. Alat ukur kesejahteraan subjektif disusun berdasarkan instrumen SWLS (Satisfaction with Life Scale), sementara dukungan sosial mengacu pada ISEL (Interpersonal Support Evaluation), dan optimisme mengacu pada ASQ (Attributional Style Question). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar remaja PSAA PU 3 Tebet memiliki tingkat yang rendah pada keseluruhan variabel mencakup kesejahteraan subjektif, dukungan sosial, dan optimisme. Selain itu, uji korelasi bivariat menggunakan Kendall’s tau-b menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan kesejahteraan subjektif, didasari dengan nilai R=0,269 dan sig. 0,035<0,05. Kemudian, terdapat pula hubungan signifikan antara dukungan sosial pengasuh dengan kesejahteraan subjektif, didasari dengan nilai R=0,331 dan sig. 0,009<0,05. Selain itu, ditemukan hubungan signifikan antara dukungan sosial teman sebaya dengan kesejahteraan subjektif, didasari dengan nilai R=0,364 dan sig. 0,004<0,05. Sementara itu, uji korelasi pada variabel optimisme menunjukkan tidak terdapat hubungan antara optimisme dengan kesejahteraan subjektif dengan nilai sig. 0,924>0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa Ha₁, Ha₂, Ha₃ ditolak dan Ho₁, Ho₂, Ho₃ diterima, sementara Ha₄ diterima dan Ho₄ ditolak.

Adolescence is a transitional period from childhood to adulthood that is critical and vulnerable for every individual. This phase presents various challenges, including conflicts and changes in multiple aspects of life, such as transition problems, identity issues and other psychological problems. One group significantly affected by these challenges is adolescents living in orphanages, facing the complexities of being abandoned children. Findings indicate that high levels of subjective well-being can help adolescents overcome these challenges. This study aims to examine the relationship between the perceived social support from family, caregivers, and peers, as well as the level of optimism, and the subjective well-being of adolescents residing at the Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama 3 Tebet orphanage. This research employs a descriptive quantitative approach, collecting data through questionnaires and using total sampling to select 63 respondents. The subjective well-being measurement tool is based on the Satisfaction with Life Scale (SWLS), while social support is evaluated using the Interpersonal Support Evaluation List (ISEL), and optimism is measured using the Attributional Style Questionnaire (ASQ). The results indicate that most adolescents at PSAA PU 3 Tebet exhibit low levels across all variables, including subjective well-being, social support, and optimism. Furthermore, bivariate correlation tests using Kendall’s tau-b reveal significant relationships between family social support and subjective well-being (R=0.269, p=0.035<0.05), caregiver social support and subjective well-being (R=0.331, p=0.009<0.05), and peer social support and subjective well-being (R=0.364, p=0.004<0.05). However, the correlation test for the optimism variable shows no significant relationship with subjective well-being (p=0.924>0.05). These findings indicate that hypotheses Ha₁, Ha₂, and Ha₃ are rejected, while hypotheses Ho₁, Ho₂, and Ho₃ are accepted. Conversely, hypothesis Ha₄ is accepted, and hypothesis Ho₄ is rejected."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elizabeth Edith
"Individu dalam usia dewasa muda akan memasuki dunia pekerjaan dan menghadapi berbagaitekanan psikologis. Tekanan tersebut mengakibatkan tingginya tingkat kecemasan dan stress pada pekerja. Pekerja membutuhkan kreativitas untuk menurunkan tingkat stress sehingga psychological well-being dapat tercapai. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara persepsi kreativitas diri dalam pekerjaan dengan psychological well being pada dewasa muda. Penelitian ini dilakukan pada 173 partisipan. Kreativitas dalam pekerjaan diukur menggunakan self-perception of creativity(Reiter-Palmon, Robinson-Morral, Kaufman, & Santo, 2012), sedangkan Psychological Well-Being Scale (Ryff, 1989) digunakan untuk mengukur psychological well-being.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kreativitas dalam pekerjaan dan psychological well-being (rs= 0,388; p= 0.000, signifikan pada L.o.S 0.01). Penelitian selanjutnya diharapkan memperhatikan data kontrol seperti usia partisipan pada jenis kreativitas tertentu serta menggunakan pengukuran kreativitas yang lebih objektif.

