Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 224913 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Az Zahra Sashe Azhar
"Dengan meningkatnya kesadaran global terhadap perubahan iklim dan pengurangan emisi karbon, perdagangan karbon menjadi instrumen penting untuk mencapai target emisi. Implementasi perdagangan karbon di Indonesia masih awal dan memerlukan regulasi lebih lanjut, terutama terkait sistem perpajakan. Beberapa negara telah mengimplementasikan perpajakan seperti pajak penghasilan, namun di Indonesia hal ini belum ditelaah lebih lanjut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah penghasilan dari perdagangan karbon melalui bursa karbon dan perdagangan langsung merupakan objek Pajak Penghasilan (PPh), serta membandingkan ketentuan PPh atas penghasilan perdagangan karbon di Australia dan Brazil yang bisa diadopsi oleh Indonesia. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan mengkaji regulasi, literatur, data sekunder, serta benchmarking. Hasil penelitian menunjukkan perbedaan perlakuan pajak antara transaksi bursa karbon dan perdagangan langsung, yang memengaruhi efektivitas perdagangan karbon di Indonesia serta terdapat objek PPh atas penghasilan perdagangan karbon. Penghasilan dari bursa karbon dapat dikenakan PPh final Pasal 4 ayat (2) yang juga sesuai dengan pengenaan pajak pada saham karena didefinisikan sebagai efek, sedangkan perdagangan langsung masih menjadi perdebatan terdapat potensi besar juga atas penerimaan keuntungan dari penjualan aset tersebut atau keuntungan yang dapat dikenakan PPh badan secara umum dengan tarif 22%. Benchmarking dengan Australia dan Brazil memberikan gambaran ketentuan PPh yang dapat diterapkan di Indonesia.

With the increasing global awareness of climate change and carbon emission reduction, carbon trading has become an important instrument to achieve emission targets. The implementation of carbon trading in Indonesia is still early and requires further regulation, especially regarding the taxation system. Some countries have implemented taxation such as income tax, but in Indonesia this has not been explored further. This study aims to analyze whether income from carbon trading through carbon exchanges and direct trading is an object of Income Tax (PPh), as well as compare the provisions of Income Tax on carbon trading income in Australia and Brazil that can be adopted by Indonesia. The research uses a qualitative descriptive approach by reviewing regulations, literature, secondary data, and benchmarking. The results show differences in tax treatment between carbon exchange transactions and direct trading, which affect the effectiveness of carbon trading in Indonesia and the object of income tax on carbon trading income. Income from carbon exchange can be subject to final income tax Article 4 paragraph (2) which also corresponds to the tax imposition on shares because it is defined as securities, while direct trading is still debatable, there is also a large potential for receiving profits from the sale of these assets or profits that can be subject to general corporate income tax at a rate of 22%. Benchmarking with Australia and Brazil provides an overview of income tax provisions that can be applied in Indonesia."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofiyah Adila Farhana
"Pada tahun 2022, pemerintah Indonesia telah mengakui bahwa dampak perubahan iklim dapat memicu potensi bencana yang dapat merugikan perekonomian, sosial, dan kesehatan di Indonesia hingga mencapai angka 544 triliun rupiah. Dengan mempertimbangkan bahwa dibutuhkan dana yang besar untuk pendanaan iklim dan adanya peningkatan target Indonesia terhadap dunia internasional untuk menurunkan emisi karbon, pemerintah Indonesia memutuskan untuk merencanakan penerapan pajak karbon dan perdagangan karbon secara simultan untuk satu sektor yang sama yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara melalui Undang-Undang No.7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 16 Tahun 2022. Merujuk kepada doktrin dari Gunningham dan Sinclair, apabila akan diterapkan dua atau lebih kebijakan untuk satu target yang sama,  maka perlu untuk dilihat koherensi dan urutan dari penerapan kebijakan tersebut untuk melihat apakah tujuan utama dari diterapkannya dua atau lebih kebijakan dapat tercapai tanpa menciptakan smorgasbordism. Norwegia merupakan negara Eropa yang memiliki situasi mirip dengan Indonesia. Norwegia menerapkan kewajiban untuk sektor petroleum lepas pantai berpartisipasi di perdagangan karbon Uni Eropa melalui European Union Emision Trading System (EU ETS) dan membayar pajak karbon melalui Carbon Tax Act No. 21 on Petroleum Activities. Sayangnya, hingga saat ini, tidak ada data yang menunjukkan bahwa emisi karbon di sektor petroleum lepas pantai Norwegia berhasil menurun paska diterapkannya dua kebijakan instrumen ekonomi secara simultan. Alih-alih menurun, data menunjukkan bahwa hingga kini produksi petroleum lepas pantai tetap menjadi nomor urut pertama sumber emisi karbon di Norwegia. Berkaca dari Norwegia, apabila Indonesia ingin menerapkan pajak karbon dan perdagangan karbon untuk menurunkan emisi karbon di sektor PLTU Batubara, maka Indonesia perlu untuk mempertimbangkan bahwa 1) pajak karbon tidak dapat dikenakan sebagai ‘sanksi’ yang menimbulkan efek jera agar pelaku industri PLTU Batubara di Indonesia mau berpartisipasi di perdagangan karbon;  2) pemerintah perlu memastikan bahwa terdapat insentif yang cukup untuk menarik pelaku usaha ke perdagangan karbon, baik melalui sanksi denda atau sanksi sosial, tanpa mengandalkan pajak;  3) hasil pajak karbon benar-benar dialokasikan untuk proyek lingkungan hidup.

