Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 68012 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asril Zevri
"Penelitian bertujuan untuk menganalisis tinggi tanggul banjir Daerah Aliran Sungai Bangkatan sebagai salah satu alternatif solusi dalam pengendalian banjir Kota Binjai. Kajian dilakukan di Daerah Aliran Sungai Bangkatan yang luasannya hampir mencakup wilayah Kota Binjai kemudian melakukan perhitungan tinggi muka air banjir dengan pendekatan secara kualitatif berdasarkan simulasi HECRAS antara debit banjir kala ulang dengan penampang memanjang dan melintang sungai. Metodologi kegiatan dalam penelitian ini yaitu menganalisis curah hujan harian maksimum rata-rata kawasan Derah Aliran Sungai Bangkatan, curah hujan periode ulang 2 hingga 100 tahun, debit banjir periode ulang 2 hingga 100 tahun, tinggi muka air banjir dengan software HECRAS, dan rencana tinggi tanggul banjir. Hasil penelitian menunjukkan tinggi muka air banjir di bagian penampang hulu sungai sebesar 2,26 m, penampang tengah sebesar 2,43 m, dan penampang hilir sebesar 1,40 m dengan rencana tinggi tanggul banjir di bagian hulu, tengah, dan hilir masing-masing sebesar 2,56 m, 2,73 m, dan 1,70 m."
Bandung : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2020
551 JSDA 16:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The flash flood at Sitobondo (East Java) on February 9, 2008 had caused many victims and loss of material. Discharge magnitude of this flood cannot determine the extent and return period of flood because water level in the area was not observed. Therefore, in 2007, the Research Center for water Resources had developed a formula to estimate design flood in un-gauged basin by carrying out research on regional watershed characteristics for estimation of design flood in un-gauged catchment..."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iskandar
"Dalam setiap hal yang berkaitan dengan pemanfaatan air dalam suatu wilayah tangkapan hujan (Catchment Area), peranan analisa hidrologi menjadi sangat penting. Salah satu metode analisa hidrologi yang dipakai adalah dengan melakukan pendekatan-pendekatan statistik, yang dengan melakukan pendekatan ini dapat dilakukan pengolahan data untuk menjajaki kemungkinan yang terjadi pada masa yang akan datang. Berkaitan dengan proyek-proyek bangunan air , maka perencanaan dengan memperhatikan faktor-faktor keamanan sangat diperlukan agar bangunan tersebut dapat bennanfaat sesuai dengan kegunaannya. Misalnya untuk pembangunan bendungan untuk keperluan irigasi, seorang perencana bangunan air haruslah dapat mengetahui keadaan sebenarnya yang terjadi di lapangan. Besarnya debit air rencana yang akan diperhitungkan, bagi seorang perencana bangunan air sangat menentukan dimensi dari bangunan air tersebut. Dan seorang perencana bangunan air haruslah dapat memperkirakan umur bangunan yang akan dibangunnya. Pada kenyataannya, walaupun seorang perencana bangunan air telah dapat memperkirakan dengan baik perencanaan pembebanan yang mungkin akan ditanggung oleh bangunan tersebut, tetapi ia tidak berani menjamin apakah beban-beban perencanaan itu akan terlampaui atau tidak. Sehubungan dengan hal tersebut maka ia lalu membuat asumsi-asumsi dan memberikan faktor keamanan yang cukup besar. Agar mendapatkan hasil yang diinginkan maka dalam pelaksanaannya, pendekatan statistik melalui suatu distribusi peluang untuk analisa debit banjir rencana merupakan altematif dalam melihat karakteristik hidrologi yang mendekati dengan keadaan yang sebenarnya. Kemajuan teknologi pada saat ini melalui proses komputerisasi dapat memberikan kemudahan-kemudahan dalam melakukan suatu analisa agar menjadi lebih cepat, mudah dan menghemat waktu kerja, serta dapat memberikan hasil analisa yang optimum. Oleh karena itu dalam tugas akhir ini lebih ditekankan kepada pemodelan perangkat lunak dengan metode statistik untuk analisa debit banjir rencana, sehingga hasil yang diperoleh dapat dipakai sebagai acuan (data dasar) dalam perencanaan-perencanaan berbagai konstruksi bangunan air."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S35072
