Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 159232 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retnosari Andrajati
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 1977
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk NPK BASF dan pupuk pelengkap cair T-N-F pada berbagai taraf perlakuan yang di laksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Panca Budi Medan....."
JUILABI
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"Corn seed subsidy policy is one of the ministry of agriculture's development programs which was estabilished in 2006 and continued in 2008 . The aim of this policy is to increase area of hybrid corn, increase production and productivity, open job opportunity and improve farmer's income,acclerate the developmentof national corn seed industry, provide feed industry and raw material for food industry and support corn self-sufficiency program...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
"The objective of this research is to investigate the effect of water deficit on the growth and yield of corn . The variety of corn used in this research was new and doesnt have market label. This research in conducted under plastic house on the experimental farm of Lampung University from August to October 2007..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sjuaib Madjid
"Telah dilakukan penelitian Optimasi Kadar Minyak Sereh dan Minyak Salam Sebagai Antioksidan Minyak Goreng. Minyak goreng yang digunakan didalam penelitian ini adalah minyak kelapa sawit dan minyak kelapa. Optimasi dilakukan dengan cara menambahkan kadar tertentu minyak sereh dan minyak salam kedalam minyak kelapa sawit dan minyak kelapa, lalu dipanaskan masing-masing selama satu, dua, tiga, dan lima jam. Kondisi optimum 'ditentukan berdasarkan hasil pengujian sifat fisiko-kimia : Bilangan Peroksida, Bilangan Asam, Asam Lemak Bebas, Derajat Asam, Bilangan Total Karbonil, dan penentuan komposisi asam lemak untuk melihat kestabilan minyak goreng. Sebagai pembanding dilakukan juga rangkaian pengujian dengan memakai antioksidan Butil Hidroksi Anisol (BHA) dengan kadar tertentu. Oksidasi termal lebih mudah terjadi pada asam lemak tidak jenuh, hal ini ditunjukkan dengan penurunan kadar asam lemak monoena den diena penyusun minyak dengan bertambahnya waktu oksidasi termal.
Hasil pengujian sifat kimia terhadap sampel minyak goreng yang telah diperlakukan di atas menunjukkan bahwa minyak sereh dan minyak salam bersifat antioksidan. Kondisi optimum dicapai pada saat penambahan minyak sereh atau minyak salam kedalam minyak goreng dengan kadar 150 mg/kg sampel.

The Optimation of Sereh (Adropogan Nardus) And Salam (Laurus Nohilis L) Oil Concentrate As Antioxidant Of Vegetable OilThe research had been done to the optimation of sereh (Adropogon nardus) and salam (Laurus nobilis L) essential oil as an antioxidant of vegetable oil, palm and coconut oil. Optimation was done by adding certain quantity of sereh and salam oil to the sample, and heated for 1,2,3 and 5 hours. The determination of optimal condition is based on the result of physico-chemical analysis : Peroksida Value, Acid Value, Free Fatty Acid Value, Acid Degree, Total Carbonyl Value and Variation of Fatty Acid composition during thermal oxidation, and compared by Butil Hydroxy Anisol ( BHA ), as a standard antioxidant.
According to the physico-chemical analysis, showed that sereh and salam oil have an antioxidant activity, while the optimum condition is 150 mg/kg sample oil.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
PANGAN 19:4(2010)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Dwi Susanto
"Semakin pentingnya kedudukan kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng dan perolehan devisa telah menyebabkan pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kepentingan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok atau kepentingan untuk meningkatkan perolehan devisa, melalui ekspor crude palm oil (CPO).
Mengingat bahwa industri minyak goreng sawit Indonesia sampai saat ini masih belum berjalan dengan kapasitas penuh, bahkan menurut beberapa survei hanya berkisar 50-60 persen dari kapasitas terpasang, maka kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng. Untuk itu pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan, baik melalui penghapusan bea masuk maupun pengenaan pajak ekspor serta alokasi CPO kepada Badan Urusan Logistik (BULOG).