By 2022, the Indonesian government has recognized that the impacts of climate change could trigger a potential catastrophic economic, social, and health cost in Indonesia of up to IDR 544 trillion. Considering the large amount of money needed for climate finance and Indonesia's increasing international targets to reduce carbon emissions, the Indonesian government decided to plan the simultaneous implementation of carbon tax and carbon trading for the same sector, namely Coal Fired Power Plant through Law No.7 of 2021 on Harmonization of Taxation Regulations and Minister of Energy and Mineral Resources Regulation No. 16 of 2022. Referring to the doctrine of Gunningham and Sinclair, if two or more policies will be applied for the same target, it is necessary to look at the coherence and sequence of the application of these policies to see if the main objectives of the application of two or more policies can be achieved without creating smorgasbordism. Norway is a European country that has a similar situation to Indonesia. Norway has an obligation for the offshore petroleum sector to participate in EU carbon trading through the European Union Emission Trading System (EU ETS) and pay carbon tax through Carbon Tax Act No. 21 on Petroleum Activities. Unfortunately, to date, there is no data to suggest that carbon emissions in Norway's offshore petroleum sector have decreased following the simultaneous implementation of these two policy economic instruments. Instead of decreasing, data shows that until now offshore petroleum production remains the number one source of carbon emissions in Norway.  Reflecting on Norway, if Indonesia wants to implement carbon tax and carbon trading to reduce carbon emission in coal power plant sector, Indonesia needs to consider that 1) carbon tax cannot be imposed as a 'sanction' that creates deterrent effect so that coal power plant industry players in Indonesia want to participate in carbon trading; 2) the government needs to ensure that there are sufficient incentives to attract business actors to carbon trading, either through fines or social sanctions, without relying on taxes; 3) carbon tax proceeds are truly allocated for environmental projects."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kadek Indra Dewan Tara
"Tulisan ini menganalisis tentang permasalahan dan pencegahan permasalahan dalam pelaksanaan bursa karbon di Indonesia. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal. Permasalahan dalam pelaksanaan bursa karbon dapat meliputi permasalahan seperti yang terjadi dalam pasar modal pada umumnya, seperti manipulasi pasar dan penipuan. Manipulasi pasar dapat terjadi dalam pelaksanaan transaksi bursa karbon, contohnya painting the tape, cornering the market, dan marking the close. Kemudian pfvenipuan dapat terjadi dalam penerbitan unit karbon PTBAE-PU dan SPE- GRK. Selain itu, permasalahan khusus bursa karbon seperti yang di alami negara yang lebih dahulu menjalankan bursa karbon dapat dimungkinkan terjadi juga dalam pelaksanaan bursa karbon di Indonesia, seperti greenwashing, double counting, penipuan, dan kejahatan komputer yaitu peretasan komputer untuk mencuri kredit karbon. Kerangka hukum dalam pencegahan permasalahan-permasalahan tersebut dapat diketahui dari UU Pasar Modal sebagaimana telah diubah oleh UU PPSK dan Peraturan Bursa Efek Indonesia, yang melarang tindakan manipulasi pasar dan penipuan. Perpres 98/2021, Pemerintah mensyaratkan adanya pihak ketiga independen selaku verifikator maupun validator. Selain itu, pihak yang melakukan penipuan dapat dibekukan maupun dicabut akreditasinya oleh lembaga KAN. Permasalahan greenwashing pencegahannya melalui UU Perlindungan konsumen yang mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang barang dan jasa yang ditawarkan. Permasalahan penghitungan ganda pencegahannya melalui pencatatan unit karbon pada SRN PPI sebelum ditransaksikan, selain itu adanya kewajiban pelaporan yang ketat oleh pelaku usaha. Terakhir, permasalahan peretasan komputer untuk mencuri kredit karbon, pencegahannya dapat diketahui dengan adanya perjanjian antara PBK dan Kustodian Sentral Efek Indonesia, dimana KSEI memiliki fungsi sebagai jasa penyimpanan dan penyelesaian transaksi efek serta menerapkan teknologi keamanan seperti enkripsi data, sistem otentikasi yang kuat, dan pemantauan aktivitas yang mencurigakan.

