Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104330 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kadek Ayu Widya Lestari
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran polisi wanita dalam penanganan kasus inses dengan korban anak dari perspektif gender; Untuk menganalisis kendala dalam penanganan kasus kekerasan seksual inses pada anak perempuan yang dilakukan oleh Ayah kandungnya; Serta untuk menganalisis model koordinasi yang dilakukan oleh Polres Metro Jakarta Utara dalam melaksanakan upaya preventif secara multi-stakeholder terhadap tindak pidana kekerasan seksual inses terhadap anak. Dalam penelitian tesis ini menggunakan jenis penelitian kualitatif. Analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode triangulasi Teknik Analisis Data menggunakan Validitas Data, reduksi data dan penarikan kesimpulan.
Polisi Wanita Unit PPA telah menunjukkan peran yang penting dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak inses oleh ayah kandungnya. Meskipun langkah-langkah mereka sesuai dengan fungsi manajemen, ditemukan kekurangan dalam perencanaan kegiatan yang memerlukan pembuatan rencana yang lebih terstruktur. Namun, mereka berhasil dalam pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan, menunjukkan rasa empati yang lebih besar terhadap korban anak-anak, membedakan mereka dari polisi laki-laki. Penanganan kasus kekerasan seksual inses oleh ayah kandungnya menghadapi kendala kompleks dari berbagai faktor, termasuk minimnya pemahaman dalam penegakan hukum, multitafsir hukum, dan stigma sosial. Untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum, diperlukan peningkatan pelatihan, reformasi sistem penempatan personel, inisiasi pembentukan pedoman, serta perubahan budaya dan norma masyarakat. Koordinasi yang inklusif antarinstansi merupakan kunci kesuksesan dalam pencegahan kekerasan seksual terhadap anak. Meskipun telah ada upaya terpadu, masih ditemukan ruang untuk peningkatan, terutama dalam implementasi upaya pencegahan sekunder dan perbaikan dalam koordinasi antarinstansi. Dengan langkah-langkah perbaikan yang disarankan, diharapkan upaya pencegahan kekerasan seksual terhadap anak dapat menjadi lebih efektif melalui kerjasama lintas sektor yang terkoordinasi dengan baik.

This research aims to analyze the role of policewomen in handling incest cases involving child victims from a gender perspective; to analyze the obstacles in handling cases of incestuous sexual violence against girls perpetrated by their biological fathers; and to analyze the coordination model employed by the North Jakarta Metro Police in implementing multi-stakeholder preventive measures against the crime of incestuous sexual violence against children. This thesis research utilizes a qualitative research approach. Data analysis in this study uses the triangulation method with data validity, data reduction, and conclusion drawing techniques.
The Policewomen of the PPA Unit have demonstrated a significant role in handling cases of incestuous sexual violence against children by their biological fathers. Although their actions align with management functions, deficiencies were found in the activity planning that requires a more structured plan. However, they have been successful in organizing, mobilizing, and supervising, showing greater empathy towards child victims, distinguishing them from male police officers. Handling cases of incestuous sexual violence by biological fathers faces complex obstacles from various factors, including a lack of understanding in law enforcement, legal ambiguities, and social stigma. To enhance the effectiveness of law enforcement, it is necessary to improve training, reform the personnel placement system, initiate the creation of guidelines, and change societal culture and norms. Inclusive inter-agency coordination is key to success in preventing sexual violence against children. Although integrated efforts have been made, there is still room for improvement, especially in the implementation of secondary prevention efforts and improvement in inter-agency coordination. With the suggested improvement measures, it is expected that efforts to prevent sexual violence against children can become more effective through well-coordinated cross-sector collaboration.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chris Nyoman Lande
