Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116903 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pramita Nastiti
"Kanker orofaring termasuk kedalam kanker kepala dan leher, dimana kanker terjadi di bagian tengah tenggorokan yang berada tepat di belakang rongga mulut. Pada stadium lanjut, kanker ini dapat menyebar ke organ yang jauh. Tiga puluh dari 772 penderita kanker ini (3,9%) memiliki bukti klinis adanya metastase sel kanker ke area tulang belakan (Suzuki et al, 2020). Penyebaran sel kanker ke daerah tulang sering disebut dengan penyakit metastasis tulang atau Metastatic Bone Disease (MBD). Adanya fraktur patologis di segmen vetebra merupakan salah satu tanda adanya penyebaran kanker ke daerah spinal. Saraf spinalis pun berisiko mengalami cedera karena berada tepat dibawah dan di sepanjang tulang belakang. Pada kasus ini pasien mengeluh kedua kakinya tidak mampu digerakkan dan tidak dapat mengontrol BAK. Hal ini menunjukan adanya cedera neurologis di bagian saraf spinalis pasien. Tatalaksana medis yang sudah dilakukan adalah berupa dekompresi dan stabilisasi posterior di daerah thorakal dan lumbal. Pemasangan implan tersebut tidak serta merta mengembalikan fungsi sensorik dan motorik pasien, sehingga diperlukan adanya latihan untuk mempertahankan bagian tubuh yang terdampak. Selama 5 hari penulis melakukan interveni ROM untuk mempertahankan kekuatan otot dan fleksibilitas sendi pasien. Penulis juga melibatkan keluarga dalam latihan yang dilakukan 2 kali sehari selama 30 menit. Hasil yang didapat adalah kekuatan motorik ekstremitas atas 5555/5555 dan motorik ekstremitas bawah 1111/1111. Jari-jari kaki kiri dapat bergerak minimal. Kontraksi otot pasien makin teraba dan terlihat walau sedikit. Tidak ada spastisitas pada otot, kontraktur sendi maupun deformitas.
Oropharyngeal cancer is included in head and neck cancer, where cancer occurs in the middle of the throat which is right behind the oral cavity. In advanced stages, this cancer can spread to distant organs. Thirty of the 772 cancer sufferers (3.9%) had clinical evidence of cancer cell metastases to the spine area (Suzuki et al, 2020). The spread of cancer cells to the bone area is often called metastatic bone disease (MBD). The presence of a pathological fracture in the spinal segment is a sign of the spread of cancer to the spinal area. The spinal nerves are also at risk of injury because they are located directly below and along the spine. In this case the patient complained that he could not move his legs and could not control his urination. This indicates a neurological injury to the patient's spinal cord. The medical treatment that has been carried out is in the form of decompression and posterior stabilization in the thoracic and lumbar areas. Installation of these implants does not immediately restore the patient's sensory and motor function, so training is needed to maintain the affected body parts. For 5 days the author carried out ROM intervention to maintain the patient's muscle strength and joint flexibility. The author also involves the family in exercises which are carried out twice a day for 30 minutes. The results obtained were upper extremity motor strength 5555/5555 and lower extremity motor strength 1111/1111. The toes of the left foot can move minimally. The patient's muscle contractions become more palpable and visible, although slightly. There is no spasticity in muscles, joint contractures or deformities."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
PR-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yoses Rivano Bakara
"Latar belakang: Kanker merupakan penyakit dengan insidensi yang berkembang pesat. Salah satu dari jenis kanker tersebut adalah kanker orofaring. Kanker orofaring mempunyai beberapa faktor risiko salah satunya Human Papillomavirus (HPV). Terdapat peningkatan insidensi karsinoma sel skuamosa orofaring yang terkait dengan HPV. Mahasiswa medis memegang kontribusi yang penting dalam diagnosis, skrining, dan vaksinasi HPV untuk menekan perkembangan kanker orofaring yang terkait HPV, namun memiliki tingkat pengetahuan yang kurang mengenai kanker orofaring yang terkait HPV. Belum pernah ada penelitian di Indonesia terkait pengetahuan kanker orofaring yang terkait HPV pada mahasiswa ilmu kesehatan.
Tujuan: Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan terhadap kanker orofaring yang terkait HPV.
Metode: Penelitian deskriptif analitik potong lintang pada 1004 mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan menggunakan kuesioner yang telah diadaptasi serta diuji validitas dan reliabilitasnya.