This paper analyses the issues and preventive measures related to the implementation of a carbon exchange in Indonesia. This paper employs doctrinal legal research. The challenges in operating a carbon exchange may include issues similar to those in conventional capital markets, such as market manipulation and fraud. Market manipulation in carbon exchange transactions can manifest in practices like painting the tape, cornering the market, and marking the close. Fraud can occur in the issuance of PTBAE-PU and SPE-GRK carbon units. Additionally, specific issues related to carbon exchanges, as experienced by countries with established carbon markets, may also arise in Indonesia, such as greenwashing, double counting, fraud, and cybercrime, including hacking to steal carbon credits. The legal framework for preventing these issues can be derived from the Capital Market Law, as amended by the Financial Sector Development and Reinforcement Law, and the Indonesia Stock Exchange Regulations, which prohibit market manipulation and fraud. Presidential Regulation No. 98/2021 requires independent third-party verifiers and validators. Furthermore, entities engaging in fraud can have their accreditation suspended or revoked by the National Accreditation Committee (KAN). Prevention of greenwashing is addressed through the Consumer Protection Law, which mandates that businesses provide truthful, clear, and honest information about the goods and services offered. Double counting is prevented by recording carbon units in the National Registry System (SRN PPI) before transactions and imposing stringent reporting obligations on businesses. Lastly, the issue of computer hacking to steal carbon credits is mitigated through agreements between the PBK and the Central Securities Depository of Indonesia (KSEI), which functions as a securities storage and settlement service provider and implements security technologies such as data encryption, strong authentication systems, and monitoring of suspicious activities."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Cantik Binar Nurani
"Tulisan ini menganalisis pengaturan Unit Karbon sebagai Efek dalam praktik perdagangan karbon di Indonesia dengan melihat karakteristik yang melekat pada Unit Karbon dan bagaimana Unit Karbon diperlakukan di praktiknya. Tulisan ini menggunakan metode penelitian doktrinal untuk mengumpulkan data. Pada dasarnya, Unit Karbon sebagai Efek telah ditetapkan secara Undang-Undang, namun apabila dilihat dari segi karakteristik antara Unit Karbon dan Efek keduanya memiliki persamaan, yaitu dapat dialihkan, dapat diperdagangkan, dan melekat sebuah hak. Meskipun demikian, ada perbedaan antara Unit Karbon dan Efek, yaitu tidak adanya hak kebendaan jaminan yang melekat pada Unit Karbon. Sifat Unit Karbon yang berbeda dengan Efek, menjadikan Unit Karbon dalam praktiknya tidak dapat diperlakukan sama dengan Efek secara keseluruhan. Selain itu, Unit Karbon dan Efek juga memiliki fungsi dan kegunaan yang berbeda dalam praktiknya, dimana Unit Karbon lebih seperti biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk memenuhi kewajiban pengurangan emisi dan melakukan pengimbangan emisi, sedangkan Efek memiliki kegunaan sebagai instrumen investasi.

