Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 186475 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sundari
"Penyakit autoimun adalah sindroma ldinik yang disebabkan oleh respon autoimun akibat aktivasi dari sel T maupun sel B atau keduanya terhadap antigen selfl). Penyakit ini merupakan kelainan yang cukup sering ditemukan di ldinik, dapat bersifat ringan maupun berat, terjadi akibat gangguan keseimbangan kerja sistem imun. 1 Penyebab penyakit dan patogenesisnya belum jelas. Gejala dan keparahan dari penyakit autoimun berbeda beda pad a tiap p~ien. Pemeriksaan laboratorium ANA mempunyai tingkat sensitivitas ' dan spesifisitas yang berbeda beda pada tiap penyakit autoimun; pada penyakit LES yang paling sensitif (:::; 95%). Pol a ANA yang ditemukan pada pasien penyakit autoimun dapat berupa speckled, homogen, nuldeoli, perifer, sentromer dan sitoplasma. ' Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan data tentang profil ANA pada pasien autoimun yang berobat ke polildinik Alergi dan Imunologi, departemen Ilmu Penyakit Dalam, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Penelitian ini berguna untuk memberikan informasi kepada ldinisi tentang pola dominan yang ditemukan pada penyakit autoimun tertentu dan membantu memperkirakan penyakitnya. Subjek diambil dari pasien dewasa (usia> 15 tahun) rawat jalan yang berobat di polildinik Alergi Imunologi (Juni 2010-Agustus 2010) dan menggunakan penelitian deskriptif. Pasien dengan stadium pengobatan stadium pengobatan : maintenance 21(52,5%), tappering offl2 (30%), dan induk~i 7 pasien (17,5%). Pemeriksaan ANA dilakukan pada 40 sampel dan 10 subjek sehat. Subjek penelitian terdiri dari 38 wanita (95%) dan 2 pria (5%) sedangkan subjek sehat terdiri dari 8 wanita (80%) dim 2 pria (20%). Usia median untuk subjek adalah 20-29 tahun sedangkan subjek sehat median umur 30-39 tahun. Kami mendapatkan 6 kontrol denga.'1 hasil negatif dan 4 hasil positif pola speckled halus dengan titer rendah 11100. Pada subjek penelitian didapatkan diagnosis LES 38 pasien (95%) dan 2 slderoderma (5%). Pada pasein LES, didapatkan hasil ANA positif 33 (87%) dan negatif 5 (13%). Pada kedua pasien slderoderma, pemeriksaan ANA nya positif. Pada pasien LES 'dengan ANA positif, karni menemukan pola speckled 26 (65%), terdiri dari speckled kasar 23 (57,5%) dan speckled halus 3 (7,5%), nuldeolar 4 (10%), homogen 2 (5%), dan anti sitoplasma antibodi 1 (2,5%). Modus titer ANA sebelum pengobatan 1110.000 dan setelah pengobatan 11100.