A person in early adulthood is filled with many changes and developments. In Indonesia, early adults are concerned with career selection and career longevity. They will facing various psychological strains especially at work. That strains resulted in high levels of anxiety and stress on workers in Indonesia. Workers need creativity to reduce the level of stress caused by continuously psychological strains, so that psychological well-being can be achieved. This study aim to find correlation between self-perceptions of creativity at work and psychological well-being in early adulthood. 173 people participated in this study. Self-percetion of creativity at work was measured using Self-perception of creativity (Reiter-Palmon, Robinson-Morral, Kaufman, & Santo, 2012), and Psychological Well-Being Scale (Ryff, 1989) used for measuring psychological well-being.
Result of this study showed that there is a significant positive relationship between self-pereption of creativity at work and psychological well-being(rs= 0,388; p= 0.000, significant at L.o.S 0.01). Further research should consider the control data such as the age of the participants in a particular kind of creativity and using more objective instrument for measuring creativity.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2016
S63444
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Kamaril Larasati
"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perceived social support sebagai mediator hubungan antara bersyukur dan psychological well-being pada emerging adults. Mengingat masa emerging adulthood merupakan masa transisi, maka psychological well-being sangat penting dimiliki oleh emerging adults. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi dengan 806 emerging adults Indonesia yang berusia 18-25 tahun. Hasil analisis mediasi menunjukkan bahwa terdapat indirect effect ( = .05,.00 < .01) dan direct effect ( = .78,. 00 < .01) yang signifikan, yang mengindikasikan bahwa perceived social support memediasi secara parsial hubungan antara bersyukur dan psychological well-being. Dengan kata lain, bersyukur dapat melewati perceived social support terlebih dahulu untuk memengaruhi psychological well-being, namun juga dapat memengaruhi psychological well-being secara langsung.

The purpose of this study was to find out whether perceived social support mediates the relationship between gratitude and psychological well-being in emerging adults. Given maintaining psychological well-being is very important for emerging adults to face transition period. This study used a regression analysis technique with 806 developing Indonesian adults aged 18-25 years. The results of the mediation analysis has shown a significant indirect ( = .05, .00 <.01) and direct effect ( = .78, .00 <.01), which indicates that perceived social support partially mediates the relationship between gratitude and psychological well-being. In other words, gratitude can pass through perceived social support first to influence psychological well-being, but it can also affect psychological well-being directly."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kenneth C. Land, editor
"This volume examines the evolution of the child well-being Index and what it promises for understanding the progress in enhancing life prospects. It also looks at the methodological issues involved in the construction of composite quality-of-life indices.
"
Dordrecht, Netherlands: Springer, 2012
e20401208
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Zahra Ainina Cahyaningtyas
"Dukungan sosial ditemukan dapat berperan sebagai variabel penyangga ketika individu mengalami situasi stres. Peranan ini menjadi penting ketika individu mengalami kondisi stres yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan subjektifnya. Pada situasi ekonomi yang mengalami kenaikan, kelompok generasi sandwich yang berperan untuk mengurus orang tua dan anak dalam satu waktu menjadi rentan untuk mengalami stres finansial yang dapat berdampak negatif terhadap kesejahteraan subjektifnya. Terkait dengan hubungan tersebut, penelitian ini mengkaji peran dari dukungan sosial sebagai variabel moderator pada hubungan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif. Penelitian ini melibatkan 135 responden generasi sandwich berusia 35-60 tahun yang memberikan dukungan finansial kepada anak dan orang tua. Analisis korelasional Pearson yang dilakukan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif menunjukkan adanya korelasi negatif yang mengindikasikan bahwa semakin tinggi stres finansial maka akan semakin rendah kesejahteraan subjektif individu. Meskipun demikian, tidak terdapat peran moderasi yang signifikan dari dukungan sosial dalam hubungan antara stres finansial dan kesejahteraan subjektif.