This research was conducted to analyze the regulation of Carbon Units as securities on the carbon trading practices in Indonesia by looking at the inherent characteristics of carbon units and how Carbon Units are treated in practice. This research utilizes the doctrinal research method to collect data. Carbon Units as securities have been defined by law, however, when comparing the features of Carbon Units and securities, they are similar in that they are both transferable, tradable, and attached with rights. However, there are some differences between Carbon Units and securities, particularly regarding the attached security rights on Carbon Units. The nature of Carbon Units, which are different from securities, means that in practice, Carbon Units cannot overall be treated in the same way as securities. In addition, Carbon Units and securities also have different purposes, where Carbon Units resemble expenses that companies must bear to meet their emission reduction commitments and offset their emissions, while securities are used as an investment instrument."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asputia Damayanti
"Dampak perubahan iklim terhadap lingkungan dan manusia, lebih luas telah menjadi ancaman terhadap stabilitas ekonomi dunia. Perdagangan karbon hadir sebagai salah satu upaya untuk menjaga keseimbangan antara dampak lingkungan dan perekonomian global. Tata laksana perdagangan karbon yang diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 sangat penting bagi Indonesia karena memberikan kontribusi dalam penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global untuk menuju pemulihan ekonomi yang berkelanjutan. Perdagangan karbon dilaksanakan melalui mekanisme bursa karbon yang telah diluncurkan pada pertengahan 2023 lalu. Aktivitas bursa karbon hanya menunjukkan kinerjanya pada hari pertama peluncuran, setelah itu bursa karbon terus menunjukkan penurunan hingga stagnansi perdagangan akibat tidak tersedianya unit karbon. Berbasis regulated market, maka kinerja perdagangan karbon juga ditentukan oleh perangkat regulasi, khususnya tata laksana nilai ekonomi karbon pada tingkat Kementerian/Lembaga yang terkait dalam Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika implementasi kebijakan perdagangan karbon di Indonesia dan penguatan apa yang dapat dilakukan untuk mendorong kinerja perdagangan karbon. Melalui metode penelitian deskriptif kualitatif dan teknik analisis arketipe sistem drifting goals, hasil penelitian menunjukkan bahwa dinamika implementasi kebijakan perdagangan karbon disebabkan adanya resistensi pelaku usaha dan konflik kepentingan antar Kementerian/Lembaga, sehingga terjadi penurunan target nasional. Untuk mendorong pencapaian target nasional, penguatan perlu dilakukan sebagai tindakan korektif yaitu dengan inovasi tata kelola soft steering dan peran dukungan legislatif.

Climate change impact on the environment and humans has become a broader threat to world economic stability. Carbon trading act as an effort to maintain a balance between the environmental and global economy impacts. Implementation of carbon trading regulated through Presidential Regulation Number 98 of 2021 is crucial for Indonesia as it contributes to market-based mitigation of climate change at the global level towards sustainable economic recovery. Carbon trading is carried out through a carbon exchange mechanism which was launched in mid-2023. Carbon exchange activity only showed its performance on the first day of launch, and carbon exchange continued to show a decline until trading stagnated afterwards due to the unavailability of carbon units. Driven by regulated market, carbon trading performance is determined by regulatory instruments, especially the implementation of economic value of carbon in the Ministries/Institutions level as regulated in Indonesia's Nationally Determined Contribution (NDC). For such backgrounds, this research aims to analyze the dynamics of carbon trading policy implementation in Indonesia and what reinforcement can be done to encourage carbon trading performance. Through qualitative descriptive research methods and drifting goals system archetype analysis techniques, the results show that the dynamics of carbon trading policy implementation are caused by resistance from business actors and conflicts of interest between Ministries/Institutions, which resulting in declining national targets. To encourage the achievement of national targets, reinforcement needs to be carried out as a corrective action, through soft steering governance innovations and the role of legislative support."
Jakarta: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Giava Zahrannisa
"Kenaikan temperatur sebesar 4°C sebelum tahun 2060 mengancam bumi menjadi tidak layak huni bagi manusia. Guna mencegah katastrofe tersebut, negara-negara di dunia berupaya membatasi kenaikan suhu bumi rata-rata sebesar 1,5°C di atas level pra industri dan mencapai target emisi nol bersih sebelum tahun 2060. Perdagangan karbon menjadi salah satu instrumen yang paling efisien untuk mencapai target iklim tersebut. Sayangnya, integritas perdagangan karbon sangat lemah akibat tingginya angka tindak pidana seperti: penjualan kredit karbon palsu, klaim palsu terkait manfaat finansial dan lingkungan kredit karbon, kejahatan finansial, kejahatan komputer, dan pemalsuan data emisi gas rumah kaca (GRK). Penelitian ini menganalisis permasalahan tersebut menggunakan metode penelitian doktrinal dan non-doktrinal. Hasil penelitian menjelaskan bahwa hukum pidana Indonesia belum siap untuk mengakomodasi tindakan pemalsuan data emisi GRK. Menggunakan teori kesempatan tindak pidana serta prinsip kesalahan moral dan kerugian, penelitian ini menunjukkan urgensi dan justifikasi kriminalisasi terhadap pemalsuan data emisi GRK. Kriminalisasi tersebut dilakukan terhadap tiga modus berupa: pemalsuan informasi atau dokumen, perusakan alat monitoring emisi, dan penggunaan sampel palsu. Sebagai solusi, penelitian ini memberikan formulasi kombinasi sanksi administratif dan pidana untuk mengkriminalisasi pemalsuan data emisi GRK agar dapat meminimalisasi kesempatan terjadinya tindak pidana sehingga mampu menjaga integritas perdagangan karbon.