"Tujuan penelitian untuk menganalisis penanganan kasus kekerasan seksual anak yang mengalami kondisi trauma psikis; menganalisis faktor kendala penanganan; serta memaparkan desain ideal dalam penanganan kasus kekerasan seksual anak yang mengalami kondisi trauma psikis di Polres Metro Jakarta Barat. Landasan teori dan konsep penelitian menggunakan teori kompetensi, teori penegakan hukum, teori psikologi hukum serta teori psikologi kekerasan seksual. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan tipe penelitian ilmu kepolisian. Jenis penelitian digunakan metode eksploratif. Jenis data primer dengan melakukan wawancara dengan Kanit PPA, anggota Unit PPA, Psikolog klinis UPTD PPA serta orang tua korban. Triangulasi yang digunakan yaitu triangulasi sumber data dan triangulasi teori. Secara prosedural dalam penanganan laporan adanya kekerasan seksual yang menimpa anak, Penyidik unit PPA melakukan analisis dengan menggunakan metode konseling melalui wawancara kognitif. Kendala yang dialami dalam penanganan kekerasan seksual terhadap anak dimulai dari : Pertama, kendala hukum yang mana terdapat tantangan implementasi UU TPKS terhadap korban kekerasan seksual berbasis elektronik. Kedua, kendala dari faktor penegak hukum terutama terkait perspektif penyidik terkait aspek hukum formil dari alat bukti terutama dari keterangan saksi korban kadang dianggap oleh penyidik tidak memenuhi syarat sebagai satu alat bukti. Ketiga, kendala dari faktor sarana adala berupa belum adanya layanan Terpadu “Satu Atap”. Keempat, kendala kendala budaya patriarki di lingkungan masyarakat dan tabunya pemahaman terkait pendidikan seksual sejak dini. Terakhir, kendala sikap “victim blamming” oleh masyarakat. Desain ideal dalam penanganan kasus kekerasan seksual anak yang mengalami kondisi trauma psikis dari sisi aturan hukum adalah perlu adanya pembentukan Peraturan Pemerintah berdasarkan Pasal 46 ayat (1) mengenai penghapusan dan/atau pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen. Kemudian desain ideal sarana layananterpadu “satu atap” untuk pelayanan korban kekerasan seksual pada anak adalah dengan membuat MoU antara UPTD PPA dengan Kepolisian untuk menempatkan petugasnya standby di Unit PPA Polres Metro Jakarta Barat.

The aim of the research is to analyze the handling of cases of sexual violence against children who experience psychological trauma; analyze the handling constraint factors; as well as explaining the ideal design in handling cases of sexual violence against children who experience psychological trauma. The theoretical basis and research concept uses competency theory, law enforcement theory, legal psychological theory and psychological theory of sexual violence. This study uses a qualitative research approach with the type of police science research. This type of research used exploratory method. Types of primary data by conducting interviews with the PPA Unit, members of the PPA Unit, UPTD PPA clinical psychologists and the victims' parents. The triangulation used is data source triangulation and theory triangulation. Procedurally in handling reports of sexual violence against children, PPA unit investigators conducted an analysis using the counseling method through cognitive interviews. Obstacles experienced in handling sexual violence against children start from: First, legal constraints where there are challenges to the implementation of the TPKS Law against victims of electronic-based sexual violence. Second, the obstacles from law enforcement factors, especially related to the perspective of investigators regarding the formal legal aspects of evidence, especially from the testimony of victims-witnesses, are sometimes considered by investigators as not meeting the requirements as evidence. Third, the obstacle from the facility factor is in the absence of a "One Roof" Integrated service. Fourth, the constraints of patriarchal culture in society and the taboo of understanding related to sexual education from an early age. Finally, the problem is the attitude of "victim blaming" by the community. The ideal design in handling cases of sexual violence against children who experience psychological trauma from a legal standpoint is the need for the establishment of a Government Regulation based on Article 46 (1) regarding the deletion and/or termination of access to electronic information and/or documents. Then the ideal design of an integrated "one-stop" service facility for victims of sexual violence against children is to make an MoU between the UPTD PPA and the Police to place officers on standby at the West Jakarta Metro Police PPA Unit."