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Is Heryanto
"Kali Bekasi merupakan slur alam yang mempunyai daerah pangaliran sungai yang cukup luas, yaitu 389 km2. Lingkungan yang berada disepanjang Kali Bekasi merupakan daerah pemukiman bare, sebagai akibat dari perkembangan daerah yang saat ini berfungsi sebagai daerah penyangga ibukota Jakarta. Bencana banjir pada tanggal 31 Januari dan 1 Februari 2002 pada slur-alur sungai atau ruas-ruas tertentu pada aliran Kali Bekasi yang merusakkan sarana dan prasarana yang telah dibengun dan menimbulkan kerugian harta clan jiwa. Berdasarkan hal tersebut diatas maka harus segera diambil langkah-langkah yang terpadu untuk dapat mencegah banjir pada kali Bekasi tersebut, diantaranya adalah merencanakan perbaikan pada kali Bekasi. Data hidrologi untuk kali Bekasi ini adalah data hujan yang terdapat pada stasiun-stasiun pengamatan hujan Bekasi, Cibinong, Hambalang, dan stasiun pengamat hujan Bogor. Adapun lamanya tahun pengamatan hujan ( n ) adalah selama 16 tahun pengamatan masing-masing stasiun. Lokasi kali Bekasi yang diamati adalah dari pertemuan antara kali Cikeas dan Cileungsi sebagai hula sampai pintu air kali Bekasi sebagai hilirnya, yaitu sepanjang 10,950 km. Perhitungan perencanaan perbaikan kali Bekasi ini menggunakan metode Gumbell untuk menghitung curah hujan rencana, metode poligon Thiesen untuk menghitung curah hujan wilayah, sedangkan debit banjir rencana kali Bekasi dihitung berdasarkan hidrograf satuan Nakayashu dengan periode ulang 2, 5, 10, 25, dan 50 tahun lalu dibandingkan dengan debit banjir yang terjadi pada tahun 2002 yaitu sebesar 578 m3ldet, dan sebagai hasilnya didapatkan debit banjir rencana sebesar 620 M3 Met. Dad data-data dapat dihitung dimensi penampang pada kali Bekasi tersebut dengan menggunakan rumus untuk penampang pada saluran terbuka, sebagai pencegahan luapan banjir kali Bekasi."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2004
S35700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Listi Fitriana
"Bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia, banjir merupakan bencana yang dominan di Indonesia. DAS Citarum terutama di bagian hulu sejak puluhan tahun dari tahun 1931, 1984, dan hingga saat ini sering mengalami banjir. Peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan pembangunan menjadikan wilayah ini menjadi lebih rentan terhadap banjir. Penilaian kerentanan sangat penting untuk menentukan kesiapsiagaan, mitigasi, respon bencana, dan pemulihan. Penelitian ini bertujuan untuk mensimulasikan sebaran wilayah bahaya banjir pada periode ulang 5, 10, 25, dan 50 tahun dan model spasial kerentanan wilayah terhadap banjir dengan memetakan bahaya banjir berdasarkan analisis pemodelan numerik hidrodinamika menggunakan software MIKE FLOOD. Peta genangan yang dihasilkan akan diintegrasikan dengan data sosial dan demografi seperti kepadatan penduduk, populasi lanjut usia, populasi anak-anak, dan fasilitas kesehatan dengan menggunakan model SMCE (Spatial Multi Criteria Evaluation) yang selanjutnya digunakan untuk menentukan tingkat kerentanan berdasarkan indikator keterpaparan, sensitivitas, dan kapasitas. Hasil penelitian menunujukkan bahwa nilai kerentanan sosial tertinggi 0.24 di Kelurahan Malakasari dan 0.34 di Kelurahan Cangkuang sedangkan kerentanan sosial rendah dengan nilai 0.04 di Kelurahan Wargamekar dan 0.08 di Kelurahan Citeureup.