Hasil: Mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan yang tidak memadai pada semua aspek pertanyaan. Jumlah responden dengan tingkat pengetahuan yang memadai untuk pengetahuan secara keseluruhan adalah 8,6%, pengetahuan umum HPV 42,2%, pengetahuan tentang kanker orofaring terkait HPV 2%, dan tingkat pengetahuan vaksin HPV 14,9%. Usia, jenis kelamin, tahun masuk, dan asal fakultas membedakan tingkat pengetahuan keseluruhan, pengetahuan umum HPV, dan pengetahuan tentang vaksin HPV. Selanjutnya, tingkat pengetahuan kanker orofaring terkait HPV dibedakan oleh tahun masuk dan asal fakultas.
Kesimpulan: Tingkat pengetahuan mahasiswa Rumpun Ilmu Kesehatan UI terhadap HPV, kanker orofaring yang terkait HPV, serta vaksin HPV belum memadai. Tingkat pengetahuan secara umum dibedakan oleh faktor usia, jenis kelamin, tahun masuk, dan asal fakultas.

Background: Cancer is a disease with a rapidly growing incidence. One of these types of cancer is oropharyngeal cancer. Oropharyngeal cancer has several risk factors, one of which is the Human Papillomavirus (HPV). There is an increased incidence of HPV related squamous cell carcinoma of the oropharynx. Medical students play an important contribution in the diagnosis, screening, and vaccination of HPV to suppress the development of HPV-related oropharyngeal cancer, but have a lack of knowledge about HPV-related oropharyngeal cancer. There has never been any research in Indonesia assessing knowledge on HPV related oropharyngeal cancer in health science cluster students.
Objective: To determine the level of knowledge of Health Sciences Cluster students regarding HPV related oropharyngeal cancer.
Method: Cross-sectional analytic descriptive study on 1004 health sciences cluster students using a questionnaire that has been adapted and tested for its validity and reliability.
Results: The majority of respondents have an inadequate level of knowledge on all aspects of the question. The percentage of respondents with an adequate level of overall knowledge was 8.6%, general knowledge of HPV 42.2%, knowledge of HPV-related oropharyngeal cancer 2%, and knowledge of HPV vaccine 14.9%. Age, sex, year of entry, and faculty origin differentiated the level of overall knowledge, general knowledge of HPV, and knowledge of the HPV vaccine. Furthermore, the level of knowledge of HPV-related oropharyngeal cancer was differentiated by year of entry and faculty origin.
Conclusion: The level of knowledge of health sciences cluster students on HPV, HPV related oropharyngeal cancer, and the HPV vaccine is inadequate. The level of knowledge is generally differentiated by factors of age, gender, year of entry, and faculty origin.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Robby Susanto
"Latar Belakang. Saturasi oksigen merupakan pengukuran rutin pada pasien dengan pipa endotrakea ataupun dengan masalah pernafasan / oksigenasi dan merupakan standar pemantauan oksigenasi dari ASA dan WHO. Oksimeter denyut jari menjadi pilihan utama karena mudah digunakan. Pemantauan saturasi oksigen sering bermasalah karena lokasi di perifer terdapat kelainan , misalnya karena luka bakar, hipoperfusi. Diperlukan alternatif pemantauan saturasi antara lain dengan modifikasi oksimeter denyut orofaring. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kesesuaian hasil pengukuran antara modifikasi oksimeter denyut orofaring dan oksimeter denyut jari. Metode. Penelitian analitik observasional dengan rancangan potong lintang terhadap pasien ASA 1 dan ASA 2 terintubasi yang menjalani pembedahan di RSCM Jakarta periode Agustus-September 2017. Sebanyak 26 pasien diambil secara konsekutif, setiap pasien dilakukan dua pengukuran saturasi dengan oksimeter denyut jari dan modifikasi oksimeter denyut orofaring, pencatatan dilakukan setiap 5 menit selama 30 menit . Analisis data menggunakan uji kesesuain Bland-Altman. Hasil. Rerata hasil pengukuran oksimeter jari sebesar 98,53 SD 0,896 , dan rerata hasil pengukuran modifikasi oksimeter denyut orofaring sebesar 98,35 SD 1,238 . Analisa uji Bland Altman pada semua waktu pengukuran mendapatkan rerata selisih antara oksimeter denyut jari dan modifikasi oksimeter denyut orofaring sebesar 0,19 , dengan interval kepercayaan 95 sebesar 0.07-1,79 dan dengan limit of agreement sebesar -1,42 ndash; 1,79. Simpulan. Pengukuran dengan metode modifikasi oksimeter denyut orofaring memiliki kesesuaian yang sangat baik dengan oksimeter denyut jari.