Jakarta: Sekolah Kajian dan Stratejik GLobal Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Tasya Prathisthita Tanaya
"Tulisan ini mengkaji lima kasus eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming di Indonesia sebagai bentuk kejahatan, dengan menyorot relasi kuasa, kerentanan anak, dan viktimisasi yang ada. Metode penulisan yang digunakan adalah analisis data sekunder, yang berasal dari artikel-artikel berita online Indonesia, tentang eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming di Indonesia. Analisis dalam tulisan ini menggunakan power relations theory oleh Foucault dan social ecological model. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya relasi kuasa yang tidak setara antara orang dewasa dan anak serta adanya kerentanan anak yang disebabkan oleh faktor dari berbagai lapisan, menyebabkan anak menjadi korban eksploitasi dan kekerasan seksual anak melalui live streaming. Anak-anak yang menjadi korban juga ditemukan mengalami viktimisasi kekerasan seksual, viktimisasi online, dan viktimisasi kekerasan ekonomi. Viktimisasi-viktimisasi tersebut terjadi sebanyak lebih dari satu kali. Ini menyebabkan para korban mengalami multiple victimization dan revictimization. Lalu, konten seksual live streaming para korban disebarkan ke internet oleh para pelaku, mengakibatkan para korban mengalami revictimization kronis.

This paper examines five cases of child sexual exploitation and abuse through live streaming as a form of crime, highlighting the power relations, child vulnerabilities, and victimization within the phenomenon. The writing method in this paper is secondary data analysis, derived from Indonesian news articles, about the phenomenon of child sexual exploitation and abuse through live streaming. The analysis in this paper uses power relations theory by Foucault and social ecological model. The result of the analysis shows that the unequal power relations between adults and children along with child vulnerabilities that is caused by factors from various layers, resulting in children as the victims of child sexual exploitation and abuse through live streaming. This paper also shows that the children who become victims are experiencing sexual abuse victimization, online victimization, and economical abuse victimization. These victimizations happen for more than once, resulting in children to experience multiple victimization and revictimization. In addition, the children’s live streaming sexual content are shared to the internet by the perpetrators, causing chronic child revictimization."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Graciella Annette
"Penelitian ini menganalisis pengaturan penanganan, pelindungan, dan pemulihan korban kekerasan seksual yang akan/telah melakukan aborsi saat ini dan bagaimana praktik hukum merefleksikan hal itu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sosio-legal. Penanganan, pelindungan, dan pemulihan merupakan hak-hak korban kekerasan seksual yang pemenuhannya dijamin oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Namun, pemenuhan hak-hak tersebut kerap kurang optimal bagi korban yang mengalami kehamilan dan melakukan aborsi. Meski pengaturan telah bergeser ke arah yang lebih baik, perumusannya masih belum menerapkan perspektif gender dan perspektif korban. Dalam praktik persidangan pun, intimidasi dan bias gender dari Aparat Penegak Hukum (APH) mencerminkan tidak adanya perspektif yang memadai. Sementara itu, tidak dipertimbangkan dan diprioritaskannya pengalaman perempuan membuat akses terhadap hak korban dihalangi oleh hambatan secara substantif, struktural, dan kultural. Berbagai faktor ini menyebabkan pemenuhan hak-hak korban menjadi jauh dari ideal.