Previous studies found that social support could have a moderating effect during one’s stressful situation. This role became important as the individual experienced a stressful situation that could have a negative impact towards its well-being. During the economic situation where inflation arises, the sandwich generation group whose role is to take care of parents and children at one time became vulnerable to experience financial stress which can have a negative impact on their subjective well-being. Related to this relationship, this study examined the role of social support as a moderator variable. This study involved 135 sandwich generation respondents, ranging from 35 to 60 years old, who provided financial support to their children and parents. Pearson’s correlation analysis conducted between financial stress and subjective well-being showed a significantly negative relationship, indicating that higher financial stress would lead to a lower subjective well-being. However, there is no significant moderating role of social support in the relationship between financial stress and subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Kusumaswari
"Sejalan dengan perkembangan teknologi masa kini, penggunaan internet untuk kegiatan seksual, dimana pornografi termasuk di dalamnya semakin marak. Sejauh ini, penelitian mengenai aktivitas mengakses pornografi masih lebih berfokus pada laki-laki, walaupun aktivitas mengakses pornografi pada perempuan dilaporkan meningkat. Lebih lanjut, banyak penelitian mengenai pornografi memiliki dampak yang buruk terhadap perempuan. Oleh karena itu, penelitian ini mengeksplorasi aktivitas mengakses pornografi dan sexual well-being pada perempuan, serta pandangan terkait dengan mengakses pornografi sebagai seorang perempuan. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif menggunakan wawancara terfokus pada enam perempuan dewasa muda yang mengakses pornografi di internet, dan menemukan bahwa partisipan mengakses pornografi secara rutin dengan alasan utama karena kebosanan, mengisi waktu luang, memuaskan hasrat, dan mencari referensi. Partisipan juga melaporkan pandangan yang cenderung positif terkait dengan aktivitas yang dilakukannya, Lebih lanjut, partisipan juga menyadari konten kekerasan pada pornografi di internet namun memiliki cara tersendiri dalam menyikapinya.

In line with today's technological developments, the use of the internet for sexual activities, including pornography, is increasingly widespread. So far, research on the activity of accessing pornography is still more focused on men, although the activity of accessing pornography among women has been reported to increase. Furthermore, many studies on pornography have negative impact on women. Therefore, this study explores the activities of accessing pornography and sexual well-being in women and views related to accessing pornography as a woman. This study was conducted with a qualitative method using focused interviews on six emerging adult women who accessed pornography on the internet and found that participants access pornography regularly with the main reasons being boredom filling their free time, satisfying desires, and looking for references. Participants also reported positive views regarding pornographic viewing. Furthermore, participants are also aware of violent content in pornography on the internet but have their way of dealing with it."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nahdah Aqilah
"Pandemi Covid-19 menyebabkan ketidakpastian terhadap seluruh lapisan masyarakat, termasuk dewasa muda. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana peran efikasi diri secara umum sebagai prediktor dalam memprediksi subjective well-being dewasa muda selama pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan tipe kuantitatif, variabel kesejahteraan subjektif diukur dengan Subjective Happiness Scale (SHS) dan efikasi diri secara umum diukur menggunakan General Self-Efficacy Scale. Partisipan penelitian ini adalah 488 dewasa muda yang memiliki rentang usia 18 - 25 tahun. Hasil pada penelitian ini menunjukkan bahwa efikasi diri secara umum berperan sebagai prediktor terhadap kesejahteraan subjektif dewasa muda secara signifikan (Adjusted R² = 0.349, p<0.05). Berdasarkan hasil tersebut, semakin tinggi skor efikasi diri secara umum pada partisipan maka semakin tinggi pula skor kesejahteraan subjektif. Oleh karena itu, individu diharapkan dapat meningkat efikasi diri secara umum dengan meningkatkan pengetahuan diri dan persepsi positif mengenai kehidupan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif.