The rise of world temperature by 4°C before 2060 would make the world unhabitable for humans. In response, countries worldwide are binded to limit the temperature increase to 1.5°C above pre-industrial levels and achieve net-zero emissions before 2060. Carbon trading stands out as one of the most cost-efficient instruments to meet these climate targets. However, the integrity of carbon trading is compromised due to high rates of criminal activities. These include: the sale of fake carbon credits, false claims regarding financial and environmental benefits of carbon credits, financial crimes, cybercrimes, and falsification of greenhouse gas emission (GHG) data. Using doctrinal and non-doctrinal method, this research argues that falsification of greenhouse gas emission dataremains unregulated by Indonesian criminal law. This research also argue that the criminalization of GHG data falsification is urgent and justified by implementing crime opportunity theory and justification of criminalization theory. As a solution,  this research provides a formulation of a combination of administrative and criminal sanctions to criminalize falsification of GHG emission data in order to minimize the opportunity for criminal acts so as to be able to maintain the integrity of carbon trading."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naibaho, Erna Meike
"Tesis ini membahas tentang perdagangan karbon kredit sebagai mekanisme/skema penanganan pengurangan emisi gas rumah kaca, dimana masih terdapat pro dan kontra terhadap mekanisme/skema perdagangan karbon kredit ini baik dari sisi substansi maupun pelaksanaan. Oleh karena latar belakang tersebut di atas, maka pokok permasalahan dalam tesis ini adalah melihat konsep perdagangan karbon kredit dalam tinjauan hukum, baik aspek hukum keperdataan dan juga aspek hukum publik. Permasalahan tersebut dibahas menggunakan metode penelitian kepustakaan, sehingga menghasilkan kesimpulan yaitu pada dasarnya mekanisme/skema ini sudah diimplementasikan dan memberikan manfaat meskipun masih terdapat permasalahan-permasalahan yang dapat berpotensi menjadi masalah hukum dan ketidakefektifan skema/mekanisme ini terhadap tujuan diselenggarakannya perdagangan karbon kredit ini.

This thesis discusses about carbon credit trading as a mechanism/scheme in handling the emission reduction of Green House Gases (GHGs). There are pro & contra exist in substances and implementation of carbon credit trading. From that background situation, this thesis concern about problems of legal aspects in carbon credit trading, including private and public legal aspects. These problems are discussed using library research methods and conclude that basically carbon credit trading is able to implement as a mechanism in GHGs emission reduction, but in other hand there are problems exist which potential to be a legal problems and ineffectiveness of this mechanism to aim its purpose as an emission reduction mechanism."
Depok: Universitas Indonesia, 2011
T29295
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Alwan Ibrahim
"Ekonomi digital semakin mendominasi sistem ekonomi di era ini, perdagangan aset kripto timbul karena adanya perkembangan teknologi. Dalam transaksi aset kripto, terdapat pihak yang memperdagangkan aset kripto baik dari sisi komersial, tukar menukar, maupun jasa pertambangan. Pengenaan PPN atas perdagangan aset kripto dilihat dari adanya objek PPN aset kripto yang termasuk dalam komoditi. Sedangkan aset kripto dikategorikan sebagai penghasilan karena adanya penambahan kekayaan pada transaksi perdagangannya. Penelitian ini membahas tentang kebijakan PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto yang diatur di dalam PMK No. 68/PMK.03/2022. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perumusan kebijakan dan bagaimana strategi implementasi yang telah disiapkan serta membandingkan bagaimana kebijakan pajak kripto, dengan negara anggota forum G20. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perumusan kebijakan dilatar belakangi oleh upaya pemerintah untuk memungut pajak aset kripto sebagaimana sesuai dengan asas pemungutan pajak yakni equality dan bersifat netral, serta sesuai dengan asas keadilan dan didasari oleh asas revenue productivity. Dalam penetapan kebijakan, pemerintah memilih opsi untuk memberi kepastian bagi Wajib Pajak yang melaksanakan kewajiban perpajakan. Selanjutnya, strategi implementasi yang disiapkan oleh pemerintah ialah dengan melakukan sosialisasi, serta mempersiapkan sistem yang baik untuk implementasinya baik dari segi teknologi maupun ekonomi.

