Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107642 dokumen yang sesuai dengan query
cover
David Christian El Gah
"Latar belakang: Luka bakar adalah keadaan gawat darurat medis yang membutuhkan penanganan komprehensif sesuai dengan penyebab dan tingkat keparahan. Terapi resusitasi cairan sangat penting untuk mencegah atau mengatasi syok hipovolemik. Prinsipnya adalah memberikan cairan secara konservatif untuk mencapai tujuan resusitasi tanpa menyebabkan ekstravasasi cairan, yang dapat meningkatkan tekanan intraabdomen (TIA). TIA yang tinggi dan persisten dapat menyebabkan hipertensi intraabdomen (HIA) dan sindrom kompartemen abdomen (SKA). Formula Parkland tetap menjadi standar untuk resusitasi cairan, dengan menggunakan produksi urine (UO) sebagai penilaian kecukupan resusitasi.
Metode: Subjek dalam penelitian ini adalah pasien luka bakar yang mendapatkan resusitasi cairan di ULB RSCM dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional untuk mengetahui korelasi antara TIA dan UO dan bersumber dari data primer. Pengambilan data dilakukan selama fase resusitasi cairan 24 jam pertama. Pengukuran TIA dilakukan setiap 6 jam, sedangkan pengukuran UO dilakukan setiap 1 jam.
Hasil: 12 pasien terinklusi dalam penelitian ini. Korelasi antara TIA dan UO 6 jam pertama bernilai lemah positif (r =0,225), pada 6 jam kedua korelasi lemah negatif (r = -0,226), pada 6 jam ketiga korelasi sedang negatif (r = -0,524), pada 6 jam keempat tidak terdapat korelasi (r = -0,120), pada korelasi secara keseluruhan selama 24 jam didapatkan korelasi lemah negatif (r = -0,208) tanpa adanya signifikansi secara keseluruhan (p > 0,05). Lebih lanjut, ditemukan korelasi antara %TBSA dengan jumlah cairan resusitasi selama 24 jam tergolong sangat kuat (r = 0,890) dan signifikan, korelasi antara %TBSA dengan rerata TIA selama 24 jam tergolong lemah positif (r = 0,226, p > 0,05), dan korelasi antara jumlah cairan resusitasi dan TIA rerata tergolong sedang positif (r = 0,467, p > 0.05).
Kesimpulan: Tidak terdapat korelasi secara signifikan (p > 0.05) antara tekanan intraabdomen terhadap urine output pada pasien luka bakar selama fase 24 jam resusitasi cairan pertama di ULB RSCM.

Introduction: Burns are urgent medical emergencies requiring comprehensive management based on etiology and severity. Fluid resuscitation therapy is crucial to prevent or manage hypovolemic shock. The principle is to administer fluid conservatively to achieve resuscitation goals without causing fluid extravasation, which can lead to intra-abdominal pressure (IAP) elevation. Persistent high IAP can result in intra-abdominal hypertension (IAH) and abdominal compartment syndrome (ACS). The Parkland formula remains standard for fluid resuscitation, utilizing urine output (UO) to assess adequacy.
Methods: Subjects in this study were burn patients who received fluid resuscitation at ULB RSCM and met the inclusion and exclusion criteria. This research uses a cross-sectional study design to determine the correlation between TIA and UO and is sourced from primary data. Data collection was carried out during the first 24 hours of fluid resuscitation phase. IAP measurements are carried out every 6 hours, while UO measurements are carried out every 1 hour.
Result: 12 patients were included in this study. The correlation between IAP and UO in the first 6 hours was weakly positive (r = 0.225), in the second 6 hours the correlation was weakly negative (r = -0.226), in the third 6 hours the correlation was moderately negative (r = -0.524), in the fourth 6 hours it was not there is a correlation (r = -0.120), in the overall correlation for 24 hours there is a weak negative correlation (r = -0.208) with no overall significance (p > 0.05). Furthermore, it was found that the correlation between %TBSA and the amount of resuscitation fluid for 24 hours was classified as very strong (r = 0.890) and significant, the correlation between %TBSA and average IAP for 24 hours was classified as weakly positive (r = 0.226, p > 0.05), and the correlation between the amount of resuscitation fluid and average IAP was moderately positive (r = 0.467, p > 0.05).
