Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 93387 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Moza Nadia
"Lignocellulosic biomass (LCB) merupakan salah satu sumber daya yang paling banyak tersedia di alam yang kerap digunakan dalam penelitian pembakaran membara. Contoh biomasa lignoselulosa antara lain adalah tanah gambut, kertas, sabut kelapa, tembakau, jerami, dan batu bara. Sebelumnya, telah dilakukan beberapa penelitian terkait pembakaran membara pada tanah gambut di Laboratorium Thermodinamika, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian pembakaran membara pada biomasa lignoselulosa lainnya, seperti kertas. Penyalaan dan pembakaran bahan kertas dipengaruhi oleh moisture content (MC) sehingga perlu adanya pengeringan pada temperatur dan dalam waktu tertentu. Eksperimen dilakukan menggunakan lima sampel dengan tingkat MC yang berbeda (9.9%, 7.2%, 5.7%, 4.4%, dan 4.3%). Hasil percobaan menunjukkan bahwa hahan kertas sukar untuk membara dan mempertahankan pembakarannya pada MC >10% (tanpa pengeringan), bahan kertas dapat membara dan mempertahankan pembakarannya hingga ±10 menit setelah igniter dimatikan pada MC 7 – 10%, dan bahan kertas dapat membara dan mempertahankan pembakarannya hingga ±80 menit setelah igniter dimatikan pada MC ≤5.7%. Kemudian dapat diketahui hubungan antara moisture content dengan karakteristik penyebaran pembakaran membara bahan kertas dan besaran emisi yang dihasilkan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa sampel dengan MC 4% (~4.4 cm²/min dan 500 cm²) menghasilkan laju perambatan dan luas area bakar yang lebih besar dibandingkan dengan sampel dengan MC 5.7% (2.86 cm²/min dan 387.72 cm²). Konsentrasi CO dan rata – rata partikulat yang dihasilkan pada eksperimen dengan MC 4% adalah ~550 ppm(vol) dan 380.82 μg/m³ serta MC 5.7% adalah ~500 ppm(vol) dan 347.48 μg/m³.

Lignocellulosic biomass (LCB) is one of the most abundant resources available in nature and is often used in smoldering combustion research. The examples of lignocellulosic biomass are peat, paper, coconut fiber, tobacco, straw, and coal. Previously, several studies had been carried out regarding smoldering of peat soil at the Thermodynamics Laboratory, Faculty of Engineering, University of Indonesia. Therefore, there is a need for research on smoldering combustion on other lignocellulosic biomass, such as paper. Ignition and burning of paper are influenced by moisture content (MC), thus drying at a certain temperatue within certain minutes is necessary. Experiments were carried out using five samples with different MC levels (9.9%, 7.2%, 5.7%, 4.4%, and 4.3%). The experimental results show that paper material is difficult to smolder and maintain its combustion at MC > 10% (without drying). paper material can smolder and maintain its combustion up to ± 10 minutes after the igniter is turned off at MC 7 – 10%, and paper material can smolder and maintain its combustion up to ±80 minutes after the igniter is turned off at MC ≤5.7%. Therefore, we can find out the relationship between moisture content and the characteristics of the smoldering of paper and the amount of emissions produced. The experimental results show that the sample with MC 4% (~4.4 cm²/min and 500 cm²) produces a greater propagation rate and burn area compared to the sample with MC 5.7% (2.86 cm²/min and 387.72 cm²). The average concentration of CO and particulates produced in the experiment with MC 4% was ~550 ppm(vol) and 380.82 μg/m³ and MC 5.7% was ~500 ppm(vol) and 347.48 μg/m³."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2002
S37693
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agung Hermawanto
"Tanah merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Indikator yang sangat penting dalam tanah adalah kelembaban tanah. Beberapa penelitian mengindikasikan adanya hubungan yang kuat antara kandungan air tanah dengan suhu permukaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola sebaran kelembaban tanah di Kota Metro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode segitiga Sandholt, dimana menggunakan hubungan spasial antara suhu permukaan dan indeks vegetasi dengan Citra Landsat. Adapun alat yang digunakan yakni Citra Landsat ETM+7 dan TM 5. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta suhu permukaan, indeks vegetasi, dan tutupan lahan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelembaban tanah cenderung semakin kering pada tahun 2013. Penurunan luasan kelembaban pada kelas basah dari 1116,44 ha (2000) menjadi 681,3 ha (2013). Perubahan kelembaban tanah dipengaruhi oleh peningkatan suhu permukaan di Kota Metro, dari suhu minimal 17,550C (2000) menjadi 22,690C (2013). Pola kelembaban tanah yang terjadi cenderung semakin basah menjauhi pusat Kota Metro. Perbedaan variasi kelembaban tanah juga dipengaruhi oleh musim dan tutupan vegetasi. Tutupan lahan vegetasi alami (hutan/ semak) dan pertanian tanah basah memiliki kelembaban tanah lebih tinggi. Kelembaban tanah memiliki korelasi positif dengan indeks kerapatan vegetasi, dimana semakin tinggi indeks kerapatan vegetasi maka semakin tinggi pula kelembaban tanahnya.