Autoimmune disease is an inflammatory ,disorder charactherized by autoantibodies among others to nuclear antigen.Severity and symptoms of autoimmune disease differ in each' patient. 'A laboratory test of antinuclear antibo4y (ANA) is different in every autoimmune dis~e; but in SLE, is the most sensitivetest,(:::: 95%). Patterris of ANA were' found in ~utoimmune disease , patients 'are speckled, homogen, nucleoli, peripheral, centrQmere and cytoplasmic pattern. The aim of this study was to found the pattern of ANA iIi patients that 'di~gno~d as 'autoimmune disease in Allergy and Immunology clinic, department" of internal medicine, Cipto Mangunkusumo Hospital. The value of this study was to give infonnation to clinician the most frequent pattern of ANA founded in autoimmune patient and to estimate type of autoimmune disease. ' Subjects were taken in out patient in' Allergy Immunology clinic (June 2010 - Augustus 201 0) in adult autoimmune pa~ents (age:> 15 years). , ' ANA test was applied to 40 autoiininune subjects, and 10 healthy subjects. Thirty eight of subjects were wom~ (95%) and 2 of them were men (5%). The median age is 20-29 years old. (45%). Healthy 'subjects are 8 women and 2 men and median age is 30-40 years old. We found 6 healthy subjects were negative ANA test and 4 were positive fine speckled pattern and titer were low 11100. We found SLE 38 patient (95%) 'and 2 Schlerodenna (5%). From 38 SLE patient ,positive of ANA test '33 (87%) and 5 negative of ANA test (13%), and from 2 schlerodenna 100%' ANA test positive. From positive ANA test of SLE we found 26 speckled pattern (65%), devide in coarse speckled 23 (57,5%) and fine speckled 3 (7,5%),4 nucleolar (10%), 2 homogen pattern (5%), and antlcytoplasmic antib<;>dy pattern 1 (2,5%). In this study founded that the most ANA pattern and spesific for SLE patients in department internal medicine, Cipto Manglmkusumumo Hospital was speckled pattern. The stage of therapy are maintenance ' 21 ' (52,5.%), "tapering off stag~12(30%)and induction stage 7 (17,'5%) is maintenance stage and 7 patient (17,5%) in tapering off stage. , " ' Modus titer ANA Defore therapy ,1/1 0.000 and after therapy 11100."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
T58025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Niniarti Z. Djamal
"Pendahuluan
Stomatitis Aftosa Rekuren (SAR) adalah suatu penyakit mulut yang paling sering ditemukan kini amat mengganggu penderitanya karena hilang tirnbul (rekurest) sehingga dapat mengganggu fungsi pengunyahan (1;2). SAR biasanva mengenai jaringan lunak yang tidak berkeratin, bentuknya bulat, dikelilingi "halo" berbatas jelas dan terasa sakit (2,3,4).
Etiologi SAR sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, namun ada beberapa faktor predisposisi yang diduga turut berperan pada putogenesisnya, antara lain faktor genetik, hormonal, imunologis, psikologis, infeksi mikroorganisme, derisiensi vitamin ataupun allergi (2,3,4,5), Karen belum diketahui penyebab utamanya maka bagaimana mekanisme sampai terjadinya SAR (patogenesis) secara pasti belum terungkap. Oleh karena itu penanganan SAR yang telah diupayakan selama ini belum mencapai hasil yang optimal.
Seiring dengan kemajuan di bidang imunologi maka beberapa penelitian akhir-akhir ini menemukan adanya ketidakseimbangan imunologis pada penderita SAR yaitu dengan ditemukannya perubahan proporsi subpopulasi limfosit di daerah tepi oleh Leiner (6,7,8) dan ternyata perubahan tersebut semakin nyata pada SAR tipe mayor (9)."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1999
LP-Pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
"Telomer merupakan bagian ujung kromosom yang terdiri atas nukleotida non koding dan berfungsi mencegah terjadinya aberasi kromosom. Pemendekan telomer pada setiap kali siklus replikasi sel berhubungan dengan proses penuaan sel. Proses penuaan akan meningkatkan resiko penyakit autoimun. Faktor genetik dapat memicu hilangnya telomer yang diikuti dengan berkembangnya penyakit autoimun. Beberapa penyakit autoimun seperti rematoid artritis (RA), Systemic Lupus Erythematosus (SLE) atau lupus mengalami disfungsi telomer. Pada penderita SLE telomer sel-sel darahnya mengalami pemendekan bermakna terutama pada usia di bawah 45 tahun, yaitu sebesar 35 – 40 bp pertahun, sedangkan usia di atas 60 tahun, pemendekan telomer kurang bermakna. Tetapi aktifitas telomerase sel-sel darah pada pasien SLE cukup tinggi. Pada penderita rematoid artritis, pemendekan telomer mulai terjadi pada usia 25 – 40 tahun. Pada rematoid artritis HLA –DR+ mengalami pemendekan telomer 26 bp lebih besar pertahun dibandingkan HLA-DR-. Telomer pada penderita rematoid artritis laki-laki lebih pendek daripada penderita perempuan. Reduksi panjang telomer tidak berhubungan dengan lamanya menderita rematoid tetapi dipengaruhi oleh genotip HLA-DRB1. Aktivitas telomerase sel T penderita rematoid rendah sehingga mempercepat apoptosis."
