Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 104117 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Naufal Dicky Pradityo
"Pemain berinteraksi dengan video game melalui berbagai aktivitas di luar bermain, seperti modding, spectatorship, dan transaksi virtual goods. Dalam kasus DOTA 2, pemain secara aktif berpartisipasi dalam produksi dan distribusi cosmetic item. Riset ini mengeksplorasi dinamika cosmetic item sebagai media-oriented practice dengan mengkaji sirkulasi virtual goods dalam komunitas DOTA 2 sebagai bentuk budaya partisipatoris. Riset ini menerapkan pendekatan kualitatif dan paradigma konstruktivis-interpretif dengan metode studi kasus. Temuan menunjukkan bahwa praktik penggunaan dan sirkulasi cosmetic item terorganisir secara sosial dalam komunitas pemain DOTA 2 serta dalam kehidupan pribadi masing-masing pemain. Aktivitas bermain, menggunakan, dan mengoleksi cosmetic item mengonstruksi secara sosial pengalaman pribadi setiap pemain.

Players engage with video games through a variety of activities outside of gameplay, such as modding, spectatorship, and transactions of virtual goods. In the case of DOTA 2, players actively participate in the production and distribution of cosmetic items. This research aims to explore the dynamics of cosmetic items as media-oriented practices by looking at virtual goods circulation within the DOTA 2 community as a form of participatory culture. This research uses a qualitative approach alongside a constructivist-interpretive paradigm through a case study method. Findings suggest that the practice of using and circulating cosmetic items is socially organised not only within the DOTA 2 community, but also within each player’s personal lifes. The practice of playing, using, and collecting cosmetic items socially constructs each player’s personal experience."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lutfi Kamili Juliandri Ibrahim
"Industri video gim merupakan salah satu industri di mana perkembanganya sangat cepat. Akibat besarnya saingan dan keruhnya pasar, munculah satu strategi bisnis yang sifatnya disruptif dan mengubah pola bisnis dari seluruh industri gim yaitu free-to-play. Dengan akses yang gratis, video gim berubah secara efektif menjadi alat distribusi dan produk utama yang ditawarkan adalah barang virtual yang tersedia di dalam permainan melalui strategi monetisasi yang disebut dengan mikro transaksi. “DotA 2” merupakah salah satu gim yang sukses dalam mengimplementasikan mekanisme monetisasi video gim. Melalui studi kualitatif karya tulis ini akan melihat bagaimana “DotA 2” mengimplementasikan desain dari video gim mereka untuk menciptakan kebutuhan akan barang virtual dan juga memberikan harga moneter kepada komoditas yang mereka tawarkan. Kita akan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi mekanisme monetisasi, strategi monetisasi dan juga implemtasi dari kebijakan-kebijakan Valve.

Video game industry is one of the fastest growing industry. Due to tight competition in the market, come one of the most unique business strategies in the video game world that is free-to-play. With free access, video game effectively turned into a marketing tool rather than a retail product, with its main sales comes from virtual goods. Its sales come from a monetization practice that is called microtransaction. Through qualitative studies this paper will look on how Valve developer of ‘DotA 2” implement its design as a marketing tool to sell microtransaction through game design and implementation of game mechanics. And also, to look on another factor that effect on monetization mechanics, monetization mechanics or policy that effect the implementation of microtransaction."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Angga Kurniawan
"Perusahaan XYZ merupakan perusahaan media dan komunitas yang menerapkan Scrum dalam proses pengembangan aplikasi pendukung bisnis utama. Hasil identifikasi masalah melalui wawancara dengan Chief Technology Officer dan Chief Product Officer menunjukan bahwa salah satu akar permasalahan yang terjadi adalah ada Scrum Events yang tidak terlaksana dan tim Scrum tidak mengimplementasikan panduan Scrum dengan tertib. Penelitian ini mengevaluasi tingkat kematangan implementasi Scrum menggunakan Standard CMMI Appraisal Method for Process Improvement (SCAMPI C). Peneliti menggunakan Scrum Maturity Model (SMM) sebagai model untuk menghitung kematangan. SMM ini telah diperbarui dengan mengikuti Scrum Guide 2020 dan best practices Scrum tahun 2020- 2021 yang diperoleh dari studi literatur. Peneliti juga menyebarkan kuesioner kepada 33 orang responden yaitu tim produk dan tim teknologi XYZ untuk afirmasi pencapaian appraisal. Penelitian ini merekomendasikan perbaikan implementasi menggunakan pendekatan Plan, Do, Check, Act (PDCA) Cycle oleh Deming’s. Hasil evaluasi tingkat kematangan implementasi Scrum di XYZ adalah Level 2. Peneliti merekomendasikan beberapa praktik perlu diterapkan dan ditingkatkan di Objectives Scrum Role Exist, Scrum Meetings Occur and are Participated, dan Daily Scrum Successed. Jika diterapkan secara konsisten, diharapkan dapat memperbaiki kualitas implementasi Scrum di XYZ.