Soil is an essential component for human life. The important indicator in soil is soil moisture. Some studies show a strong correlation between soil water content with surface temperature. The purpose of this study is to know the pattern of soil moisture in Metro City. The method used in this research is the triangle method from Sandholt, which uses spatial relationship between surface temperature and vegetation index with Landsat imagery. The result of this study is, soil moisture showed a tendency to increasingly dry in 2013.
This is evident from a decrease in the extent of moisture in the wet classes of 1116.44 ha in 2000 to 681.3 ha in 2013. This was influenced also by the increase in surface temperatures in Metro City, from 17,550C (2000) to 22,690C (2013) at the minimum temperature. Pattern getting wet soil moisture away from the center of Metro City. Differences in soil moisture variation is also influenced by the seasons and land cover. Natural vegetation land cover (forest / bush) and agriculture wet soil has a higher soil moisture. In addition soil moisture has a positive correlation with the index of vegetation density, where the higher the density of the vegetation index, the higher the humidity of the soil.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61710
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cholida Firdaus Muhandasa
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui estimasi kelembaban tanah di Daerah Aliran Ci Leungsi Hulu menggunakan pengukuran tidak langsung dari interpretasi citra Landsat 8 pada bulan April 2014 dan dilakukan validasi dengan pengukuran in situ oleh alat Soil Moisture Meter. Penelitian ini juga melihat faktor- faktor yang memengaruhi kelembaban tanah seperti kemiringan lereng, ketinggian, penggunaan tanah, dan jenis tanah. Hasil yang diperoleh, kelembaban tinggi berada di bagian Selatan DA Ci Leungsi Hulu. Penggunaan tanah hutan memiliki rata-rata kelembaban 0,77. Ketinggian lebih dari 1000 mdpl memilki rata-rata kelembaban 0.99. Berdasarkan analisis regresi linier perbedaan estimasi citra Landsat dan Soil Moisture Meter diperoleh angka 0,88 yang artinya kedua metode saling berhubungan cukup kuat.