610 JKY 21:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Della Manik Worowerdi Cintakaweni
"ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit autoimun terjadi karena tubuh tidak mampu untuk mengenali sel atau jaringan tubuh sendiri, sehingga tubuh memberikan respons seperti proses eliminasi antigen terhadap sel atau jaringan tubuh sendiri. Berbagai faktor risiko, antara lain genetik, lingkungan dan nutrisi berperan pada perkembangan penyakit autoimun. Saat penyakit autoimun telah menimbulkan gejala, pasien memiliki risiko mendapat nutrisi yang tidak adekuat. Selain itu, kondisi autoimun akan menimbulkan respons inflamasi terus-menerus di dalam tubuh. Bila kondisi ini terus berlanjut akan menyebabkan peningkatan status metabolisme, status nutrisi, status imun dan menimbulkan gangguan kapasitas fungsional pada pasien. Pasien dengan penyakit autoimun harus didukung dengan edukasi dan mendapat terapi nutrisi yang tepat dan adekuat, terutama saat menjalani proses terapi sehingga kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi sesuai dengan kondisi pasien. Metode: Laporan serial kasus ini menguraikan empat kasus penyakit autoimun. Dua kasus merupakan kasus neurologi, sementara dua kasus lain adalah kasus penyakit kulit. Dua pasien memiliki status nutrisi malnutrisi berat, satu pasien berat badan normal berisiko malnutrisi dan satu pasien obes I berisiko malnutrisi. Terapi nutrisi sesuai mengacu pada diet seimbang. Semua pasien mendapat terapi nutrisi sejak dikonsulkan ke Departemen Medik Ilmu Gizi hingga hari terakhir perawatan di RS. Asupan energi dan protein diberikan meningkat bertahap sesuai dengan kondisi klinis dan toleransi pasien. Suplementasi mikronutrien diberikan kepada pasien. Pemantauan pasien meliputi keluhan subjektif, hemodinamik, analisis dan toleransi asupan, pemeriksaan laboratorium, antropometri, imbang cairan, dan kapasitas fungsional. Hasil: Selama pemantauan di RS, asupan pasien dapat mencapai kebutuhan energi total dan mikronutrien diterima oleh pasien. Perbaikan klinis dan perbaikan kapasitas fungsional terjadi pada 3 pasien. Satu pasien mengalami perburukan dan meninggal akibat sepsis pada hari perawatan ke-33. Kesimpulan: Terapi nutrisi pada pasien autoimun dapat mendukung proses pengobatan berupa perbaikan kapasitas fungsional dan lama rawat 3 pasien.

ABSTRACT
Objective Autoimmune disease is a condition of body inability to recognize the cells or tissues itself. It will response as antigen elimination process against the cells or tissue itself. Autoimmune risk factors, such as genetic, enviromental and nutrients play a role in the development of autoimmune diseases. When the symptoms occur, the patient have a risk of inadequate nutrition. In addition, autoimmune condition will cause continuous inflammatory response. This situation will increase patients rsquo s metabolic, nutritional, and immune status. Thus, reduce the patient rsquo s functional capacity. Patient with autoimmune disease should be supported by appropriate and adequate nutrition education and therapy, especially during the therapeutic process so that the nutrition requirements can be fulfilled according to the patient 39 s condition. Methods These case report outlines four cases of autoimmune disease. Two cases are cases of neurology, while the other two cases are cases of skin disease. Two patients had severe malnutrition, one normoweight patient at risk for malnutrition and one obese patient at risk of malnutrition. Management of appropriate nutrition refers to a balanced diet. All patients received nutritional therapy from the Clinical Nutrition Department until the last day of hospitalization. The energy and protein intake increase gradually in accordance with improved clinical conditions and patient rsquo s tolerance. Supplementation of micronutrients is given to the patient. Patient monitoring includes subjective, hemodynamics, analysis and tolerance of intake, laboratory examination, anthropometry, fluid balance, and functional capacity Results During hospital monitoring, the patient 39 s nutrition intake can achieve the total energy and protein requirement as well as the micronutrients. Clinical condition and functional capacity improvements occurred in 3 patients. One patient had worsening condition and died due to sepsis in the 33rd day of treatment. Conclusion Nutritional therapy for patients with autoimmune disease can support the treatment process in improvement of functional capacity and length of stay."