Dari gambaran intervensi pemerintah yang telah dilakukan selama ini terhadap minyak sawit Indonesia terlihat bahwa senantiasa terjadi benturan-benturan kepentingan dalam penerapan kebijakan. Dua dilema kebijakan yang dihadapi yaitu:
1. Pilihan antara pengembangan industri minyak goreng dalam negeri atau mengimpor minyak goreng dan mengekspor bahan mentah pembuatan minyak goreng (CPO) sebagai penghasil devisa;
2. Pilihan antara menggunakan instrumen minyak goreng impor atau pengaturan produksi minyak goreng dalam negeri untuk pengelolaan (stabilisasi) harga minyak goreng dalam negeri.Dilema ke dua ini langsung terkait dengan jaminan ketersediaan minyak goreng dalam negeri, dengan demikian harga minyak goreng tidak akan berfluktuasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terhadap kondisi penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia dan pengaruhnya terhadap industri minyak goreng serta gejolak harga minyak goreng di pasar domestik. Untuk itu dalam penelitian ini diidentifikasi faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit domestik dan pengaruhnya terhadap harga minyak goreng. Disamping itu penelitian ini juga berupaya mengkaji kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah yang pada dasarnya bertujuan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng. Analisis yang digunakan meliputi analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan pendekatan ekonometrika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan harga bahan baku industri minyak goreng (CPO) maka harga minyak gorengpun akan naik, atau dengan kata lain harga minyak goreng berbanding lurus dengan harga CPO domestik. Secara teoritis hal ini sangat wajar, karena dengan naiknya salah satu harga input produksi maka perusahaan yang rasional akan menaikkan harga outputnya agar tetap dapat mempertahankan keuntungannya. Ditunjukkan bahwa apabila harga CPO domestik naik sebesar Rp. 1000,00 per ton maka harga minyak goreng sawit akan naik sebesar Rp. 2000,15 per ton. Hasil ini nyata pada tingkat kepercayaan di atas 90%. Sedangkan perubahan harga CPO di pasar internasional juga berpengaruh positif terhadap perubahan harga minyak goreng. Berdasarkan hasil regresi ditunjukkan bahwa kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar US$ 1 per ton akan menaikkan harga minyak goreng sebesar Rp. 0.42 per ton, cateris paribus.
Harga minyak goreng berhubungan negatif dengan penawaran CPO domestik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa apabila pasokan CPO di pasar domestik meningkat maka akan dapat menurunkan harga minyak goreng sawit. Apabila penawaran CPO di pasar domestik meningkat sebesar 1 ton maka harga minyak goreng akan dapat turun sebesar Rp. 0,11 per ton, cateris paribus. Apabila pasokan CPO berkurang, maka produksi minyak goreng berkurang yang pada gilirannya menyebabkan minyak goreng di pasaran menjadi berkurang sehingga memicu kenaikan harga minyak goreng.
Bagi produsen CPO rangsangan untuk mengekspor CPO lebih menarik dibandingkan dengan kewajiban mereka dalam memenuhi kebutuhan domestik. Walaupun telah ditetapkan pajak ekspor, selama kegiatan ekspor masih memberikan keuntungan yang lebih besar daripada menjual di dalam negeri maka produsen CPO akan berusaha untuk mengekspor. Sehingga sering ditemukan ekspor CPO secara illegal. Dengan demikian catatan jumlah ekspor resmi berbeda dengan kenyataan aktual CPO yang dilarikan ke luar negeri yang cenderung lebih besar dari catatan volume ekspor. Sehingga jumlah CPO yang dipasok di dalam negeri berkurang lebih besar dari jumlah CPO yang diekspor.