Hydrometeorological disaster is a frequent disaster in Indonesia, flooding is a dominant disaster in Indonesia. Citarum watershed is mainly in the upstream since decade from 1931, 1984, and until now is often flooded. The increasing population and development activities make the region more vulnerable to flooding. Vulnerability assessment is crucial for determining preparedness, mitigation, disaster response, and recovery. This research aims to simulate the distribution of flood hazard areas in the return period of 5, 10, 25, and 50 year and a spatial model of territorial vulnerability to flooding by mapping the flood hazard based on the numerical analysis of the hydrodynamics by using the software MIKE FLOOD. The resulting inundation map will be integrated with social and demographic data such as population density, elderly populations, children's populations, and healthcare facilities using SMCE (Spatial Multi Criteria Evaluation) models which are subsequently used to determine the vulnerability level based on exposure, sensitivity and capacity indicators. Results showed that the value of the highest social vulnerability 0.24 was in Malakasari and 0.34 in Cangkuang subdistric while the low social vulnerability with a value of 0.04 was in Wargamekar and 0.08 in Citeureup subdistric."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikhriyah Khairunnisa
"DA Citarum Hulu dikenal dengan karakteristiknya yang unik dimana topografinya menyerupai cekungan dan dikelilingi oleh pegunungan. Dengan topografi berupa cekungan, kawasan DA Citarum hulu rawan banjir dan banjir bandang. Seperti di salah satu sub-DASnya yaitu Ciwidey, banjir bandang hampir terjadi setiap tahun dalam 10 tahun terakhir dan menimbulkan banyak kerugian. Berkaitan dengan permasalahan banjir bandang yang ada, perlu diwaspadai kejadian serupa di kemudian hari dengan melakukan kajian berupa upaya mitigasi untuk meminimalkan risiko dan dampak kerugian jiwa dan material. Dalam penelitian ini peneliti menerapkan metode indeks kerawanan banjir bandang yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik, hidrologis, dan tata guna lahan serta kawasan rawan banjir bandang di sub DAS Ciwidey Jawa Barat dengan skoring dan pembobotan yang terintegrasi. dalam perangkat lunak berbasis sistem informasi geografis. Dari proses tersebut dihasilkan daerah rawan banjir bandang dengan tingkat kerawanan sangat tinggi sebesar 33,9%, tingkat kerawanan tinggi sebesar 3,49%, tingkat kerawanan sedang sebesar 38,63%, tingkat kerawanan rendah sebesar 15,77%, dan kerawanan sangat rendah. tingkat., 21%.

Upper Citarum DA is known for its unique characteristics where its topography resembles a basin and is surrounded by mountains. With a topography of a basin, the upstream Citarum DA area is prone to flooding and flash floods. As in one of its sub-watersheds, namely Ciwidey, flash floods have occurred almost every year for the last 10 years and have caused a lot of losses. In relation to the existing banjir bandang problems, it is necessary to watch out for similar incidents in the future by conducting studies in the form of mitigation efforts to minimize the risks and impacts of life and material losses. In this study, the researchers applied the banjir bandang susceptibility index method which aims to determine the physical, hydrological, and land use characteristics as well as flash flood-prone areas in the Ciwidey sub-watershed, West Java, with integrated scoring and weighting. in geographic information system-based software. This process resulted in flash flood-prone areas with a very high level of vulnerability of 33.9%, a high level of vulnerability of 3.49%, a moderate level of vulnerability of 38.63%, a low level of vulnerability of 15.77%, and a very low vulnerability. . level., 21%."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Amanatunnawfal Ammar
"Banjir di perkotaan menjadi masalah, biasanya dapat mempengaruhi aktivitas-aktivitas antropogenik. Penduduk di negara berkembang biasanya memiliki persepsi risiko yang rendah. Oleh karenanya penting untuk dibahas mengenai bagaimana manusia menangani banjir di Pasar Minggu dan bagaimana persepsi risikonya. Diserahkannya informasi mengenai persepsi risiko banjir oleh penduduk penting untuk dibahas karena akan menggambarkan bagaimana proses berpikir seseorang yang melakukan tindakan mitigasi banjir baik secara kolektif maupun individu. Lanskap permukiman yang mengandung lanskap bahaya dan perkotaan diambil sebagai faktor utama. Dengan metode kualitatif keruangan, peneliti berhasil menemukan bahwa faktor yang membentuk persepsi risiko penduduk dan berbagai elemennya adalah kedalaman banjir, lanskap perkotaan, jarak dari sungai, social bond, dan moda