Background. Oxygen saturation is an important routine measurement in patients with endotracheal tubes or with respiratory oxygenation problems and standard oxygenation monitoring from ASA and WHO. Finger pulse oxymeter is the first choice because of its easy use. Oxygen saturation monitoring often has problems if the peripheral site has abnormalities due to several things, because. Alternative saturation monitoring is required, modification oropharyngeal pulse oxymeter is one choice. This study aims to compare the agreement of the measurement results between the modification of the oropharynx pulse oximeter and the finger pulse oximeter. Method. An observational analytic study with cross sectional design which observe ASA 1 and ASA 2 patients who were intubated and undergo surgery at RSCM Jakarta period August September 2017. Total 26 patients were taken consecutively, each patient were performed finger pulse oximeter and modification oropharyngeal pulse oxymeter, recorded every 5 minutes for 30 minutes. Analysis using agreement test Bland Altman. Results. The mean of measurement with finger oximeter was 98,53 SD 0,896 , and mean of measurement result with modification oropharyngeal pulse oximeter was 98,35 SD 1,238 . Analysis with Bland Altman test at all measurement time got mean difference between finger pulse oximeter and modification oropharyngeal pulse oximeter of 0.19, with 95 confidence interval equal to 0.07 1,79 and with limit of agreement equal to 1,42 1,79. Conclusion. Measurements with the modification oropharyngeal pulse oximeter method have good agreement with finger pulse oximeter."
Depok: Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasnan Habib
"Latar belakang: Difagia atau gangguan menelan merupakan gejala yang dapat memperburuk morbiditas dan mortalitas pasien yang mengalaminya baik yang bersifat mekanik maupun neurogenik. Keluhan ini sering ditemui pada poli rawat jalan THT RSCM terutama di poli THT divisi Bronkoesofagologi. Sampai saat ini belum ada instrumen yang bersifat patient reported outcome untuk skrining disfagia, sehingga dalam penelitian ini dilakukan adaptasi kuesioner EAT-10 ke bahasa Indonesia. Kuesioner ini dirancang untuk menilai keparahan gejala disfagia yang sudah banyak digunakan di berbagai negara yang sudah diadapatasi ke bahasa masing-masing negara.
Tujuan: Mengetahui validitas dan reliabilitas kuesioner EAT-10 versi bahasa Indonesia serta mengetahui nilai kepositifan EAT-10 versi bahasa Indonesia terhadap pemeriksaan FEES.
Metode: Pasien-pasien dengan gejala disfagia atau gangguan menelan yang terlebih dahulu didiagnosis dengan pemeriksaan FEES yang datang ke poli THT divisi Bronkoesofagologi. Pemeriksaan FEES dengan serat optik lentur untuk melihat kriteria objektif secara struktur anatomi dan gerakan refleks menelan daerah orofaring, kemudian dilakukan anamnesis dan diminta untuk mengisi kuesioner EAT-10 yang sudah diadaptasi ke bahasa Indonesia dengan metode WHO. Uji validitas dilakukan dengan uji korelasi spearman correlation coefficient, dianggap signifikan bila nilai p<0,05. Uji reliabilitas dengan konsistensi internal mencari nilai Cronbach α di atas 0,6 untuk masing-masing dan keseluruhan pertanyaan.
Hasil: Penelitian melibatkan 50 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Kuesioner EAT-10 ini memiliki nilai p dan korelasi yang signifikan (0,00) untuk setiap pertanyaan walaupun pada pertanyaan keenam yaitu “rasa sakit saat menelan” memiliki kekuatan korelasi yang lemah (0,408). Kuesioner ini juga memiliki Cronbach α di atas 0,6 untuk masing-masing pertanyaan (0,9) dan memiliki kepositifan 80% terhadap pemeriksaan FEES.
Kesimpulan: Instrumen EAT-10 versi bahasa Indonesia telah diadaptasi lintas budaya (transcultural), valid dan reliabel sebagai instrumen untuk menilai gejala pada disfagia serta memiliki nilai kepostifan yang baik terhadap pemeriksaan FEES.