Conclusion: There is no significant correlation (p>0.05) between intra-abdominal pressure and urine output in burn patients during the first 24hour phase of fluid resuscitation at ULB RSCM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wifanto Saditya Joe
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrul Hendra
"Latar belakang : resusitasi setelah luka bakar , khususnya 24 jam pertama setelah luka bakar masih menjadi masalah bagi seluruh tenaga kesehatan yang bergerak dibidang luka bakar. Pemberian cairan yang adekuat sangat penting untuk mencegah kejadian shok luka bakar dan komplikasi lainnya pada cedera luka bakar. Formula parkland merupakan suatu formula yang diterima sebagai acuan untuk melakukan resusitasi pada pasien luka bakar. Untuk mempertahankan resusitasi yang efektif, Baxter (Formula Parkland) memonitor urin output (UOP). Dalam penelitian ini, dilakukan evaluasi terhadap hubungan antara urin output dan gagal paru - ginjal.
Metode: suatu penelitian retrospective cross sectional yang mengevaluasi hubungan antara urin output dan fungsi paru ? ginjal pada cedera luka bakar. Gagal paru dan ginjal diklasifikasikan menurut SOFA score pada hari ke - 2 dan ke ? 3 setelah dilakukan resusitasi cairan pada 24 jam pertama. Hubungan antara urin output dan gagal paru ? ginjal dianalisa menggunakan Somers?d Test.
Hasil : Hubungan anatara urin output sebagai variabel bebas dan SOFA Score sebagai variabel terikat didapatkan koefisien korelasi (r) -0.640. hal ini mengindikasikan bahwa terdapat hubungan yang kuat. korelasi bernilai negatif (menurut hasil uji Somers'd) menunjukkan terdapat hubungan yang bertolak belakang, artinya semakin besar nilai klasifikasi urine output maka semakin kecil nilai SOFA Score fungsi ginjal.
Kesimpulan : Parameter yang baik diperlukan untuk mencegah terjadinya gagal ginjal akut. Urin output sebagai parameter fisiologis penting untuk memonitor efikasi resusitasi. Urin output perjam digunakan sebagai pedoman terbaik untuk memonitor resusitasi dan perfusi organ. Namun urin output yang digunakan untuk menilai perfusi yang adekuat masih memiliki sejumlah kekurangan, sehingga memerlukan metode lain yang lebih baik untuk sebagai monitor.

Background : Resuscitation after burn, specifically in the first 24 h after injury, has been and remains a taxing assignment for all burn care providers. Adequate fluid administration is critical to the prevention of burn shock and other complications of thermal injury. Parkland formulas are accepted as guidelines for the resuscitation of burned patients. To maintain effective resuscitation, Baxter (Parkland Formula) monitored the urine output (UOP). In the context of this study, we set out to evaluate association of urine output from Parkland Formula resuscitation on pulmonary - renal failure.
Methods: A retrospective cross sectional study evaluating the association between urine output and pulmonary - renal function following thermal injury. Pulmonary and renal failure will be classified acording to SOFA score at day-2 and day-3 after fluid resuscitation in the first 24 hour. association between urine output and pulmonary - renal failure will be analyzed by Somers?d Test.
Result : Correlation between urine output as independent variables and SOFA Score as the dependent variable have correlation coefficient ( r ) -0.640 which indicates that the correlation is strong . Negative correlation (according to Somers?d test) indicates that there is a contradiction. The greater the urine output the lower the value of SOFA Score of renal function.