2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Oktaviana
"Hipertensi merupakan penyakit yang memerlukan terapi jangka panjang bahkan seumur hidup. Penggunaan obat antihipertensi perlu diawasi dan terbukti mampu mengurangi morbiditas dan mortalitas akibat hipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pola penggunaan obat antihipertensi pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto. Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan pengambilan data secara prospektif dari rekam medis dan resep. Sampel adalah rekam medis dan resep pasien yang diresepkan obat antihipertensi dan berobat minimal dua kali selama periode Maret-April 2015. Analisis dilakukan pada 67 data pasien yang memenuhi kriteria inklusi. Berdasarkan hasil analisis menggunakan Microsoft Excel, diperoleh prevalensi penderita hipertensi paling banyak terjadi pada perempuan; kelompok usia lebih dari 60 tahun; dan semua pasien yang diamati dalam penelitian ini merupakan pasien BPJS Kesehatan. Obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah Amlodipine (36,35%). Persentase obat generik yang digunakan di Poliklinik Penyakit Dalam RSPAD Gatot Soebroto relatif tinggi yaitu mencapai 73,98%. Obat antihipertensi yang menyusun DU90% terdiri dari 8 obat antara lain Amlodipine, Valsartan, Candesartan, Adalat Oros, Candesartan Cilexetil, Irvebal, Valesco, dan Micardis. Obat antihipertensi penyusun DU90% yang sesuai dengan Fornas relatif tinggi yaitu mencapai 66,94%. Efektivitas obat antihipertensi yang digunakan relatif rendah yaitu 46,27%.

Hypertension is a disease requires long term therapy even lifetime. Drug utilization of antihypertensive should be monitored and are proven to have ability to reduce morbidity and mortality from hypertension. This research aimed to observe drug utilization pattern of antihypertensive in outpatients at Internal Medicine Clinic of Gatot Subroto Army Hospital. This is a descriptive study. Data was collected prospectively from medical records and patient prescriptions. Samples were patient prescriptions and medical records that contain antihypertensive drugs prescription and have minimal twice clinical encounters during observation period. 67 patients data those meet the inclusion criterias were analized. Based on the analysis with Microsoft Excel, most prevalence of hypertension was in women; more than 60 years age group; and all are BPJS Kesehatan members. The most used antihypertensive was Amlodipine (36,35%). The percentage of generic drugs used was relatively high, about 73,98%. Antihypertensive drugs made up the DU90% consist of 8 drugs, they are Amlodipine, Valsartan, Candesartan, Adalat Oros, Candesartan Cilexetil, Irvebal, Valesco, and Micardis. Compliance of DU90 % drugs to Fornas was relatively high, count 66,94%. The effectivity of antihypertensive drugs used was relative low at 46,27%."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2015
S59452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dr. Rahmi Afifi