Backround: Disphagia or swallowing disorder is a symptom that can exacerbate the morbidity and mortality of patients who experience it, both mechanical and neurogenic type. This complaint is often found in the RSCM ENT outpatient clinic, especially in the ENT polyclinic Bronchoesophagology division. Until now there was no patient reported outcome instrument that used for screening of dysphagia, so in this study an adaptation of the EAT-10 questionnaire to Indonesian version was carried out. This questionnaire is designed to assess the severity of dysphagia symptoms which have been widely used in various countries that have been adapted to the language of each country.
Objective: To determine the validity and reliability of the Indonesian version of the EAT-10 questionnaire and also to determine the positivity value between EAT-10 Indonesian version towards FEES examination.
Methods: Patients with symptoms of dysphagia or swallowing disorders diagnosed by FEES examination who came to the ENT Bronchoesophagology outpatient clinic and has been diagnosed with dysphagia by FEES examination. First of all FEES examination objectively evaluate anatomical structure and swallowing reflex in the oropharynx, then anamnesis was carried out and asked to fill out the EAT-10 questionnaire which had been adapted to Indonesian using the WHO method. The validity test was carried out using the Spearman correlation coefficient test. It was considered significant if the p value <0,05. The reliability test with internal consistency looks for a Cronbach α value above 0,6 for each and all questions.
Results: The study involved 50 subjects who met the inclusion criteria. This EAT-10 questionnaire has a significant p-value (0,00) and correlation for each question even though the sixth question “pain when swallowing” has a weak (0,408) correlation strength. This questionnaire also has a Cronbach α above 0,6 for each question (0,9) and has 80% positivity value towards FEES examination.
Conclusion: The Indonesian version of the EAT-10 instrument has been adapted cross-culturally, is valid and reliable as an instrument for assessing symptoms of dysphagia and also has a good positivity value towards FEES examination
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Diah Artanti Sekarayu Budi Sarwono
"Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang paling umum. Sebagaimana diketahui, kanker suatu jaringan dapat menyebar atau bermetastasis ke jaringan lain sebagai kanker sekunder, di mana pada kanker payudara 90% kematian selama pengobatan dikaitkan pada metastasis. Penelitian ini fokus kepada karakteristik metastasis bone only sebagai subtipe metastasis tulang kanker payudara yang belum banyak diteliti walaupun angka kelangsungan hidup (survival)nya paling bagus dibandingkan bila metastasis ke organ/tempat lainnya. Gambaran karakteristik pasien KPD BMO yg berobat di RSCM juga belum pernah diteliti. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional deskriptif dengan desain studi cross sectional dengan teknik sampel total sampling. Terdapat 1278 pasien KPD metastasis yg berobat di RSCM 2017-2022. Didapatkan 148 pasien KPD BMO, namun karena ketidak lengkapan informasi di hasil pemeriksaan penunjang maka yang masuk kriteria inklusi penelitian ini adalah 47 pasien. Dari 47 pasien, ditemukan karakteristik 100% perempuan, rentang usia terbanyak 45-64 tahun (70,2%), 46,8% bersuku Jawa, 85,1% dalam usia menopause, dengan sebagian besar kanker karsinoma duktal invasif (85,1%) grade 2 (68,1%) dan subtipe luminal A (42,6%). Kasus Denovo sebanyak 48,9%. Ditemukan metastasis multiple (91,5%) lesi osteolitik(29,8%) , dan berlokasi di Os. Vertebrae (31,7%). Sejalan dengan penelitian sebelumnya dan faktor risiko metastasis bone only, sehingga dapat dilakukan studi lanjutan berupa studi analitik maupun genomic untuk mengkonfirmasi hubungan kausalitas tiap variabel.