Conclusion : good parameter is needed to avoid acute renal failure. Urine output as physiologic parameters is important for monitoring the efficacy of resuscitation. Urine output per hour continues to be used as the best guide to monitor adequate resuscitation and end organ perfusion, regardless of the amount of fluid given. In addition, there are numerous failure of urine output to assess adequate global perfusion. The limitations of these traditional guides to resuscitation have led to interest in more advanced methods of endpoint monitoring."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tuty Rizkianti
"ABSTRAK
Infeksi Intra abdominal masih merupakan masalah karena angka mortalitas yang tinggi. Tatalaksana menggunakan antibiotik empiris didasarkan pada profil bakteri dan antibiogram di suatu wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan profil bakteri dan antibiogram pada infeksi intra abdominal di RSUPN Cipto Mangunkusumo yang dapat digunakan sebagai dasar pemilihan antibiotika untuk tatalaksana infeksi intra abdominal. Parameter yang diteliti adalah bakteri yang paling sering didapatkan pada kultur cairan asites dan jaringan yang berasal dari intra abdomen pasien dengan diagnosis infeksi intra abdominal dan pola kepekaan bakteri tersebut terhadap antibiotik. Desain penelitian adalah potong lintang dengan 73 subjek. Pada penelitian ini didapatkan bakteri yang paling sering diisolasi pada kultur adalah E.coli dan K. Pneumoniae dengan sensitivitas baik pada antibiotik golongan Karbapenem Meropenem, Doripenem, dan Imipenem , Amikacin, Tigecycline, dan Vancomycin. Angka mortalitas didapatkan 31.5

ABSTRACT
Intra abdominal infections remains a problem due to its high mortality rate. The empirical antibiotic is based on region database of the bacteria profile and its sensitivity to antibiotic. This study aims to get a bacteria profile of intra abdominal infections and antibiogram in Cipto Mangunkusumo which is can be use as a basis for selecting an antibiotic for the treatment of intra abdominal infections. Studied parameters were bacteria most often found in ascites fluid and tissue cultures derived from patients with a diagnosis of intra abdominal infections and their sensitivity pattern to antibiotics. The study design was cross sectional with 73 subjects. In this study, the most frequently isolated bacteria cultures are E. coli and K. pneumoniae with good sensitivity to antibiotics Meropenem, Doripenem, Imipenem, Amikacin, Tigecyclin, and Vancomycin. The mortality rate was 31.5 ."
2017
T55609
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ro Shinta Christina Solin
"Luka bakar merupakan salah satu bentuk trauma tersering dan infeksi luka bakar merupakan masalah serius yang menyebabkan hambatan pada maturasi epidermal dan penambahan pembentukan jaringan parut. Pada tahun terkahir berbagai penelitian menemukan patogen yang resisten terhadap terapi antibiotik. Penelitian ini bertujuan mendapatkan gambaran profil bakteri dan antibiogram pada infeksi luka bakar serta mortalitas di Unit Luka Bakar ULB Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo RSUPNCM periode Januari-Desember 2015. Penelitian ini dilaksanakan secara retrospektif dan didapatkan 214 isolat dari spesimen pus, swab, dan jaringan luka bakar yang berasal dari 89 pasien yang dirawat di ULB RSUPNCM. Isolat bakteri terbanyak adalah Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, dan Acinetobacter baumannii. Proporsi mortalitas didapatkan sebesar 32.5

Burns is one of the most common forms of trauma and burn wound infection is a serious problem that causes a drag on epidermal maturation and addition of scar tissue formation. In recent years various studies finding pathogens that are resistant to antibiotic therapy. This study aims to get an overview of bacteria and antibiogram profile in infections and mortality burns in the Burn Unit dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital in the period from January to December 2015. In this study, 214 isolates from pus specimens, swabs, and tissue burns derived from 89 patients treated at Burn Unit dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital. Most bacterial isolates is Pseudomonas aeruginosa, Klebsiella pneumoniae, and Acinetobacter baumannii. The proportion of mortality obtained amounted to 32.5.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T55643
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"[Latar Belakang : Luka bakar listrik berpotensi untuk menjadi penyebab terjadinya gagal multiorgan dengan angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi. Kombinasi antara luka bakar pada kulit yang luas serta kerusakan organ dalam menyebabkan meningkatnya kebutuhan cairan akibat banyaknya cairan yang hilang. Kerusakan pada jantung dan otot dapat menyebabkan myoglobulinuria. Myoglobin menyebabkan obsruksi dan vasokontriksi serta mebyebabkan gagal ginjal. Resusitasi cairan menggunakan metode parkland dan titrasi diharapkan dapat merehidrasi, mengembalikan fungsi ginjal serta mencegah komplikasi pada ginjal akibat myoglobin pada urin. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi angka kejadian gagal ginjal pada pasien luka bakar listrik yang di resusitasi dengan formula parkland dan titrasi.
Metode : Penelitian ini merupakan studi retrospektif pada pasien luka bakar listrik yang dirawat di Unit Luka Bakar RSCM Jakarta dari Januari 2010 hingga Januari 2014. Data yang dikumpulkan meliputi identitas, jumlah cairan saat resusitasi 24 jam pertama, nilai kreatinin hari pertama dan ketiga, warna urin, riwayat gagal ginjal, waktu kejadian dan kedatangan pasien ke RS dan luas luka bakar. Kami bagi menjadi dua kelompok, kelompok AKI dan non-AKI dengan menggunakan kriteria RIFLE. Dilakukan penghitungan Parkland Score pada masing-masing kelompok dan dibandingkan menggunakan analisa t-test.
