Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31145 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Koming Sawitri Dewi
"Kajian perancangan ini bertujuan untuk memaparkan proses penelusuran ide ketermenerusan atau kontinuitas dari siklus kehidupan organisme dan proses metabolismenya pada konteks sebagai basis perancangan. Penelusuran kontinuitas dari metabolisme organisme ini menjadi penting untuk menunjukkan cara mengolah materi lingkungan oleh organisme nonmanusia untuk mempertahankan keberlanjutan kualitas lingkungan. Arsitektur yang selama ini bersifat statis dan eksploitatif tidak didesain untuk mendaur ulang materi sekitar sehingga dapat mengurangi atau memperbaiki kerusakan dunia. Dunia menjadi rusak akibat aktivitas manusia yang intensif dan degradasi kualitas lingkungan, padahal manusia sebagai organisme memiliki keterbatasan jangka hidup. Studi perancangan ini hadir dalam sebuah konteks situasi imajiner yang memiliki karakteristik lingkungan dunia yang simultan, memungkinkan kontinuitas jiwa berbasis klasifikasi material. Dengan basis tersebut, kestabilan konektivitas antardunia diciptakan untuk mendukung ekspansi batasan kehidupan organisme manusia melampaui satu jangka hidup. Melalui penelusuran jenis material, siklus hidup, serta cara kerja metabolisme organisme pengolah, arsitektur kontinu hadir dalam dunia Revivium sebagai ruang hidup dan perangkat pengolah materi berbahaya di atmosfer lingkungan menjadi materi yang aman. Revivium menghadirkan arsitektur yang mengadopsi siklus hidup organisme dan menempatkannya sebagai objek, subjek, juga operator untuk mencapai kestabilan hidup di berbagai dunia.

This design study aims to explain the process of tracing the idea of continuity of the organisms life cycle of and their metabolic processes in context as a basis for design. Tracing the continuity of the organisms metabolic process becomes important to show how environmental materials are processed by non-human organisms to maintain sustainable environmental quality. Architecture which has so far been static and exploitative is not designed to recycle surrounding materials so that it can reduce or repair damage to the world. The world is becoming damaged due to intensive human activity and degradation of environmental quality, even though humans as organisms have a limited lifespan. This design study exists in the context of an imaginary situation that has the characteristics of a simultaneous world environment, allowing for mental continuity based on material classification. On this basis, stable connectivity between worlds is created to support the expansion of the boundaries of human organism life beyond one life span. This design study exists within an imaginary scenario characterized by an environment-based material classification that determines stability in inter-world connectivity. Through the exploration of material types, life cycles, and the operational mechanisms of processing organisms, architecture of continuity emerges in the world of Revivium as both a living space and a hazardous material processing facility where atmospheric materials are transformed into safe substances. Revivium introduces architecture that adopts the life cycles of organisms, positioning them as objects, subjects, and operators to achieve stability across various worlds."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
New York : Van Nostrand Reinhold, 1994
720.1 ORD
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Anggoro Ajiputra
"Material bangunan yang berkelanjutan adalah material yang dapat digunakan untuk membangun bangunan serta memenuhi kriteria keberlanjutan dalam konsep green architecture. Keberlanjutan dari suatu material bangunan dapat diukur dari green features pada siklus hidup material bangunan. Sejalan dengan perkembangan arsitektur interior, material bangunan dituntut untuk dapat memenuhi kriteria keberlanjutan. Saat ini, metal berupa baja karbon banyak digunakan dalam industri konstruksi sebagai material bangunan yang berkelanjutan. Sebab, metal berupa baja karbon sebagai material bangunan memiliki sifat yang kuat, rendah perawatan dan mudah didaur ulang atau digunakan kembali. Pada skripsi ini, penulis akan mengkaji lebih dalam mengenai metal berupa baja karbon sebagai material bangunan yang berkelanjutan terhadap aplikasinya pada arsitektur interior dalam bingkai konsep green architecture.