Breast cancer is one of the most common types of cancer. As we know, cancer in one tissue can spread or metastasize to other tissues as secondary cancer, where in breast cancer 90% of deaths during treatment are attributed to these metastases. This study focuses on the characteristics of bone only metastases as a subtype of breast cancer bone metastases that has not been widely studied although its survival is better than breast cancer which metastases to other organs. This research uses a descriptive observational research design with a cross sectional study design with a total sampling technique. We found 1278 breast cancer with metastasis treated in RSCM within 2017-2022. There are 148 breast cancer bone metastasis only, but only 47 patients were included in the research due to the completed radiology data. Of the 47 patients, the characteristics of the 47 patients were 100% female; 70,2% aged 45-64 years-old ;46,8% Javanese ; 85,1% in menopausal age, 68,1% with grade 2 invasive ductal carcinoma and 42,6% luminal A subtype; 48,9% Denovo cases ; 91,5% suffered from Multiple osteolytic lesion metastases and 31,7% were located in Os. Vertebrae. In line with previous research and risk factors for bone only metastasis, further studies can be carried out in the form of analytical or genomic studies to confirm the causal relationship between each variable."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adisa Yusuf Reksoprodjo
"Metastatic Bone Disease (MBD) merupakan tempat penyebaran jauh terbanyak ketiga setelah paru dan liver. Hal ini menimbulkan morbiditas yang tidak sedikit dan pada akhirnya memengaruhi kualitas hidup dan kesintasan pasien. Penelitian ini menggunakan studi potong lintang di RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan total sampling. Pasien yang terdiagnosis MBD selama periode 2008 - 2018 dilihat karakteristik, kesintasan, dan jika masih hidup, dilakukan penghitungan skor fungsional menggunakan kuesioner SF-36 dan MSTS. Terdapat 113 pasien MBD dengan rerata usia 54,34 ± 11,09, 69% perempuan, 24,8% tumor primer dari paru, 17,7% dari mammae, 16,8% dari tiroid. 55,8% lesi MBD terdapat pada ekstremitas dan 74,3% merupakan lesi soliter. 65,5% pasien tidak menjalani operasi, namun 78,8% mendapatkan bisfosfonat dan 51,3% mendapatkan radioterapi. Sebanyak 82,3% pasien sudah meninggal, sehingga terdapat 20 pasien yang masih hidup. SF-36 menunjukkan rentang median 40,0 - 100,0 dari 8 skala yang ada. MSTS ekstremitas atas rerata 45,55 ± 24,46 dan ekstremitas bawah median 26,67 (20,00 - 60,00). Analisis bivariat menunjukkan hubungan antara pembedahan dengan kesintasan (P=0,034). Analisis multivariat menunjukkan operasi memiliki peluang terhadap kesintasan yang lebih baik sebesar 2,8 kali (95%CI 1,1 - 7,6). Operasi memiliki hubungan yang bermakna terhadap kesintasan pasien MBD.

Metastatic Bone Disease (MBD) is the third distant sites after lungs and liver. This creates morbidity and affect patient s quality of life and survival. This study uses cross sectional design with total sampling at one tertiary referral center. MBD patient during 2008 - 2018 were evaluated for characteristics, treatment received, and survival rate. Survived patients were evaluated for functional score with SF-36 and MSTS. From 113 patients, with mean age of 54,34 ± 11,09, 69% were female, 24,8% were lung primary tumor, 17,7% from breast tumor, and 16,8% from thyroid tumor. 55,8% of the lesions were from extremity and 74,3% were solitary lesions. 65,5% patients did not get a surgery, 78,8% were given bisphosphonates, and 51,3% got a radiotherapy treatment. 82,3% patients were already died, so we got 20 patients that were still alive and being evaluated for the functional score. SF-36 shows median of 40,0 - 100,0 from 8 scales, and upper extremity MSTS results mean 45,55 ± 24,46, and lower extremity MSTS results median 26,67 (20,00 - 60,00). Bivariate analysis shows statistically significant association of surgery with survival (P=0,034). Multivariate analysis shows surgery has a 2,8 times higher chance of survival (95%CI 1,1 - 7,6). Surgery has a significant association with MBD patient survival."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55548
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Deryl Ivansyah
"Pendahuluan: Metastatic Bone Disease (MBD) merupakan tempat penyebaran jauh terbanyak ketiga setelah paru dan liver. Hal ini menimbulkan morbiditas yang tidak sedikit dan pada akhirnya memengaruhi kualitas hidup dan kesintasan pasien. Metode: Penelitian ini menggunakan studi potong lintang di RSUPN Cipto Mangunkusumo dengan total sampling. Pasien yang terdiagnosis MBD selama periode 2008 – 2018 dilihat karakteristik, kesintasan, dan jika masih hidup, dilakukan penghitungan skor fungsional menggunakan kuesioner SF-36 dan MSTS. Hasil: Terdapat 113 pasien MBD dengan rerata usia 54,34 ± 11,09, 69% perempuan, 24,8% tumor primer dari paru, 17,7% dari mammae, 16,8% dari tiroid. 55,8% lesi MBD terdapat pada ekstremitas dan 74,3% merupakan lesi soliter. 65,5% pasien tidak menjalani operasi, namun 78,8% mendapatkan bisfosfonat dan 51,3% mendapatkan radioterapi. Sebanyak 82,3% pasien sudah meninggal, sehingga terdapat 20 pasien yang masih hidup. SF-36 menunjukkan rentang median 40,0 – 100,0 dari 8 skala yang ada. MSTS ekstremitas atas rerata 45,55 ± 24,46 dan ekstremitas bawah median 26,67 (20,00 – 60,00). Analisis bivariat menunjukkan hubungan antara pembedahan dengan kesintasan (P=0,034). Analisis multivariat menunjukkan operasi memiliki peluang terhadap kesintasan yang lebih baik sebesar 2,8 kali (95%CI 1,1 – 7,6). Kesimpulan: Operasi memiliki hubungan yang bermakna terhadap kesintasan pasien MBD.