"Tujuan: Mengetahui gambaran arteri karotis pada pemeriksaan ultrasonografi Doppler berwarna pada pasien-pasien stroke iskemik di RSUPN CM. Bahan dan Cara: Tiga puluh satu pasien dengan stroke iskemik dilakukan pemeriksaan ultrasonografi Doppler berwarna pada arteri karotis bilateral. Semua pasien telah dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala dan penilaian adanya faktor risiko seperti hipertensi, diabetes melitus, hiperkolesterol dan merokok. Pada pemeriksaan ultranografi Doppler berwarna terhadap karotis, dinilai IMT, plak, diameter stenosis dan gangguan aliran. Selain itu dinilai juga hubungan antara faktor risiko terhadap terjadinya plak. Hasil: Dari 31 pasien stroke iskemik yang dilakukan ultrasonografi Doppler berwarna karotis didapatkan 16 pasien (51,6%) dengan penebalan intima, 21 pasien (67,7%) mempunyai plak pada arteri karotis. Sebagian besar plak berlokasi di bifurksio karotis (71,0%), dengan struktur heterogen dan permukaan reguler (74,2%). Hanya 2 plak (6,5%) yang menimbulkan stenosis lebih dari 50%. Sebanyak delapan belas (72%) dari 25 pasien penderita hipertensi dan 7 (70%) dari 10 pasien penderita diabetes mellitus mempunyai plak pada arteri karotis. Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan lokasi plak tersering di bifurkasio karotis, struktur plak terbanyak heterogen dengan permukaan yang reguler. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara faktor-faktor risiko terhadap terbentuknya plak."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T58443
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Peranginangin, Henri
"Perjan Rumah Sakit Fatmawati Jakarta telah dan sedang meningkatkan berbagai upaya yang mengarah kepada peningkatan kepuasan pasien secara keseluruhan, di antaranya dengan kegiatan kampanye kesehatan, pengadaan kotak saran pasien dan angket kepuasan pelanggan. Hasil kegiatan tersebut pada dasarnya cukup memadai ditandai dengan antara lain adanya informasi berkala tingkat kepuasan pasien; namun demikian informasi tersebut belum cukup spesifik per poliklinik atau per unit pelayanan termasuk faktor-faktor yang berhubungan. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan serta kurang efektif dan efisiennya dalam penetapan intervensi apa yang paling tepat dikembangkan per unit pelayanan berdasarkan prioritas.
Tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui gambaran tingkat kepuasan pasien rawat jalan atas pelayanan Poliklinik Penyakit Dalam Perjan Rumah Sakit Fatmawati Jakarta tahun 2003 / 2004 dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kepuasan tersebut. Rancangan penelitian yang digunakan ialah analitis kuantitatif observasional dengan pendekatan Cross-sectionaI. Jumlah sampel adalah 553 orang pasien, diambil dengan metode sampel sistematis. Instrumen pengukuran mutu layanan atau kepuasan pasien yang digunakan ialah instrumen dimensi SERVQUAL (Tangibles, Reliability, Responsiveness, Assurance dan Empathy) dengan modifikasi sesuai tujuan penelitian. Analisis yang digunakan yaitu analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan uji Chi-square dan regresi Iogistik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi jumlah pasien JDTSK (pasien yang menjawab dan menulis sendiri di kuesioner) yang puas atas pelayanan Poliklinik Penyakit Dalam Perjan Rumah Sakit Fatmawati tahun 2003 / 2004 adalah 68,4 %. Proporsi jumlah pasien JDTBK (pasien yang menjawab dan menulis di kuesioner dibantu peneliti) yang puas adalah 82,9 %. Kepuasan pasien JDTSK tertinggi menyangkut kinerja Dokter melayani pasien tidak berlebihan; sedangkan menurut pasien JDTBK yaitu menyangkut Dokter tidak pilih kasih dalam melayani pasien. Ketidakpuasan pasien tertinggi baik JDTSK maupun JDTBK menyangkut waktu tunggu pasien. Berdasarkan hasil analisis harapan dan pengalaman pasien dengan diagram Kartesius diketahui bahwa prioriias pengembangan atau peningkatan kinerja pada masa mendatang antara lain menyangkut masalah pendaftaran dan waktu tunggu pasien serta perawat melayani pasien dengan wajah ceria dan sabar.