This research analyzes the current regulations for the treatment, protection, and recovery of victims of sexual violence who will or already had an abortion and how legal practice reflects that. This research uses the socio-legal studies research method. Treatment, protection, and recovery are the rights of victims of sexual violence in which the fulfillment is guaranteed by Law Number 12 of 2022 on the Sexual Violence Crimes. However, the fulfillment of these rights is often less than optimal for victims who experience pregnancy and have abortions. Although the regulations have changed for the better, the formulation still did not apply gender perspective and victim’s perspective. Even in judicial practice, the intimidations and gender bias of Justice Sector Officials (JSO) reflects the lack of adequate perspective. Meanwhile, the lack of consideration and prioritization of women's experiences makes access to victims' rights hindered by substantive, structural, and cultural barriers. These various factors cause the fulfillment of victims' rights to be far from ideal."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Ezrandra Akilah
"Peningkatan kasus kekerasan seksual berdampak pada semakin tingginya beban aparat penegak hukum dalam menangani kasus tersebut. Terdapat hambatan dalam upaya penegakan hukum dalam menangani kasus kekerasan seksual, salah satunya adalah perubahan keterangan yang disampaikan oleh pelapor sepanjang investigasi berlangsung. Keterangan pelapor menjadi penilaian apakah keterangan sesuai pada pengalaman yang benar-benar terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsistensi keterangan pelapor kasus kekerasan seksual terhadap persepsi kredibilitas individu yang terlibat pada penanganan kasus kekerasan seksual. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling. Partisipan penelitian ini adalah mahasiswa yang sudah lulus mata kuliah Acara Pidana (N = 116). Metode yang digunakan dalam penelitian adalah kuantitatif kuasi-eksperimen. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah keterangan pelapor yang divariasikan sebagai keterangan yang konsisten dan atau tidak konsisten. Teknik analisis yang digunakan adalah uji Independent Sample T-test. Hasil penelitian ini adalah terdapat pengaruh laporan dengan keterangan yang konsisten secara signifikan terhadap persepsi kredibilitas mahasiswa dalam menilai kasus kekerasan seksual.

The increase in cases of sexual violence has an impact on the increasing burden on law enforcement officials in handling these cases. There are obstacles in law enforcement efforts in handling cases of sexual violence, one of which is the change in information submitted by the complainant during the investigation. The reporter's statement becomes an assessment of whether the information is appropriate to the experience that actually happened. This study aims to determine the effect of the consistency of the statements of sexual violence case reporters on the perception of the credibility of the individuals involved in handling sexual violence cases. The sampling technique used in this study was convenience sampling. The participants in this study were students who had passed the Criminal Procedure course (N = 116). The method used in this research is quasi-experimental quantitative. The independent variable in this study is the report's statement which is varied as consistent and/or inconsistent information. The analysis technique used is the Independent Sample T-test. The results of this study are that there is a significant effect of reports with consistent information on the credibility perceptions in assessing cases of sexual violence."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alya Akmal,author
"Speak up merupakan suatu fenomena sosial dimana penyintas menceritakan viktimisasi kekerasan seksual yang dialami melalui media sosial. Penulisan ini bertujuan untuk melihat dualitas reaksi sosial informal dalam fenomena speak up, yakni reaksi yang mendukung sebagai bentuk keadilan alternatif dan reaksi yang tidak mendukung sebagai bentuk reviktimisasi terhadap penyintas, serta hubungannya dengan kepercayaan terhadap budaya perkosaan. Penulisan ini menggunakan teori feminis radikal dan analisis isi kualitatif pada utas tweet @RistyRianda. Hasil analisis menunjukkan bahwa, reaksi yang mendukung penyintas berupa afirmasi dan validasi, rekognisi, membongkar mitos perkosaan, serta adanya penyintas lain yang terdorong untuk speak up atas dasar solidaritas. Selain memberi keadilan bagi individu penyintas, speak up di Twitter juga dapat menumbuhkan kepulihan kolektif bagi para penyintas kekerasan seksual. Sedangkan, reaksi yang tidak mendukung adalah tindakan menyalahkan penyintas, menyepelekan dan mempertanyakan pengalaman kekerasan seksual penyintas, serta membenarkan dan mendukung pelaku kekerasan seksual. Reaksi tidak mendukung adalah bentuk reviktimisasi yang diakibatkan oleh mengakarnya kepercayaan terhadap mitos perkosaan dan budaya perkosaan dalam masyarakat patriarkal.