XYZ Company is a media and community company that app;lies Scrum in the process of developing key business support applications. The results of problem identification through interviews with the Chief Technology Officer and Chief Product Officer showed that one of the root causes of the problem was that Scrum Events were not implemented and the Scrum team did not implement the Scrum guidelines strictly. This research evaluates the maturity level of Scrum implementation using the Standard CMMI Appraisal Method for Process Improvement (SCAMPI C). Researchers used the Scrum Maturity Model (SMM) as a model for calculating maturity. This SMM has been updated by following the 2020 Scrum Guide and Scrum best practices in 2020-2021 obtained from the literature study. We also distributed questionnaires to 33 respondents from the product team and the XYZ technology team, to affirm the appraisal result. This research recommends implementation improvements using the Plan, Do, Check, Act (PDCA) Cycle approach. The results of Scrum implementation maturity assesment is on Level 2. We recommend some practices to be implemented and improved in the objectives of (a) Scrum Role Exist; (b) Scrum Meetings Occur and are Participated; and (c) Daily Scrum Succeed. If applied consistently, XYZ will have quality improvement in Scrum implementation."
Jakarta: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Febria Anggraeny
"ABSTRAK
Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana penggunaan Twitter sebagai sebuahsaluran dalam menyebarluaskan informasi dalam dunia maya secara singkat dancepat. Dengan adanya kehadiran era digital telah menciptakan banyaknya parapengguna yang mengakses Internet, dimana hampir sebanyak 50 dari populasi didunia menggunakan telepon seluler 5 miliar pengguna dan Internet 2 miliarpengguna . Secara singkat, pertumbuhan era digital telah merancang perubahaninovasi secara total di seluruh praktik jurnalisme. Penelitian ini mengambil contohdari kasus Thamrin Bombing yang terjadi pada Januari 2016 lalu di Jakarta,Indonesia. Kasus tersebut tersebar secara luas di seluruh Indonesia karena banyakpara pengguna Twitter - sebagai salah satu jenis layanan microblogging, yangmembagikan informasi terkait ledakan tersebut dengan menggunakan tanda pagar KamiTidakTakut untuk mengungkapkan perasaan belasungkawa bagi para korbanledakan bom. Kemudian, dapat dikatakan bahwa Twitter telah mampu diadopsidengan cepat dalam praktik jurnalistik sebagai alat untuk awareness system yangbertujuan untuk membantu masyarakat dalam membangun kesadaran danmemelihara kegiatan bahkan ketika peserta tidak berada di lokasi yang sama rdquo;.Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu hal-hal apa saja yang menyebabkansebuah informasi yang disebar di Twitter menjadi viral, serta apakah bukti-bukti yangdiunggah memegang peranan yang penting dalam menyebarkan berita tersebut.