komunikasi. Hasilnya mengungkapkan bahwa secara umum, terdapat beberapa faktor yang membentuk persepsi risiko banjir, yaitu kedalaman banjir, lanskap perkotaan, jarak dari sungai, social bond, dan moda komunikasi. Jarak dari sungai, lanskap perkotaan, kedalaman banjir, dan elemen afektif membentuk social bond yang kemudian social bond tersebut membentuk moda komunikasi. Moda komunikasi sendiri kemudian membentuk kognitif kemudian afektif, namun elemen kognitif tidak dibentuk oleh kedalaman banjir. Berbeda dengan elemen afektif yang dibentuk oleh kedalaman banjir layaknya social bond dan moda komunikasi yang kemudian membentuk konatif. Lalu ketiga elemen tersebut akhirnya membentuk kategori persepsi risiko banjir. Adapun untuk kategori persepsi risiko yang ditemukan sendiri adalah safety dan control. Safety dan control dibentuk oleh kedalaman banjir, jarak dari sungai, social bond, dan moda komunikasi dengan asosiasi positif. Lalu untuk hubungannya dengan lanskap perkotaan adalah asosiasi negatif. Hanya lanskap perkotaan yang memiliki asosiasi negatif dengan semua faktor.

Flooding in urban areas is a problem, it usually affects anthropogenic activities. People in developing countries usually have a low risk perception. Therefore, it is important to discuss how humans handle flooding in Pasar Minggu and how the risk is perceived. The submission of information regarding the perception of flood risk by residents is important to discuss because it will illustrate the thought process of someone who takes flood mitigation actions both collectively and individually. Residential landscapes containing hazard and urban landscapes are taken as the main factors. Using spatial qualitative methods, researchers succeeded in finding that the factors that shape residents' risk perception and its various elements are flood depth, urban landscape, distance from river, social bond, and mode of communication. The results reveal that in general, there are several factors that shape flood risk perceptions, namely flood depth, urban landscape, distance from the river, social bonds, and mode of communication. Distance from the river, urban landscape, depth of flooding, and affective elements form a social bond which then forms a social bond as a mode of communication. The mode of communication itself then forms cognitive and then affective, but cognitive elements are not shaped by the depth of the flood. In contrast to the affective elements which are formed by the depth of the flood, such as social bonds and modes of communication which then form conative. Then these three elements finally form a flood risk perception category. The categories of risk perception that were found were safety and control. Safety and control are formed by flood depth, distance from the river, social bonds, and modes of communication with positive associations. Then the relationship with the urban landscape is a negative association. Only urban landscape had negative associations with all factors."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Masalah lingkungan hidup tidak semata merupakan masalah menyangkut fisik masyarakat. Hal ini juga menyangkut aspek biologis dan sosial masyarakat .Makalah singkat mencoba menelaah ketiga aspek tadi dalam tiga bagian (Bell 1988):...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Armila Rista Septina
"Banjir bandang merupakan bencana hidrometeorologi yang dapat menyebabkan kerugian besar dalam waktu yang cepat. Kabupaten Cianjur, khususnya DAS Cikundul merupakan daerah yang sering terjadi banjir bandang. Melihat ancaman tersebut, diperlukan pemetaan potensi banjir bandang untuk mengurangi ancaman kerugian yang dapat ditimbulkan banjir bandang. Dalam pemetaan wilayah potensi banjir bandang, metode Flash Flood Potential Index FFPI masih jarang diterapkan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbandingan wilayah potensi banjir bandang berdasarkan model yang telah dikembangkan dalam metode FFPI yaitu model Smith, Brewster, Krudzlo, dan Ceru. Keempat model menggunakan variabel kemiringan lereng, penggunaan tanah, tekstur tanah, dan tutupan vegetasi. Analisis spasial overlay dan uji statistik dilakukan untuk menvalidasi wilayah potensi banjir bandang dengan lokasi terdampak banjir bandang. Hasil penelitian menunjukkan DAS Cikundul didominasi oleh wilayah potensi rendah berdasarkan model Smith, dan wilayah potensi sedang berdasarkan model Brewster, Krudzlo, dan Ceru. Sebanyak 65 dari 68 Sub-Sub DAS memiliki potensi berbeda dan 35 memiliki potensi sama. Wilayah dengan potensi tinggi pada keempat model cenderung berada di bagian Hulu DAS Cikundul. Hasil uji Fit Test Crosstab menunjukkan model Smith merupakan model yang paling mendekati dengan kejadian aktual.