Speak up is a social phenomenon where survivors share their victimization of sexual violence through social media. This writing aims to see the duality of informal social reactions in the speak up phenomenon, namely supportive reactions as a form of alternative justice and unsupportive reactions as a form of revictimization of survivors, and its relationship with belief in rape culture. This paper performs a qualitative content analysis of the Twitter thread on @RistyRianda‘s account, based on a radical feminism theory. The analysis results show that the supportive reactions are in the form of affirmation and validation, recognition, rape myth debunking, and the confession of other survivors who are encouraged to speak up on the basis of solidarity. In addition to providing justice for individuals, speak up can also foster collective healing for the survivors of sexual violence. Meanwhile, unsupportive reactions generally take the form of victim blaming, victim questioning, justifying and supporting the perpetrators of sexual violence. The unsupportive reaction is a form of revictimization, caused by the rooted belief in rape myth and rape culture in a patriarchal society."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Muthia Hasna
"ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada kehidupan wanita karir di Korea Selatan yang sering menjadi korban kekerasan seksual. Penulis berargumen bahwa fenomena itu disebabkan oleh dominasi laki-laki dalam dunia kerja, meskipun perempuan Korea Selatan sudah banyak yang berpartisipasi dalam dunia kerja profesional. Selain itu, kebanyakan perempuan Korea Selatan cenderung tidak melakukan perlawanan terhadap kekerasan seksual yang dialaminya. Argumen tersebut berbeda dengan studi-studi terdahulu yang menyatakan bahwa kekerasan seksual di tempat kerja disebabkan oleh budaya patriarkal, kerja lembur, dan budaya hoesik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk kekerasan seksual terhadap wanita karir di perusahaan Korea Selatan. Penelitian ini menggunakan drama Ibeon Saengeun Cheoeumira sebagai sumber data primer, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber tulis, berupa buku, jurnal, dan berita dari media daring terkait penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesuai dengan asumsi penulis, kekerasan seksual disebabkan oleh dominasi laki-laki dalam dunia kerja dan tidak adanya perlawanan dari korban kekerasan seksual. Wanita karir tidak berani melawan karena takut kehilangan pekerjaan dan pelabelan oleh rekan kerja lainnya.

ABSTRACT
This research focus on the life of career women in South Korea who are often victims of sexual violence. The author argues that the phenomenon is caused by male domination in the work society, although many of South Korean women have participated in professional work field. Furthermore, most of South Korean women tend not to fight back the sexual violence they had experienced. Those arguments are different from the previous studies stated that sexual violence in workplace is caused by patriarchy culture, work overtime, and hoesik culture. This research aims to know the forms of sexual violence against career women in South Korean company. This reseach used drama Ibeon Saengeun Cheoeumira as the primary data source and used related online and offline books, journals, and news as the secondary data sources. This research shows that in accordance with the argument of the author, sexual violence is caused by male domination in the work society and there is no fighting back from the victims. Career women do not dare to fight back because they are afraid of losing their jobs and labeling from working partners."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Ruth Rosani Saiya
"Kekerasan seksual yang terjadi di gereja masih didiamkan. Secara khusus kekerasan seksual yang dilakukan oleh laki-laki pendeta kepada perempuan calon pendeta dan perempuan pendeta muda di gereja. Posisi subordinat mereka secara struktural maupun hirarkis di gereja menjadikan mereka rentan terhadap pelecehan seksual. Tak mudah bagi perempuan calon pendeta dan perempuan pendeta muda korban pelecehan seksual untuk mengungkapkan pelecehan yang mereka alami. Dari latar belakang itu, penelitian ini bertujuan untuk menarasikan narasi perempuan calon pendeta dan pendeta muda korban kekerasan seksual dan mendalami agensi mereka terhadap politik nama baik dalam imajinasi patriarki yang masih hidup di gereja. Perlawanan mereka terhadap pelecehan dan bentuk intimidasi lainnya. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan perspektif feminis terhadap pengalaman perempuan korban dan menjadikan metode women interview women untuk mendapatkan data dari narasi subjek.  Data tersebut dianalisa dengan pemikiran Mary Daly tentang Beyond God The Father, sebagai realitas yang dilampaui perempuan ketika memiliki kesadaran kritis terhadap imajinasi patriarki di gereja. Teori Agensi dari Sherry B Ortner yang menawarkan tiga komponen yakni intensionalitas, konstruksi budaya dan relasi agensi dengan kekuasaan. Selain itu, kekerasan seksual yang terjadi di gereja dianalisa dengan menggunakan teori seksual politic (Katte Millet) dan konstruksi gender yang cacat dari Dorothy Dinnerstein. Hasilnya menunjukan bahwa intensionalitas subjek dibentuk dari kesadaran kiritis yang dimiliki oleh perempuan dari pengetahuan, pengalaman dan emosinya ketika menghadapi pelecehan seksual. Intensionalitas itu melampaui imajinasi patriarki dan politik nama baik yang seringkali menjadi alasan pelecehan seksual di gereja tidak diungkapkan. Selain itu, ruang imajinasi menjadi cara mereka membangun harapan tentang gereja yang lebih aman dari perspektif korban.