Dari penelitian diketahui pula bahwa berdasarkan JDTSK secara statistik (pada alpha 0,05) ada hubungan yang bermakna antara kebutuhan individu yang tercermin dari status kunjungan dan jenis pembiayaan dengan kepuasan pasien. Berbeda dengan JDTBK walaupun secara statistik (pada alpha 0,05) dapat menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara kebutuhan individu yang tercermin dari status kunjungan dengan kepuasan pasien, namun belum mampu menunjukkan hubungan yang bermakna antara kebutuhan individu yang tercermin dari jenis pembiayaan dengan kepuasan pasien.
Kesimpulan umum penelitian ini bahwa tingkat kepuasan pasien atas pelayanan Poliklinik Penyakit Dalam Perjan Rumah Sakit Fatmawati tahun 2003 / 2004 tidak hanya berhubungan dengan faktor kinerja pelayanan tetapi juga dengan faktor kebutuhan dan karakteristik pasien. Faktor dan kinerja yang masih perlu ditingkatkan menyangkut waktu tunggu dan pendaftaran pasien serta keceriaan dan kesabaran perawat dalam melayani pasien. Informasi ini diharapkan bermanfaat bagi Pimpinan Perjan Rumah Sakit Fatmawati beserta Staf dalam mengambil keputusan terutama untuk monitoring dan evaluasi tingkat kepuasan pasien serta upaya peningkatan kinerja pelayanan pasien rawat jalan secara berkelanjutan."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13160
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
I Ketut Kardhana
"Program Perusahaan Jawatan (Perjan) RSUPN-CM Jakarta, mulai dilaksanakan awal Januari 2002. RSUPN-CM adalah rumah sakit rujukan nasional yang telah dikembangkan menjadi rumah sakit Perjan. Perusahaan Jawatan adalah suatu bentuk badan usaha yang independent, dan dapat mengelola penerimaan dan pengeluarannya sendiri tanpa subsidi dari Pemenntah.
Rumah sakit, merupakan salah satu industri sosial yang memberikan pelayanan kesehatan. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, rumah sakit harus menjadi industri yang bersifat padat karya, padat modal serta padat ilmu dan teknologi. Pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien, diharapkan akan memberikan pelayanan yang paripurna kepada masyarakat.
Persaingan rumah sakit dalam memperebutkan pasar pelayanan kesehatan, merupakan hal yang mendasar dan sangat mendesak. Kondisi ini lebih disebabkan karena banyak didirikannya rumah sakit baru, kesadaran masyarakat akan pentingnya arti kesehatan, keinginan masyarakat untuk memperoleh penanganan kesehatan dengan teknologi yang mutakhir serta keinginan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang paripurna.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran dan mengukur indikator kinerja pelayanan medik, dan lingkungan rumah sakit, serta untuk mengetahui faktor faktor yang berpengaruh terhadap keinginan konsumen terhadap jasa pelayanan di RSUPN-CM, dalam rangka untuk mencapai tujuan RSUPN-CM sesuai dengan visi dan misinya, menjadi rumah sakit pendidikan bermutu ASEAN tahun 2003 dan bermutu ASIA PASIFIK tahun 2015.