Sustainable building material is any material which is used for constructing structure for the building and meet the criterias of sustainable in green architecture concept. Sustainability in building material can be measured from green features in life cycle building material. Along with the development of interior architecture, building materials expected to have sustainable criterias. Todays, metals in the form of carbon steels are common to be used in constrruction industry as sustainable building material. Because, metal in the form of carbon steel as building materials have characteristic of durable, low mintenance, and easy to be recycled or reused. In this undergraduate thesis, writer will be reviewing metal in the form of carbon steel as sustainable building material and its application in interior architecture in the frame of green architecture concept."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S68535
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Sugiarti
"Sindrom metabolik merupakan konsekuensi dari hubungan yang kompleks antarafaktor genetik dan lingkungan, yang berhubungan dengan meningkatnya risikodiabetes mellitus, penyakit kardiovaskular dan kematian. Penelitian ini bertujuanuntuk mengetahui hubungan umur, jenis kelamin, riwayat penyakit keluarga,asupan zat gizi, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan durasi tidur dengankejadian sindrom metabolik menurut kriteria NCEP ATP III pada pegawai RSUP Persahabatan. Populasi studi adalah pegawai yang melakukan pemeriksaan kesehatan pada bulan April-Mei 2017. Disain penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 110 responden yang dipilih dengan consecutive sampling. Data dikumpulkan pada bulan Mei-Juni 2017, meliputi pengukurantinggi badan, berat badan, lingkar pinggang, riwayat penyakit keluarga, asupanmakanan yang terdiri dari energi, karbohidrat, protein, lemak dan serat, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, durasi tidur dan data sekunder berupa hasil laboratorium trigliserida, kolesterol HDL, gula darah dan tekanan darah. Hasil menunjukkan bahwa 7,3% responden mengalami sindrom metabolik dan 54,5% obesitas sentral. Ada perbedaan yang signifikan antara umur pada responden sindrom metabolik dengan yang tidak sindrom metabolik p=0,01 . Tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin, asupan makanan, riwayat penyakit keluarga dan gaya hidup dengan sindrom metabolik. Meskipun demikian disarankan agar pegawai menjaga pola hidup sehat dengan olah raga teratur, makan makanan gizi seimbang dan rutin melakukan pemeriksaan kesehatan.

Metabolic syndrome is a consequence of the complex relationship betweengenetic and environmental factors, which is associated with increased risk ofdiabetes mellitus, cardiovascular disease and mortality. This study aims todetermine the relationship between age, sex, family disease history, nutrientintake, physical activity, smoking habits, and sleep duration with the incidence ofmetabolic syndrome according to NCEP ATP III criteria on Persahabatan Hospital staff. The study population is an employee who performs a medical examinationin April May 2017. The design of this study is cross sectional with the number of samples of 110 respondents with selected with consecutive sampling. Data werecollected in May June 2017, including measurement of height, weight, waist circumference, family disease history, food intake consisting of energy, carbohydrate, protein, fat and fiber, physical activity, smoking habit, sleepduration and secondary data In the form of laboratory results triglycerides, HDLcholesterol, blood sugar and blood pressure. Results showed that 7.3% ofrespondents had metabolic syndrome and 54.5% of central obesity. There was significant association between age and metabolic syndrome and no significant association between sex, food intake, family disease history and lifestyle with metabolic syndrome. Never the less it is recommended that employees maintain ahealthy lifestyle with regular exercise, eating balanced nutrition and routine medical checks up."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Gusti Agung Sawitri Shintya Dewi
"Kajian perancangan tugas akhir ini bertujuan untuk mengeksplorasi adanya dampak dari interaksi antar makhluk hidup dalam suatu zona kontak sebagai basis pengembangan arsitektur. Secara khusus, studi dilakukan terhadap kehadiran manusia yang dianggap sebagai makhluk hidup dengan tingkat teratas, yang dapat mengubah lingkungan dan makhluk hidup lain, serta membentuknya sesuai dengan keinginan mereka. Sebagai landasan sebuah proyek perancangan, studi ini akan difokuskan lebih mendalam untuk mengamati dan mengeksplorasi dampak tidak langsung dalam jangka panjang. Secara khusus, kajian ini berupaya untuk memahami bagaimana makhluk hidup sebagai mesin bertahan hidup berinteraksi dalam zona kontak. Arsitektur hadir sebagai entitas baru yang dapat mengatur diri sendiri, sebuah alam ‘baru’ yang menjadi permulaan untuk periode selanjutnya. Skenario arsitektur yang dapat mengatur dirinya sendiri ditunjukan oleh Aspergillus fumigatus sebagai spesies pemenang dalam alam tersebut. Dengan adanya mekanisme tersebut, arsitektur hadir melalui kompleksitas dari interaksi dan siklus perubahan yang terjadi di dunia. Pergeseran identitas pemenang tersebut berdampak pada kondisi dan bentuk dari tempat bertinggal makhluk hidup yang dapat melewati peristiwa yang ada, baik secara makro maupun mikro. Melalui perancangan ini, maka di masa depan arsitektur tidak dianggap lagi sebagai ide yang statis, cerminan fungsional bentukan manusia lagi. Arsitektur hadir sebagai entitas dinamis sesuai dengan kebutuhan dari organisme yang mampu mengatur diri sendiri, mampu beradaptasi dan menjadi penguasa dalam periode kemenangannya.