This study purpose of this study is to estimate soil moisture in Ci Leungsi Hulu watershed using interpretation of Landsat imagery on April 2014 and then validated with in situ measurement using Soil Moisture Meter. This research also find influence factors; soil moisture slope, land use, elevation, and soil type. The high distribution soil moisture measurement generally can be found in Southern Ci Leungsi Hulu watershed. Land use highest average soil moisture can be found in forest (0,77). Elevation higher than 1000 mdpl shows average 0,99. Based on linier regression analysis, correlation value between both measurement is 0,88 which means both are significantly correlated."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S60889
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Satria Nugraha
"ABSTRAK
Sektor industri yang memproduk bahan kimia dan polimer sintetik sangat bergantung pada sumber daya fosil. Sumber daya fosil seperti minyak bumi semakin berkurang sehingga berdampak pada efektivitas biaya dan daya saing polimer. Biomassa lignoselulosa non-pangan seperti jerami padi sangat melimpah di Indonesia dan dapat digunakan sebagai pengganti sumber daya fosil untuk memproduksi prekursor petrokimia. Diketahui bahwa komponen selulosa adalah sumber utama untuk pembentukan levoglucosan LG . Karena kandungan selulosa yang tinggi, potensi jerami padi dapat diubah dengan pirolisis untuk menghasilkan bio-oil dan produk turunan menuju levoglucosan LG harus dikembangkan. Levoglucosan adalah senyawa intermediet penting karena dapat diubah menjadi prekursor bio-polimer asam adipat, bio-etanol, dll. Saat ini masih jarang penelitian yang berfokus pada rute yang menghasilkan LG melalui pirolisis. LG kemudian dapat mengalami reaksi lebih lanjut dan menghasilkan produk turunan. Untuk mendapatkan hasil tertinggi dari LG dalam bio-oil pada akhir pirolisis, suatu kondisi yang dapat menghambat reaksi lebih lanjut dari LG selama pirolisis berlangsung. Faktor sumber biomassa lignoselulosa dan komposisi, suhu, dan waktu tinggal disesuaikan dengan mengatur laju alir gas N2 kemungkinan besar sangat mempengaruhi komposisi produk yang terbentuk pada akhir pirolisis. Dalam penelitian ini, fast-pyrolysis jerami padi dilakukan dalam reaktor unggun tetap 5 gram biomassa pada rentang suhu yang berbeda 450 hingga 600oC , laju alir N2 antara 1200 hingga 1582 ml / menit untuk memaksimalkan hasil LG . Untuk mengkonfirmasi konten LG pada produk pirolisis diukur dengan instrumen GC-MS. Diketahui suhu dan waktu tinggal optimum adalah 500oC dan 1.582 ml/menit untuk mendapatkan yield levoglucosan sebesar 67,64 area kromatogram GC-MS . Kata kunci: biomassa, fast-pyrolysis, levoglucosan, lignoselulosa, waktu tinggal

ABSTRACT

The industrial sectors that produce synthetic chemicals and polymers rely heavily on fossil resources. Fossil resources such as petroleum are diminishing thus impacting on the cost effectiveness and competitiveness of polymers. Non food lignocellulosic biomass such as rice straw is very abundant in Indonesia and can be used as a substitute for fossil resources to produce petrochemical precursors. It is known that cellulose component is the main source for LG formation. Due to high contain of cellulose, the potential of rice straw can be transform by pyrolysis to produce bio oils and derivative products towards levoglucosan LG should be developed. Levoglucosan is important intermediet compound as it can be convert to the precursor of bio polymer adipic acid, bio ethanol, etc. Nowadays it rsquo s still rarely research focused on this mechanism route producing LG through pyrolysis. LG then can run into a further reaction and produce derivative products. In order to obtain the highest yield of LG in bio oil at the end of pyrolysis, a condition that may inhibit the further reaction of LG during pyrolysis takes place. The factor of lignocellulosic biomass source and composition, temperature, and holding time adjusted by N2 feed most likely greatly affect the composition of the product formed at the end of pyrolysis. In this study, fast pyrolysis of rice straw was performed in fixed bed reactor 5 grams of biomass under different temperatures ranges 450 to 600 oC , N2 flow rate 1200 to 1582 ml min to maximize the yield of LG. To confirm the content of LG on the pyrolysis product was measured by GC MS instruments. The maximum yield of LG was obtained at an optimal pyrolysis temperature of 500 C, 1.35 s of holding time."
2018
T50380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fazriah
"Kelembaban tanah merupakan jumlah kadar air dalam tanah yang terletak di atas water table yang berfungsi secara biologis untuk mengontrol pertumbuhan tanaman dan memengaruhi daur ulang ekologis. Dalam penelitian ini, kelembaban tanah yang diteliti berada di Universitas Indonesia Kota Depok dengan kondisi penggunaan lahan yang bervariasi dan kompleks dengan tujuan untuk melihat pola sebaran kelembaban tanah, serta hubungannya dengan penggunaan lahan. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif keruangan, dan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kelembaban atau jumlah kadar air dalam tanah pada tahun 2020, 2021, dan 2023 di Universitas Indonesia menunjukkan pola distribusi yang bervariasi dan berbeda. Pada bulan April tahun 2020-2021 distribusi kelembaban tanah sangat kering dengan pola yang meluas diarea sekitar lahan terbangun, dan mengalami peningkatan kelembaban di bulan Mei tahun 2020-2021. Selain itu, didapatkan nilai r = 0,92 yang menandakan bahwa penggunaan lahan sangat signifikan memiliki hubungan berpengaruh nyata dengan kelembaban tanah (soil moisture index). Maka peneliti menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara penggunaan lahan dengan kelembaban tanah di Universitas Indonesia.