Introduction: Metastatic Bone Disease (MBD) is the third distant sites after lungs and liver. This creates quite morbidity and in the end affect the patient’s quality of life and survival. Methods: This study uses cross sectional design with total sampling at Cipto Mangunkusumo Hospital. MBD diagnosed patient during 2008 – 2018 were evaluated for characteristics, survival rate. Survived patient will evaluated for functional score with SF-36 and MSTS. Results: From 113 patients, with mean age of 54,34 ± 11,09, 69% were female, 24,8% were lung primary tumor, 17,7% from breast tumor, and 16,8% from thyroid tumor. 55,8% of the lesions were from extremity and 74,3% were solitary lesions. 65,5% patients did not get a surgery, 78,8% were given bisphosphonates, and 51,3% got a radiotherapy treatment. 82,3% patients were already died, so we got 20 patients that were still alive and being evaluated for the functional score. SF-36 shows median of 40,0 – 100,0 from 8 scales, and upper extremity MSTS results mean 45,55 ± 24,46, and lower extremity MSTS results median 26,67 (20,00 – 60,00). Bivariate analysis shows statistically significant association of surgery with survival (P=0,034). Multivariate analysis shows surgery has a 2,8 times higher chance of survival (95%CI 1,1 – 7,6). Conclusion: Surgery has a significant association with MBD patient survival."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ayuningtyas Setyoreni
"Latar Belakang : Metastasis tulang merupakan masalah pada pasien kanker paru karena memperburuk prognosis dan kualitashidup. Nyeri merupakan salah satugejala yang paling umum. Tatalaksana metastasis tulang pada pasien kanker paru meliputi terapi pada tumor primer, radioterapi pada lesi metastasis dan pemberian ibandronic acid.
Metode : Penelitian ini merupakan studi retrospektif. Kami mencatat pasien kanker paru bermetastasis tulang dan dirawat di rumah sakit pusat rujukan respirasi nasional Persahabatan Jakarta dari tanggal 1 Januari 2016 sampai 30 Juni 2018. Tujuan penelitian ini untuk mengevaluasi penurunan nyeri kanker yang berhubungan dengan metastasis tulang. Semua pasien menerima terapi ibandronic acid 6 mg intravena setiap bulan dan diukur skala nyerinya dengan menggunakan Visual Analogue Scale (VAS). Selain mendapat terapi ibandronic acid, setiap pasien juga mendapatkan modalitas terapi nyeri kanker lain seperti analgetik, radioterapi atau kombinasi keduanya.
Hasil : Lokasi lesi kanker paru bermetastasis ke tulang paling sering (dari 51/71 pasien) adalah vertebra 74 (43,79%), toraks 55 (32,54%) dan pelvis 28 (17,75%). Rerata jumlah pemberian ibandronic acid adalah 8 kali pemberian. Rentang waktu pemberian ibandronic acid dari tegak jenis adalah 6 bulan. Nyeri VAS setelah pemberian ibandronic acid berturut-turut nyeri VAS ringan (VAS 1-3) 14 (27,54%), nyeri VAS sedang (VAS 4-6) 37 (72,46%) dan nyeri berat (VAS 7-10) 0 (0%). Total waktu penurunan nyeri setelah pemberian ibandronic acid adalah 4 bulan. Rerata penurunan nyeri VAS pada grup nyeri VAS ringan-sedang terjadi setelah 5 kali pemberian sedangkan rerata penurunan grup nyeri VAS berat setelah 1 kali pemberian (p = 0.0001). Terdapat beberapa kejadian efek samping setelah pemberian ibandronic acid yang ditemukan pada 9 dari 51 subjek antara lain 2 (3,9%) ruam kulit, 3 (5,9%) mual dan muntah, 3 (5,9%) sakit kepala dan 1 (2,0%) demam.