Hasil : Terdapat 49 pasien luka bakar listrik yang memenuhi kriteria inklusi. 36 pasien datang dengan myoglobulinuria. 64.8% (n=24) pasien tidak mengalami gagal ginjal tapi 35.1% mengalami gagal ginjal (n=13). Pada metode T Test didapatkan hasil bermakna antara penggunaan parkland score dengan angka kejadian gagal ginjal (P<0.05). variable lainnya seperti umur, waktu keterlambatan, berat badan serta luas luka bakar tidak memberikan hasil yang bermakna. Tidak adanya hubungan bermakna antara hemoglobinuria dengan kejadian gagal ginjal.
kesimpulan : Resusitasi cairan yang adekuat sangat penting dalam manajeman dini luka bakar. Formula parkland sudah banyak digunakan sebagai dasar perhitungan cairan resusitasi. Terdapat hasil yang bermakna pada hubungan antara pemberian cairan menggunakan formula parland dan titrasi dengan angka kejadian gagal ginjal. Study ini membuktikan bahwa pemberian cairan berdasarkan formula parkland dan titrasi dapat menurunkan angka kejadian gagal ginjal pada luka bakar listrik. Myoglobulinuria sendiri tidak menunjukkan hubungan dengan angka kejadian gagal ginjal akut, kemungkinan disebabkan karena myoglobulinuria sendiri hanya merupakan salah satu faktor penyebab gagal gagal ginjal pada luka bakar listrik., Background: Electrical burn injury has potential cause of multisystem injury with high morbidity and mortality. The combination of extensive burns and significant internal injury in cases of severe high voltage electrical injury leads to increase fluid requirements due to fluid extravasation and ongoing fluid losses, Cardiac complication and muscle destruction that cause myoglobinuria. Myoglobin causes renal obstruction and intrarenal vasoconstriction and could result in acute kidney injury. Fluid resuscitation using parkland titration method is applied to rehidrate, restore renal function and prevent further damage caused by myoglobin. The study aimed to evaluate the incidence of Acute Kidney Injury related to the first 24 hour fluid resuscitation using the parkland formula and titration method in electrical burn injury.
Method: This is a retrospective cohort design, recruited from medical records in Cipto Mangunkusumo Hospital from january 2010 to january 2014. Data will be collected at baseline and after resuscitation. Patients information included age, time of refferal, cause of burn, resuscitation fluid , urine production, urine colour, serum creatinin level at day 1-3. We divide all electrical burn injury patients into two group, AKI (Acute Kidney Injury) group and non-AKI group, using RIFLE classification. Then we compare the fluid resuscitation using Parkland score within two group. We also compare other risk factor contributing AKI in electrical burn injury including delayed time characteristic.
Results: A total of 49 patiens of electrical burn injury mets the study inculsion criteria, 36 patients presented with myoglobulinuria during admission to the hospital. 64.8% (n=24) did not have AKI while 35.1% had AKI (n=13). Independent T test showed significant differences between parkland score and the occurence of Acute Kidney Injury (P < 0,05). Other variables such as age, delayed time, weight and percentage of burn did not show any significant differences related to acute kidney injury. The presence of hemoglobinuria supposed to increase the number of acute kidney injury but in contrary it did not have significance result related to acute kidney injury (P>0.05).
Conclusions: Adequate resuscitation is essential in a succesful early burn management.. Parkland formula had been used widely as guidelines for fluid resuscitation. There is a significant result relating th use of parkland formula with titration and acute kidney injury. This study confimed that administering resuscitation fluid according to the parkland formula and maintaning the hidration using titration method could decreased the number of acute kidney injury. Clearly, Myoglobinurea alone can not be held accountable as predictor of an acute kidney injury, it is only one of several causes of acute kidney injury.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aditya Wardhana
"Konversi luka bakar merupakan perubahan zona kedalaman dari dangkal menjadi dalam pada 3–7 hari pasca luka bakar. Saat ini, proses autofagi, inflamasi, iskemia, infeksi, dan reactive oxygen species dianggap berperan dalam patogenesis konversi luka bakar. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor risiko terjadinya konversi luka bakar pada pasien dewasa dan mengembangkan sistem skor untuk memprediksi kejadian konversi luka bakar sebagai acuan tatalaksana konservatif dan operatif.