Flash flood is a hydrometeorological disaster that can cause huge losses in a short period of time. Cianjur regency, especially Cikundul Watershed is a flash flood frequent area. Therefore, flash flood potential mapping is needed to reduce the threat that can be caused by flash flood. In the flash flood potential mapping, Flash Flood Potential Index FFPI method is still rarely applied in Indonesia. This study aims to see the comparison of flash flood potential areas based on models developed in the FFPI method which is Smith, Brewster, Krudzlo, and Ceru models. The four models used slope, land use, soil texture, and vegetation cover as variables. Spatial analysis and statistical test was implemented to validate the flash flood potential areas with flash flood affected locations. The result reveals that Cikundul Watershed was dominated by moderate potential areas based on Brewster, Krudzlo, and Ceru model but low by Smith model. The result also reveals that 65 of 68 Sub Sub Watershed have different potential and 35 have same potential. High potential areas in all four models was distributed in the Upper Cikundul Watershed. The Crosstab Fit Test result shows that Smith model is the closest model to the actual event.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadette Esther Julianery
"ABSTRAK
Banjir telah menjadi masalah bagi Jakarta sejak kota ini masih bernama Batavia pada masa penjajahan Belanda. Untuk meminimalisasikan dampak banjir itu pada tahun 1918 pemerintah kolonial membuat rancangan, yang dikenal sebagai Rencana van Breen, pembangunan duo bush kanal yang berfungsi mengalihkan aliran air sungai ke sisi barat dan timur kota, sehingga Batavia terhindar dari banjir. Kanal di wilayah barat selesai dibangun pada tahun 1920, tetapi kanal di wilayah timur belum terealisasi, bahkan berpuluh tahun kemudian setelah Indonesia merdeka di tahun 1945.
Ketika telah menjadi ibu kota Republik Indonesia, pada puncak musim hujan Jakarta kerap dilanda banjir. Pada tahun 1965 Presiden Soekarno membentuk Kornando Proyek Pencegahan Banjir di DKI Jakarta yang bertanggungjawab untuk pengendalian banjir di Ibu Kota. Kerjasama Departemen Pekerjaan Umum dan Tenaga Listrik (PUTL) dengan Netherlands Engineering Consultants (Nedeco), konsultan dari Negeri Belanda, pada 1973, menghasilkan Rencana Induk Pengendalian Banjir. Salah satu rekomendasinya adalah merealisasikan rencana van Breen: pembangunan kanal banjir di wilayah timur Jakarta. Ketiadaan dana mengakibatkan pembangunan kanal - yang lazim disebut sebagai Banjir Kanal Timur (BKT) - itu tertunda.
Perkembangan kota Jakarta beserta wilayah pendukung di sekitarnya - Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi - mengakibatkan dampak banjir makin buruk dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 Jakarta kembali dilanda banjir. Setahun sesudah itu (2003) pembangunan BKT yang direncanakan 30 tahun yang lampau akhirnya dicanangkan. Meski demikian, realisasi pembangunan BKT tetap tersendat-sendat. Banjir yang terjadi pada awal tahun 2007 membuat pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperkuat komitmen merealisasikan pembangunan BKT.