Kesimpulan : Terapi ibandronic acid sangat bermanfaat untuk menurunkan nyeri kanker pada pasien kanker paru bermetastasis ke tulang

Background: Bone metastasis (BM) is one of the problems in lung cancer because it affects the prognosis and quality of life. Pain is most common symptom. The management of bone metastasis (BM) in lung cancer are treatment of primary cancer lesion, radiotherapy on the metastatic lesions and ibandronic acid.
Method : In this retrospective study, lung cancer patients with BM and treated in Persahabatan National Respiratory Referral Hospital, Jakarta, between January 1st 2016 and June 30th 2018 were enrolled. The aim of study was to evaluate the efficacy of ibandronic acid in the treatment of cancer pain caused by BM. All of patients received ibandronic acid 6 mg (intravenously) monthly and Visual Analogue Scale (VAS) was used to evaluate pain. All patients received other management cancer pain such as analgesics, radiotherapy or combination.
Results : Most BM lesions (51/71 cases) were located in vertebra 74 (43,79%), thoracic cage 55( 32,54%) and pelvic 28 (17,75%). The averages of administration of ibandronic acid 6 mg iv was 8 times. The mean time-to-treat of ibandronic acid since the first time of lung cancer diagnosis was 6 months. VAS pain scale after administration of ibandronic acid was classified to mild pain (VAS 1-3) 14 cases (27,54%), moderate pain (VAS 4-6) 37 cases (72,46%) and severe pain (VAS 7-10) 0 cases. Overall the decrease in VAS scale was seen after 4 times ibandronic acid administration. Pain was significantly improved after the fifth administration in patients which initially suffered from moderate to mild pain and was significantly improved immediately after the first administration in patients which initially suffered from severe pain (p=0,0001). The side effects caused by ibandronic acid was observed in 9 patients, in which 2 subjects (3,9%) had a rash skin, 3 subjects (5,9%) suffered nausea and vomiting, 3 subjects (5,9%) had headache, and 1 subject (2,0%) fever.
Conclusion : Ibandronic acid treatment was useful to relieve metastatic bone pain in lung cancer patients.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T55538
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Putu Gde Sanjaya
"[Tujuan: Mengidentifikasi korelasi dan insiden metastasis tulang pada pasien kanker prostat dengan Gleason Score (GS) dan Prostate Specific Antigen (PSA) yang rendah.
Material dan Metode: Studi deskriptif retrospektif pada pasien kanker prostat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo periode 2006-2011. Ada 478 pasien dengan kanker prostat. Pasien kanker prostat dengan PSA rendah, telah menjalani pemeriksaan histopatologi, dan bone scan diikutsertakan dalam studi, sehingga didapatkan 358 pasien sebagai subjek penelitian.
Nilai PSA diukur dengan sandwich electrochemiluminescent immunoassay. Pemeriksaan histopatologi diklasifikasikan menurut sistem grading Gleason dan dibagi menjadi 3 kategori: diferensiasi baik (GS ≤6), diferensiasi sedang (GS 7), dan diferensiasi buruk (GS 8-10). Bone scan dikerjakan dengan dengan agen radiofarmaka (Tc99m methylenendiphosphonate) dan kemudian gambar ditangkap dengan kamera gamma.
Hasil: Rerata usia 67.52±7.8 tahun, rerata GS 7.7±1.3, dan median PSA adalah 56.9 (rentang: 0,48-17000 ng/mL). Ada 11 orang pasien (3,0%) dengan bone scan positif dengan PSA <20 ng/mL dan GS<8. Lebih lanjut, ada 2 pasien (0,6%) dengan GS≤6 dan PSA<10 ng/mL memperlihatkan metastasis ke tulang.