The purpose of this final project design study is to explore the impact of interactions between living organisms within a contact zone as a basis for architectural development. Specifically, the study focuses on the presence of humans, who are considered the top-tier living beings capable of altering the environment and other living organisms, shaping them according to their desires. As the foundation of a design project, this study will delve deeper into observing and exploring indirect long-term impacts. Particularly, this study aims to understand how living beings, as survival machines, interact within the contact zone. Architecture emerges as a new entity capable of self-regulation, a 'new' nature that marks the beginning of the next period. The scenario of self-organize architecture is exemplified by Aspergillus fumigatus as the winning species in this environment. Through this mechanism, architecture manifests through the complexity of interactions and cycles of change occurring in the world. This shift in the identity of the dominant species impacts the condition and form of the habitat of living beings, which can withstand various events on both macro and micro levels. Through this design, architecture in the future is no longer seen as a static idea, merely a functional reflection of human creation. Instead, architecture appears as a dynamic entity, aligned with the needs of self-organize organisms, capable of adapting and becoming dominant in its period of victory."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hasna Ulayya
"Penyakit tidak menular (PTM) telah menjadi sebab dari morbiditas dan mortalitas utama di dunia. Sindrom metabolik adalah sekumpulan gejala klinis yang akan meningkatkan risiko berkembangnya PTM, khusunya penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus tipe 2. Hasil analisis Riskesdas menemukan bahwa prevalensi sindrom metabolik di Indonesia meningkat dari 10,8% (2013) menjadi 24,4% (2018). Pegawai kantoran sering dikaitkan dengan perilaku sedentari sehingga berpeluang untuk mengembangkan sindrom metabolik lebih tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian sindrom metabolik pada kelompok pegawai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemerintah Kota Depok tahun 2022. Penelitian dengan desain cross-sectional ini menganalisis data hasil skrining PTM pegawai Pemerintah Kota Depok tahun 2022. Sebanyak 1.128 responden yang berasal dari 21 OPD diikutkan dalam penelitian ini. Prevalensi sindrom metabolik sebesar 33,2%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan signifikan secara statistik dengan kejadian sindrom metabolik meliputi usia, jenis kelamin, IMT, riwayat PTM dalam keluarga, kadar kolesterol total, rasio kadar kolesterol total terhadap kolesterol HDL, dan aktivitas fisik. Pada analisis multivariat, variabel yang memiliki hubungan bermakna dengan sindrom metabolik adalah usia, IMT, dan rasio kadar kolesterol total terhadap kolesterol HDL. IMT merupakan faktor dominan yang memiliki hubungan bermakna dengan sindrom metabolik (PR: 3,128, 95% CI: 2,396 – 4,085).