ABSTRACT
This research shed light on the usage of Twitter as a channel to share informationonline in a short and quick form of message. The presence of digital age has created agreater number of users accessing the Internet, which is acknowledged that almost50 of the world rsquo s population make use of cellphone 5 billion users and Internet 2billion users . In short, the growth of digital age has designed the total change ofinnovation across the journalism practices. This research takes an example of theThamrin Bombing that happened in January 2016 in Jakarta, Indonesia. Further, itwas widely spread across Indonesia due to Twitter users ndash as a microblogging service,sharing the information regarding the explosion as well as making use of the hashtag KamiTidakTakut WeAreNotAfraid to express the condolence for the victims.Thereafter, Twitter has been swiftly adopted in the journalistic practices as a tool forthe awareness systems that is purposed to ldquo help people build awareness and maintaineach other rsquo s activities, even when the participants are not co located rdquo . This researchaims to discover what makes the information shared on Twitter may go viral andwhether or not the evidence used may support the information to go viral."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Nur Fitriyani
"ABSTRAK
Fenomena bermunculannya beauty vloggers melalui video-video mengenai kecantikan yang diunggah ke platform youtube membuat mereka terkenal. Opini mereka mengenai produk kecantikan dipercaya oleh masyarakat karena mereka dianggap objektif dan netral. Hal ini membuat brand kosmetik tertarik menggunakan mereka sebagai salah satu media untuk mepromosikan produk kecantikannya, yaitu dengan kerjasama pembuatan video bersponsor. Tulisan ini menyimpulkan bahwa penggunaan beauty vloggers sebagai endorser produk kosmetik ternyata tidak efektif. Hal ini disebabkan karena penontonnya telah memiliki pengetahuan akan pesan persuasi dari video bersponsor tersebut, sehingga apa yang dikatakan oleh beauty vloggers tidak lagi dipercaya dan bahkan dengan video bersponsor ini bisa menyebabkan pegaruh negatif terhadap kampanye brand tersebut.


ABSTRACT
The fame of beauty vloggers is through presence in YouTube. Their opinions about beauty products is trusted because of their objectivity and neutrality. A lot of people use their review videos on beauty products as a reference before purchasing beauty products. This fact is actually attract beauty companies to sponsor beauty vloggers to promote their products. This paper concludes that using beauty vloggers to promote cosmetic products is not effective. People already know about how sponsored videos work and the message behind it, they will not trust what beauty vloggers say. The sponsored video can also negatively affect the brand that it promotes. "
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Vivian Wijaya
"Latar belakang: Penggunaan media sosial di kalangan pelaku praktik kedokteran gigi marak dilakukan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Fenomena pelanggaran e-profesionalisme telah dilaporkan dalam literatur dan dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Timbulnya ekspektasi pasien yang terlalu tinggi atau tidak logis terhadap perawatan, termasuk di bidang Prostodonsia, semakin marak terjadi. Terlebih lagi, definisi e-profesionalisme di Indonesia masih merupakan perdebatan. Minimnya aturan tentang penggunaan media sosial untukpelaku praktik kedokteran gigi di Indonesia menyebabkan tidak jelasnya batas tindakan profesional dalam bermedia sosial.
Tujuan: Mengetahui preferensi, intensi dan perilaku penggunaan media sosial di kalangan pelaku praktik kedokteran gigi di Indonesia.
Metode: Studi dilakukan dengan menggunakan kuesioner kepada tiga kelompok subjek, yaitu dokter gigi spesialis, dokter gigi umum dan mahasiswa koas. Studi kualitatif melalui wawancara singkat dilakukan pada 8 orang perwakilan kelompok subjek tersebut untuk memperkaya item kuesioner dari literatur. Diskusi pakar dilakukan untuk merumuskan item kuesioner yang menyusun domain preferensi, intensi dan perilaku bermedia sosial. Validasi kuesioner dilakukan melalui uji coba kuesioner kepada 30 orang perwakilan kelompok subjek. Kuesioner disebarkan melalui media sosial ke 450 responden dari ketiga kelompok subjek. Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif.
