Lingkungan strategi perpajakan yang sangat dinamis membutuh tata kelola kolaboratif dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak daerah, dimana institusi pajak tidak bisa bekerja sendiri. Selain itu, melihat penggunaan pajak yang saling interdepensi antara setiap lembaga pemerintah membuat sinergi dari setiap institusi menjadi sebuah keharusan. Selama rentan tahun 2014 hingga 2016, realisasi penerimaan pajak daerah DKI Jakarta tidak pernah mencapai target yang telah ditentukan. Melihat dari keadaan ini Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta selaku kanal penerimaan pajak melakukan inovasi dengan menyusun empat program prioritas unggulan BPRD DKI Jakarta dimana program ini memiliki tujuan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Dalam menjalankan empat program unggulan ini BPRD DKI Jakarta melakukan kolaborasi dengan berbagai instansi baik pemerintah maupun non pemerintah. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivisme yang pengumpulan datanya menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara mendalam serta studi dokumentasi. Penelitian ini menunjukan bahwa BPRD DKI Jakarta sebagai lembaga/institusi yang memimpin jalannya tata kelola kolaboratif dinilai kurang proaktif serta percaya diri dalam menjalankan kebijakannya. Selain itu, dalam dimensi system context terjadi hambatan pada elemen level of conflics/trust dimana kolaborasi yang dibangun BPRD DKI Jakarta dengan salah satu aktor didasari oleh unsur politik bukan kebutuhan.
The tax strategy environment that is very dynamic requires collaborative governance in order to optimize local tax revenues, where tax institutions cannot work alone. In addition, seeing the use of interdependent taxation between each government institution makes the synergy of each institution a must. During the vulnerable years of 2014 to 2016, the realization of DKI Jakarta regional tax revenues never reached the specified target. Seeing from this situation, the DKI Jakarta Regional Tax and Retribution Agency, Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) as a channel for tax revenue innovates by compiling four priority programs of the DKI Jakarta BPRD where the program has the aim of optimizing tax revenues. In carrying out these four excellent programs, the DKI Jakarta BPRD collaborates with various government and non-government agencies. This study uses a post-positivism approach in which data collection uses qualitative methods with in-depth data collection techniques and documentation studies. This research shows that the DKI Jakarta BPRD as an institution that leads the way of collaborative governance is considered to be less proactive and confident in carrying out its policies. In addition, in the context of the system context there are obstacles to the level of conflics / trust element where the collaboration built by the DKI Jakarta BPRD with one of the actors is based on political elements rather than needs.
"
Potensi penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta sangat besar. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah wajib pajak kendaraan bermotor yang selalu meningkat setiap tahunnya. Skripsi ini membahas mengenai upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam mengoptimalkan penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta beserta kendala-kendala yang dihadapi dalam menerapkan optimalisasi tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan post positivist dengan studi lapangan dan studi literatur. Hasil dari penelitian menunjukan bahwa upaya yang dilakukan untuk mengoptimalkan penerimaan pajak kendaraan bermotor adalah intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi dilakukan dengan memperluas basis penerimaan dengan cara memperbaiki basis data objek PKB; memperkuat proses pemungutan dengan cara peningkatan sumber daya manusia di Bapenda dan UPP PKB DKI Jakarta; meningkatkan pengawasan dengan cara razia, door to door, penempelan stiker, program tax clearance, penerapan sanksi, pendekatan pelayanan dan pembayaran pajak ke wajib pajak; efisiensi administrasi dan menekan biaya pemungutan dengan cara pembayaran PKB secara online melalui e-samsat dan Samolnas; meningkatkan kapasitas penerimaan dengan cara koordinasi dengan pihak lain. Sedangkan ekstensifikasi dilakukan dengan mempercepat waktu pelayanan di Kantor Samsat dan pemberian keringanan pokok dan penghapusan sanksi administrasi BBN-KB atas penyerahan kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya. Kendala-kendala yang dihadapi dalam optimalisasi penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di DKI Jakarta diantaranya adalah kurangnya kuantitas sumber daya manusia di UPP PKB DKI Jakarta, sarana dan prasana yang tidak terbarukan, dan kurangnya kepatuhan wajib pajak.
Potential of vehicle tax revenue in DKI Jakarta is very high. That is evidenced by the number of vehicle taxpayers which always increases every year. This thesis focus on DKI Jakarta Local Government’s effort to optimize vehicle tax in DKI Jakarta along with its obstacles which encountered in implementing that optimization. This study use the post positivist approach by conducting field and literature research. The results show that the effort to optimize vehicle tax revenue are intensification and extensification. Intensification is done by expanding revenue basis by improving database of PKB’s objects; strengthening collection process by increasing the quality of human resources in Bapenda and UPP PKB DKI Jakarta; increasing supervision by raids, door to door, sticker attachments, tax clearance program, applying tax penalties, service approaches and tax payments to taxpayers; increasing administration efficiency and reducing collection fees by PKB payments online throught e-samsat and Samolnas; and increasing revenue capacity by coordinating with other institute. While extensification is done by speeding up service time at Samsat office and granted basic relief and exemption of administrative sanction BBN-KB of the second vehicle and so on. The obtacles that are faced in optimizing vehicle tax revenue in DKI Jakarta are lacking quantity of human resources in UPP PKB DKI Jakarta, facilities and infrastructure that are not renewable, and lacking of taxpayers compliance.
"