Soil moisture is the amount of water content in the soil that lies above the water table which functions biologically to control plant growth and affect ecological recycling. In this study, the soil moisture studied was at the University of Indonesia, Depok City, with varied and complex land use conditions to see the pattern of distribution of soil moisture, as well as its association with land use. The method used is a spatial descriptive analysis and regression analysis. The results of the study show that the value of moisture or the amount of water content in the soil in 2020, 2021, and 2023 at the University of Indonesia shows a varied and different distribution pattern. In April 2020-2021 the distribution of soil moisture was very dry with an expanding pattern in the area around built-up land and experienced an increase in humidity in May 2020-2021. In addition, the value of r = 0.92 was obtained which indicated that land use had a very significant relationship with soil moisture index (soil moisture index). So the researchers concluded that there was a relationship between land use and soil moisture at the University of Indonesia."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinda Shafira Dwi Arlan
"

Peristiwa Indian Ocean Dipole ditahun 2019 telah menyebabkan beberapa kejadian kering di DAS Cilutung. Dibutuhkan informasi nilai kelembaban tanah baik secara spasial, temporal dan perubahannya untuk mengidentifikasi nilai kelembaban tanah sebagai faktor kekeringan di DAS Cilutung. Data Landsat 8 OLI-TIRS dimanfaatkan untuk mendapatkan nilai kelembaban tanah berdasarkan metode Soil Moisture Index (SMI) dengan menerapkan metode segitiga antara Land Surface Temperature (LST) dan Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). Penelitian ini melakukan analisis pola spasial kelembaban tanah dan mengidentifikasi karakteristik fisik yang terbentuk di wilayah dengan nilai kelembaban tanah kering dan sangat kering di DAS Cilutung selama periode bulan kering tahun 2019. Hasil penelitian menunjukan selama periode bulan kering tahun 2019 di DAS Cilutung nilai Soil Moisture Index akan semakin tinggi pada lereng yang curam, penggunaan tanahnya berupa semak belukar, hutan, dan pertanian lahan kering campuran, pada jenis tanah podsolik merah kuning sedangkan nilai Soil Moisture Index akan semakin rendah pada lereng datar, penggunaan tanah permukiman dan tanah terbuka, pada jenis tanah grumusol. Berdasarkan analisis pengelompokan metode K-Means, wilayah dengan nilai kelembaban tanah kering dan sangat kering memiliki karakteristik fisik lereng datar, penggunaan tanah hutan, seperti permukiman, pertanian lahan kering campuran, tanah terbuka dan sawah serta memiliki jenis tanah grumusol, latosol dan andosol.


The Indian Ocean Dipole event in 2019 has caused several drought events in the Cilutung Watershed. The information about the spatial and temporal soil moisture distribution along its changes is needed to identify soil moisture values as a drought factor in the Cilutung Watershed. The Landsat 8 OLI-TIRS data used to get the value of soil moisture based on Soil Moisture Index method by applying the triangle method between Land Surface Temperature (LST) and Normalized Difference Vegetation Index (NDVI). This study analyses the spatial patterns of soil moisture and identifies physical characteristics that are forming in the areas with dry and very dry soil moisture values in the Cilutung Watershed during the dry period in 2019. The results showed that in the Cilutung Watershed during the dry month period in 2019, the Soil Moisture Index value would be higher on steep slopes, with the land-use consisting of shrubs, forests and mixed dryland agriculture, with the type of soils, red-yellow podzolic while the Soil Moisture Index value would be lower on the flat slopes, with the land-use consisting of residential land and open land, with the type of soils grumusol. Based on the K-Means grouping analysis method, the areas with dry and very dry soil moisture values in the Cilutung Watershed tends to have physical characteristics of flat slopes, the type land use such as settlement, mixed dryland agriculture, open land and rice fields, with the soil types grumusol, latosol and andosol.