Hasil: Pelaku praktik kedokteran gigi di Indonesia dari setiap kelompok generasi menggunakan media sosial 1-3jam/ hari. Platform yang paling banyak digunakan adalah Whatsapp, Instagram dan YouTube. Tujuan utama mereka adalah mencari hiburan dan jenis konten yang paling banyak dibagikan adalah update kehidupan pribadi. Mayoritas responden memasang pengaturan privasi untuk mengatasi hambatan berupa ancaman terhadap keamanan data. Mereka percaya bahwa penggunaan media sosial dapat memberikan informasi dan memperluas jaringan sosial, namun menyita waktu. Pelaku praktik kedokteran gigi di Indonesia menganggap konten iklan/promosi berisi kalimat ajakan, diskon, harga, dan dokter gigi sebagai duta merk termasuk sebagai kategori konten yang tidak profesional. Banyaknya konten promosi yang beredar di media sosial memicu pemilihan sikap netral responden dalam menentukan sikap e-profesionalisme terhadap konten promosi. Organisasi profesi dianggap belum memberikan aturan yang memadai, terutama dalam hal pengaturan tata cara beriklan di media sosial. Konten restorasi direk kedokteran gigi merupakan konten utama yang banyak dilihat di media sosial. Bidang Prostodonsia merupakan bidang yang terdampak tertinggi kedua oleh adanya media sosial. Tingkat kekhawatiran terhadap dampak dari media sosial pada citra diri, citra institusi profesi dan karir meningkat seiring meningkatnya pendidikan. Pada kelompok subjek dengan tingkat pendidikan dan usia yang lebih tinggi, cresponden cenderung tidak terpengaruh oleh media sosial dalam mendiagnosis/menentuka rencana perawatan
Kesimpulan: Preferensi pelaku praktik kedokteran gigi terhadap penggunaan media sosial tergambarkan melalui pemahaman terhadap faktor sosiodemografis, kepercayaan terhadap penggunaan media sosial, pemberlakuan aturan penggunaan media sosial, serta sikap e-profesionalisme dalam bermedia sosial. Preferensi, Intensi dan Perilaku bermedia sosial di setiap kelompok generasi cenderung sama. Setiap kelompok generasi cenderung memilih sikap netral terhadap konten promosi di media sosial. Aturan tentang tata cara beriklan di media sosial merupakan salah satu aturan yang dirasakan perlu untuk diterapkan di Indonesia. Preferensi dan intensi bermedia sosial di kalangan pelaku praktik kedokteran gigi di Indonesia selaras dan dapat menggambarkan perilaku mereka dalam bermedia sosial.

Background: The use of social media among dental practitioners is rife worldwide, including in Indonesia. Violation of e-professionalism has been reported in the literature and easily observed. Unrealistic patient expectations for treatment result, especially in Prosthodontics, is increasing across the board. Furthermore, the definition of e-professionalism in Indonesia is still a debate. The lack of regulations regarding the use of social media among Indonesian dental practitioners has led to blurry boundaries between professional and unprofessional actions.
Objective: To find out about preferences, intentions, and behavior of social media usage among dental practitioners in Indonesia.
Methods: The study was conducted using a questionnaire among three groups, including specialist dentists, general dentists and dental students. A qualitative study was conducted through interviews with eight representatives to enrich the questionnaire items found in a literature search. Expert panel discussions were held to determine questionnaire items that build the preferences, intentions, and behavior domains on social media usage. Questionnaire validation was performed by testing the questionnaire on 30 representatives of the subject group. The questionnaire was spread-out through social media with a target of 450 respondents. The research results were analyzed descriptively using statistic software.