Penelitian dilaksanakan dengan metode nested case control pada pasien luka bakar dewasa yang dirawat di Unit Luka Bakar RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Islam Jakarta Cempaka Putih. Subjek direkrut dengan metode consecutive sampling pada Februari 2019–Agustus 2020. Faktor risiko yang diteliti adalah karakteristik klinis, pemeriksaan klinis lokal, dan pemeriksaan klinis sistemik. Faktor risiko dianalisis secara bivariat dan multivariat regresi logistik.
Terdapat 40 subjek kelompok kasus dan 20 subjek kelompok kontrol. Luka bakar di regio trunkus (OR = 3,67; p = 0,028), regio tungkai (OR = 6,93; p = 0,001), luas luka bakar yang dihitung dengan ImageJ ³ 9,49 %TBSA (OR = 32,11 p < 0,001), suhu permukaan luka yang diukur dengan termografi FLIR ONE® ≤ -1,55 oC (OR = 13,78; p < 0,001), kadar prokalsitonin ≥ 0,075 ng/mL (OR = 12; p < 0,001), dan kadar laktat darah ≥ 1,75 mmol/L (OR = 7; p = 0,001) memiliki hubungan bermakna dengan konversi luka bakar. Dikembangkan 3 model konversi luka bakar dari variabel bermakna. Model 1 diterapkan di fasilitas kesehatan tersier dengan sensitivitas dan spesifisitas sebesar 92,5% dan 85% (IK95% 0,835–1,00; p < 0,001). Model 2 dan 3 dapat diterapkan di fasilitas kesehatan primer dan sekunder dengan model 2 memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 95% dan 70% (IK95% 0,830– 1,00; p < 0,001) dan model 3 memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 92,5% dan 85% (IK95% 0,832–1,00; p < 0,001).
Model skor yang dibuat dapat dipertimbangkan digunakan dalam praktek seharihari terutama sebagai acuan tatalaksana konservatif dan operatif.

Burns are a global public health problem with high morbidity and mortality rates. Burn wound conversion describes the process by which superficial-partial thickness burns convert into deeper burns within 3–7 days after the burn. Currently, autophagy, inflammation, ischemia, infection, and reactive oxygen species are thought to play a role in the pathogenesis of burn wound conversion. This study aims to assess risk factors for burn wound conversion and develop a scoring system to predict burn conversion as a reference for burn wound management.
The study was conducted using the nested case control method, in adult burn patients who were treated at Dr. Cipto Mangunkusumo and Jakarta Islamic Hospital Cempaka Putih. Subjects were recruited by consecutive sampling method in February 2019–August 2020. The role of clinical characteristics, local clinical examination, and systemic examination as predictors of burn wound conversion were assessed. The risk factors were analyzed using bivariate and logistic regression multivariate analysis.
There were 40 subjects in case group and 20 subjects in control group. Involvement of trunk (OR = 3.67; p = 0.028), limbs (OR = 6.93; p = 0.001), burn extent measured using ImageJ ³ 9.49 %TBSA (OR = 32.11 p < 0.001), wound surface temperature measured using FLIR ONE® thermography ≤ -1.55 oC (OR = 13.78; p < 0.001), procalsitonin level ≥ 0.075 ng/mL (OR = 12; p < 0.001), dan blood lactate level ≥ 1.75 mmol/L (OR = 7; p = 0.001) had significant relationship with burn wound conversion. Three scoring models were developed based on the significant variables with model 1 to be applied in tertiary health facilities and model 2 and 3 to be applied in primary and secondary health facilities with sensitivity and specificity of 92.5% and 85% (95% CI 0.835–1,00; p < 0.001)), 95% and 70% (95% CI 0.830–1.00; p < 0.001) and 92,5% and 85% (95% CI 0.832–1.00; p < 0.001), respectively).