Kesimpulan: Pada studi ini, ada sebagian kecil pasien mengalami metastasis tulang dengan PSA (PSA<10 mg/mL) dan GS (GS≤6) rendah., Objective This study was aimed to identify correlation and incidence of bone metastases in prostate cancer patient with low Gleason Score GS and Prostate Specific Antigen PSA Materials and Methods A descriptive restrospective study to patients with prostate cancer in Cipto Mangunkusumo Hospital in 2006 2011 There were 478 patient with prostate cancer Patients with prostate cancer who had PSA value histological examination and bone scan were included in the study resulting in 358 eligible patients for the study PSA value was measured using the sandwich electrochemiluminescent immunoassay Histological examination was graded according to Gleason rsquo s grading system and divided into 3 category well differentiated GS le 6 moderately differentiated GS 7 and poorly differentiated GS 8 10 Bone scan was done using radiopharmaceuticals agent Tc 99m methylenen diphosphonate and then the image was captured using gamma camera Results The mean age was 67 52 7 8 mean GS was 7 7 1 3 and median PSA was 56 9 range 0 48 17000 ng mL There were 11 patients 3 0 with positive bone scan with PSA]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yosi Sudarsi Asril
"ABSTRAK
Teknik Stereotactic Body Radiotherapy (SBRT) telah diimplementasikan pada center radioterapi di Indonesia untuk menangani kasus metastasis tulang. Pada studi kasus ini, dilakukan penelitian terhadap efek gerak pada target dalam kasus metastasis tulang menggunakan fantom homogen dan inhomogen untuk mensimulasikan keberadaan medium inhomogen yang berada di sekitar target. Kedua fantom memiliki interchangeable rod bawaan untuk bilik ionisasi, sedangkan untuk pengukuran film gafchromic EBT3 dan TLD, dibentuk suatu holder berbahan material Teflon. Untuk mengevaluasi dampak dari gerak target, dilakukan pengukuran secara statik dan pengukuran menggunakan pergerakan superior-inferior dengan amplitudo 5, 10, dan 20 mm. Pada pengukuran secara statik, didapatkan nilai standar deviasi <1,5 pada film gafchromic EBT3 dan <0,2 pada PTW N30013. Sedangkan pada pengukuran secara dinamik, didapatkan rentang standar deviasi 1,13~11,7, 9,5~28,6, dan 0,05~7,21 untuk masing-masing dosimeter film gafchromic EBT3, Exradin A16, dan PTW N30013. Evaluasi dosis target pada fantom homogen dan fantom inhomogen antara statik dan dinamik, didapatkan perbedaan dosis dengan rentang dosis sebesar 0,62 cGy~347,44 cGy. Pengukuran profil dosis pada fantom homogen dan inhomogen membuktikan bahwa adanya peningkatan amplitudo pada pergerakan 5 mm, 10 mm, dan 20 mm menghasilkan penurunan dosis yang sangat drastis pada titik target pengukuran

ABSTRACT
The Stereotactic Body Radiotherapy (SBRT) has been implemented in radiotherapy center in Indonesia to treat bone metastases. In this study, we simulated and explored the effect of target motion in SBRT of bone metastases using the homogeneous (002 H9K) and inhomogeneous (002 LFC) CIRS phantom to simulate the existance of inhomogenity medium near the target, with the holder for chamber. Both of phantom have interchangeable rod for ionization chamber, while for TLD and Gafchromic film EBT3, a holder was devised using Teflon material. In order to evaluate the impact of target motion, we did the measurements in static and superior-inferior movement with amplitudo of 5, 10, and 20 mm. The measurement in the static condition, has a the standard deviation <1,5 for gafchromic film EBT3 and < 0,2 for PTW N30013. While the measurement of superior-inferior dynamic motion, we obtained a decrease in the dose of the target volume with increasing amplitudes of the movements. In addition, the measurement in dynamic conditions results was in the range of 1,13~11,7, 9,5~28,6, dan 0,05~7,21 for Gafchromic Film EBT3, Exradin A16 and PTW N30013, respectively. Dose target evaluation of homogeneous and inhomogeneous phantom between static and dynamic, resulting differences in doses with a dose range of 0,62~347,44 cGy. The dose profile measurements result obtained proved that an increase amplitude of phantom movement from 5 mm, 10 mm and 20 mm resulted decrease in the dose drastically on target volume."
2016
T46226
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>