Sexual violence that occurs in the church is still kept quiet; silenced. In particular, the sexual violence committed by male priest to female priest candidates and young female priest in the Christian church. Their subordinate position in the church structurally and hierarchically makes them vulnerable to sexual harassment. It is not easy for women priest candidate and young women priest who are victims of sexual harassment to reveal the harassment they experience. From that background, this research aims to narrate the narrative of women candidates for pastors and young pastors who are victims of sexual violence and explore their agency for the politics of reputation in the patriarchal imagination that is still alive in the church. Their resistance to harassment and other forms of intimidation. This research was conducted with a feminist perspective approach to the victim's female experience and through the women interview women method to obtain data from the subject's narrative.  This research is analyzed with Mary Daly's thoughts on Beyond God The Father, as a reality that women surpass when they have a critical awareness of the patriarchal imagination in the church; Ortner's Agency Theory in which offers components such as intentionality, cultural construction, and agency relations with power; Millet’s offers   theory of sexual politics analyzed sexual violence in the church; Dinnerstein’s the flawed gender construction. This research founds that the informants’ intentionality is formed from the critical consciousness possessed by women from their knowledge, experiences and emotions when facing sexual harassment. That intentionality goes beyond the patriarchal imagination and ideology in the politics of sexuality because each subject has a different way of resisting. In addition, the imagination space became their way of building hope about a safer church from the perspective of the victim."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmat Immanuel
"ABSTRAK
Tugas karya akhir ini melihat bagaimana upaya dari penyidik unit perlindungan perempuan dan anak dalam menangani kasus anak sebagai korban kekerasan seksual melalui teori ikatan sosial yang mengedapkan kepentingan terbaik bagi anak dan berupaya menghindarkan anak dari pemberian label dari masyarakat. Tugas karya akhir ini disertai dengan data sekuder, baik dari lembaga kepolsian maupun dari berita. Analisa pada tugas karya akhir ini didukung dengan adanya kajian literatur mengenai penanganan unit perlayanan perempuan dan anak atau lembaga non-formal yang memiliki kajian yang sama. Dari hasil analisa penulis, dapat dikatakan bahwa penanganan yang diberikan kepada anak korban kekerasan seksual masih dikatakan kurang melindungi. Kepolisian Indonesia perlu membentuk sebuah peraturan atau prosedur khusus yang membahas bagaimana penanganan terbaik yang diberikan kepada anak sebagai korban atau lebih tepatnya anak sebagai korban kekerasan seksual.