Non-communicable diseases (NCDs) have become a leading cause of morbidity and mortality in the world. Metabolic syndrome is a group of clinical symptoms that can increase the risk of developing NCDs, especially cardiovascular disease and type 2 diabetes mellitus. The results of Riskesdas analysis found that the prevalence of metabolic syndrome in Indonesia went from 10.8% (2013) to 24.4% (2018). Office employees are often associated with sedentary behavior so that the chances of developing metabolic syndrome are higher. The objective of this study is to determine the prevalence and the factors associated with metabolic syndrome among Regional Device Organizations (OPDs) employees of Depok City Government in 2022. This cross-sectional study included secondary data from the result of health screening of Depok City Government employees in 2022. A total of 1,128 respondents from 21 OPDs were included in this study. Prevalence of metabolic syndrome was 33.2%. Bivariate analysis shows that the variables that were statistically significant with the metabolic syndrome included age, sex, BMI, family history of PTM, total cholesterol level, total-cholesterol-to-HDL ratio, and physical activity. In multivariate analysis, variables found to have significant association with metabolic syndrome were age, BMI, and total-cholesterol-to-HDL ratio. BMI was the dominant factor associated with metabolic syndrome (PR: 3,128, 95% CI: 2,396 – 4,085)."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harsha Aulia
"Latar belakang: Pemfigus merupakan penyakit autoimun yang ditandai lepuh pada kulit dan/atau mukosa akibat adanya imunoglobulin terhadap permukaan sel keratinosit. Kortikosteroid KS merupakan pilihan terapi utama. Dipikirkan pemfigus berhubungan dengan sindrom metabolik SM secara langsung maupun tidak langsung.
Tujuan: Mengetahui proporsi SM pada pasien pemfigus dan faktor-faktor yang berhubungan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSCM.
Metode: Studi potong lintang pada bulan September November 2016 di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSCM. Subjek dianamnesis, dilakukan pengukuran tekanan darah dan lingkar abdomen, lalu dilanjutkan pengambilan darah untuk pemeriksaan kadar trigliserida, high density lipoprotein HDL, serta gula darah puasa.
Hasil: Didapatkan 30 subjek dengan rerata usia 41,6 10,3 tahun dan sebagian besar perempuan. Sebanyak 23 subjek 76,7 terdiagnosis pemfigus vulgaris dan 7 subjek 23,3 pemfigus foliaseus. Median durasi penyakit adalah 31 bulan. Median lama penggunaan steroid adalah 16,5 bulan. Ditemukan SM pada 40 dari total SP. Didapatkan proporsi obesitas sentral adalah 63,3 , hipertensi 50, hipertrigliseridemia 50, hiperglikemia 23,3, dan hipo-HDL 43,3.
Simpulan: Ditemukan proporsi yang sama antara laki-laki dan perempuan di kelompok SM. Tidak ditemukan perbedaan bermakna jenis kelamin, tipe pemfigus, usia, lama sakit, dan lama penggunaan steroid antara kelompok SM dan tidak SM.

Background: Pemphigus is an autoimmune bullous disease characterized by blistering skin and or mucosa caused by presence of immunoglobulin against keratinocyte cell surface. Corticosteroid is the main therapy. Pemphigus has been related to metabolic syndrome MS lately.
Objective: Determine MS proportion in pemphigus patients and its associated factors.
Methods: This cross sectional study was conducted in September November 2016 in Dermatovenereology Outpatient Clinic in Cipto Mangunkusumo Hospital. Subjects history was taken then blood pressure, and abdominal circumference were measured. Patients trigliceryde, high density lipoprotein HDL, and fasting blood glucose level were also measured.
Results: There are 30 subjects with age mean 41,6 10,3 years and mostly women, 23 patients 76,7 are diagnosed as pemphigus vulgaris while 7 patients 23,3 are pemphigus foliaceus. Disease duration mean in all patients is 31 months and steroid duration mean is 16.5 months. MS was found in 40 subjects. Proportion of central obesity is 63,3, hypertension 50, hypertriglyceridemia 50, hyperglycemia 23,3, and hipo HDL 43,3.
Conclusion The same proportion of men and women are found in MS group. There is no statistically significant difference found in gender, pemphigus subtype, age, disease duration, and steroid usage duration between two groups.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Okta Rizkiani
"Sindrom metabolik merupakan istilah untuk sekumpulan faktor risiko penyakitjantung dan diabetes mellitus. Pekerja memiliki perilaku pola hidup dan pola kerjayang bervariasi yang berisiko menyababkan sindrom metabolik. Penelitian inidilakukan untuk menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan dengan sindrommetabolik pada pekerja tambang. Design penelitian cross sectional digunakandengan menganalisis data hasil kuesioner pola hidup dan pola kerja dan MedicalCheck Up yang meliputi Obesitas Sentral, Trigliserida, HDL, Tekanan Darah danGula Darah Puasa. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hubungan yangsignifikan antara faktor aktivitas fisik p value 0,032; OR 3,030 dan riwayatpenyakit pada orang tua p value 0,026; OR 0,282 dengan sindrom metabolikyang dialami pekerja. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antarapengetahuan, durasi kerja, shift kerja, durasi tidur, dan pola makan dengansindrom metabolik. Upaya promotif dan preventif perlu dilakukan untukmencegah terjadinya sindrom metabolik populasi pekerja.