Semakin meningkatnya kebutuhan minyak goreng masyarakat, maka kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng juga meningkat. Dari hasil pengujian ditunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan permintaan bahan baku CPO untuk industri minyak goreng maka akan diikuti dengan kenaikan jumlah penawaran CPO di pasar domestik, walaupun kenaikan penawaran CPO di pasar domestik tidak sebesar permintaan CPO. Apabila permintaan CPO untuk industri minyak goreng meningkat sebanyak 10 ribu ton maka penawaran CPO domestik juga akan meningkat tetapi hanya sebesar 2,1 ribu ton, cateris paribus. Oleh karena itu untuk menutupi kesenjangan lonjakan permintaan tersebut, pemerintah seringkali harus campur tangan guna menjamin ketersediaan pasokan CPO.
Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi CPO adalah melalui pembukaan areal perkebunan kelapa sawit. Pengukuran terhadap pengaruh perubahan variabel luas areal perkebunan kelapa sawit terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa apabila terjadi pertambahan areal perkebunan kelapa sawit seluas 1000 hektar maka akan terjadi kenaikan penawaran CPO di pasar domestik sebesar 2,13 ribu ton CPO, cateris paribus. Data Ditjen Perkebunan (1998) menunjukkan bahwa dari areal perkebunan kelapa sawit seluas 2,79 juta hektar-dihasilkan 5.64 juta ton CPO atau rata-rata satu hektar perkebunan kelapa sawit menghasilkan 2.02 ton CPO.
Untuk variabel kebijakan pemerintah tentang produksi dan tata niaga minyak sawit terlihat bahwa dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah sejak tahun 1979 telah berhasil meningkatkan penawaran minyak sawit domestik (berpengaruh positif). Akan tetapi pengaruhnya belum dapat memberikan dampak yang berarti dalam menjamin ketersedian pasokan CPO di pasar domestik, karena dengan adanya kebijakan tersebut penawaran CPO domestik hanya meningkat sebesar 199,84 ribu ton dalam kurun waktu 19 tahun.
Ketidakefektifan kebijakan pemerintah dalam menjamin ketersediaan CPO untuk keperluan industri minyak goreng dalam negeri menyebabkan harga minyak goreng senantiasa mengalami gejolak. Kebijakan pemerintah melalui instrumen alokasi CPO dalam negeri dan alokasi CPO untuk ekspor hanya bertahan dalam jangka pendek. Disamping itu kebijakan tersebut harus dibayar cukup mahal karena dalam jangka panjang menghambat promosi ekspor dan dalam jangka pendek menurunkan perolehan devisa negara melalui ekspor CPO.
Upaya stabilisasi harga minyak goreng melalui mekanisme alokasi dan penetapan harga bahan baku dinilai banyak kalangan tidak efektif. Dapat dikemukakan beberapa faktor sebagai penyebabnya, seperti:
a. Permintaan dunia terhadap minyak sawit (CPO) terus mengalami peningkatan dan harga di pasar internasional juga meningkat cukup pesat.
b. Secara operasional mekanisme alokasi CPO produksi PTP melalui KPB (Kantor Pemasaran Bersama) tidak lagi banyak pengaruhnya pada pemenuhan kebutuhan bahan baku industri minyak goreng.
c. CPO tidak hanya digunakan oleh industri minyak goreng. Penggunaan CPO untuk bahan baku industri lain (bukan industri minyak goreng) dalam negeri juga terus meningkat. Jenis industri tersebut antara lain adalah margarin, sabun dan oleokimia.
d. Mekanisme alokasi dan penetapan harga CPO yang disertai operasi pasar minyak goreng pada saat-saat tertentu (seperti menjelang tahun baru, bulan puasa dan lebaran) menyebabkan margin keuntungan produsen minyak goreng sangat tipis.
e. Harga CPO akan cenderung tetap tinggi karena permintaan domestiknya lebih besar daripada kapasitas produksi CPO.
Dari hasil perhitungan elastisitas harga CPO internasional terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1% akan menurunkan penawaran CPO domestik sebesar 0,32%.