The Covid-19 pandemic has caused uncertainty for all levels of society, including young adults. Individual’s subjective well-being is thought to be a protective factor in this pandemic. This study aims to describe the role of general self-efficacy on the subjective well-being of young adults during the Covid-19 pandemic. This study used a quantitative type, the measurement of General self efficacy uses the General Self-Efficacy Scale, and subjective well-being measurement uses Subjective Happiness Scale (SHS). Participants in this study were 488 young adults who had an age range of 18-25 years. The results of this study indicate that general self-efficacy plays a significant role as a predictor of subjective well-being in young adults (Adjusted R² = 0.349, p<0.05). Based on these results, the higher the general self-efficacy score on the participants, the higher the subjective well-being score. Therefore, individuals are expected to increase their general self-efficacy by increasing their self-knowledge and positive perceptions about life so that it can increase subjective well-being."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Gatari
"Seorang ibu bekerja mempunyai beragam peran, yaitu sebagai seorang istri, ibu, dan pekerja. Ia bisa mendapat keuntungan dari perannya yang beragam, seperti meningkatkan self-esteem dan kepercayaan diri, sehingga subjective well-being (SWB)-nya meningkat. Di sisi lain, adapula masalah yang dapat mengurangi SWB-nya dari keberagaman peran tersebut, seperti kelebihan beban pada perannya (role overload) dan konflik peran. Adanya dampak yang berlawanan dari keberagaman peran tersebut membuat peneliti merasa perlu mengidentifikasi ciri-ciri SWB yang tinggi pada ibu bekerja. Di antara faktor-faktor yang mempengaruhi SWB, adanya dukungan sosial adalah faktor yang menarik untuk mengidentifikasi ibu bekerja dengan SWB yang tinggi. Ketertarikan tersebut antara lain datang dari pernyataan bahwa keuntungan fisik dan psikologis dari pekerjaan seorang ibu dapat menjadi tidak berguna apabila dukungan yang diberikan kurang. Untuk mengetahui apakah memang ibu bekerja dengan SWB yang tinggi memiliki dukungan sosial yang tinggi, peneliti mengangkat permasalahan tersebut di dalam penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan perceived social support (PSS) untuk menjelaskan konsep dukungan sosialnya, menganalisis hubungan antara komponen-komponen SWB (kepuasan hidup secara global, afek positif, dan afek negatif) dengan PSS selain SWB secara keseluruhan. Sampel penelitian ini adalah 82 ibu bekerja berusia 25 ? 40 tahun yang berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, atau Bekasi, bekerja minimal 35 jam dan tidak memiliki bawahan dalam pekerjaan tersebut, mempunyai anak di bawah umur 15 tahun, mempunyai suami yang bekerja fulltime, dan mempunyai orang (selain kerabat dan suami) yang membantu pekerjaannya di rumah. Data yang didapatkan kemudian dianalisis korelasinya dengan menggunakan SPSS 11.0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara PSS dengan SWB dan komponen-komponennya.

An employed mother have multiple roles, that is, as a wife, mother, and worker. She could have benefits from her multiple roles, such as increasing self-esteem and self-confidence, so her subjective well-being (SWB) could improve. On the other hand, there are problems from multiple roles that could lower her SWB, such as role overload and role conflict. The conflicting effects from multiple roles mentioned above make the researcher feel there is a need to identify the characteristics of employed mothers with high SWB. Among other factors that influence SWB, social support was an interesting factor to be researched for employed mothers with high SWB identification. That interest came from the statement that pyshical and psychological benefits coming from an employed mothers' job could be less useful if there are only little support given to her. To know whether or not employed mothers' with high SWB has high social support, the researcher raises that problem in this research.
This research used perceived social support (PSS) to conceptualize social support, and analyze the relationship between SWB components (global life satisfaction, positive affect, and negative affect) with PSS aside from SWB as a whole. The sample in this research are 82 employed mothers with the age between 25 - 40 years old, living in Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, or Bekasi, worked 35 hours a week at minimum and didn't have any staff under her, had a child under 15 years old, had a husband that worked full-time, and had someone (aside from her husband and child) that helped her doing houseworks. Acquired data was analyzed using Pearson Product Moment correlation with SPSS 11.0. The results show that there are significant relationships between perceived social support with SWB and its components.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
155.633 GAT h
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Titiana Rahma Ramadan
"Banyaknya faktor risiko yang mungkin dialami oleh remaja yang tinggal di panti asuhan, membuat well-being pada mereka penting untuk diperhatikan. Salah satu faktor risiko tersebut adalah mereka tidak tinggal bersama orang tua. Oleh karena itu, peer attachment diasumsikan berperan penting dalam kehidupan mereka.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara peer attachment dan subjective well-being pada remaja panti asuhan di Jakarta. Penelitian ini bersifat korelasional dengan melibatkan responden remaja berusia 12 hingga 18 tahun yang tinggal menetap di panti asuhan, di 5 wilayah di Jakarta N=132, L= 66.
Terdapat tiga instrumen penelitian yang digunakan, yaitu Satisfaction with Life Scale SWLS untuk mengukur kepuasan hidup, Positive and Negative Affect Schedule PANAS untuk mengukur afek positif dan negatif, serta Inventory of Parent and Peer Attachment Revised Version IPPA untuk mengukur peer attachment.
Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara peer attachment dan kepuasan hidup ,250, p0,01 serta afek negatif -,025, p>0,01.