Metabolic syndrome is a term for risk factors for heart disease and diabetesmellitus. Workers have different lifestyle behaviors and work patterns that cancausing metabolic syndrome. This study was conducted to explain the factorsrelated with metabolic syndrome in miner workers. Cross sectional design is usedby analyzing lifestyle and work patterns questionnaire and Medical Check Up datawhich includes Central Obesity, Triglycerides, HDL, Blood Pressure and FastingBlood Sugar. Based on the research results, there were significant relationshipbetween physical activity factor p value 0,032, OR 3,030 and parents rsquo history ofdisease p value 0,026 OR 0,282 with metabolic syndrome. No significantrelationship was found between knowledge, work duration, shift work, sleepduration, and diet pattern with metabolic syndrome. Promotion and preventivecontrols are needed to prevent the metabolic syndrome in population."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T50656
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Resita Sehati
"Latar belakang: Obesitas dan sindrom metabolik (SM) yang terjadi pada usia dini akan menjadi faktor risiko diabetes melitus tipe 2 dan penyakit jantung koroner. Prevalens SM meningkat secara paralel dengan peningkatan obesitas. Penelitian mengenai SM pada anak dan remaja sangat terbatas.
Tujuan: Mengetahui prevalens SM pada remaja obes usia 12-16 tahun dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Metode: Sebuah penelitian potong lintang pada tiga sekolah menengah pertama negeri di Jakarta yang dipilih secara purposive sampling (remaja dan obes). Dilakukan pengukuran antropometri, tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium darah. Diagnosis SM ditentukan sesuai kriteria International Diabetes Federation (IDF), yaitu lingkar pinggang > persentil 90 menurut usia dan jenis kelamin, dan memenuhi > 2 kriteria sebagai berikut: trigliserida > 150 mg/dl, HDL > 40 mg/dl, glukosa darah puasa > 100 mg/dl atau terdiagnosis diabetes melitus tipe 2 (DMT2), tekanan darah > 130/85 mmHg. Penyakit kardiovaskular atau DMT2 orangtua, riwayat diabetes pada ibu selama kehamilan, bayi berat lahir rendah (BBLR), pola makan tinggi lemak dan gula, aktivitas sedentari, orangtua obes, dan pajanan asap rokok diduga meningkatkan kejadian SM. Data diolah dengan tes Pearson atau Fisher untuk menentukan faktor-faktor yang memengaruhi dan angka kejadian SM ditampilkan dalam prevalens.
Hasil: Prevalens obes pada penelitian ini adalah 5,9%. Penelitian dilakukan pada 95 subyek obes usia 12-16 tahun. Sebanyak 35,8% subyek memiliki IMT >p95-p97 dan 64,2% memiliki IMT >p97, semuanya telah mengalami pubertas. Prevalens SM adalah 15,8% dan meningkat hingga 21,3% pada kelompok super-obes. Terdapat perbedaan bermakna prevalens SM pada kedua kelompok IMT (p=0,048). Hipertrigliseridemia dan kadar HDL rendah adalah kriteria diagnosis terbanyak pada remaja obes dengan SM. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang memengaruhi terhadap kejadian SM. Simpulan: Prevalens SM pada penelitian ini 15,8% dan meningkat hingga 21,3% pada remaja super-obes. Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara faktor-faktor yang memengaruhi dengan kejadian SM. Dislipidemia adalah perubahan metabolik yang paling sering dijumpai pada remaja obes dengan SM.

Background: Obesity and metabolic syndrome (MS) beginning in childhood lead to a substansial risk for type 2 diabetes mellitus and coronary heart disease. Prevalence of MS increases accordingly with the incidence of obesity. The study of the MS among children and adolescents were limited.
Aim: The purpose of this study is to define the prevalence and factors that affect the incidence of MS among obese adolescents.