The scoring models can be considered to be used in daily practice, especially as a reference for conservative and operative management.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Anak usia sekolah sangat rentan terhadap Iuka, oleh sebab itu perawatan Iuka sangat
diperlukan pada usia ini. Perilaku anak usia sekolah dalam merawat Iuka dipengaruhi
oleh pengetahuan anak tentang perawatan Iuka. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan anak usia sekolah tentang
perawatan Iuka dengan perilaku merawat Iuka. Desain penelitian yang digunakan
adalah deskriptif koleratif. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 89 orang yang
diminta untuk mengisi kuisioner yang terdiri dari 17 pernyataan untuk variabel
tingkat pengetahuan dan 14 pernyataan untuk variabel perilaku. Responden
merupakan anak usia sekolah kelas III dan IV di SDN Depok Jaya II. Hasil penelitian
mendapatkan bahwa 67,4% responden memiliki tingkat pengetahuan rendah dan
32,6% memiliki tingkat pengetahuan tinggi, sedangkan jumlah responden yang
merawat Iuka dengan baik adalah 48,3%, sedangkan responden masih kurang baik
merawat Iuka sebanyak 51,7%. Analisa lebih Ianjut menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara tingkat pengetahuan anak usia sekolah tentang perawatan Iuka
dengan perilaku merawat Iuka di SDN Depok Jaya II tahun 2008. Peneliti
merekomendasikan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku merawat Iuka pada anak usia sekolah."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
TA5602
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Fauziah Fadhillah
"ABSTRACT
Banyak masyarakat yang belum mengetahui bagaimana cara merawat luka yang baik dan benar. Sebagian besar masyarakat masih menggunakan cara tradisional yang dianggap dan dipercayai dapat menyembuhkan luka. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat pengetahuan tentang perawatan luka dari lingkungan terkecil, yaitu keluarga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara tingkat pengetahuan dan perilaku dalam merawat luka pada keluarga di Kota Bogor. Penelitian menggunakan desain cross sectional kepada 107 responden yang diambil berdasarkan convenience sampling. Kriteria responden penelitian yaitu masyarakat Kota Bogor yang berusia ge; 17 tahun, pernah mengalami atau merawat salah satu atau lebih anggota keluarga dengan luka akut maupun kronik. Tingkat pengetahuan mengenai perawatan luka diidentifikasi menggunakan alat ukur berupa kuesioner pengetahuan, sedangkan perilaku dalam merawat luka diidentifikasi menggunakan kuesioner perilaku yang valid dan reliabel. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku dalam merawat luka p=0,776;or=1,204 . Penelitian ini merekomendasikan puskesmas serta fasilitas pelayanan kesehatan terkait agar dapat memaksimalkan upaya membangun perilaku yang baik dengan memberikan edukasi serta pelatihan perawatan luka yang memiliki standar dan dapat dievaluasi secara berkala.

ABSTRACT
Many people are unaware of how to correctly tend wounds. Most people still use traditional methods considered and believed as able to heal wounds. Hence, it is deemed necessary to conduct research on the level of knowledge on wound care from the smallest environment, namely family. This study aims to determine the correlation between the level of knowledge and behavior in treating wounds among families in Bogor City. This study used cross sectional design on 107 respondents taken based on convenience sampling. Criteria of respondents include people of Bogor City aged ge 17 years, have experienced or treated one or more family members with either acute or chronic injuries. The level of knowledge on wound care was identified using instrument of measure in the form of questionnaire of knowledge, whereas behavior in treating wounds was identified using a valid and reliable questionnaire of behavior. The result showed no significant correlation between level of knowledge and behavior in treating wounds p 0.776 or 1.204 . This research recommends primary health care and related health care facilities to maximize efforts in building good behavior by providing education and training on wound care with a predetermined standard and periodical evaluation."
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Banyaknya kecelakaan dibuktikan dari data Dirlantas Polda Metro Jaya hingga April
2004, 20% dari 1456 korban kecelakaan adalah anak-anak. Tujuan penelitian
mengidentifikasi hubungan tingkat pengetahuan proteksi diri anak usia sekolah dengan
tingkat injury, mengidentifikasi prevalensi injury dan mengidentifikasi tingkat
pengetahuan proteksi diri anak usia sekolah. Penelitian menggunakan desain deskriptif
korelatif analisa data Chi square dan instrumen berupa kuesioner. Penelitian
dilakukan di SD SETIA dan SD KARTIKA PUTRA dengan 196 responden. Hasil yang
didapat menyatakan, 51,53% pengetahuan tinggi, 48,47% pengetahuan rendah, dan 26%
injury tinggi, 73,47% injury rendah. Hasil penghitungan chi square: 20,54 nilai tabel:
3,84, sehingga nilai hitung>nilai tabel dan hasil penelitian menolak Ho. Kesimpulannya,
ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan proteksi diri dengan tingkat injury
anak usia sekolah."
Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
TA5504
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>