"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titiek Islami
Semarang: IKIP Semarang, 1995
631.4 TIT h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Pither Palamba
"ABSTRAK
Kompleksitas masalah kebakaran di lahan gambut membatasi pemahaman kuantitatif perilaku penyebaran bara api ke dalam lapisan gambut dan peran parameter kunci seperti moisture content, densitas dan ketersediaan oksigen. Banyak penelitian tentang pembakaran membara pada lapisan gambut sudah dilakukan baik secara eksperimental, pemodelan maupun studi lapangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembakaran membara pada lahan gambut antara lain moisture content, densitas, porositas, kecepatan angin dan lain-lain. Penelitian ini meliputi serangkaian pengujian untuk mendapatkan gambaran yang dapat menjawab fenomena pembakaran membara pada lapisan gambut.
Beberapa peneletian yang fokus pada pengaruh moisture content belum memperhitungkan adanya tahapan evaporasi dan pengeringan (yang mendahului pirolisis dan pembakaran) pada smoldering front sehingga parameter hasil pengujian ditentukan berdasarkan initial moisture content sebelum pembakaran berlangsung. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pembakaran yang melibatkan tahapan-tahapan preheating, evaporation, drying, pyrolisis dan char oxidation pada lapisan gambut dengan moisture content yang meningkat seiring kedalaman sampel, yang menyerupai kondisi riil di lahan.
Penyiapan sampel dilakukan dengan mengeringkan sampel gambut yang masih basah (hasil sampling) pada temperature 105 ℃ masing-masing selama 4, 8, 12, 16, 20 dan 24 hours. Sampel hasil pengeringan tersebut dimasukkan ke dalam reaktor berukuran luas 10 cm × 10 cm dengan kedalaman 20 cm, pada lapisan masing-masing setebal 2.5 cm sehingga didapatkan sampel gambut dengan lapisan yang kering di permukaan (MC ~ 8.5 %) hingga lapisan yang masih basah (raw peat) di dasar reaktor. Pengukuran smoldering spread, evaporation rate, dan mass loss (yang termasuk evaporation rate) dilakukan dengan instrumen termokopel, soil moisture sensor dan weight balance secara real time.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pembakaran membara pada lapisan gambut dapat mencapai hingga lapisan yang sangat basah jika tersedia kalor yang cukup untuk mengeringkan dan membakarnya. Laju penguapan/pengeringan, perambatan bara dan kedalaman terbakar tergantung dari tebal lapisan kering yang mampu terbakar sebagai heat generation yang sebagian akan ditransfer untuk proses pemanasan, penguapan, pyrolysis, dan pembakaran. Dalam hal ini, pembakaran membara tidak merambat/menyebar pada lapisan gambut dengan moisture content (yang tinggi) tetapi smoldering front akan selalu berbatasan dengan lapisan yang kering. Pembakaran akan berhenti jika kalor pembakaran sama atau kurang dari jumlah yang diserap untuk penguapan dan ini merupakan titik kritis terjadinya extinction (pemadaman).