Results: Dental practitioners in Indonesia from each generation group use social media for 1-3 hours/day regardless of the various sociodemographic factors behind it. The most used platforms are Whatsapp, Instagram, and YouTube. Their main goal and most shared digital content are to seek entertainment and personal life updates. Most respondents install privacy settings to overcome obstacles in the form of threats to data security. They believe that social media can provide information and broaden social networks, yet it is time-consuming. Dental practitioners in Indonesia consider advertising/promotional content that incorporates solicitations, discounts, prices, and dentists as brand ambassadors included as unprofessional content. The widely shared promotional content on social media triggers respondents' neutral attitude in determining e-professionalism towards promotional content. Indonesian Dental Association is considered not to provide adequate rules, especially in regulating advertising procedures on social media. The prosthodontics sector is the second highest affected dental field by social media. Higher levels of education shows increase of concern over social media's effects on career, professional institutions, and self-image. With increasing age and educational level, there was a decline in the proportion of respondents who acknowledged that social media had influenced their diagnosis or development of treatment plans.
Conclusion: Dental practitioners' preference for using social media is illustrated by understanding their sociodemographic factors, belief in the use of social media, regulations, and attitudes towards e-professionalism. Social media preferences, intentions, and behavior in each generation group tend to show the same result. Each generation group tends to choose a neutral attitude towards promotional content on social media. Indonesian Dental practitioners demand regulation on how to advertise on social media. Social media preferences and intentions among dental practitioners in Indonesia are in conjunction and explaining their behavior in social media.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Barina Indah Puspaningrum
"Penelitian ini membahas tentang perubahan media habit seseorang dalam mengkonsumsi koran dan media online sebagai sarana untuk mencari informasi di era IT. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan desain deskriptif, dengan 212 responden yang disurvey dan 4 pimpinan media yang diwawancara. Hasil penelitian menunjukkan perubahan media habit, yaitu terjadi peningkatan penggunaan media online sebagai sarana untuk mencari informasi, dengan alasan informasi yang disajikan lebih cepat dan lebih mudah untuk diakses di mana saja. Hasil penelitian menyarankan penerbit koran untuk lebih kreatif dalam menyajikan konten beritanya, melakukan sinergi antara koran dengan media online, aktif terlibat dalam komunitas situs jejaring sosial dan mengembangkan berbagai lini bisnis baru.

The focus of this study is the changes of media habit in the era of IT. This research is a quantitative and qualitative descriptive interpretive, with 212 respondents surveyed, and four media leaders who were interviewed. The results showed changes in media habits, which is the increasing use of online media, because the information presented more quickly and easily to be accessed anywhere. The researcher suggest the newspaper publishers to be more creative in presenting the news content, making synergy between newspapers with online media, actively involved in community social media and develop various new business lines."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28240
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Johan Wahyudi
"Loyalitas terhadap suatu merek merupakan salah satu tujuan akhir yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan terhadap para audiensnya. Strategi pemasaran digunakan untuk membantu tercapainya tujuan tersebut melalui bentuk-bentuk promosi yang ditujukan secara langsung kepada individu maupun kelompok tertentu. DotA 2 menjadi salah satu game online yang meraih pencapaian paling besar dalam kategori game MOBA melalui perhelatan turnamen terbesar mereka The International yang diadakan setiap tahunnya. Perhalatan The International digunakan oleh DotA 2 sebagai bagian dari strategi pemasarannya dengan menggunakan turnamen tersebut sebagai bagian dari event marketing untuk membangun interaksi langsung dengan para pemain dan penikmatnya dari seluruh dunia. The International juga hadir sebagai bagian dari community marketing yang digunakan untuk menyasara secara spesifik komunitas dari game DotA 2 itu sendiri untuk membangun kedekatan serta menjadikan mereka bagian dari promosi yang dilakukan untuk membangun suatu loyalitas pada game tersebut.

Loyalty to a brand is one of the ultimate goals to be achieved by a company to its audience. Marketing strategies are used to help achieve these goals through promotional forms aimed directly at specific individuals or groups. DotA 2 is one of the online games that achieved the greatest achievement in the MOBA category through their biggest tournament event, The International, which is held annually. The International is used by DotA 2 as part of its marketing strategy by using the tournament as part of event marketing to build direct interaction with players and fans from around the world. The International is also part of community marketing which is used to specifically target the community of the DotA 2 game itself to build closeness and make them part of the promotion carried out to build loyalty to the game."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>