Harga CPO internasional berpengaruh negatif terhadap penawaran CPO domestik, ditunjukkan dengan nilai dugaan parameter sebesar -0.69, yang berarti apabila terjadi kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1 dollar US maka penawaran CPO domestik akan turun sebesar 0.69 ribu ton.
Dari hasil pendugaan dapat dinyatakan bahwa permintaan CPO domestik searah dengan jumlah produksi minyak sawit. Permintaan minyak sawit domestik sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi minyak goreng sawit walaupun tidak dapat diabaikan permintaan CPO oleh industri margarin dan sabun yang konsumsinya meningkat di atas 15% dari tahun ke tahun.
Pertumbahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita, berpengaruh positif terhadap permintaan minyak sawit domestik, hal ini ditunjukkan oleh koefisien yang bertanda positif sebesar 0.003 yang berarti setiap kenaikan penduduk 1.000 orang akan meningkatkan permintaan minyak sawit domestik sebesar 3 ton. Sedangkan hasil pendugaan parameter untuk pendapatan per kapita terhadap permintaan minyak sawit domestik sebesar 0,0006 menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pendapatan per kapita sebesar Rp. 1000 maka akan meningkatkan permintaan CPO domestik sebanyak 0,6 ton, dan sebaliknya.
Dalam jangka pendek, kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri jelas lebih buruk dalam hal perolehan devisa. Hal ini terjadi karena dalam jangka pendek, kebijakan ini bersifat sebagai subtitusi impor, sehingga akan menurunkan penerimaan ekspor. Disamping itu, kebijakan ini mungkin saja kurang efisien dalam jangka pendek karena teknologi dan manajemen industri pengelolaan pada umumnya belum dapat dikuasai dengan baik.
Namun demikian, faktor negatif kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri mestinya dapat diatasi dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong industri minyak goreng untuk terus menerus meningkatkan efisiensinya. Dalam kaitan ini, strategi yang perlu ditempuh adalah pemberian insentif dan kemudahan (proefisiensi) dalam proses produksi, bukan proteksi. Salah satu bentuk kebijakan yang bersifat proefisiensi ialah penghapusan berbagai faktor yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi seperti perizinan usaha dan biaya-biaya non-fungsional. Bila hal ini dapat dilakukan, maka, dalam jangka panjang industri minyak goreng dalam negeri akan berubah dari industri yang bersifat subtitusi impor menjadi industri yang bersifat promosi ekspor."
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T7501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agetha Lautania Harsono
"Minyak zaitun merupakan minyak yang termasuk ke dalam asam lemak rantai sedang (medium-chain triglycerides (MCT)). Minyak ini dapat digunakan untuk pembuatan mikroemulsi dan menghasilkan mikroemulsi yang lebih jernih, lebih stabil, dan ukuran partikel lebih kecil jika dibandingkan dengan asam lemak rantai panjang (long-chain triglyserides (LCT)). Tujuan dari ulasan ini adalah untuk melihat potensi minyak zaitun yang digunakan sebagai pembawa mikroemulsi dalam penghantaran obat transdermal. Terdapat data perbandingan evaluasi minyak zaitun terhadap beberapa minyak nabati lainnya dalam pembuatan mikroemulsi. Dari data tersebut minyak zaitun memiliki kelarutan yang lebih tinggi dibanding minyak yang lain, serta penetrasi dari mikroemulsi yang mengandung minyak zaitun lebih efektif untuk penghantaran obat secara transdermal.

Olive oil is the oil that belongs to the medium-chain triglycerides (MCT). The oil can be used to make microemulsions and produce more transparent microemulsions, more stable and smaller particle size than long-chain triglycerides (LCT). The purpose of this review is to see the potential of olive oil as a microemulsion carrier in transdermal drug delivery. There was a comparative data evaluation of olive oil to several other vegetable oils in making microemulsions. From those data, olive oil has a higher solubility than other oils, and the penetration of microemulsions which contain olive oil is more effective for transdermal drug delivery."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>