Penelitian tentang "Upaya Pengendalian Banjir di DKI Jakarta: Realisasi dan Rencana Pembangunan Banjir Kanal Timur" adalah penelitian tentang permasalahan yang rumit yang terkait dengan sejarah, kebijakan dan manajemen yang memerlukan pendekatan kualitatif dengan grounded theory. Penelitian bertujuan mengungkapkan apa daya upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta yang telah dilaksanakan, dan apa kendala yang dihadapi ketika pembangunan BKT mulai dilaksanakan.
Penelitian ini berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah narasumber dan perighimpunan data lewat dokumen pemerintah. Seluruh informasi yang diperoleh dikelompokkan, dilakukan pengkodean, dan dianalisis.
Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta tidak disertai oleh komitmen yang kuat, bail( dari pemerintah pusat maupun dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Ketidakjelasan realisasi pembangunan BKT, mengakibatkan daerah yang pada tahun 1973 sudah direncanakan akan digunakan sebagai trace BKT berkembang menjadi permukiman penduduk yang pada gilirannya menimbulkan kesulitan penyediaan tanah untuk trace kanal tersebut.
Hasil penelitian ini memberi kejelasan tentang upaya pengendalian banjir di DKI Jakarta yang pernah dan sedang dilakukan. Implikasi dari penelitian ini adalah perbaikan pada kinerja pemerintah kota terutarna yang menyangkut tats rung kota yang terkait dengan kondisi geografis DKI Jakarta.

ABSTRACT
Flood was and is a problem with Jakarta since the time when it was called Batavia in the Dutch colonial times. To minimize its impact, in 1918 Dutch colonial government drafted a plan, known as van Breen Plan, to construct two canals to divert Ciliwung river flow to the east and west of the city, in order to save the city from its overflow. The canal on the west side was completed in 1920, but the canal on the east side of the city was never realized during the colonial period and even after tens of years after Indonesia's independence in 1945.
After becoming the capital of the Republic of Indonesia, Jakarta was often hit by flood during the peak period of each year's rainy season. In 1965 President Sukarno established a "Command Centre for Flood Control Project" in Jakarta bearing the responsibility to control the flood in the capital. The collaboration between the then Department of Public Works and Electricity and the Netherlands Engineering Consultants, NEDECO, in 1973 produced a Master Plan for Flood Control. One of its recommendations was to re-implement the van Breen Plan: construction of flood canal on the eastern fringe of Jakarta. Lack of funds, however, impeded the completion of the construction of what is popularly called the "Eastern Flood Canal."
The growth of Jakarta and its hinterland - Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi made the impacts of flood even worse over the years. In 2002 Jakarta was again heavily inundated. The year after, 2003, the construction of Eastern Flood Canal that had been still on plan for more than 30 years was eventually kicked off ground, if far from being a smooth one. In the beginning of 2007 another devastating flood prompted both the central and Jakarta Special District governments to yet revive and strengthen their commitment to build the Eastern Flood Canal.
The present thesis, "Flood Control in Jakarta: Plan and Realization of Eastern Flood Canal", having the complexity of history, policies, and management as backdrop, is a qualitative study taking grounded theory as its approach. It aims to uncover what efforts have been made, and which part of the plan has been implemented, and what sort of constraints that have grown out to impede the completion of the construction of the Eastern Flood Canal.
This study is based on interviews with a number of resourceful persons and the collection of official documents. All information is then put into categories, and analysis is made accordingly.
This study discovered that flood control efforts in Jakarta had not been based on strong commitment from either national government or local Jakarta government. The construction of Eastern Flood Canal was then put into further uncertainty when the areas designated for the canal's ground-plan was converted into people's settlement which further complicated the expropriation of the very land required for the construction of the canal.
This study sheds light on past and current flood control efforts in Jakarta. It implies that there is a need to improve the performance of the city's government, especially in the areas related to urban development planning in its relation to Jakarta's specific geographical conditions.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>