Hasil utama dari penelitian ini adalah, bahwa untuk pelayanan dokter dari responden untuk semua kelas, elemen yang mendapat tanggapan positif adalah penampilan dokter cukup rapi, pengobatan cukup manjur dan dokter yang ramah. Sedangkan penilaian tethadap pelayanan perawat dan responden untuk semua kelas, elemen yang memperoleh penilaian yang baik yaitu pelayanan perawat cukup terampil, instruksi perawat tethadap pasien cukup jelas. Serta penilaian tertinggi terhadap fasilitas rumah sakit untuk semua kelas yaitu, tarif dari layanan rumah sakit sedang, baru kemudian menyusul elemen penting berikutnya seperti rumah sakit cukup tenang dan mutu penyajian makanan yang baik serta faktor keamanan cukup aman. Begitu pula dengan kinerja dokter, bahwa dokter hanya datang memeriksa pasien kadang-kadang, ini berarti bahwa manajemen kinerja dokter belum dilaksanakan dengan optimal, serta pejelasan dokter (inform consend) belum sepenuhnya dijalankan dengan baik.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk mengadakan evaluasi indikator mutu pelayanan medik, Perawat dan Penunjang di RSUPN-CM, peran Komite Medik ditingkatkan sesuai dengan fungsinya sehingga setiap tindakan medik sudah sesuai dengan standard operation procedure (SOP) yang berlaku. Dan meningkatkan kualitas SDM karyawan RSUPN-CM secara menyeluruh sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya dalain rangka mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya. "
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T3612
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Ketut Kardhana
"Program Perusahaan Jawatan (Pcrjan) RSUPN-CM Jakarta, mulai dilaksanakan awal Januari 2002. RSUPN-CM adalah ruah sakit rujukan nasional yang telah dikembangkan menjadi rumah sakit Petjan. Perusahaan Jawatan adalah suatu bentuk badan usaha yang independent, dan dapat mengelola penerimaan dan pengeluarannya sendiri tanpa subsidi dari Pemerintah.
Rumah sakit, merupakan salah satu indusrih sosial yang memberikan pelayanan kesehatan. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, rumah sakit harus menjadi industri yang bersifat padat karya, padat modal serta padat ilmu dan teknologi. Pelayanan kesehatan yang efiktif dan efìsien, diharapkan akan memberikan pelayanan yang paripurna kepada masyarakat.
Persaingan nzmah sakit dalam memperebutkan pasar pelayanan keschatan, menipakan hal yang mendasar dan sangat mendesak Kondisi ini lebih disebabkan karena banyak didixikannya rumnah sakit baru, kesadaran masyarakat akan pentingnya anti kesehatan, keinginan masyarakat untuk memperoleh penanganan kesehatan dengan teknologi yang mutakhir seria keinginan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang paripurna.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoLeh gaznbaran dan mengukur indikator kineia pelayanan medik. dan Lingkungan rumah sakit seria untuk mengetui faktor-faktor yang bcrpenganih terhadap keinginan konsumen terhadap jasa pelayanan di RSUPN-CM, dalam rangka untuk meneapai tujuan RSUPN-CM sesual dengan visi dan misinya, menjadi rumab sakit pendidikan bermutu ASEAN tahun 2003 dan bermutu ASIA PASIFIK tahun 2015.
Hasil utama dari penelitian ini adalah. beh untuk pelayanan dokter dari responden untuk semua kelas, elemen yang mendapat tanggapan positif adalah penampilan dokter cukup rapi, pengobatan cukup manjur dan dokter yang ramah. Sedangkan penilalan terhadap pelayanan perawat dan responden untuk semua kelas, Elemen yang memperoleh penilaian yang baik yaitu pelayanan perawat cukup terampil, instruksi perawat terhadap pesien cukup jelas Serta penilaian tertinggi terhadap fasilitas rumah sakit untuk semua kelas yaitu, tarif dari layanan rumah sakit sedang, baru kemudian menyusul elemen penting berlkutnya seperti rumah sakit cukup tenang dan mutu penyajian makanan yang balk serta faktor keamanan cukup aman.
Begitu pula dengan kinerja dokter, behwa dokter hanya datang memeriksa pasien kadang-kadang, ini berarti bahwa manajemen kinerja dokter belum dilaksanakan dengan optimal, serta penjelasan dokter (inform consend) belum sepenuhnya dijalankan dengan baik.
Berdasarkan hasil peneitian ini disarankan untuk mengadakan evaluasi indikator mutu pelayenan medik, Perawat dan Penunjang di RSUPN-CM, peran Komite Medik ditingkatkan sesuai dengan fungsinya sehingga setiap tindakan medik sudah sesuai dengan rtandwd opemlkin procedure (SOP) yang berlaku. Dan meningkatkan kualitas SDM karyawan RSUPN-CM secam menyeluruh sesuai dengan fungsi dan kebutuhannya dalam rangka mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>