ABSTRACT
This thesis discusses looks at how efforts of female and child protection unit investigators to address child cases as victims of sexual violence through social bonding theory that bestows the best interests of the child and seeks to prevent children from labeling from the community. This final paper work is accompanied by secondary data, both from the police and the news. The analysis on this thesis is supported by a literature review on the handling of women and child service units or non formal institutions that have the same study. From the results of the author 39s analysis, it can be said that the handling given to children victims of sexual violence is still said to be less protective. The Indonesian police need to establish a special regulation or procedure that addresses how the best handled to the child as a victim or more precisely the child as a victim of sexual violence."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aruan, Bonita Irene
"Penelitian ini menelaah tentang bagaimana konsep Keadilan Restoratif seharusnya dimaknai dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Masih dimaknainya konsep Keadilan Restoratif sekedar sebagai penghentian perkara serta adanya pemahaman oleh Aparat Penegak Hukum yang menilai bahwasanya mekanisme Keadilan Restoratif yang membuka ruang dialog antara korban dan pelaku secara langsung atau Victim-offender Mediation sebagai satu-satunya mekanisme untuk mencapai Keadilan Restoratif seringkali menjadi penghalang untuk dapat diterapkannya konsep Keadilan Restoratif secara tepat dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Disamping itu, adanya ketimpangan relasi kuasa yang nyata dan potensi terjadinya reviktimisasi terhadap korban sedianya juga menjadi faktor lain yang menjadi penghambat keberhasilan penerapan konsep Keadilan Restoratif. Dengan menggunakan metode penelitian normatif, penelitian ini hendak membahas 3 (tiga) pertanyaan penelitian diantaranya: Pertama, mengenai bagaimana konsep Keadilan Restoratif dimaknai dalam penanganan suatu perkara pidana. Kedua, bagaimana seyogyanya konsep Keadilan Restoratif harus dimaknai dalam penanganan kasus kekerasan seksual. Ketiga, bagaimana pengimplementasion konsep Keadilan Restoratif pada penanganan kasus kekerasan seksual oleh Aparat Penegak Hukum di Indonesia melalui putusan serta kasus aktual yang ditangani. Guna memperluas khazanah pengetahuan, penelitian ini juga akan turut melakukan analisis terhadap penerapan konsep Keadilan Restoratif di beberapa negara seperti Kanada, Victoria, Belgia dan Selandia Baru. Adapun hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa prinsip Keadilan Restoratif sedianya masih dapat diterapkan dalam penanganan kasus kekerasan seksual dengan beberapa catatan sebagai berikut: Pertama, harus dipahaminya Keadilan Restoratif tidak hanya sebatas sebagai mekanisme penghentian perkara; Kedua, Victim-Offender Mediation (Mediasi Penal) bukanlah satu-satunya mekanisme Keadilan Restoratif yang dapat diterapkan dalam kasus kekerasan seksual dan tidak selalu dapat diterapkan dalam setiap penanganan kasus kekerasan seksual mengingat pada faktanya setiap korban kekerasan seksual memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda; dan Ketiga, fasilitator Keadilan Restoratif yang menangani kasus kekerasan seksual harus dibekali dengan pengetahuan dan kemampuan mumpuni terutama berkaitan dengan dinamika kontrol dalam kekerasan seksual.

This research examines how the concept of Restorative Justice should be interpreted in addressing cases of sexual violence. The prevailing interpretation of Restorative Justice merely as case termination, coupled with the understanding by Law Enforcement Authorities that the Restorative Justice mechanism, which facilitates direct dialogue between victims and offender or also known as Victim-offender Mediation, is often seen as the sole mechanism to achieve Restorative Justice frequently acts as a barrier to the accurate implementation of the Restorative Justice concept in handling sexual violence cases. Additionally, the existence of power imbalances and the potential for revictimization of the victims are other factors that hinder the success of implementing the Restorative Justice concept. By conducting normative research, this study aims to answer three research questions. First, how the concept of Restorative Justice is interpreted in handling criminal cases. Second, how the concept of Restorative Justice should ideally be interpreted in handling sexual violence cases. Third, how the implementation of the Restorative Justice concept in handling sexual violence cases by Law Enforcement Authorities in Indonesia is carried out through decisions and actual cases handled. To expand the knowledge base, this research also analyzes the application of Restorative Justice concept in several countries such as Canada, Victoria, Belgium, and New Zealand. The results of this research show that Restorative Justice principles should still be applicable in handling sexual violence cases, with the following considerations: First, it is essential to understand that Restorative Justice is not merely a mechanism for case termination; second, Victim-offender Mediation is not the only Restorative Justice mechanism that can be applied in sexual violence cases, and it may not always be the right choice given the fact that every victim of sexual violence has different psychological conditions; and third, a Restorative Justice facilitator in handling sexual violence cases must be equipped with comprehensive knowledge and proficiency, especially regarding the dynamics of control in sexual violence."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>