ABSTRACT
A considerable amount of experiments regarding smoldering combustion of peat had been conducted through various methods of experiment, modeling and fields study, with factors affecting the smoldering combustion of peatlands, including moisture content, density, porosity, wind speed, etc. However, it can be seen that some researches that focus on the influence of moisture content did not consider the evaporation and drying stages of the smoldering front, thus the parameters of the test results were determined based on initial moisture content prior to combustion. This experiment was conducted in order to study the smoldering combustion of the peat layer which resembles the real conditions in the field, which involves the stages of preheating, evaporation, drying, pyrolysis, and char oxidation.
Sample with a stratified moisture content that is increasing with the depth was prepared by drying the raw peat sample (sampling results) at 105 ℃ for 4, 8, 12, 16, 20 and 24 hours. The preparations samples then placed into the reactor of 10 cm x 10 cm with a depth of 20 cm, with each layer of peat with different moisture content at 2.5 cm thick, thus obtaining a layered peat configuration with the dry peat layer on the surface (MC ~ 8.5 %) and the wet peat layer (raw peat) at the bottom of the reactor. Measurements of smoldering spread rate, evaporation rate, and mass loss (including evaporation) rate were gathered through instruments of thermocouple, soil moisture sensor and weight balance, respectively, in real time.
The results from the experiment suggested that the evaporation rate, smoldering propagation, and depth of burn depended on the thickness of the burnable dry peat layer, or equivalent to the available amount of heat, which will be partially absorbed for heating and evaporation, pyrolysis and combustion processes. Therefore, smoldering combustion can not propagate on the moist peat layer, because it will always start with evaporation and drying process. The smoldering front will always be bordered by dry peat layer up to the point where the heat generated is equal or less than the amount needed for evaporation, which is the critical point of extinction"
2018
D2533
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica Joanne Mahardhika
"Dewasa ini, User Generated Content (UGC) merupakan salah satu media utama bagi konsumen untuk membangun keterikatan dengan merek (customer brand engagement) dengan mengaitkan nilai fungsional dan nilai emosional yang dirasakan pengguna UGC. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti content quality, design quality, dan technology quality UGC yang dapat mempengaruhi keterikatan konsumen dengan merek (customer brand engagement), melalui nilai fungsional dan emosional sebagai mediator pada hubungan tersebut. Penelitian ini menggunakan model yang terdapat pada teori Stimulus-Organisme-Respons (S-O-R). Responden pada penelitian ini merupakan generasi Z dan milenial berusia 18-41 tahun, memiliki akun media sosial Youtube, Instagram, dan/atau Tiktok, serta pernah melihat UGC selama satu bulan terakhir. Kuesioner disebarkan secara online. Data sebanyak 286 responden yang terdapat pada penelitian utama diolah dengan menggunakan metode Partial Least Square-Structural Equation Model (PLS-SEM). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum, nilai fungsional dan emosional memiliki peran sebagai mediator dalam hubungan antara kualitas UGC dan keterikatan konsumen dengan merek (customer brand engagement). Secara lebih lanjut, ditemukan bahwa content quality mampu memberikan pengaruh positif terhadap keterikatan konsumen dengan merek (customer brand engagement) dengan bantuan nilai fungsional dan nilai emosional sebagai mediator. Kemudian, technology quality dapat memberikan pengaruh positif terhadap keterikatan konsumen dengan merek (customer brand engagement) dengan bantuan nilai emosional dan design quality dapat memberikan pengaruh positif terhadap keterikatan konsumen dengan merek (customer brand engagement) dengan bantuan nilai emosional.

Nowadays, User Generated Content (UGC) is one of the main media for consumers to build brand engagement by linking the functional value and emotional value felt by UGC users. The purpose of this study is to examine the content quality, design quality, and technology quality of UGC that can affect consumer brand engagement, through functional and emotional values as mediators in the relationship. This study uses the model contained in the Stimulus-Organism-Response (S-O-R) theory. Respondents in this study were Generation Z and millennials aged 18-41 years, had social media accounts on Youtube, Instagram, and/or Tiktok, and had seen UGC for the past month. Questionnaires were distributed online. The data of 286 respondents in the main study was processed using the Partial Least Square-Structural Equation Model (PLS-SEM) method. The results of this study indicate that in general, functional and emotional values have a role as a mediator in the relationship between UGC quality and consumer brand engagement. Furthermore, it was found that content quality was able to have a positive influence on consumer brand engagement with the help of functional values and emotional values as mediators. Then, technology quality can have a positive influence on consumer brand engagement with the help of emotional values and design quality can have a positive influence on consumer brand engagement with the help of emotional values."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>