Digital economy increasingly dominating the economic system in this era, crypto assets trading arises due to technological developments. In a trade of crypto assets transaction, the crypto is subject to VAT payable because of it’s categorization as Commodities. The other subject is Income Tax because of how crypto assets is additional income to those who owned crypto assets. This research discusses about taxation of Crypto Assets policy in Indonesia, which regulated in PMK No. 68/PMK.03/2022. This study aims to analyze the policy’s formulation and analyzing the strategy of implementation, also to compare the policy and implementation of VAT dan Income Tax, along with countries in the G20 Forum. The method of this research is descriptive method with qualitative approach. The result of this research indicates that the policies is based by the Government’s attempt to collect a Tax on crypto assets trading as accordant with the principle of tax collections which are equality and neutral, and based by the revenue productivity. Government chose the option giving certainty to Taxpayers who engages in taxation obligations. The strategy of implementation which Government prepares is to hold socialization, and to organize a system for the implementation, both from the technology and economy viewpoint."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Antonia Ayu Anya Azwar
"Dalam mencapai cita-cita Net Zero Emission pada tahun 2060, peralihan penggunaan Energi Baru Terbarukan semakin meningkat. Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki potensi pengembangan PLTS yang sangat besar senilai 112.000 GWp, ditambah dengan biaya instalasi yang semakin menurun sekitar 78% dari tahun 2015 hingga 2022. Hal ini menjadikan pengembangan PLTS di Indonesia menjadi alternatif EBT yang menarik guna mereduksi emisi karbon di Indonesia dan mencapai Net Zero. Tidak hanya berfokus pada penghijauan, agar produktivitas dan perekonomian tetap meningkat, kebijakan pasar karbon juga menjadi alternatif kebijakan baru yang dapat mendukung transisi Indonesia menuju ekonomi hijau. Dengan instrumen-instrumen tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika dan kompleksitas adopsi PLTS di Indonesia dengan pemanfaatan perdagangan karbon menggunakan metode sistem dinamis sebagai metode yang tepat untuk menganalisis suatu sistem yang kompleks.

In achieving the goal of Net Zero Emission by 2060, the transition to the use of New Renewable Energy is increasing. As a tropical country, Indonesia has the potential for the development of Solar Power Plants (PLTS) on a large scale, amounting to 112,000 GWp, alongwith installation costs decreasing by around 78% from 2015 to 2022. Thus, the development of PLTS in Indonesia become attractive alternative for reducing carbon emissions in the country and achieving Net Zero. Not only focusing on greening, but to ensure productivity and economic growth, carbon market policies also become a new alternative that can support Indonesia's transition to a green economy. With these instruments, this research aims to analyze the dynamics and complexity of PLTS adoption in Indonesia through the utilization of carbon trading using the dynamic system method as an appropriate approach for analyzing a complex system."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andiko
"Tesis ini membahas kelayakan hukum Karbon (CO2) menjadi objek perdagangan karbon dalam skema mitigasi perubahan iklim dalam kacamata hukum dan etika lingkungan. Penelitian ini adalah penelitian hukum yang bersifat analitis dengan pendekatan normatif. Penelitian ini kemudian menemukan bahwa secara normatif Karbon (CO2) dapat menjadi benda karena Undang-Undang dan menjadi objek perdagangan karbon, namun mengandung sejumlah pertanyaan dalam pendekatan secara etika lingkungan karena merupakan benda milik bersama serta tetap menggunakan pendekatan Antroposentris dalam memposisikan alam diikuti sejumlah masalah teknis kehutanan dan perdagangan.

This thesis discusses about the legal feasibility of carbon (CO2) become an object to carbon offset in climate change mitigation scheme in legal perspective and environmental ethic. This research is conducted in legal normative methode with analytical aproach. By this research, I found Carbon (CO2) could be defined as a goods, hence it could become an object of carbon offset. However, in perspective of environment ethics there are questions regarding how we see carbon as common property and remain use Anthropocentric approach to observe nature besides other number of technical problems such forestry and trade."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>