The well being of orphanage adolescents is important to be considered as there are numbers of risk factors that they may experience throughout their life. One of those risk factors is that they do not live with their parents. Therefore, peer attachment is assumed to take an important role in their life.
The aim of this study is to find out whether there is a relationship between peer attachment and subjective well being of orphanaged adolescents in Jakarta. This is a correlational study with adolescents from age 12 to 18 years living in orphanage in 5 area in Jakarta as a respondents N 132.
Instruments used in this study are, Satisfaction with Life Scale SWLS to measure life satisfaction, Positive and Negative Affect Schedule PANAS to measure positive and negative affect, and Inventory of Parent and Peer Attachment Revised Version IPPA to measure peer attachment.
The results show that there is a positive and significant relationship between peer attachment and life satisfaction ,250, p0,01 and negative affect ,025, p 0,01.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ari Arfianto
"Masalah kesejahteraan hidup merupakan fenomena yang sering terjadi pada kehidupan ibu pekerja akibat adanya peran yang berlebih. Sumber dan bentuk dukungan sosial merupakan faktor penting bagi ibu pekerja untuk mencapai kesejahteraan subjektif dan psikologis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan sumber dan bentuk dukungan sosial dengan kesejahteraan subjektif dan psikologis pada ibu pekerja.
Desain penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan rancangan cross sectional. Jumlah sampel adalah 374 orang. Pengambilan sampel dengan metode cluster random sampling pada ibu pekerja di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Variabel dianalisis dengan korelasi Pearson.
Hasil penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara sumber dan bentuk dukungan sosial dengan kesejahteraan ibu pekerja (p value 0,000). Selain itu didapatkan variabel orang yang tinggal serumah sebagai faktor yang paling berhubungan dengan kesejahteraan subjektif dan tingkat pendidikan sebagai faktor yang paling berhubungan dengan kesejahteraan psikologis.
Penelitian ini merekomendasikan kepada pelayanan keperawatan jiwa masyarakat maupun perusahaan yang mempekerjakan ibu rumah tangga untuk menyediakan pelayanan kesehatan jiwa dalam membantu ibu pekerja mencapai kesejahteraan subjektif dan psikologis.

Well-being issue is a problem in working mother that cause by overload role in their life. Source and type of social support is an important factor for working mother to achieve subjective and psychological well-being. The purpose of this research was to identify correlation between source and type of social support with subjective and psychological well-being in working mother.
This study used cross sectional design. 374 working mothers was recruited by cluster random sampling. Variables were analyzed by Pearson correlation test.
The result of this research showed that source and type of social support have significant correlation with subjective and psychological well-being (p value 0,000). This research also found that variable people live at home as the most associated factor with subjective well-being and education as the most associated factor with psychological well-being.
This research recommends to community mental health nursing and companies that employ women especially working mother to provide mental health service to help them achieve their subjective and psychological well-being.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2015
T43506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>