Methods: A cross-sectional study selected by purposive sampling was conducted on three junior high school in Jakarta. The anthropometric, blood pressure, lipid profile, and glucose serum level from venous blood sample were taken. The definition of MS was made according to criteria of IDF. Parental history of cardiovascular disease or type 2 diabetes mellitus, history of maternal diabetes during pregnancy, low birth weight, high-fat and sugar diet, sedentary lifestyle, obese parents, and cigarette smoke expossure are considered as the factors affected the incidence of MS. Pearson or Fisher test was used to determine the factors that affect MS and the prevalence of MS were described as descriptive data.
Results: Prevalence of obese were 5.9%. A total of 95 subjects with median age 12-16 years, were enrolled into the study. All subjects were obese, and 64.3% of them were superobese (BMI >p97 for age and sex). The prevalence of MS was 15.8% and increased to 21.3% among superobese group. There was a significant difference in the prevalence of MS in obese and super-obese (p = 0.048). Hypertriglyceridemia and low HDL levels are the diagnostic criteria found the most in MS subjects. There was no significant association between factors affecting MS.
Conclusion: The prevalence of MS was 15.8% and increased to 21.3% among superobese. There was no significant association between factors affecting MS in adolescents. Dyslipidemia is the most common metabolic change in obese adolescents with MS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Evyana
"Lesi psoriasis pada kulit kepala, wajah, lipatan, kelamin, telapak tangan/kaki, dan kuku sering terlambat terdiagnosis, sulit diterapi, dan menyebabkan disabilitas. Predileksi ini disebut sebagai area yang sulit diobati (hard-to-treat /HTT). Meski lesi pada area HTT umumnya kecil, namun berisiko komorbiditas. Sindrom metabolik (SM) merupakan komorbiditas utama psoriasis. Keparahan psoriasis dinilai dengan Psoriasis Area Severity Index(PASI). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara derajat keparahan psoriasis yang memiliki lesi HTT dengan kejadian SM. Penelitian ini merupakan studi observasional analitik dengan disain potong lintang secara multicenter. Dari 84 SP, sebanyak 42 orang memiliki skor PASI<10 (derajat ringan-sedang) dan 42 orang dengan skor PASI >10 (derajat berat). Prevalensi SM ditemukan sebesar 64,3%. Pasien psoriasis HTT derajat berat berisiko 3,6 kali lebih besar untuk mengalami SM dibandingkan dengan derajat ringan-sedang (78,6% vs 50%, OR 3,667; IK 95% 1,413-9,514; p=0,006). Terdapat perbedaan kejadian hipertensi (p=0,028), penurunan kadar high density lipoprotein/HDL (p=0,01), rerata kadar gula darah puasa (p=0,018), dan trigliserida (p=0,044) antara kedua kelompok. Prevalensi SM pada psoriasis HTT derajat berat lebih besar dan secara statistik bermakna dibandingkan dengan derajat ringan-sedang. Proporsi kriteria SM dari yang terbesar secara berturutan adalah obesitas sentral, penurunan kadar HDL, hipertensi, hiperglikemia, dan hipertrigliseridemia. 

Psoriatic lesions on the scalp, face, intertriginous, genitals, palms, soles, and nails (hard-to-treat/HTT areas) are often delay diagnosed, hard to treat, and cause disability. Despite the small surface of HTT areas, it has risks of comorbidities. Metabolic syndrome (MS) is one of the main comorbidities of psoriasis. The severity of psoriasis was measured by Psoriasis Area Severity Index (PASI). This study aims to assess the association of psoriasis severity that has HTT lesions with the prevalence of SM. It is an analytic observational, multicenter study with a cross-sectional design. From 84 patients, 42 had a PASI score <10 (mild-moderate) and 42 had a PASI score >10 (severe). The prevalence of SM is 64.3%. Patients with severe HTT psoriasis were 3,6 times more likely to have SM compare to mild-moderate group (78.6% vs 50%, OR 3.667; 95% CI 1.413-9.514; p=0.006). The incidence of hypertension (p=0.028), decreased in high density lipoprotein/HDL (p=0.01), mean fasting blood sugar (p=0.018), and triglycerides levels (p=0.044) between two groups were significantly different. Severe HTT psoriasis has higher prevalence of MS and statistically significant compared to mild-moderate group. The highest proportion of SM criteria respectively are central obesity, low levels of HDL, hypertension, hyperglycemia, and hypertriglyceridemia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>